ODDS & ENDS
Disclaimer :
Vocaloid © Yamaha Corporation
ODDS & ENDS Dejiko
Genre :
Sci-fi, Romance, Friendship
Rated :
T
Character :
Hatsune Miku
*Cerita ini dibuat berdasarkan lagu yang berjudul ODDS & ENDS yang diciptakan oleh ryo
-First Chapter-
ODDS
Sinar matahari pagi yang cukup menyengat terbias melalui jendela dan bersinar tepat di wajahku. Aku tertidur di atas sofa dan sinar matahari itu membuatku sedikit terganggu. Aku menggeliat beberapa kali sampai akhirnya aku membuka mata dan bangkit dari sofa. Setengah sadar aku melihat sesosok gadis yang sedang tidur di atas futon milikku. Selimut dan bantal sudah tidak pada tempatnya, dan terlihat jelas kemeja putih kedodoran yang ia kenakan menambah bentuk keanehannya. Sejujurnya itu pakaianku yang ia kenakan.
Aku berjalan menuju kamar mandi. Setelah mencuci muka, aku kembali ke ruang tamu. Entahlah aku harus menyebutnya ruang tamu atau kamar karena tempat itu merupakan tempat yang menghubungkan pintu masuk dan juga sekaligus tempat aku meletakan futon untuk tidur. Maaf saja kalau apartemenku terlalu kecil. Kelihatannya gadis berambut hijau teal itu sudah bangun. Ia terduduk di atas futonnya, mengucek mata, dan menggeleng ke kiri dan kanan. Kemudian ia melihat ke arahku yang ada di belakangnya.
"Selamat pagi." Ia menyapa dengan senyum.
"Selamat pagi." Balasku.
Aku tetap berjalan menuju sebuah pintu yang ada di sebelah kananku. Di balik pintu itu terdapat ruangan kecil tempat aku meletakan lemari pakaian dan 'barang-barang lain'. Aku rasa sebenarnya ruangan ini di desain untuk kamar tidur. Tetapi aku meletakan terlalu banyak barang dan kurasa sebuah futon sudah cukup untuk tempatku tidur. Tapi sepertinya sudah beberapa hari ini aku tidur di sofa.
"Hari ini kau sekolah, kan?" Gadis itu bertanya sambil melipat futon. "Biar aku yang memasak sarapan."
"Memangnya kau bisa masak?"
"Jika kau tidak keberatan dengan telur dadar."
"Tidak masalah."
Setelah itu aku tidak mendengar balasan apa-apa tapi aku mendengar suara langkah kaki yang melangkah menuju dapur.
Selesai menyikat gigi, aku langsung berpakaian. Sepertinya ia sudah selesai dengan masakannya. Akupun langsung membalik meja dan meletakannya di tengah ruang tamu. Rupanya ia tidak hanya menggoreng telur. Ia juga memanaskan ikan sisa tadi malam.
"Maaf menunggu."
"Hey, Miku! Ganti dulu pakaianmu!" Aku terkejut ketika ia datang membawa makanan ke ruang tamu, rupanya ia masih memakai kemejaku. Dan lagi, ia tidak memakai bawahan apapun.
"Haha... maaf. Kemeja ini terasa hangat jadi aku enggan melepasnya."
"Setidaknya pakailah celana atau rok hitam yang biasa kau pakai."
"Ya ya. Akan kulakukan nanti. Yang penting kau sarapan dulu."
Selesai sarapan, Miku membereskan piring sedangkan aku membalik lagi meja ke dinding. Aku mengambil tasku dan bersiap untuk pergi.
"Aku pergi."
Langit yang tadinya cerah telah berubah menjadi dipenuhi awan hitam yang mengepul besar di angkasa. Bersiap untuk menumpahkan air yang ia bawa dari lautan. Untuk berjaga-jaga aku membawa payung merah milikku. Sekali lagi aku mengucapkan salam sebelum pergi, tetapi kali ini Miku mencubit lengan bajuku dan akupun berbalik.
"Berhati-hatilah." Ekspresinya agak murung. Aku separuh mengerti kenapa ia menunjukkan wajah itu. Namun disaat seperti inilah aku harus membuat suasana tetap tenang.
