SCARS

Summary: Sebatang kara, tanpa keluarga. Kehidupan yang sulit dan cinta yang harus terpisah paksa darinya. Kebaikan yang selalu buatnya sengsara. Pria itu sangat ia takuti dan benci. Membuatnya menangis, sakit. Hidup yang penuh luka dan derita. Akankah ia masih bisa bahagia?

Disclaimer: Naruto just Masashi Kisimoto punya

Rated: M (masih bingung *plakk!)

Chap 1

Happy reading ^^

Hujan semalam masih menyisakan genangan-genangan air penghias jalan. Dingin yang menyengat, tak urung membuat sebagian orang menyisihkan langkah mereka tanpa mantel dan syal. Hanya sebagian orang saja terlihat berlalu lalang di pagi yang mentari pun masih enggan menampakkan rupanya. Ini masih pagi. Tepat pukul enam sepasang langkah kecil menapaki jalanan yang dinaungi rimbun hijau pohon sakura di sepanjang sisinya. Rambutnya tersembunyi dalam sebuah syal ungu pucat yang ia gelung rapat-rapat menyembunyikan sebagian kepalanya. Tangan mungil dengan sarung tangan abu-abu itu menggeret sebuah koper besar dan tas hitam yang terlihat penuh diselempang tangannya. Sesekali ia berhenti sejenak, mengusap-usap tangannya dan ia dekatkan pada mulutnya yang tertutup syal guna mengurangi hawa dingin yang menusuk.

Kabut tipis keluar dari mulutnya, ketika gulungan syal tebal itu ia buka sedikit sambil memandang bangunan yang sudah agak tua berlantai lima di hadapannya. Itu adalah apartemen, -ralat- flat sederhana yang akan menjadi tempat tinggalnya sekarang. Tidak terlalu buruk, namun lebih baik rumahnya yang dulu daripada bagunan kusam itu. Enam bulan lalu sebuah kecelakaan maut merenggut semua orang terkasihnya. Ayah, ibu, dan adik perempuannya. Menyisakan kenangan pahit yang tak bisa dilupakan begitu saja. Menyisakan penyesalan yang begitu mendalam mengapa tak ia juga ikut dalam kecelakaan itu, hingga mungkin kini ia masih bisa bersama keluarganya di surga sana.

Ia tak punya lagi keluarga, apalagi sanak family. Orang tuanya masing-masing anak tunggal, sedang kakek-nenek dari kedua belah pihak sudah tiada, setidaknya itulah yang ia tahu tentang silsilah keluarga kecilnya. Setidaknya. Ya, setidaknya. Setidaknya ia berharap tiba-tiba dipertemukan dengan sepupu, paman, atau bibi dari orang tuanya. Ia berharap memiliki mereka. Berharap bahwa masih ada keluarga yang sedarah dengannya. Sedarah dengan seorang gadis bernama Hyuuga Hinata.

#*#

Ruangan putih gading ini terasa begitu sepi dan kosong. Hanya debu dan satu set sofa dengan meja ukuran sedang yang ditutupi kain putih kusam. Hinata membuka penutup sofa tersebut dan meletakkan tas hitam besarnya yang terlihat berat. Koper ia berhentikan tepat di samping sofa itu. Ia berjalan menuju jendela bertirai merah maroon dan membukanya. Membiarkan angin musim panas yang terasa dingin karena hujan semalam. Dari sini ia bisa melihat pemandangan di bawah sana. Lantai lima flat ini sedikit membuatnya takut. Hanya ia sendiri penghuni lantai ini. Semuanya terasa asing dan mengkhawatirkan baginya. Khawatir akan hidupnya dan takut akan kesendiriannya.

Semua begitu kosong dan berbeda. Ia rindu rumahnya dulu. Rumah dengan kehangatan penuh cinta keluarganya. Rumah yang kini terpaksa ia jual karena ketidakberdayaannya. Rumah yang ia sesali karena tak berhasil dipertahankannya.

Hinata meratap. Menunduk lalu setetes air mata menyadarkannya akan ikrarnya dulu di depan altar keluarganya. Ia harus melanjutkan hidup. Ia harus bahagia, ia harus mampu membuat keluarganya tersenyum di surga sana.

Ah, waktu terasa berjalan lambat. Sebagian barang-barang sisa peninggalan rumahnya dulu mungkin akan tiba beberapa jam lagi. Hinata hanya harus menghabiskan waktunya dengan membersihkan seluruh ruangan flat ini. Banyak debu menempel dan membuat tak nyaman orang yang tinggal di dalamnya.

