LET IT GO

.

.

.

.

.

YOONMIN, Slight Vmin and Vkook

.

.

.

.

.

Sorry for typos, enjoy!

.

.

.


Sejauh yang bisa Jimin ingat, dirinya dan Taehyung selalu bersama. Mungkin sejak balita, dia tak ingat pasti. Dimulai dari tetangga sebelah rumah yang kebetulan memiliki anak yang seumuran, keduanya menjadi sering bermain bersama. Lalu masuk ke jenjang taman kanak-kanak yang sama, hingga saat ini hampir memasuki semester dua di universitas yang juga sama.

Meski bersahabat dan selalu bersama sejak kecil, bukan berarti keduanya memiliki hobi dan passion yang sama pula. Jimin yang sejak kecil tidak bisa diam, kini menekuni dunia tari sebagai aktivitas diluar kelasnya. Sementara Taehyung menjadi salah satu pengurus inti klub fotografi di universitas. Agak sulit menemukan waktu luang diantara sibuknya jadwal kelas mereka yang kadang bertabrakan. Sebagai mahasiswa fakultas psikologi, Jimin mendapat banyak kelas pagi di jadwal mingguannya. Dan disaat yang bersamaan, Taehyung baru saja pergi tidur setelah menyelesaikan tugas dari kelas malamnya di departemen desain grafis dan baru akan bangun menjelang sore.

Jadi saat keduanya memiliki waktu luang yang tidak berbenturan seperti hari ini, mereka tak menyianyiakannya.

Dosen Taehyung mendadak sakit sehingga kelas malamnya hari ini diliburkan. Jadi dia menghubungi Jimin dan bertanya apakah mereka bisa pergi sore ini atau tidak. Jimin menjawab bisa, setelah dia menyelesaikan kegiatan di klub dance-nya.

CKLEK!

Taehyung membuka pintu studio dance, suara keras musik menggema diseluruh ruangan. Ia menutup pintu perlahan, lalu duduk di sisi ruangan. Sambil memerhatikan Jimin yang sedang menari dengan beberapa temannya, Taehyung mengecek kembali ponselnya, berjaga-jaga jika saja dosen plin-plan itu mendadak sehat dan menyuruh kelas kembali diadakan.

"Hey." Taehyung menengadah, lalu tersenyum saat melihat Jimin berjalan menghampirinya. Ia memberikan botol minum yang sebelum ini dibelinya pada Jimin

"Terima kasih." Ujar Jimin, ia membuka tutup botol, lalu duduk dan meminum habis isi botol itu.

"Kau sudah selesai? Atau masih harus lanjut?" Tanya Taehyung

"Tidak, aku sudah selesai. Mungkin beberapa anak baru dari tingkat satu yang akan tetap berlatih." Jimin menjawab, yang dibalas anggukan kepala Taehyung

"Jimin sunbae!" Sebuah suara menginterupsi keduanya, seorang laki-laki yang tak Taehyung kenal menghampiri dirinya dan Jimin

"Oh, Jungkook-a. Ada apa?" Jimin bertanya

"Untuk koreo yang barusan,"Jungkook memulai,"aku punya beberapa ide untuk ditambahkan."

"Benarkah? Bagus!" Jimin memuji,"kapan kau bisa menunjukkannya padaku?"

"Mungkin minggu depan. Masih banyak yang harus disempurnakan."

Jimin tersenyum,"Jangan terlalu sering berada disini. Kau masih tahun pertama, carilah teman."

Jungkook balas tersenyum,"Tentu saja, sunbae. Aku pergi dulu."

Jimin kembali pada botol keduanya, tanpa menyadari tatapan Taehyung yang tak lepas dari anak tahun pertama barusan.

"Siapa dia?" Taehyung tiba-tiba bertanya

"Hm?" Jimin menurunkan botolnya, ia melihat kearah pandangan Taehyung,"Oh, Jeon Jungkook. Anak tahun pertama fakultas Seni Rupa dan Desain. Kupikir kau mengenalnya, kalian satu fakultas, kan?"

