Mr. Right
Disclaimer : Naruto Masashi Kishimoto
Rating : M (Mature)
Genre : Romance, Mature,
WARNING! Diharap membaca Kartu keluarga terlebih dahulu! Pastikan umur kalian18++
Pagi ini terasa panas, panas di musim panas. Ah dan aku harus bergegas menemukan orang itu. Seorang perempuan berambut pirang panjang. Yamanaka Ino. Teman baikku dan juga pengganggu dalam waktu senggang ku.
"Apa yang sedang dia lakukan, dicuaca seterik ini?" aku bergumam, mataku tak lepas dari padanya. Dia, Ino sedang berada di anak tangga menuju aula.
Mataku menyipit , guna menghalau sinar mata hari. Sedetik kemudian aku terperangah, dan mulai meneriaki namanya. Satu kali aku berteriak, tak dihiraukan, kedua kalinya masih tak di hiraukan. Aku masih bisa bersabar. Dan yang ketiga, aku mengeluarkan seluruh suaraku. Oh, dia merespon. Senyum mengembang di bibirnya. Ia melambaikan tangannya sambil berlarian kearahku.
"Apa sih yang sedang kau lakukan?" aku melipat tanganku dan terduduk di pinggir anak tanga yang masih tersambung dengan teras aula.
"Seharusnya kau bolos saja tadi." Ia mengikutiku duduk. Aku mengangkat alisku guna meminta penjelasannya darinya. "Uchiha Sasuke-" ia mengantungkan kalimatnya dan kembali menatap aula tempat dimana makhluk yang di sebut Ino tersebut berada. "dia kembali melakukannya." Kembali menatapku dengan pandangan memuja.
"Idiot. Hanya karna ia melakukannya lagi dan kau rela meninggalkan kelas?" aku menggelengkan kepalaku berulang kali. Ini bukan pertama kalinya Ino meninggalkan kelas hanya karna manusia pencuri hati kaum hawa.
"Sakura, kau tau sudah puluhan bahkan ratusan wanita ia tolak begitu saja. Dia tampan, kaya, cerdas. Wanita gila yang tidak mau sama dia."
Ya harus kuakui ucapan Ino ada benarnya. Dia sempurna dengan segala yang ia punya. Uchiha Sasuke. Anak kedua dari pemilik perusahaan ternama se-Jepang. Tidak ada yang cacat dari tampangnya. Tubuh tinggi, kulit putih, mata segelap malam, hidung mancung, bibir merah alami, ah dan jangan lupakan otot-otot di lengannya. Kau akan merasa nyaman berada di pelukannya.
"Dan aku wanita Gila itu." Final ku. Memilih mengeluarkan buku dari dalam tas punggungku.
"Sakura, aku tidak sungguh-sungguh mengatakannya. Jangan marah padaku." mendengarnya membuatku memutar bola mataku bosan. "Jika kau marah siapa yang mau membantuku menyelesaikan tugas yang menggunung?"
"Itu karna ulahmu sendiri, lagi pula, kau tidak akan selamat." Ucapku kembali membaca novel yang belum sempat ku selesaikan karna tugas kemarin malam.
"kenapa?" Ino bertanya, nadanya membuatku tersenyum namun aku sama sekali tidak membuang pandangnku dari novel.
"Kau ingat kau sudah membolos 4 kali, dan itu artinya kau langsung mendapatkan nilai E. Mau tidak mau kau harus mengulang di semester depan." Jelas ku panjang lebar. Kali ini aku memberikan senyum miris padanya. "dan sepertinya aku akan wisuda lebih dulu dari kau." Aku mengejeknya. Dan itu sukses membuat Ino lemas seketika. Aku tertawa.
Hari ini tidak banyak kelas hanya ada 2 kelas saja, dan matahari belum juga pulang ke tempatnya. Sedari tadi aku hanya menyibukkan diri dengan tumpukan buku, untuk referensi tugas. Pegel mulai menyerang punggungku, dan mataku mulai perih, berair, karna terlalu lama aku membaca.
Suara kursi ditarik, membuatku mengangkat kepala. Seorang pemuda yang sangat ingin ku hindari ia duduk di depanku. Mata kami bertemu pandang, hitam, gelap. Mengikat. Aku tidak suka pada diriku yang seperti ini. Kira-kira apa yang akan dilakukan Ino jika pangerannya berada di depan matanya, sedang menatap dirinya? Mungkin ia akan berubah menjadi jeli.
