Sleepy Party
Summary: Menginap di rumah sahabat baru memanglah hal yang menyenangkan untuk dilakukan. Namun apa jadinya jika di malam pertama saja sudah ada kejadian tak menyenangkan yang dialami oleh Hinata. Tak disangka tak dinyana, tak diduga tak ditanya, eh, ternyata eh ternyata, kejadian tersebut adalah awal kisah baru bagi sang Hyuuga muda kita... / Sorry, gak pandai buat summary... RnR please... ^^
Disclaimer: Masashi Kishimoto always
Pair: Gaara x Hinata [4ever ever after *?*]
Rated: T
Genre: Romance, drama, family, fluffy and humor [maybe]
Warning: OOC tingkat akut, AU, typo, gaje, abal, ide pasaran, dan warning-warning lainnya
DON'T LIKE DON'T READ
CHAPTER 1: Opening
...
Konoha Gakuen...
"Pe-perkenalkan, Hi-hinata Hyuuga... Mohon bimbingannya minna-san..."
"Ow, nona Hyuuga... Apakah anda sudah punya pacar?"
"Eh?"
"Wah, Kakashi-sensei mulai lagi deh..."
"Yo, Kiba! Mentang-mentang masih jomblo, ada cewek cakep aja langsung di embat..."
"Diam kau, baka Naruto..."
Seorang gadis berambut indigo gelap panjang itu hanya menunduk menahan gugup luar biasa pada dirinya. Sembari bersemu-semu ria, gadis manis itu masih berdiri manis di hadapan berpasang-pasang mata yang menatapnya intens karena suatu alasan. Sedang dirinya menunggu instruksi dari sensei eksentrik di sebelahnya ini untuk mempersilakannya duduk di sebuah kursi, eh, sang sensei malah keasyikan berdebat dengan seorang muridnya. Hingga sadar bahwa ia telah secara tak langsung menelantarkan si murid di sebelahnya, Kakashi segera sadar dan mempersilakan Hinata duduk di bangku pojok kanan paling belakang yang dekat dengan jendela. Bukannya ingin memojokkan, tapi karena hanya ada satu bangku itulah yang tersisa untuknya di kelas ini. Satu set kursi yang menyatu dengan papan tempat menulis. Tanpa deret di sampingnya, menjadikan bangku itu berkesan terkucilkan.
Namun, tidak untuk Hinata -nama gadis itu- yang senantiasa dari dulu memang suka menyendiri jika belum terlalu akrab dengan lingkungan barunya.
"Baiklah, jika kalian ingin berkenalan, berkenalannya nanti saja. Keluarkan buk... Naruto! Hormatilah orang tua dihadapanmu ini! Jangan berbicara saat orang lain berbicara, bodoh!" suara Kakashi sedikit meninggi saat mendapati murid terbandel sekaligus terakrabnya itu sedang cekikikan bersama rekannya yang sama-sama berisik. Siapa lagi kalau bukan si bocah pecinta anjing, Inuzuka Kiba. Sedang yang bersangkutan hanya menatap enteng gurunya itu dan sambil merem ia bilang, "Sudah tahu Kakashi-sensei itu tua, kenapa tadi malah membentak anak yang lebih muda... Ingat lho, itu bisa mengganggu mental psikis seorang anak..."
BUKK!
NYUUT...
Satu penghapus papan tulis melayang tepat di kepala kuning pemuda bernama Naruto itu. Dan setelah si pemilik kepala puas terpekik-pekik ria, muncullah satu benjolah berwarna merah muda yang tiba-tiba muncul kaya tunas kelapa -?- di antara rimbunnya belantara kuning Naruto.
"Hari ini kita akan membahas tentang..." suara Kakashi yang terdengar kembali setelah kejadiaan konyol itu, menjadi hal yang fokus Hinata dengarkan hingga sebuah suara lain yang lebih dekat dengannya memanggilnya. "Pssstt, Hinata..." Hinata menoleh ke samping depan kiri -?- yang ia yakini sebagai sumber suara itu berasal. Dan benar saja, disana nampak seorang gadis dengan seragam yang sama dengannya tengah menengok ke arahnya di antara kepala dan bahu kirinya. Yakin gadis berambut coklat sebahu itu memang memanggilnya, Hinata pun menunjukkan responnya dengan balas menjawab panggilannya. "I-iya..." si gadis bermata hitam pekat itu terlihat sumringah sebelum berkata, "Namaku Matsuri, aku sangat ingin berteman denganmu, Hinata-chan..." gadis itupun menunjukkan senyum termanisnya pada Hinata.
Tak diduga Hinata bila ada seseorang yang mengajaknya berbicara apalagi langsung mengungkapakan bahwa ia ingin berteman baik dengannya di hari pertamanya di sekolah ini, Hinata pun merasa sangat senang dan balas tersenyum pada Matsuri. "S-salam kenal, Matsuri-chan, se-senang berkenalan denganmu..."
"Tadaima..." ucap Hinata saat tiba di rumah. Sambil melepas alas kakinya, sayup Hinata mendengar suara balasan yang semakin mendekat ke tempat ia berada dari arah dapur. "Okaeri..." dan nampaklah kini seorang wanita memakai apron berwarna karamel dan sebuah ember lengkap dengan kocokan di tangannya yang menyambut kedatangan Hinata. Wanita berwajah dan berambut hampir sama dengan Hinata itu tersenyum ramah sambil menghampiri Hinata yang tengah memakai uwabakinya.
