Sederhana saja.
Kita berbagi dan kita saling mencintai.
Sudah cukupkan?
.
.
.
Judul : Bitter Coffee
Main pair : Kaihun
Author : AriaMoonie
Genre : Hurt/comfort and Romance
Warning : boyxboy, mpreg dan lain-lain.
.
.
.
Kim Jongin, merasa ia pria paling beruntung didunia, karirnya sebagai penulis semakin naik dengan karya Novelnya yang ke-3.
Semua kalangan terlihat antusias dengan percobaan karya tulisnya yang ke-3. Dan tidak ada hal yang paling menyenangkan saat karya tulisnya banyak disukai. Terlebih Tunangannya –Kris, memberikan sebuah kejutan yang kata pria mapan itu pasti akan menyenangkan, Jongin tak sabar mengenai kejutan tersebut namun dibandingkan itu semua pujian dan dukungan yang tak pernah didapatkan dari kedua orang tuannya kini Ia genggam, karenakedua orang tuanya begitu mendukung pilihannya beberapa tahun silam.
Perjuangannya terbayarkan kedua orang tuanya kembali pada dirinya dan Kris masih berada disisinya hingga ia bangkit seperti sekarang. Dia merasa lengkap dan terberkahi.
Datanglah ke hotel orang tuaku, disana kejutan menantimu'itulah isi pesan Kris dua jam yang lalu.
Sebuah kamar dengan desain yang elegan dan mewah dipesan Kris hanya untuknya itulah yang dikatakan oleh Asisten Kris, Margareth.
Dibalik wajah dinginnya tak ada yang mengetahui betapa bahagianya hati Jongin. Saat sampai disalah satu kamar hotel di nomor 349, Jongin membukanya dengan sebuah kartu yang khusus didesain untuk setiap pintu dihotel ini. Ketika ia telah berada didalamnya suasana begitu gelap dan tenang menyambutnya, Jongin bahkan mendengar detak jantungnya sendiri. Dengan langkah tenang, ia mencari saklar dikamar tersebut, jika tak salah saklar itu berada dekat dengan pintu.
CKLEK'saat ia menekannya, ruangan yang tadinya begitu gelap kini terang benderang. Anehnya ia tak mendapati siapapun disana, perasaan bingung menyerangnya.
"Dimana Kris?"gumamnya, ia menundukan wajah matanya yang sayu terpejam. Ia nampak berpikir"apa Kris sedang mengerjaiku?"suaranya terdengar datar dan tanpa emosi."—Kalau benar, ini tidak lucu."gerutunya ia berbalik dan bersiap keluar dari kamar tersebut dengan perasaan kecewa.
Namun sebelum ia menggapai knop pintu, sebilah pisau terarah tepat dilehernya dan itu berasal dari arah belakang. "Siapa kau?"sosok itu mengajukan sebuah pertanyaan, Jongin berbalik dengan tenangnya."Aku manusia?"balas Jongin pendek, Ia melipat kedua tangannya didepan dada.
Saat Jongin berbalik ia menemukan sesosok Pria yang memiliki tinggi sejajar dengannya, rambut berantakan sehitam arang, mata selembut warna tanah basah dan wajah yang memikat, lalu penampilan kusut dan terlihat berantakan.
Wajah Jongin menengadah, terlihat angkuh dimata sosok itu yang kini tengah memasang wajah masam"Sial, kau itu idiot? Maksudku siapa namamu?"
Jongin tersenyum sinis, hatinya terpancing kesal karena dikatai idiot."Memangnya kau siapa, hingga aku harus memberitahukan namaku?"tantang Jongin, tidak ada Kris yang harus Ia tindas Bermain adu mulut dengan pemuda aneh ini sepertinya akan cukup untuk mengurangi emosinya.
"Memangnya siapa kau, hingga aku harus memberitahukan namaku?"Jongin berdecak saat pemuda itu membalikan kata-katanya.