"Harusnya kau bilang selamat jalan. Tetaplah di rumah dan aku akan segera kembali." Ia melepas cubitannya dan aku pergi keluar. Air hujan turun merintik dan aku membuka payungku selama berjalan menuju sekolah.
Aku adalah anak kelas 1 SMA yang memiliki ketertarikan pada musik. Sejak SMP aku sangat menyukai musik dan sampai sekarang aku telah menuangkan seluruh jiwa ragaku pada musik. Bisa dibilang bahwa satu-satunya bakat yang kupunya hanyalah musik. Aku bukan anak yang pandai dalam pelajaran akademik ataupun olahraga di sekolah. Sejujurnya aku tidak peduli lagi dengan pendidikanku di sekolah. Maksudku kenapa kau harus menguasai banyak bidang jika cukup 1 cita-cita dapat membuat hidupmu bahagia. Satu-satunya alasanku bersekolah hanya agar aku dapat jalur resmi melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah.
Seluruh keluargaku tinggal di sebuah kota kecil yang agak jauh. Aku bersekolah di luar kota dan aku tinggal sendiri di sebuah apartemen kecil di kota ini. Ya, pada awalnya aku hidup sendiri. Jika kau bertanya-tanya siapa gadis yang tinggal bersamaku, maka semuanya berawal ketika beberapa hari yang lalu di malam yang berhujan. Setelah kembali dari supermarket, di depan pintu apartemenku ada seorang gadis yang pingsan dan basah kuyup. Awalnya aku hanya ingin memastikan apa ia tidak apa-apa. Tetapi satu hal yang langsung terlintas dipikiranku adalah aku harus menyelamatkannya ketika kurasakan kulitnya sedingin es. Akhirnya kuketahui bahwa ia adalah Vocaloid.
Berbagai robot sudah diciptakan untuk memudahkan pekerjaan manusia. Seperti Maidroid sebagai robot pembantu, atau Policoid yang mengamankan jalan raya menggantikan pekerjaan polisi. Dan ada yang namanya Vocaloid, yaitu robot yang diciptakan untuk bernyanyi. Itulah Miku. Aku tidak mengenal begitu banyak robot jadi aku tidak tahu apakah Miku merupakan Vocaloid terbaik atau terburuk. Namun 1 hal yang bisa kusimpulkan adalah kehadirannya merupakan jawaban dari Tuhan untukku mendalami musik. Aku mendengar beberapa komposer baik profesional maupun amatir menggunakan Vocaloid sebagai diva dari lagu-lagu yang mereka ciptakan. Mereka yang tertarik pada pembuatan musik menggunakan Vocaloid, atau mereka yang tertarik meng-cover lagu berkumpul dalam suatu komunitas jejaring sosial yang bernama Nico Nico Douga. Aku adalah salah satu aktifis di sana dan telah mengunggah beberapa lagu-laguku. Namun tidak ada satupun dari lagu tersebut yang cukup bagus menarik perhatian orang-orang. Aku tahu aku hanyalah anak berusia 15 tahun dan tidak memiliki banyak pengalaman seperti para musisi terkenal yang bakatnya diakui oleh orang banyak. Tetapi aku tidak punya pilihan lain. Satu-satunya harapan hidup yang kumiliki hanyalah pada musik ini dan mungkin aku akan hampa jika meninggalkan dunia musik yang kucintai ini.
Satu hari setelah aku membawa Miku ke apartemenku, ia mengetahui bahwa aku menyukai musik dan begitu pula dengan dirinya. Bahkan ia mengaku bahwa ia sangat sangat sangat suka bernyanyi. Sebelumnya aku kira ia adalah manusia, tetapi tidak lama kemudian aku sadar dia adalah android. Betapa canggihnya ciptaan ilmuan zaman sekarang, kau tidak akan bisa membedakan antara manusia dengan android dengan melihat sekilas. Mereka memiliki postur dan mengenakan pakaian yang sama seperti manusia. Tetapi jika kau mengamati bola mata mereka, maka kau bisa melihat sebuah lensa optik yang berbeda seperti bola mata manusia. Selain itu terdapat beberapa port yang tersembunyi di bagian tubuh mereka. Tapi tentu aku tidak perlu memeriksanya.