Pandangan kami tidak terlepas, dalam, menusuk. Aku tidak ingin mengatakannya dan aku tidak mau mengakuinya bahwa aku juga tertarik padanya. Damn.
Aku menggigit bibir bawahku, lalu aku menghela napas perlahan. Sepertinya aku tidak akan bertahan lama jika bertatapan seperti ini. Aku mengaku kalah dalam hal tatap menatap. Jika saja aku si Patrick Star sahabat gilanya Spongebob, mungkin aku akan menang melawannya.
Aku kembali kedalam duniaku. Dan aku tidak menghiraukannya. Sampai pada saat sebuah suara bariton ku dengar.
"Kau..."
Mati aku, jangan mengajakku berbicara, jeritku dalam hati namun kenyataannya, dia melanjutkan ucapannya.
"Haruno Sakura."
Demi apa? Dia tahu namaku? aku memberanikan diri untuk beradu pandangan lagi dengannya. Ia masih diam, menunggu jawabanku mungkin? Dan aku menganggukkan kepala.
"K-kau tau namaku?" sumpah aku tidak pernah memperkenalkan diri bahkan mengungkapkan cinta padanya.
Dia tersenyum miring. Ohhh kalau aku Ino pasti sudah pingsan melihat senyumnya.
Ia berpindah tempat di sampingku. Memangku dagu dengan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya berada di pegangan kursi di belakang tubuhku. Ia masih engan untuk menjawab pertanyaanku. Masih asyik dengan tatapannya yang tidak pernah lepas dari mataku. Ia melumat bibirnya, membuatku susah untuk bernapas sepersekian detik.
"Haruno Sakura, anak kedua dari Haruno's properti, tinggi badan 166cm, dengan berat badan 50kg. Suka membaca novel misteri, yang ia sukai adalah musim gugur, minuman favoritnya adalah segelas susu hangat di pagi hari. Dan ia sedikit tertarik dengan Uchiha Sasuke."
Mataku melebar, kata demi kata yang keluar begitu enteng dari bibirnya. Aku tidak tau apa yang ia lakukan, apa yang ia pikirkan. Hanya saja ini membuatku kaget. Ia benar, aku menyukai susu hangat di pagi hari, ia benar aku menyukai musim gugur, bahkan mengenai tinggi dan berat badanku pun ia benar.
"B-bagiman kau...?"
Ia mengusap kepalaku pelan
"Aku tau segala tentangmu."
Apa aku tidak salah dengar? Apa baru saja aku mendengar dia tau segala hal tentangku?
"Aaa-" ia mendekat dan berbisik"bahkan aku tau saat kau sedang melakukannya." Ucapnya yang menurutku ambigu. Namun, detik berikutnya aku melebarkan mataku. Karna yang dilakukannya begitu mengejutkan. Ia menjilat daun telingaku. Membuat bulu kuduk ku meremang. Darahku berdesir, seperti ada puluhan kupu-kupu siap terbang, ia mulai berani semakin -dekat sekali, bahkan aku bisa mencium napasnya. Mata kami bertatapan untuk kesekian kalinya.
"Aku ingin kau jadi milikku." Tatapannya menuntut, dan aku terbuai. Sial.
"Kau? Aku tidak mau, kau seorang Gay." kewarasan ku kembali, aku mencoba berpikir alasan apa yang bisa membuatnya berpikir dua kali untuk mendekatiku. Namun hal itu tidak membuatnya bergeming ia masih saja di depan wajahku.
Matanya memicing tidak suka mendengar pernyataan ku barusan. Habislah aku.
"Kau, apa yang kau bilang?" ucapnya.
"Aku bilang, bahwa kau seorang-" ucapku terpotong begitu saja, bibirku teraup. Mataku melebar, kupu-kupu dalam perutku akhirnya berterbangan.
"Coba katakan sekali lagi!" perintahnya.
Kewarasan ku hilang begitu saja, aku terhipnotis dengan ucapannya, suaranya.
"Kau seorang G-" lagi, ia meraup bibirku, di kulumnya perlahan, dengan gerakan cepat ia menarik tengkukku agar semakin mendekat padanya. Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan saat ini. Menikmati? Membalas ciumannya? Berdiam diri? Sepertinya pilihan terakhir adalah pilihan paling tepat. Karna aku masih sangat kaget dengan semua yang terjadi.
Ia melepaskan lumatannya.
"Aku bukan seorang Gay." Menatapku dengan pandangan yang aku tidak tau.
"Lalu mengapa kau menolak semua wanita yang menyatakan perasaannya padamu?"
"Aku menunggumu."