"Dasar Gelandangan!"umpat Jongin, ia membuang muka saat pemuda itu menunjuk wajahnya dengan diiringi ekspresi shock. "Sialan kau?"teriak pemuda itu, ia mendekati Jongin dan dengan wajah cemberutnya yang menggemaskan mulai meneliti wajah masam Jongin.
Merasa risih, Jonginpun menendang kaki pemuda itu dengan kuat"WADAW!"
Jongin tersenyum puas.
"Brengsek!"umpat si pemuda, ia meloncat-loncat tak jelas hingga akhirnya terjeremab karena kaki kirinya tersandung karpet."Aaargh!"
Disaat pemuda asing itu bergerak tak tentu, sorot mata hitam arang Jongin angkuh milik Jongin berubah prihatin saat dengan jelas kedua matanya mendapati luka basah sepanjang 10 cm di lengan kanan pemuda itu ketika lengan baju kimononya tersingkap.
"Namaku Kim Jongin"ucap Jongin tiba-tiba."Kau?"Tanya Jongin.
"Aku tetap tidak akan memberitahukan namaku, sebe—"
TING! TONG!
Suara bel terdengar di ruangan tersebut, Jongin mengerutkan alis ia sangat yakin itu pasti Kris karenanya ia bergerak cepat menuju pintu dengan kepalan tinju dikedua tangannya.
Melihat itu pemuda tersebut membulatkan mata"JANGAN!"Teriaknya tiba-tiba, ia berlari cepat dan menghadang pintu tersebut agar Jongin tak bisa membukanya."Minggir!"perintah Jongin dingin, cukup suda dia sudah benar-benar marah sekarang. Ternyata berdebat atau apalah itu tak ada yang lebih baik dengan melampiaskan emosinya kepada orang yang tepat. Dan jelas orang itu adalah –Kris.
Pemuda itu menggeleng kuat, kedua manic coklat lembutnya berkaca-kaca dengan mimic menyedihkan. Jongin berjengit,"Minggir ku bilang!"perintah Jongin untuk kedua kalinya. Kenapa dia bisa se-Imut itu'pikir Jongin, ia terkejut dengan pemikiranya, merasa semakin gusar alih-alih melunak Jongin malah semakin keras membentak"MINGGIR! CENGENG!"
Walau kentara sedikit tersinggung pemuda tersebut tetap bersikukuh"Aku akan memberitahu namaku, asal kau tak membuka pintu ini!"pemuda itu mengajukan hal tersebut. Mau tak mau Jongin tertawa kecil karenanya.
"Heh, orang diluar sana adalah orang yang sangat ingin ku habisi. Jangan sampai target ku berubah, ya!"katanya dengan mimic santai namun seringaianya menukik tajam.
Dengan sadisnya Jongin menggeser pemuda tersebut"Dasar gelandangan!"ejeknya sadis entah untuk yang keberapa kali.
Dugaan Jongin meleset, itu bukan Kris melainkan sosok Margareth bersama wajah bersalahnya. Jongin keheranan ia menurunkan tinjunya."Margareth, kebetulan kau ada disini. Beritahu aku dimana Kris?"pundak Margareth menegang, wajah cantiknya memucat."be-begini—"ucapannya terpotong saat merasakan hawa kemarahan dari Jongin, Margareth paham betul dibalik wajah Esnya Jongin tengah memendam kemarahan saat ini.
"katakan saja"perintah Jongin dingin.
"sebenarnyasayasalahmemberikankunciTuanJONGIN?"'
"HAAH!"Koor Jongin, membulatkan mata karena tak bisa mendengar dengan baik apa yang dikatakan asisten Kris itu. "Bisa kau ulangi, kau bicara begitu cepat?"pinta Jongin, memasang wajah kebingungan.
'eh, wajahnya berekspresi'pikir Margareth, ia menggigit bibirnya sembari mengumpat tanpa henti karena malah memikirkan wajah Jongin yang berekspresi.