Miku begitu senang ketika tahu aku menciptakan lagu. Ia memintaku memainkan semua lagu yang kupunya dan kemudian ia menyanyikan lagu tersebut. Seperti yang diduga dari Vocaloid, ia menyanyikan laguku dengan baik. Suaranya indah, nafasnya teratur, dan terlihat sekali kemampuannya dalam memimik laguku. Walau terkadang ada beberapa nadanya yang tidak masuk, ia bisa langsung menguasainya setelah aku mengajarinya. Kurasa Vocaloid pun perlu dilatih layaknya manusia. Ketika sedang ada di apartemen, tidak jarang telingaku dimanjakan dengan dengungan lembut suaranya yang memainkan nada laguku.
Ada sebuah cerita menarik. Suatu hari aku mengunggah ulang lagu-laguku yang telah dicover oleh Miku. Setelah 12 jam aku membuka kembali lagu tersebut dan terdapat sebuah komentar dari seseorang. Isinya "Hey, aku suka lagumu. Terutama vocaloid yang menyanyikannya. Hatsune Miku? Tidak pernah dengar. Tapi kelihatannya kau tidak pandai mengatur manual vocaloidmu. Coba pelajari lebih dalam mengenai milikmu. Jika kau cukup mahir pasti suaranya bisa lebih bagus.". Aku pernah mendengarnya. adalah aplikasi yang disediakan ketika kau membeli Vocaloid. Instal aplikasi tersebut di komputer rumahmu, sambungkan Vocaloid pada komputer tersebut, dan kau dapat melihat banyak pengaturan yang kau perlukan untuk mendesain suara Vocaloidmu sesuai kebutuhan. Namun aku tidak memilikinya. Aku menemukan Miku, bukan membelinya. Jika aku memiliki uang untuk membeli Vocaloid, kisaran yang sesuai adalah aku perlu menabung semua uang jajanku selama 2 tahun. Tapi siapa yang peduli? Kurasa Miku sudah bagus apa adanya.
15 menit berjalan dan aku sampai di depan gerbang sekolahku. Di sekolah, keberadaanku tidak lebih seperti bayangan. Aku mengikuti pelajaran, mengerjakan tugas, lalu pulang layaknya rutinitas tanpa arti yang berguna. Ketika jam istirahat aku menghabiskan waktu sendiri sambil mendengarkan musik dari handphoneku menggunakan headset. Terkadang aku pergi ke atap sekolah untuk makan roti tetapi karena seharian ini sedang hujan, aku hanya berada di ruang kelas. Aku bukan siswa teladan atau pintar atau memiliki wajah rupawan. Tidak ada hal yang menarik dalam diriku. Tidak ada yang menyapaku. Tidak ada yang kuanggap sebagai teman. Seorang guru yang mengetahui minatku pada musik menyarankanku membuat klub. Tapi apa artinya jika tidak ada satupun murid di sekolah ini yang menyukai musik? Mungkin alasan itulah yang membuatku membenci sekolah ini. Bukan salah mereka tapi apa boleh buat? Beberapa orang awalnya mendatangiku namun aku menghindari mereka. Aku tidak tertarik pada mereka. Hingga akhirnya mulai menyebar gosip buruk tentang diriku di seluruh sekolah dan akupun mulai dibenci semua orang. Setelah itu tidak ada yang mempedulikan diriku lagi. Yah, terserahlah. Persetan dengan mereka semua.
Jam sekolah telah berakhir dan waktunya pulang. Aku terpaku di depan pintu gedung sekolah sambil melihat ke atas langit. Hujan masih menguyur tanah, menampakkan warna kelabuan, dan memberi hawa dinginnya lagi. Namun hujan kali ini cukup lebat. Bagaikan badai yang datang di siang hari, menutupi sinar matahari yang seharusnya cukup panas untuk mengeringkan cucian yang dijemur tadi pagi. Air hujan turun diagonal, menandakan betapa lebatnya hujan kali ini. Beberapa orang berdiri berjajar di depan pintu gedung seperti diriku. Sebagian menunggu di kelas dan sebagian sudah ada yang pulang. Karena aku membawa payung, akupun berniat pulang. Walau awalnya aku mempertimbangkan untuk menunggu lebih lama, berharap hujan akan lebih reda setelah itu, tetapi aku tidak ingin lebih lama di sini. Kubuka payungku lalu aku melangkah pergi dengan cepat. Setelah melewati beberapa tapak jalan, aku merasa hujan menjadi semakin lebat dan angin berhembus semakin kuat. Begitu kuatnya sehingga aku yang lengah kehilangan kekuatan untuk menggenggam payungku, membuatnya terbang di terpa angin.
