.
.
.
The untold
for #FLORE18 / HALLOWEEN
Original characters Naruto
by Masashi Kishimoto-sensei
.
.
.
Sai bersama Inojin membersihkan rumah baru mereka. Ya, mereka baru saja pindah dua hari yang lalu. Rumah ini besar tapi karena sudah puluhan tahun tidak ditinggali, tak heran debunya setebal selimut.
"Papa, aku istirahat dulu ya," Inojin kelelahan menyapu. Sai mengangguk sekilas dan menunjuk ruangan sebelah. "Ya, kau istirahat saja dulu di sana, nanti papa menyusul,"
Kaki kecil Inojin pun melangkah ringan ke ruangan yang dimaksud Sai.
Sai Yamanaka masih sibuk membersihkan debu sampai tiba-tiba ia mendengar Inojin cekikikan.
"Kau kenapa?" tanya Sai yang sudah berada di pintu ruangan tempat Inojin berada. Anaknya itu hanya menutup mulut menahan tawa. Sai heran.
"Inojin, apa yang sedang kau lakukan?"
"Main-main, papa,"
"Main-main? Sama siapa?" Sai bingung, hanya Inojin sendirian di ruangan ini.
"Sama tante cantik disana,"
Sai memutar bola matanya. Hantu? Di siang bolong? Ia sama sekali tak takut.
"Inojin, kau sudah selesai istirahat kan? Ayo bantu papa saja," Sai memutuskan lebih baik ambil sikap aman. Inojin masih cekikikan tapi ia menyusul papanya. "Iya papa.. Dadah tante," Inojin melambaikan tangan entah pada siapa.
Sai jengkel. Setelah rumah ini selesai ia bersihkan, ia akan memanggil pendeta dan mengusir setan sialan itu.
Sepasang ayah dan anak itu pun kembali membersihkan debu. Lalu handphone Sai berdering, suaranya dari ujung koridor. Ia lupa mengambilnya tadi selepas dari wc, terpaksa Sai meninggalkan Inojin sebentar.
"Inojin, papa ambil hp dulu. Kau jangan ke ruangan yang tadi lagi ya," pesan Sai. Inojin mengangguk patuh, Sai pun buru-buru ke ujung koridor rumah ini.
"Hoi Sai, dimana kau?" seru Naruto sesaat setelah Sai menerima teleponnya. "Aku sudah ada di rumah baru, berisik," ketus Sai sambil melangkah cepat menuju Inojin. "Kudengar rumah itu peninggalan keluarga jauhnya Ino," lanjut Naruto dengan suara rendah.
Sai tak peduli, meski hatinya sempat merasa kaget. "Hanya itu yang mau kau bilang? Sudah, matikan saja telponmu, tak penting," tanpa menunggu jawaban, Sai memutuskan panggilan.
Tiba di ruangan yang tadi ia tinggalkan, Sai lega Inojin masih ada di posisi semula. Meskipun anaknya itu berdiri memunggunginya. Sai mendekatinya.
"Inojin, apa yang kau..."
Inojin segera berbalik memandang ayahnya. Senyumnya lebar, bahunya bahkan bergetar. Sai mematung. Tidak, harusnya Inojin tidak tertawa di tempat ini. Ruangan ini kosong.
"Inojin..."
"Papa papa papa..." seru Inojin ceria. Wajahnya benar-benar senang.
"Pa tadi tante lucu. Dia bikin muka lucu banget,"
"Lihat deh pa, tadi tante begini nih,"
Inojin melepas ikat rambutnya lalu menarik rambut pirang panjangnya mengelilingi leher. Setelah itu senyum Inojin hilang, berganti dengan mata yang melotot dan mulut yang kehabisan nafas. Tangannya menggapai-gapai.
Sai langsung menarik tangan Inojin. Tanpa pikir panjang kakinya berlari cepat keluar rumah, tangannya mencengkram erat lengan putranya.
Inojin masih saja cekikikan sambil ditarik papanya, walau sebenarnya bocah kecil itu heran, kenapa papanya berlari keluar padahal tante yang berambut sama dengannya terus memanggil-manggil dirinya dan papa? Apa papa tidak dengar?
Setelah masuk mobil, suara Naruto teringat lagi di kepala Sai. "Rumah itu peninggalan keluarga jauhnya Ino,"
.
.