Jongin mengela nafas sabar begitu Margareth tak kunjung menjawab pertanyannya barusan dan dengan terpaksa Ia mengulang perkataannya."Kau kenapa dan bisa kau ulangi perkataanmu barusan. Bicaramu terlalu cepat"Margareth mengangguk ragu, ia menarik nafas dan secepat kilat memberikan kartu dengan nomor pintu 394.
Jongin sadar, asisten Kris salah memberikan kunci. Ia melihat arah dimana Margareth berlari"dia setakut itu. Padahal aku tidak akan memarahinya."gumam Jongin.
WUTT~
Bajunya ditarik oleh pemuda berkimono biru langit itu, dengan kesal Jongin menarik tangan tersebut dan membantingnya kedalam kamar.
BRUK!
"WADAW!"jerit pemuda asing itu mengaduh.
"eh—maaf"setelahnya Jongin berjalan dan meninggalkan pemuda tersebut tanpa lupa menutup pintu lalu menguncinya. Ia tersenyum jahat usai melakukan hal yang sedikit kejam menurutnya.
"dasar iblis!"
"huah!"Jongin kaget bukan main, saat mendengar suara orang lain padahal jelas-jelas tak ada siapapun disana. Ketika ia menoleh rupanya itu Kris, ia akan marah tetapi ketika mengingat ini kesalahan yang tak disengaja yang dilakukan Margareth ia berbalik ke mode tenang.
"kau lama sekali"ucap Kris, Jongin tersenyum tipis"ada kesalahan kecil, asistenmu salah memberikan kunci"katanya mengatakan kejadian yang sebenarnya.
Kris mengangguk saja lalu menautkan tangannya ke tangan Jongin, menuntunya ke kamar yang benar. Jongin tersenyum. Tentu saja Kris menyadari hal itu, ia sangat mencintai Jongin begitu menyayanginya,walau kepribadian Jongin cuek dan angkuh tapi tak ada yang mengetahui betapa hangatnya pria itu jika telah mengenalnya.
Kepribadian unik itulah yang membuat ia begitu menginginkan Jongin menjadi miliknya, ia begitu bahagia apalagi masalah Jongin dengan kedua orang tuanya telah usai ditambah ia telah mendapatkan restu dari kedua orang tua pria ini kemudian Papa dan Mamanya juga tak kalah bahagia ketika mendengar kabar tersebut.
Kabar tentang melunaknya hati kedua orang tua Jongin, tentunya. Papa dan Mamanya sudah sejak 3 tahun lalu ingin menjadikan Jongin sebagai menantu mereka, tepat ketika usia Jongin telah berusia 18 tahun. Tetapi, semuanya baru terwujud saat ini. Ketika usia Jongin sudah cukup dewasa yakni 20, lebih mudah 3 tahun dari dirinya. Jongin terlihat mendongak lalu Kris mengalihkan pandangannnya lagi kearah depan"kau tidak penasaran dengan kejutanku?"
Jongin terlihat berpikir"biasa saja"Kris mendengus, bilang begitu padahal dia penasaran.
Dasar priaku'gerutu Kris didalam benaknya.
Mereka tepat berada dipintu lift dan terbuka, mendadak Jongin menghentikan langkahnya ia terlihat kehilangan sesuatu, ia menatap Kris"mencari sesuatu?"
"handphoneku ketinggalan dikamar sebelumnya, aku harus mengambilnya"jawab Jongin, Kris menahannya"biar Margareth saja yang mengambilkan itu untukmu?"Jongin menggeleng"tidak perlu"tolak Jongin, ketika mereka sibuk berbicara seorang pria bertubuh gagah dan berpakaian rapi masuk ke dalam lift. Sejenak kedatangan pria itu menghentikan keduanya berbicara terutama Jongin. Mata sayunya memandang curiga pada pria itu.
"sudahlah tunggu aku disana, aku akan menyusulmu"putus Jongin, ia menepis tangan Kris membuat pria itu berdecak sebal"terserahlah?"balas Kris jutek, Jongin berbalik saat mendengar nada suara Kris dan memberi ciuman hangat didahi Kris"Don't be Mad, Love?"ucapnya, menuai wajah senang dan malu pada pihak Kris.