Taehyung hanya menggumam mengerti

"Jadi, kita ke PC Room lagi hari ini?" Jimin mengalihkan topik, cukup untuk membuat Taehyung menoleh kearahnya

"Kau gila?" Serunya,"aku lebih suka dikurung di kamar gelap studio foto daripada pergi ke neraka itu lagi." ujarnya kesal,"Kita cari makan saja dulu."

Jimin terkekeh. Dia teringat saat Taehyung nyaris menjerit histeris saat sepasang kekasih dengan santainya berciuman disebelahnya, dengan komputer yang mereka pakai menampilkan film dewasa. Dia kemudian menyeret Jimin yang sedang berjuang dalam game-nya untuk pergi dan bersumpah tidak akan pernah menginjakkan kaki ditempat itu lagi untuk selamanya.

Keduanya keluar dari ruang latihan setelah Jimin berganti pakaian. Mereka sedang menyusuri jalanan malam Seoul sambil memutuskan ingin makan malam apa hari ini.

"Aku sedang ingin Tteokbokki." Jimin berujar

"Ya, ya. Lalu setelah itu kau berubah jadi Manggaetteok." Taehyung meledek

Jimin memukul bahu Taehyung,"Ingatkan aku kenapa aku belum membunuhmu, Kim Taehyung."

"Hm,"Taehyung pura-pura berpikir,"Karena aku satu-satunya manusia yang sudi berteman dengan kue beras?" ia kembali meledek, lalu melarikan diri

"Kemari kau, Kim Taehyung!" Jimin mengejar temannya yang sudah lebih dulu berlari


Setelah malam itu, keduanya semakin jarang bertemu. Meski masih sering berkirim pesan. Jimin sedang lengang sore ini, jadi dia berpikir untuk pergi ke gedung fakultas Taehyung untuk menyapa sahabatnya.

"Jimin-a, kau mau pergi?" ibunya bertanya saat Jimin keluar dari kamar

Jimin mengangguk,"Iya, bertemu Taehyung."

"Oh, kalau begitu bibi titip makanan untuk Taehyung, ya." Bibi Kim, ibu Taehyung, yang sedang berkunjung ikut bicara

Jimin mengangguk lagi, lalu mengikuti bibi Kim ke rumahnya. Ia menerima sebungkus bekal untuk Taehyung, lalu pamit pergi sebelum hari makin sore.

Sesampainya disana, Jimin teringat. Dia tak tahu dimana kelas Taehyung saat ini, jadi dia memutuskan untuk menunggu di lorong setelah mengirim pesan pada Taehyung jika dirinya menunggu dan ingin memberikan sesuatu.

Limabelas menit

Tigapuluh menit

Satu jam

Taehyung tak kunjung muncul, dan kaki Jimin mulai pegal harus berdiri terus. Jadi dia memutuskan untuk mengelilingi gedung, berharap bisa menemukan Taehyung dengan cepat.

TAP!

Kemarahan Jimin mendadak mencapai ubun-ubun saat dia melihat Taehyung sedang tertawa bersama Jungkook di kantin fakultas. Bisa-bisanya orang itu tertawa disaat dirinya nyaris mematahkan kaki karena terlalu lama menunggu. Begitu kira-kira isi kepala Jimin saat ini, minus kata-kata kasar yang terselip diantara kalimat itu.

BRAK!

Jimin membanting bekal makanan Taehyung diatas meja. Sontak membuat Taehyung dan Jungkook terkejut dan menatap kaget kearahnya.

"Ponselmu kau jual?" Kata-kata pertama meluncur dari mulut Jimin,"kenapa tidak membalas pesanku? Aku nyaris mati menunggumu didepan gedung."

Taehyung memasang wajah panik, lalu mengambil ponselnya. Ia memucat saat melihat 12 pesan tak terbaca yang semuanya berasal dari Jimin.