"Gawat!"
Sekejap payungku hilang dari pandangan. Akupun berlari sambil menutupi ubun-ubun dengan tasku hingga aku berteduh di depan sebuah toko yang tutup. Atapnya yang lumayan besar dapat menutupiku dari air hujan jika aku merapat ke dinding. Sekali lagi aku menunggu sambil menatap langit kelabu di angkasa.
Sudah 30 menit aku menunggu dan hujan tidak kunjung reda. Pakaianku sudah cukup mengering dan aku berdiri sambil mendengarkan lagu dari headset handphone. Seekor anjing liar muncul di dekatku dan ia memutar2 tubuhnya yang basah, membuatku terkena percikan air. Aku mengusirnya dengan melempar tongkat di dekatku lalu dia pergi.
"Akhirnya aku menemukanmu. Apa yang kau lakukan disini?"
Kulihat sesosok orang muncul sambil membawa payung dari tengah hujan. Kulepas headset sambil menoleh ke arah dirinya.
"Miku? Kau mencariku?"
"Kau tidak kunjung pulang. Aku khawatir padamu. Kemana payungmu?"
"Aku kehilangan payungku ketika pulang tadi. Anginnya kencang sekali."
"Begitu rupanya. Sayang sekali."
"Tidak masalah. Aku masih punya payung yang lain."
"Bukankah itu payung kesukaanmu? Setiap kali akan turun hujan, kau selalu membawa payung itu."
"Bicara apa kau? Tidak ada yang namanya payung kesukaan. Kebetulan saja aku lebih sering memakai payung itu."
Aku benci mengakuinya tapi sebenarnya payung itu memang payung kesukaanku. Mungkin karena itulah sekarang aku merenung. Jika aku mencarinya sekarang mungkin aku dapat menemukannya. Semoga saja ia tidak rusak di jalan atau diambil orang. Tetapi Miku telah jauh-jauh menjemputku jadi sebaiknya sekarang kami pulang. Berjalan dibawah payung yang sama, kami melewati hujan yang mulai reda daripada hujan yang tadi. Kurasa payung kami tidak akan terbang seperti payung yang tadi.
"Apa aku boleh bertanya sesuatu?" Tiba-tiba Miku mengangkat pembicaraan.
"Apa?"
"Kenapa kau pergi sekolah. Emm... maksudku bagaimana sekolahmu. Apa menyenangkan?" Ia menolehkan wajahnya ke arahku.
"Kenapa bertanya begitu? Kau seperti ibuku saja."
"Bukan begitu. Sebelum bertemu denganku kau tinggal sendiri, kan? Aku tidak pernah lihat kau menelpon seseorang atau ada temanmu yang berkunjung ke tempatmu. Kau terlihat seperti seseorang yang kesepian. Apa kau memiliki teman di sekolah?"
Aku terdiam sejenak. Ia pun menundukkan wajahnya serasa seperti telah mengatakan sesuatu yang salah. Aku tidak memiliki teman dan bukan berarti aku tidak suka. Mungkin aku memang bukan tipe anak yang pandai bersosialisasi.
"M-Maaf. Aku mengatakan sesuatu yang aneh. Lupakan saja apa yang kutanyakan tadi."
Aku tahu sebenarnya ia hanya khawatir padaku. Aku memang tidak berguna.
"Hey, semalam aku baru saja menemukan nada yang bagus untuk lagu baruku. Sampai di rumah nanti, aku akan membuat liriknya. Aku sudah memikirkan sebagian isi liriknya di kepalaku." Aku mencoba membelokkan pembicaraan.