"I-iya?"tak mau kalah Kris membalasnya dan bergantian kali ini, Jonginlah yang merasa malu bukan main"si-sial, kau!"bentaknya lalu berlari menuju ruangan tersebut.
"Hmm,..—"Jongin menghentikan langkah kemudian berbalik merasa mengenali suara itu, matanya membola"yeah, susul dia ke neraka kalau kau bisa!"Hal terakhir yang Jongin lihat adalah wajah panik dari Kris kemudian pintu lift itu tertutup tanpa sempat ia masuk kedalamnya, lalu berlanjut menjadi lebih mengerikan ketia selanjutnya kawat penyangga lift tersebut putus dan suara benturan menghantam keras di lantai bawah langsung diramaikan ngeri oleh para penghuni hotel... dengan perasaan luar biasa tak percaya dan sekaligus Shock.
Pemuda tampan berkulit kecoklatan itu segera berlari sekuat tenaga melalui tangga darurat, ketika telah berada disana, pintu lift tersebut telah dikerubungi oleh security hotel, hiruk-pikuk dan teriakan para penghuni hotel terdengar meramaikan suasana mengerikan tersebut.
Jongin terjatuh, ia memeras rambutnya dengan kuat, airmatanya mengalir deras.
"Ini tidak mungkin, Krisku."
.
1 hari berlalu...
Kehilangan Kris sangat memukul berat dan hampir membuat mentalnya turun drastic.
Pemakaman Kris dilalui dengan dipenuhi airmata, kedua orang tua Kris memeluk erat tubuh Jongin membisikan kata-kata menenangkan begitu juga dengan kedua orang kandungnya.
Jongin menggeleng keras, ia bersujud lalu berteriak dengan suara memilukan"MAAFKAN AKU, MAAFKAN AKU TUAN DAN NYONYA WILBERT AKU BERDOSA, SANGAT BERDOSA. TIDAK BISA MENJAGA ANAKMU! BUNUHLAH AKU, KRIS MILIKKU, DIA..—AAARGH!"Kedua orang tua Kris semakin bersedih melihat betapa hancurnya Jongin dimalam itu.
Mereka sangat memahami bagaimana Kuatnya hubungan Kris dan Jongin, mereka terlalu sempurna dan sekarang kesempurnaan itu menghilang. Jongin terlihat benar-benar begitu terpuruk. Dimalam itu tidak ada yang menyadari semua kejadian itu adalah semua penyebab mimpi buruk Jongin, itu adalah akhir dimana ia berjanji tidak akan pernah mencintai siapapun. Dan itu terjadi hingga saat ini.
.
5 tahun kemudian.
"Penobatan sebagai Novelis terbaik diberikan kepada Mr. Kim. Silahkan naik keatas panggung guna menerima penobatan ini"ucap MC, dengan langkah tenang dan aura beratnya Jongin berjalan menuju ke atas panggung dimana Tuan Kang sang kolektor seni sekaligus guru pembimbingnya telah menanti dengan wajah bangganya.
Riuh tepuk tangan menyambut hal itu, dimalam itu untuk pertama kalinya Jongin tersenyum dengan sepenuh hatinya.
"selamat sayang."sambutan dan pelukan hangat dari kedua orang tuanya menghangatkan hatinya.
Dan beberapa langkah didepannya kedua orang tua Kris melambai dengan penuh semangat, digendongan Ibu Kris terdapat sesosok bayi mungil berusia 12 bulan. Ia berlari dan memeluk kedua orang tersebut, lalu mencium kening bayi mungil itu dengan penuh kasih."hei, Mini Kris "panggilnya, perlahan kelopak mata bayi tersebut terbuka menampakan iris coklat terang, derai tawa terdengar dari bibir mungil tersebut mampu membuat Jongin tersenyum dengan bahagianya.
.