"Astaga, Jimin-a. Maafkan aku! Aku tidak mengecek ponselku seharian ini." Taehyung berujar panik

Jimin menghela napas,"Ibumu menyuruhmu menghabiskan bekal ini." ia memelankan suara,"karena sudah selesai, aku pergi. Dah."

Jimin berbalik, baru akan pergi saat Taehyung menahannya.

"Tunggu dulu! Kenapa buru-buru sekali." Cegah Taehyung,"biar kubelikan minuman, sebagai permintaan maaf. Oke?"

"Belikan yang paling mahal."

Jimin duduk berhadapan dengan Jungkook, junior-nya itu sejak tadi menunduk. Seolah menghindari tatapan mata Jimin.

"Kau sakit? Daritadi menunduk terus." Jimin bertanya

Jungkook mengangkat kepala,"Tidak, sunbae." Jawabnya pelan

Jimin mengangkat bahu, tak peduli. Lalu mengeluarkan ponselnya.

Jungkook belum melepaskan pandangannya dari sang senior yang sedang sibuk dengan ponselnya. Ada sesuatu yang mengganjal, yang ingin dikatakannya. Tapi dia bingung bagaimana mengatakannya.

"Hahh."Jungkook menghela napas,"Jimin sunbaenim." panggilnya

Jimin menurunkan ponselnya, ia menatap Jungkook.

"Boleh aku memberitahumu sesuatu?" Jungkook berujar pelan

Jimin mengangguk, sambil diam-diam berpikir kenapa Jungkook tiba-tiba pucat dan gugup seperti ini

"Aku menyukai Taehyung sunbae."

Untuk sesaat, Jimin kehilangan kata-kata. Ia kemudian tersenyum.

"Astaga, tidak usah panik begitu." Ia bergurau,"Taehyung orang yang baik, kalau kau bisa mentolerir kegilaannya. Aku mengenalnya seumur hidup, oke?" ia melanjutkan,"Kau butuh bantuanku untuk mendekatinya? Anak itu agak buta untuk urusan cinta."

Jungkook tersenyum,"Terima kasih, sunbae. Awalnya aku takut sunbae tidak suka aku dekat dengannya."

"Hei, santai saja." Jimin tersenyum

"Segelas Espresso panas untuk sahabatku Park Jimin!" Taehyung tiba-tiba datang membawa gelas kertas yang masih mengepulkan asap dan meletakkannya dihadapan Jimin.

"Wah, kau benar-benar loyal. Terima kasih." Jimin mengangkat gelas dan meminumnya sedikit. Ia tersenyum, kemudian berdiri,

"Nah, karena aku masih harus mengerjakan tugas, aku pergi dulu." ujarnya,"Dan Kim Taehyung, jangan pulang larut malam. Aku bosan terus ditelepon bibi Kim yang mencarimu."

"Oke."

Jimin menepuk pundak Taehyung sekali, lalu berbalik pergi.

Dengan sedikit denyut sakit di dada kirinya, untuk beberapa alasan.


Jimin duduk melamun di bawah pohon, dekat perpustakaan universitas. Niat pulangnya mendadak hilang entah kemana sejak Jungkook memberitahunya jika juniornya itu menyukai sahabatnya.

Harusnya Jimin senang, karena dari dulu dia selalu menggoda Taehyung tak akan pernah mendapat kekasih karena sikapnya yang terlalu aneh. Tapi kenapa dia merasa tidak rela?

"Hahh." Jimin menghela napas, ia menyalakan ponselnya, sedikit terkejut saat melihat saat ini sudah lewat jam makan malam. Ibunya akan memarahinya lagi dirumah nanti.

Jimin bangkit, lalu berjalan pelan menuju halte bis. Pandangannya ia bawa terus menatap tanah, tak berminat menatap yang lain.

BRUKK!

Suara benda terjatuh mengalihkan atensi Jimin. Ia dengan cepat menoleh, dan mendapati beberapa orang yang sedang berkelahi. Ah, atau lebih tepatnya memukuli orang? Yang jelas, Jimin tak berpikir dua kali untuk berlari menghampiri kelompok itu.