"HA"
Apa ini? Apa maksudnya menungguku? Apa dia menungguku untuk menyatakan perasaanku padanya? He? HEEEEEE?
Aku menjauhkan diri darinya, mencoba berpikir dengan tenang, namun yang ada di kepalaku adalah ingatan beberapa menit yang lalu, ingatan akan gerakan bibirnya di atas bibirku. Yamanaka Ino apa yang harus ku lakukan? Aku berharap Ino menolongku, mengingat aku jarang sekali meminta bantuan darinya.
Aku meliriknya dari ekor mataku, ia mengelap bibir bawahnya dengan ibu jarinya, membuat gerakan sensual, yang membuatku kembali menahan napas. Kau menggodaku sialan.
"Kau milikku." Aku menghela napas untuk kesekian kalinya.
"Baiklah." Ujar ku lirih, yang justru membuat senyum mengembang di bibirnya.
"Aku akan menjemputmu nanti."
"Kemana?"
"Kau akan tau." Ia berdiri dan berlalu pergi.
Setelah ia pergi, aku mulai merenungi nasibku. Entah apa yang akan terjadi setelahnya. Ini GILA.
Sebenarnya apa yang aku lakukan disini? di apartemen ini? Aku memandangi tempat ini, tidak begitu luas, 2 kamar tidur, 1 buah dapur, kamar mandi, dan sebuah ruang yang ada sebuah tv datar berukuran besar, 3 buah sofa, sebuah karpet berbulu.
Aku menggigit bibirku mencoba mengingat apa yang terjadi.
Tepat setelah aku pulang ke apartemenku, aku mendapatkan sebuah pesan berisikan sebuah lokasi. Tanpa berpikir panjang aku mengikuti kemana GPS itu membawaku dan tibalah aku disini, tanpa membersihkan diri.
"Kau hanya mengirimiku sebuah pesan berisikan lokasimu. Lalu apa tujuanmu mengatakan bahwa kau akan menjemputku?" aku memutar mataku bosan. Ia mengusap rambutnya yang basah dengan handuk,sepertinya dia habis mandi, ahhh aku ingin mandi.
"Rencananya berubah, atau mungkin di batalkan, jadi kau disini saja." Ia menatapku.
"Rencana apa?" aku memutuskan untuk duduk di sofa.
"Festival.'' ucapnya singkat tanpa menghilangkan tatapannya padaku. Aku menghela napas.
"Kenapa kau selalu menatapku seperti itu?" Aku bertanya dengan nada kesal. Ya aku kesal.
"Seperti apa?"
"Seperti ingin memakanku."Cicitku lirih, sambil mengalihkan pandangan darinya.
Ia mendekat, memaksaku untuk beradu pandang dengannya. Ia mengusap pipi ku dengan ibu jarinya.
"Aku ingin sekali, tapi saat ini aku lapar, jadi bisa kah kau membuatkan ku sesuatu?" ia berlalu menuju salah satu kamar.
Aku menghela napas dan kemudian bangkit berdiri menuju dapur, dapur yang minimalis. Aku tersenyum dan mendekati kulkas dua pintu di samping kompor. Tidak begitu banyak bahan masakan hanya ada telur, tomat, daun bawang, dan beberapa buah apel. Mungkin aku akan membuat telur dadar saja.
Aku memecahkan telur kedalam wadah, sambil berpikir apa dia akan menyukainya atau tidak. Bahkan aku tidak tau apa makanan kesukaannya. Jika dipikir lagi aku ini siapanya dia, dan dia siapa ku? Bisa-bisanya dia main memerintah ku dan dengan bodohnya aku selalu saja menuruti perintahnya.
Aku terkaget saat sebuah tangan melingkari perutku. Wangi seakan mengambil alih seluruh inderaku.
"Apa kau sedang berpikir bahwa aku ini siapa dan kau siapa?" dia bertanya seolah tau apa yang tengah aku pikirkan barusan. Aku mencoba tetap fokus saat ia mulai menciumi tengkukku. Tangannya mulai naik merangkak keatas, hinga pada payudaraku. Ia mulai megusapnya pelan, dengan gerakannya yang halus ia meremasnya. Aku mulai kuwalahan dengan apa yang ia lakukan. Napas ku memburu.
"Sasuu..ke jangan menggangguku!" perintahku, namun apa yang aku dapat? Ia malah membalikkan badanku hingga menghadapnya. Ia memandangku dengan tatapan seprti singa yang tengah" kelaparan".
"Aku ingin memakanmu."