Tepat jam 12 malam pesta perayaan tersebut telah usai, Jongin berpamitan ingin kembali ke apartemen lebih dahulu kepada kedua orang tuanya begitu juga dengan Ayah dan Ibu Kris.
Diperjalanan dilewati dengan perasaan tenang, walau serpihan ingatan tentang kepergian Kris masih sangat membekas dimemorinya. Dalam waktu 2 tahun ia menempuh rasa sakit itu, dengan memilih jalan ini. Menjadi seorang Novelis yang berifat menjunjung hak antara manusia dan sebagainya. Sibuk bernostalgia akan kenangannya bersama Kris, suara ban pecah mengejutkan Jongin.
Saat Ia turun, ia menemukan kedua ban depannya pecah."kenapa harus terjadi malam-malam begini"gerutunya, buru-buru ia menelpon pihak Derek langganannya untuk membawa mobilnya ke bengkel langganannya juga. Usai menelpon, mengirim alamat dan telah mengunci mobilnya ia memilih untuk berjalan kaki, toh apartemennya hanya tinggal satu Blok lagi dari sini.
Malam itu cukup sunyi, saat ia telah masuk ke dalam blok apartemen dimana ia tinggal seorang diri. Bulan tak nampak malam itu, cukup menyulitkan Jongin dalam melangkah.
"AAARGH! TIDAK! "Teriakan keras suara lelaki mengejutkan Jongin, dengan langkah sigap dan siaga ia berlari kearah suara. Jika tak salah suara itu berasal dari tong sampah berada, ia bergerak mengendap-ngendap tak ingin menimbulkan suara sedikitpun, dari balik dinding ia mengintip. Ia terkejut bukan main saat menemukan kejadian yang tak pernah terbayang didalam hidupnya.
Sosok pemuda tengah disodomi. Brengsek'umpat Jongin, ia berlari dan menerjang pria berjenggot itu dengan tendangannya.
BUGH!
BRAK!
"BEDEBAH CABUL! ENYAH KAU!"Usir Jongin, matanya memicing tajam. Pria itu berdecih saat menyadari pakaian yang digunakan Jongin adalah pakaian seorang detektif ia memilih pergi daripada berurusan dengan seorang detektif rupanya penjahat itu telah salah paham dengan pakaian yang sedang digunakan oleh Jongin.
"aku akan memasukanmu ke penjara suatu saat nanti"ancam Jongin, ia memilih melepaskan pria itu untuk saat ini karena nyawa pemuda yang kini tengah bergetar ketakutan, jauh lebih penting.
Dengan hati-hati Jongin menyentuh bahu pemuda itu lalu menutupi tubuh bawah pemuda itu dengan jubah panjangnya."kau bisa berdiri, Nak. Tenang saja, kau sudah aman sekarang"kata Jongin dengan nada hangat. Walau masih dengan tubuh gemetar pemuda itu membuka matanya, hal itu menuai mata yang terbuka lebar pada iris mata Jongin. Pemuda berkulit Tan itu sangat mengingat iris coklat selembut warna tanah basah itu"K-KAU"Pekik Jongin.
Tanpa berpikir 2 kali ia menggendong pemuda itu ala bridal lalu berlari secepat mungkin menuju apartemen, tubuhnya bahkan semakin kurus dari yang ku ingat dari 2 tahun yang lalu, apa yang terjadi padamu bocah'Jongin tak pernah sekhawatir ini setelah kepergian –Kris.
Jongin merasa lebih baik membawa pemuda malang ini ke apartemennya, akan merepotkan jika ia membawanya kerumah sakit, toh ia juga seorang dokter.
Sampai diapartemen dengan selamat, tanpa lupa mengunci pintu Ia membaringkan tubuh pemuda itu diatas tempat tidur King Sizenya.
Jemari lihainya dengan hati-hati memeriksa pemuda itu dengan teliti tak ingin satu halpun terlewatkan. Merasa yakin tubuh pemuda itu baik-baik saja kecuali anal pemuda itu yang tampak terluka dengan lelehan darah dan sperma yang masih terlihat basah.