"Wah," Jimin bersuara,"ini bahkan masih sore. Dan kalian sudah memukuli orang?"

Refleks orang-orang itu menghentikan aksinya dan menatap Jimin yang masih berdiri santai beberapa meter didepan. Termasuk si korban pemukulan yang ikut menatap Jimin.

"Siapa kau?" salah seorang dari mereka bertanya,"tidak usah ikut campur."

"Aku? Aku hanya kebetulan lewat."

"Lebih baik kau pergi jika tidak ingin ikut kami hajar."

Jimin tertawa pelan,"Level kalian masih jauh untuk melawanku."

Ucapan jimin tadi sepertinya membuat mereka marah, dan kini berbalik menyerang Jimin secara bersamaan. Lima lawan satu terlihat berlebihan untuk sebuah perkelahian biasa. Tapi Jimin sedang butuh pelampiasan, jadilah dia menyerang kelimanya tanpa ampun.

"Hah...hahh..."Jimin mengatur napasnya, sambil melihat kelima orang yang tadi menyerangnya tergeletak tak sadarkan diri ditanah.

Ia mendekati si korban, yang lukanya ternyata lebih parah dari dugaan Jimin, dan mengulurkan tangan.

"Kenapa kau bisa berurusan dengan orang-orang itu?" Jimin bertanya

"Mereka mencuri tugas akhirku. Aku hanya memintanya kembali." Orang itu menjawab

Jimin mengerutkan dahi,"Hah? Aku tidak mengerti." ia berkomentar,"Tapi yang jelas jangan menantang orang lain jika kau tidak bisa berkelahi." ia berpesan, sebelum pergi.

"Hey, tunggu!" seru orang itu,"Namaku Jihoon, Lee Jihoon. Terima kasih!"

Jimi berbalik, kemudian tersenyum,"Sama-sama Lee Jihoon-ssi. Aku Park Jimin."

"Kau juga berkuliah disini?" Jihoon bertanya

Jimin mengangguk,"Fakultas Psikologi, tahun ketiga."

"Oh, sunbaenim!"serunya,"Bagaimana aku membalas bantuanmu hari ini?"

"Tidak perlu." Jimin menolak,"kebetulan aku sedang ingin memukul sesuatu."

Jimin berbalik lalu benar-benar pergi. Kini tinggal mencari cara bagaimana menjelaskan keterlambatannya dan luka diwajahnya ini pada sang ibu. Ah, memikirkan bagaimana murkanya sang ibu membuat Jimin tak ingin pulang malam ini.


Jimin baru saja menyelesaikan kelasnya. Bertepatan dengan jam makan siang, jadi dia bersama beberapa temannya yang lain pergi ke kantin universitas untuk makan siang.

Setelah mengisi nampan, ketiganya duduk di meja yang masih kosong.

"Jimin sunbaenim!"

Jimin baru akan mulai makan saat seseorang memanggil namanya. Ia menoleh, dan mendapati Park Jihoon melambai kearahnya. Ia balas tersenyum, dan ikut melambaikan tangan.

Jihoon mendekati mejanya, kemudian memberikan sekotak coklat yang lumayan besar.

"Ini hadiah karena sudah membantuku kemarin." Jihoon berujar

"Sudah kubilang kau tidak perlu membalasnya." Jimin berujar, tak enak

Jihoon menggeleng,"Bukan dariku. Tapi dari hyung-ku." jawabnya,"dia agak protektif untuk urusan ini. Jadi dia memaksaku memberikan coklat ini untukmu."

"Kakak?"

Jihoon mengangguk,"Min Yoongi. Itu orangnya." Jihoon menunjuk seorang laki-laki berpakaian serba hitam yang duduk dipojok ruangan, menatap datar kearahnya.

Jimin mendadak merinding,"Yah, terima kasih untuk coklatnya."

Jihoon tersenyum, lalu pergi.