"Benarkah? Baiklah, aku siap kapanpun untuk menyanyikan lagumu." Sebuah senyum manis terlukis di wajahnya.
Kami sampai di apartemen. Aku memasukkan seragam basahku ke tumpukan cucian. Karena besok hari minggu, aku mungkin akan membawanya ke tempat laundry. Setelah mandi, aku membuat teh hangat untukku dan Miku. Ia sudah menunggu di ruang tamu. Setelah itu aku pergi ke ruangan di sebelah kanan dan mengambil gitar listrikku. Aku memainkannya sedikit untuk menguji stem-nya masih bagus atau tidak.
"Baiklah, ini dia."
Aku diam sejenak sambil mereka-reka nada yang kumainkan semalam. Setelah memainkan suara dari bibirku, akupun teringat dan mulai memainkan nada tersebut pada gitarku.
"Bagaimana?"
"Indah sekali. Aku bahkan sudah bisa membayangkan lagu indah untuk mengiringi musik itu." Miku mulai bersenandung mengikuti musik yang kumainkan. "Lalu bagaimana dengan liriknya?"
"Aku masih belum menyelesaikannya. Oh, sebelum itu..."
Aku meletakan gitarku di sofa lalu menuju ruangan tadi yang pintunya ada di arah belakang sofa. Aku mengambil sebuah buku catatan dan beberapa lembar kertas lain yang terselip di buku tersebut. Buku ini adalah tempat dimana aku menulis lirik-lirik laguku.
"Miku, aku ingin kau menyanyikan ulang lagu ini." Aku menyerahkan sebuah lembaran kertas pada Miku. "Ada beberapa bagian yang ingin kuperbaiki sebelum kuunggah ke NND."
"Baiklah. Nanti beritahu aku dimana bagian yang kurang itu."
Miku berdiri di depanku dan bersiap untuk bernyanyi. Aku memainkan melodi gitarku kemudian mengiringi lagu yang dinyanyikan Miku.
"Stop... Nah, yang di bagian tadi. Bisa kau buat suaramu lebih lembut di bagian itu? Lalu kau akhiri dengan suara naik."
"Baik." Miku mulai bernyanyi lagi seperti yang kuinstruksikan. "Seperti itu?"
"Hampir. Tapi kau sudah cukup baik melakukannya. Intinya kau paham kan sekarang?"
"Iya, aku mengerti."
Aku dan Miku terus berlatih. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat. Aku melihat dari jendela hujan semakin reda namun langit gelapnya tidak hilang. Waktu telah menunjukkan pukul 5 sore.
"Sebaiknya kita istirahat dulu. Aku juga harus berbelanja untuk makan malam nanti."
Aku mengambil jaket dan dompetku lalu pergi keluar. Aku biasa pergi ke supermarket atau pertokoan yang dapat kucapai dari apartemenku dengan berjalan kaki. Sambil berjalan aku merenungkan sesuatu. Aku tidak begitu mengerti tentang diriku sendiri. Aku telah mengerahkan semua jiwa ragaku untuk musik, untuk sesuatu yang paling kucintai di dunia ini. Lalu apakah aku sudah bahagia? Aku kembali mengingat kata-kata Miku sebelumnya. "Kau terlihat seperti seseorang yang kesepian.". Apakah salah menjadi kesepian demi sebuah pencapaian? Aku sama sekali tidak mengerti. Aku ingin bahagia tapi tidak bisa. Dan akupun tidak memiliki alasan untuk bersedih. Apa aku sudah kehilangan rasa atas perasaanku sendiri?
Tapi tidak. Aku tidak kesepian. Sekarang aku punya Miku. Seorang kawan yang mengerti ambisiku dan seseorang yang mau berjuang bersamaku.
Aku telah menyelesaikan belanjaanku dan akupun sudah ada di depan pintu apartemenku. Aku melihat Miku sedang mengamati layar monitor komputerku yang menyala. Seingatku aku terakhir menggunakannya untuk mengunggah lagu yang baru kami rekam.
"Kau lihat apa?" Aku meletakan kantung plastik belanjaan yang sedikit basah di atas meja.
"Coba lihat ini. Bukankah ini lagu yang kau unggah beberapa hari yang lalu?"