Melihat itu Jongin merasa hatinya amat nyeri."malang sekali nasibmu, bocah."kata Jongin.
Ia menuju lantai bawah, guna mengambil baskom berukuran sedang dan mengisinya dengan air hangat, usai mengumpulkan peralatan ia membersihkan seluruh tubuh pemuda tersebut. Ingat dia seorang dokter melihat tubuh telanjang pria bukanlah hal baru baginya.
Selesai membersihkan tubuh pemuda itu, Jongin memakai piyamanya pada pemuda itu dan terlihat kebesaran, hal terakhir yang ia lakukan adalah memasang infuse pada pemuda itu.
Setelahnya ia beristirahat disamping pemuda itu sembari memeluknya mencoba member rasa aman pada pemuda tersebut.
.
Pukul 04.00 Kst.
Cahaya matahari bahkan belum menelusup diantara sela-sela jendela, namun tubuh ramping yang terbalut piyama polos berbahan sutera, kini bergerak-gerak merasa terganggu karena perutnya yang berdemo minta di isi.
"Eh?"manic pinusnya menatap langit-langit ruangan tersebut, seingatnya kamar tidurnya tak memiliki atap setinggi dan lagi aroma kamarnya itu tak pernah sesegar ini bahkan aroma kopi begini. Dan ruanganya berwarna putih dengan cat yang telah terkelupas, secara keseluruhan bukan berwarna merah maroon seperti yang dilihat oleh matanya.
Saat Ia menoleh kekanan, ia menemukan tiang infuse disana, juga ketika ia menoleh ke kiri baru menyadari ada sosok pria yang mungkin beberapa tahun diatasnya.
Tunggu dulu!
Abaikan pria yang entah kenapa wajahnya tidak asing begitu, ia harus mengingat kenapa ia bisa berada disini.
Gelap...
Dingin...
Lembab...
Tersesat—dan."AAAARGH!"Ketika ingataannya telah berkumpul, kengerian luar biasa dirasakan pemuda tersebut, Jongin merasa terusik ia merasa terganggu saat merasakan seseorang memeluknya dengan erat.
Begitu menyadari sosok yang memeluknya erat adalah pemuda berkulit susu itu, yang memeluknya sekuat –beruang, Jongin hanya menghela nafas, Ia mengelus rambut pemuda itu dan membisikan kata-kata menenangkan.
Kepalanya sedikit pusing karena harus terbangun tiba-tiba karena teriakan yang cukup memekakan telinga tajamnya.
.
Sepanjang pagi pemuda malang itu terus membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur, airmatanya terus mengalir. Bukan karena bersedih entah apa yang dirasakannya, Jongin terus mengajukan pertanyaan walau Ia sendiri sibuk dengan pekerjaannya sebagai seorang Dokter. Berkali-kali Tuan Cho menghubunginya untuk melakukan operasi karena terjadi kecelakaan besar di jalanan Sejong. Ia menolak semua itu demi pemuda malang ini namun kenapa orang yang Ia pedulikan bahka terdiam seperti manekin tak bernyawa diatas ranjang miliknya.
"Bisa kau ceritakan siapa dirimu"tutur Jongin lembut.
5 menit...Jongin, bergerak gelisah di sofa tunggal yang berdekatan dengan jendela apartemen miliknya. Jendela itu terhubung langsung pada pemandangan lautan indah juga sunshine yang mulai mengintip sembunyi-sembunyi di arah Timur. "Sunshine begitu indah pagi ini, kau tidak tertarik untuk melihatnya?"tawar Jongin, namun nihil pemuda itu masih memeluk kedua lututnya dan menyembunyikan wajah tampannya disana.
Jongin mendesis begitu merasakan ponselnya kembali bergetar dan menampakan nama Mr. Cho disana, dengan enggan Ia menekan tombol hijau dan menempelkan ponselnya pada telinga kirinya.
"KAU DIMANA, SIALAN!"