Hanya ada dua kamar tidur, dua kamar mandi dalam kamar dan satu di luar, lalu ruangan yang agak luas dari kamar yang Hinata anggap sebagai ruang tamu yang berlekatan dengan dapur sederhana tanpa pembatas. Dimulai dari kamar yang terdapat kamar mandi dalamnya. Disana ada sebuah ranjang kecil dan lemari bobrok penuh gigitan rayap. Mungkin ia akan mengganti lemari itu nanti. Kamar mandinya agak berlumut namun keran airnya berfungsi dengan baik. Tidak terlalu buruk. Mungkin jika ia bersihkan seluruh isi kamar ini, tempat ini akan menjadi tempat yang nyaman untuk ditempati. Hinata memutuskan akan menjadikan ruangan ini kamar tidurnya.

"Semoga aku betah tinggal disini," senyum manisnya.

#*#

Beberapa waktu berlalu. Ia sudah selesai dengan semua urusan beres-beres, membersihkan, mengganti, dan menempatkan ketika beberapa perabot sederhanya sudah tiba dua jam lalu. Kini ia tinggal membersihkan diri dan rencananya akan belanja beberapa keperluan untuk makan siang dan makan malam. Seperti dugaannya, flat ini tidak terlalu nuruk untuk ditinggali seorang diri. Ia gadis yang rajin dan senang dengan kegiatan rumah tangga. Maka tak ada tempat yang tak nyaman jika kau suka bersih-bersih seperti gadis ini.

Hinata bersiap keluar untuk berbelanja ketika jam sudah menunjukkan angka 11 lebih. Perutnya sudah berbunyi, dan itu memang waktunya makan siang. Tak lupa ia bawa payung ungu tua favoritnya ketika matahari masih tertutup mendung yang begitu mengenggankan orang. Ia bersapa ria dengan tetangga se-flat barunya dengan ramah. Jalanan sudah cukup ramai daripada pagi tadi. Hinata berjalan riang sambil melihat-lihat pemandangan kota barunya. Hanya tiga belokan yang ia butuhkan untuk mencapai lokasi pemasok bahan baku pengisi perutnya. Hinata membeli beberapa sayuran, bumbu dan buah. Tak cukup uang untuk beli daging. Ia perlu berhemat hingga mendapat pekerjaan sambilannya lagi. Uang hasil penjualan rumah akan ia gunakan untuk biaya semester baru kuliahnya dan sebagian ia depositkan untuk uang jaga-jaga. Ia harus belajar menjadi lebih tegar dan dewasa. Meski usianya yang masih 21 tahun.

"Yosh, akhirnya selesai. Mungkin ini semua cuma 200-an yen," Hinata berjalan menuju kasir yang sedang lengang tanpa antrian satu pun. Ia meletakkan keranjang belanjaannya dan berujar pada kasir yang sedang membelakanginya disana. Kasir itu berbalik dengan senyum cerahnya dan begitu pudar begitu tahu siapa yang ada di hadapannya.

"H-Hinata..."

Hinata tak kalah terkejut dengan membelalakkan matanya lebar-lebar. Ia tak percaya bahwa orang yang ia sukai diam-diam semasa high schoolnya dulu bisa bertemu dengannya di tempat seperti ini. Seolah mimpi yang tak mungkin bisa terjadi. Dia adalah orang yang menjadi cinta pertama sekaligus cinta pertamanya yang mengecewakan. Cinta yang bertepuk sebelah tangan. Dia adalah si ceria secerah mentari yang hanya dengan senyumnya ia bisa membuat hinata berdebar dan bahagia. Ia yang dengan mata teduhnya yang begitu sejuk dan hanya ditujukan pada seseorang bukan Hinata yang membuat Hinata patah hati. Dia adalah sosok panutan dan sorotan satu-satunya bagi Hinata. Dia adalah...

"Na-Naruto-kkun..."

TBC

Hwaa... balik lagi dengan cerita abaaal!

Gomenasssaaaaiiiii...

Yg ff pertama plus perdana (?) Shiro blum kelar, ni utek (?) nambah2 lagi ide biar buat cerita lg. Rated M lagi! Rated M! IYA, RATED M! (dibekeb reader :v)

Otak Shiro lagi hentai, makanya bikin rated M. Padahal nama pen-nya Shiro. Shiro kan artinya putih. Putih itu kan suci. Jadi kenapa Shiro jadinya Shiro Hentai? Kok gak jadi Shiro Suci? *reader: lu ngomong apaan sih thor?!

Gyahahaha... gomen-gomen, mood-nya lagi yang hentai2 gini.. nih ceritanya author bakal bikin SCARS ff yang agak angst reader-tachi (?) tapi tenang kok, Shiro usahain jadinya happy ending. Coz Shiro kagak suka yang sad endiiiiiiiinggg...!

*reader: ni author kenapa sih?

Yosh! Reader-tachi! Mohon dukungannya ya, Shiro masih bau kencur di dunia ff ini. Semoga reader-tachi tetep baca ni ff gaje Shiro, like2 (plakk!), terus review yach...

Ditunggu review nyaaahhh... kalo bisa jangan FLAME dulu ya reader-sama, soalnya Shiro orangnya gampang drop n mellow *jjiaaah.. baper amat nih author!

ARRRRIGATOOOO NA...! ^^