Aku melihat ke arah layar yang ditunjuk Miku. Awalnya tidak ada yang aneh dengan lagu berjudul ODDS & ENDS yang kubuat. Sampai aku sadar bahwa total unduhnya mencapai 1000 lebih. Dan lagunya telah diputar sampai 100.000 kali dalam waktu singkat. Sampai sekarang aku belum pernah lihat ada salah satu laguku yang didengar sampai lebih dari 1000. Dan sekarang pendengar salah satu laguku sudah mencapai 100.000? Apa yang sebenarnya terjadi? Setelah kuselidiki, rupanya ada seorang user ternama yang bernama Kyaami yang memasukan laguku ke dalam playlistnya. Lalu ia menggunakan laguku untuk dinyanyikan oleh Vocaloidnya yang bernama Kasane Teto. Ia pun sudah mengirimiku email yang berisi permohonan maaf dan meminta izin untuk menggunakan laguku. Bukan berarti aku keberatan. Maksudku, ada saja seseorang yang ingin mengcover laguku, sudah membuatku senang. Lagu versi miliknya bahkan telah diputar lebih dari 1 juta kali. Lebih tepatnya, ia membuat sebuah Project Video dari lagu tersebut dan telah ditonton sama banyaknya dengan lagunya. Aku mencoba memutar video tersebut dan menontonnya bersama Miku di sampingku. Setelah buffering sebentar, akhirnya video itu dimulai. Sesosok karakter animasi Vocaloid berambut twintail spiral berwarna merah muncul di layar dan bernyanyi. Aku takjub melihat PV tersebut. Aku tidak memiliki kemampuan dalam membuat animasi jadi aku lebih terfokus pada membuat lagu. Tapi bukan hanya videonya. Musiknya pun jauh lebih bagus dan suara Teto sangat memikat. Tidak salah lagi ini laguku, liriknya tidak ada yang berubah satu huruf pun. Namun pada iringan musiknya, ia menambahkan drum, sebuah suara yang tidak kumiliki dalam versiku. Permainan gitarnya sangat bagus dan ia mampu menyesuaikannya dengan suara Teto yang bergema manis. Apa ia menambahkan semacam sound effect? Aku dan Miku menonton video itu tanpa berkomentar satu katapun, menandakan kami takjub sampai ke ubun-ubun. Tidak kusangka aku akan terkesan oleh lagu yang sebenarnya kubuat sendiri. Satu-satunya yang terlintas dipikiranku adalah, inikah kemampuan seorang profesional?
"Lagunya... bagus sekali. Dan suara Vocaloid itu juga indah." Miku mulai berkomentar setelah video berakhir.
"Ya. Kau benar. Walaupun sebenarnya itu lagu kita."
Aku membalas email yang dikirim Kyaami dengan mengatakan bahwa aku tidak keberatan. Di tambah dengan beberapa pujian dari kesan yang kudapat ketika melihat videonya.
Kami telah selesai makan malam. Aku berbaring di atas sofa sambil menghadapkan sebuah kertas lembar di depan wajahku dan tangan kananku hanya tergeletak memegang pulpen tanpa menulis apapun. Aku sedang memikirkan lirik untuk lagu baruku. Namun aku selalu terbayang-bayang lagu cover milik Kyaami dan Teto, yang jauh lebih bagus daripada lagu milikku dan Miku. Aku berpikir Seandainya aku bisa membuat musik yang lebih baik, akankah kami bisa membuat lagu lebih baik daripada mereka? Dan seandainya Miku bernyanyi untuk Kyaami, apakah ia bisa lebih baik daripada Teto? Aku bertaruh pasti Kyaami adalah seseorang yang ahli melakukan manual setting pada Vocaloidnya. Memikirkan hal itu membuatku mengalihkan pandangan pada Miku yang sedang menonton reality show di TV. Aku tersadar bahwa malam sudah semakin larut.
"Miku, saatnya tidur." Aku bangkit dari sofa dan menuju ke kamar mandi.
"Oh, baiklah." Miku mematikan TV lalu mengambil futon dari lemari.
-To be Continue-
Link Forum: ht*tp:/*/oniichan*.us*/threads/odds-ends.1982/