Jongin ingin menyumpah saat mendengar suara Mr. Cho yang memang memiliki suara paling tinggi yang pernah Jongin ketahui semasa Ia melewati kuliah kedokteran selama 3 tahun berturut-turut, Ia bersiap berpesta karena setelah kelulusan akan berpisah jauh dari Mr. Cho tapi nyatanya dia malah ditugaskan begitu dekat oleh Dosen paling tegas dan cerewet itu.
"Di rumah."jawab Jongin, melirik dari sudut matanya kearah si pemuda berkulit putih hanya untuk mendapati pemuda itu masih dalam posisinya tapi yang berbeda adalah iris lembut itu mengintip dari sela-sela lengannya. "Oh –ghost...kenapa kau melakukan hal itu?"Jongin bertanya dengan nada gemas begitu melihat perilaku si creamy yang menurutnya begitu menggemaskan.
Si creamy melipat kedua kakinya, dua lengannya memeluk perutnya dengan wajah malu-malu. "Aku lapar~"rengeknya lemas dengan suara serak akibat menangis tanpa jeda sejak subuh tadi.
"Hari ini adalah ulang tahunku tapi kau tidak datang, dasar tidak tahu diri!"
Jongin memandang layar ponselnya.."Kau berbohong padaku soal kecelakaan besar itu. Kau sama tidak tahu dirinya –hyung!"usai menghina dengan kurang ajarnya, Jongin segera beranjak dari sofa yang Ia duduki selama 2 jam lamanya. Ia merasakan bokongnya begitu kebas. Ia meregangkan tubuhnya lalu memandang geli kearah si creamy.
"Kau lapar?"
Si creamy mengangguk ragu. Ada ketakutan disana. Ada apa dengan sorot mata itu'Jongin merasa semakin iba, karena reaksi pemuda berkulit selembut cream itu nampak melihatnya seperti bos-jahat-sarkatis-dan-tukang-perintah –hey, itu kan ciri-ciri dari Mr. Cho-Kejam-Kyuhyun.
"Ayo kita ke dapur, lihat apa yang kita temukan disana."
Sehun mengangguk pelan sebagai jawaban, jemari kakinya yang menjadi lebih bersih sempat membuatnya terheran. Lalu tanpa sadar Ia bertanya ingin tahu. "Apa kau yang membersihkan –ukh."bibir itu mendadak kelu untuk melanjutkan perkataanya, Jongin tertawa kecil.
"Aku memang membersihkan tubuhmu yang cukup kotor."jawab Jongin santai, dia berbalik untuk berdiri didepan Sehun, kepalanya tertunduk dengan uraian senyuman kecil yang terpatri dibibir tebalnya. "Jangan khawatir aku tidak melakukan apapun pada tubuhmu, hanya sekedar mengusapnya dengan handuk basah dari air hangat."katanya menjelaskan cukup detail agar pemuda ini tak perlu dikhawatirkan akan sesuatu yang sama sekali tak terjadi.
"Ah, maaf jika aku mencurigaimu."cicit Sehun. Dia melalui dunia yang sangat buruk diusia belianya dan itu membuatnya begitu ketakutan untuk berbicara lebih banyak dan memilih untuk membungkam mulutnya dengan tangis, seperti yang Ia lakukan sejak 2 jam lalu.
Jongin menepuk bahu kurus itu, "Tidak apa-apa, emm...maaf. Apa kau bisa berjalan sendiri?"tanya Jongin hati-hati tak ingin membuat pemuda ini tersinggung. "aku harap saleb yang ku oleskan malam tadi bisa membuat lukamu lebih baik."lanjut Jongin, Ia menggaruk pipi kirinya untuk menghilangkan kecanggungan.
"eum, ku rasa ini akan sembuh nantinya."
"ku harap begitu"
.
.
.
Mau review nggak?
Semoga mau sih, kalau sampai 5 review masuk yah lanjut kalau nggak ya stuck disini aja..hehehe...
So, berikan jawaban mu di kolom review (^_^)\/