"Kau membantunya kemarin?" Jeonghan penasaran

Jimin mengangguk,"Aku melihatnya dipukuli kemarin. Kebetulan sedang ingin menghajar sesuatu, sekalian saja kubantu." Ia menyuap makanan kedalam mulut

"Tapi nama Min Yoongi itu sepertinya tidak asing untukku." Mingyu mengerutkan dahi,"kenapa mereka bisa bersaudara jika marganya berbeda." ia bicara pelan. Jeonghan memukulkan sumpitnya pada kepala Mingyu

"Kau selalu bilang semua orang tidak asing, padahal tak satupun dari mereka kau kenal." sindirnya

"Sudahlah, kalian berdua makan saja." Lerai Jimin, tak ingin memperpanjang masalah.

"Oh, iya. Aku sudah lama tidak melihat Kim Taehyung." Jeonghan mengganti topik,"kalian sedang bertengkar?"

Jimin menggeleng,"Jadwal kelas kami memang sering berbenturan, kan." jawabnya,"Dan juga, sepertinya dia punya orang lain untuk diajak bermain."

Ah, Jimin mendadak kesal mendapat pertanyaan seperti ini. Jimin tak ingin membenci Jungkook, tapi setelah Jungkook memberitahu jika dia menyukai Taehyung hari itu, Jimin jadi makin jarang bertemu dengan sahabatnya. Setiap kali ingin bertemu, selalu ada alasan dengan Jungkook terlibat didalamnya. Jimin mau tidak mau jadi kesal.

"Huh? Siapa?" tanya Mingyu

"Jeon Jungkook. Juniornya." Jimin semakin kesal

"Oh, jadi Jeon Jungkook ini ingin merebut Kim Taehyung darimu?" Jeonghan berhipotesa

"Bukan begitu!" seru Jimin, ia menghela napas kesal,"beberapa minggu lalu dia bilang kalau dia menyukai Taehyung padaku."

"Ahh," seru Mingyu dan Jeonghan bersamaan

"Tak kusangka alien itu bisa mendapat kekasih." Ujar Jeonghan

"Mereka belum jadian!" Jimin meninggikan suara

"Kenapa kau yang kesal?" Tanya Jeonghan,"kau menyukai Taehyung?"

Jimin kembali menghela napas,"Bukan begitu juga." sanggahnya,"aku hanya tidak suka sahabatku diambil orang lain."

"Yah, Mingyu juga dulu begitu saat baru jadian dengan Wonwoo." Ujar Jeonghan

"Hey!" Mingyu menyeru, tak terima,"tapi aku tetap mau bermain dengan kalian, kan."

"Yah, itu karena Wonwoo terlalu sibuk main game." Sarkas Jeonghan, ia menatap Jimin,"intinya, Park Jimin." ia melanjutkan, "kurasa kau harus mulai mencari teman baru. Atau mungkin ikut mencari kekasih."

"Lalu kalian double date!" seru Mingyu

Jimin menghela napas,"Ah, peduli setan!" serunya frustasi,"terserah aku tidak peduli."

Mingyu dan Jeonghan hanya bisa menatap iba teman sekelasnya ini. Jelas sekali terlihat jika Jimin cemburu, tapi tidak mau mengakuinya. Lalu tiba-tiba Mingyu mendapat ide.

"Hey, bagaimana jika kita jalan-jalan hari sabtu ini?" usulnya

"Aku setuju, daripada harus berdiam diri dirumah terus." Jawab Jeonghan

Kini keduanya menatap Jimin, menunggu jawaban,"Oke, aku ikut."

"Nice!" seru Mingyu,"kalau begitu sabtu nanti kalian kujemput didepan rumah. Aku mau pamer mobil baruku."

Ketiganya tertawa. Yah, setidaknya Jimin hanya kehilangan satu teman.


TBC


Hey!

This is my first attempt on making chaptered story, I hope y'all like it. I'm trying, okay.

Kalo mau request or give some advice, feel free to do it.

Mungkin karena ini ff chap pertama, chapternya belum banyak. 3 or 4 should be enough

And last, review is very much appreciated

.

.

.

Love, Qiesha