Mungkin...selama ini mereka mencari hal yang sama. /sekuel dari Todokanai Sekai/ [Olivia, Yohio, Yuu, Len]


Mau bikin ringkasan cerita sebelumnya, tapi males/ngek/

Cast sama dengan cerita sebelumnya, hanya saja ada tambahan. Coba temukan chara tambahannya xD~


.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Lebah-lebah mendengung di antara menjulangnya gedung pencakar langit,

Kadang kering, kadang begitu basah.

Reporter yang tampil pada layar raksasa tengah kota menyampaikan warta terkini. Membacakan informasi hasil investigasi bak tupai.

Akihabara adalah salah satu kota tersibuk di Tokyo. Dengan tiap sudut kota berhias dengan pernak-pernik anime, game maupun manga. Kau juga bisa menemukan maid dengan mudah di tepi jalan raya.

Ya, memang. Akihabara adalah tempat bermulanya kultur aneh sekaligus menakjubkan ini. Tempat terbaik untuk mengumpulkan koleksi dua dimensi.

Di kota inilah, Olivia dibesarkan oleh kedua orang tuanya dulu.

Ingatan itu samar, namun menolak diulang.

Sebenarnya, ia kembali bukan untuk balas dendam.


Kawaranai Mono - Unchanged Things


Olivia menyapa rekan kerja di perusahaan manga tempatnya mencari penghasilan; sekaligus bentuk pengingat pada sahabat lama, Rinto.

Ia menuju ke sebuah ruangan yang terletak beberapa meter dari pintu utama, dimana beberapa orang juga membantunya dalam mengerjakan manga bersamanya.

Olivia resmi pindah dari Oita ke Akihabara seusai kelulusan SMA. Alasannya logis; mempermudah akses ke tempat kerja. Kedua orang tuanya pun setuju-setuju saja. Padahal Olivia berharap ayah dan ibunya akan menahannya di Oita.

Memangnya siapa yang mau mengingat kenangan masa kecilnya yang tidak menyenangkan?

Tidak ada, 'kan?

"Konnichiwa, Orin-sensei!" -sapaan seseorang menyadarkan Olivia bahwa ia masih memegang kenop dan berdiri di bawah rangka pintu.

Benar, ia punya asisten sekarang dan tidak perlu memakai jasa ayahnya lagi.

"Konnichiwa, Sakata-san.." Ia membalas lembut.

-Sakata Iroha adalah salah satu asistennya. Bertugas menggambar background untuk manga-nya.

"Orin-sensei, menurutmu...setelah adegan ini apa?" Selembar kertas disodorkan.

Yamashita Yuu , asisten yang membantunya untuk menggambar tokoh-nya.

"Orin-sensei...apa ada yang perlu dihapus?" Seorang lagi menyodorkan beberapa lembar halaman manga yang sudah hampir jadi. Namanya Murakami Kyo.

"Em..sebaiknya kita duduk dulu..." Olivia terkekeh, mengingat mereka masih dalam posisi berdiri sekarang. Alangkah bahagia ia mulai melupakan rasa sedihnya serta mendapat teman baru.

Ia hanya kembali untuk bekerja.


.

.

.

.

Bukan keinginan Yohio untuk terjebak bersama tumpukan berkas di atas meja kayu ini. Bukan inginnya juga menjadi seorang pegawai kantoran bagian marketing alias pemasaran yang harus setia melotot ke arah layar.

Tapi, mencari pekerjaan adalah hal sulit. Dan ini adalah batas maksimal kemampuannya selain bersih-bersih, memasak, dan berkelahi. Mungkin kalau pemuda itu daftar menjadi tenaga kerja asing, ia langsung diterima.

Tok Tok Tok

"Aku masuk, Takahashi.."

Yohio menjauhkan matanya dari layar netbook yang sekarang menemaninya. Sudah dua jam ia berkutat dengan kesibukannya.

Krieet

Pintu terbuka.

"Ah, Yutaka-san..laporan pemasaran bulan ini sudah aku berikan padamu, kan?" Yohio bertanya. Yukari -selaku atasannya- tidak ambil pusing dan langsung bicara,

"Aku ingin kau menemaniku hari ini..."


Kagamine Len merasa dirinya adalah orang yang tak pernah beruntung.

Bukannya tidak, hanya kurang.

Di balkon luar sambil menahan tangannya pada pagar pembatas, ia sedang mengamati langit senja dengan gradasi sejuk namun sedikit menyilaukan mata-oranye campur merah. Ditemani secangkir kopi buatan kepala pelayan di rumahnya.

Andaikan saja, ia bisa menyusul mendiang istri dan anak angkatnya ke surga.

Tidak.

Ia bukan orang yang berfikiran pendek sampai-sampai nekat bunuh diri.

Ia sudah bebal karena terlalu sering diberi kenyataan pahit oleh Tuhan. Terakhir kali, kematian Prima sama sekali tak berhasil membuat pria itu meneteskan air mata. Meski begitu, ada satu hal yang membuat dia cukup bahagia; yaitu ketika Yohio menerima permintaannya.

Tapi, cangkirnya sudah kosong. Tanpa setetes likuid tersisa.

"Bawakan lagi aku kopinya, Fumiya-san..."

Seorang wanita berpakaian pelayan berjalan maju mendekati punggung pria itu. Ia terhenti ketika berada di samping pria itu dengan sedikit menunduk. Membawakan nampan dengan secangkir kopi hitam favorit tuannya.

Len meletakkan cangkir kosong miliknya tadi ke nampan dan menukarkannya dengan cangkir yang baru.

Len mengamati wajah kepala pelayan yang selalu disembunyikan. Ia hanya tertawa pelan sembari menikmati kopinya.

"Terima kasih, Fumiya-san."


Tsuzuku


a/n : Chapter pembuka sudah jadi! Yeeeyyy! /dibekep/

Okeh, ini sekuelnyahhh /santembaksante/

Maap singkat banget dan sengaja dibikin 3rd POV biar ceritanya bisa meluber kemana-mana (?) /GA/ . Mungkin cukup segini dulu buat pemanasan(?). Dan kali ini ayah angkat Rinto pun turut ambil bagian dalam cerita. Muehehehe/?/ oya, untuk fans abang Yohio(?) saya buatkan khusus spin-off abang ini ketika dia SMP, menjelaskan secara rinci tentang masa lalunya sewaktu masih menjadi berandalan(?). Silahkan ditengok ke fic mc sebelah yang judulnya Silent Wish. Mungkin sekitar 4-5 chapter ke depannya. Cukup dibaca aja, gak usah review/?/ /loh/ karena materi ini nanti akan berperan penting di sekuel ini..gak saya masukin kesini soalnya kepanjangan deh kayanya/?/ maaf atas ketidaknyamanan ini m(_ _)m

Terimakasih sudah membaca (/QwQ)/