"Hinata-chan, kau kelihatan senang sekali hari ini? Bagaimana harimu di sekolah barumu, hm?" wanita itu terus mengocok adonan dalam genggamannya.
"Okaa-san, aku tak menyangka jika di hari pertama ini saja aku sudah mendapat seorang sahabat," Hinata berseri-seri. "Syukurlah... Kukira anak kaa-san satu ini akan kesulitan mendapat teman karena saking pemalunya..."
"Kaa-san..." ibu Hinata itu tersenyum kemudian mulai berbalik arah menuju dapur belakang. "Kalau sudah ganti baju dan istirahat, bantu kaa-san membuat kue untuk perayaan kepindahan di rumah baru kita ini ya... Kaa-san sedikit kesulitan jika tak ada yang bantu. Hanabi-chan ada kursus judo, Neji juga tidak ada, tak mungkinkan, kaa-san menyuruh tou-san membantu kaa-san?" Hinata mengangguk dan tersenyum senang, "Ha'i!"
Hinata mulai menapaki anak tangga menuju lantai dua dimana kamarnya dan kamar kedua saudaranya berada. Setibanya di kamar, ia menutup pintunya dan langsung membanting tubuhnya di atas kasur yang lumayan membal baginya itu. Memandang langit-langit kamar dan tersenyum, Hinata memejamkan matanya dan kembali mengingat beberapa hari terakhi semenjak ia pindah ke pusat Kota Konoha ini.
Tiga hari lalu keluarganya memutuskan untuk pindah dari desa ke pusat Kota Konoha karena urusan bisnis sang ayah. Kediaman Hyuuga yang saat ini sedang ditempati oleh kakek dan neneknya, sedang Hinata dan keluarganya memilih tinggal di sebuah rumah yang baru dibangun beberapa saat lalu. Tak ada yang jauh berbeda dengan rumah lamanya, rumah baru Hinata inipun tampak berkesan tradisional namun berpondasikan bahan yang kuat. Hanya saja, yang membedakan adalah desain ruangan dan penataannya yang kini jauh lebih terlihat modern. Yah, keluarga Hyuuga memang terkenal dengan ketaatannya dalam mempertahankan tradisi lama.
Hari pertama Hinata habiskan dengan beristirahat karena terlalu lelah sehabis perjalanan yang lumayan panjang menuju kemari. Hari kedua, keluarganya disibukkan dengan beres-beres rumah dan pendaftaran sekolah ketiga generasi Hyuuga. Hanabi di Konoha Junior High School, sedang Hinata di Senior High Schoolnya. Sedang Neji yang menolak bersekolah di sana, memilih untuk bersekolah di sebuah asrama putra yang juga ada di pusat Kota Konoha, tak jauh dari stasiun kereta api. Hinata jadi berpikir, apakah nii-sannya itu sengaja memilih bersekolah disana karena bisa sewaktu-waktu mengunjungi Tenten di desa menggunakan kereta? Hah, mungkin saja. Dan kenapa, ayah dan ibunya itu tak curiga? Bahkan Hanabi yang menjadi 'penggoda setia' Neji pun tak menyadarinya. Entahlah, Hinata juga tak begitu peduli.
Hari ketiga, semua sudah mulai menjalani aktifitasnya masing-masing, walau Hanabi dan Neji sudah harus langsung disibukkan oleh kegiatan di sekolah baru mereka. Perayaan kepindahan mereka saat ini belum bisa dilakukan, karena terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Dan tepat dua hari besok adalah akhir pekan juga tanggal merah, mungkin Neji bisa pulang nanti ke rumah dan makan malam spesial bersama untuk merayakan kepindahan mereka.
Hinata menghela napas. Tak disangakanya hari pertama ia di Kota Konoha ini ia langsung dapat kesan yang baik. Meski ada beberapa hal kecil yang membuatnya kurang nyaman, Hinata masih bisa bersyukur bahwa lingkungan barunya ini cukup baik sebagai awal permulaan. Tadi saja, Hinata sudah mendapat seorang sahabat yang sangat baik padanya dan kebetulan juga, siswi itu juga baru pindah ke Konoha Gakuen...
"Huuh... Mungkin aku akan merindukan Tenten-chan... Tapi, mungkin juga Neji-nii bisa membawanya kapan-kapan bermain kesini. Hihi, lucu rasanya bila Neji-nii yang dingin seperti itu bisa menyukai Tenten-chan yang sangat keras kepala... Tapi, bila dipikir-pikir, mereka itu ada miripnya yah... Sama-sama menyukai bela diri dan memiliki pendirian kuat. Lalu, jika mereka kelak menikah dan memberiku seorang keponakan, seperti apa ya, rupa anak mereka? Pasti sangat lucu dan menggemaskan seperti waktu Neji-nii kecil dulu. Tapi, akan seperti apa anak dari sepasang sejoli yang dingin, keras kepala, jago berantem itu nantinya?..." Hinata agak bergidik memikirkan hal tersebut.
Sedang gadis 15 tahun itu berangan-angan dengan riangnya, ia sampai lupa kalau dirinya punya tugas khusus untuk membantu sang ibu yang kerepotan di dapur. Cepat-cepat mengganti pakaiannya dan bergegas menuju lantai bawah ke dapur rumahnya. Mencuci muka dan tangan sejenak, lalu ikut memakai apron ungu lembut bergambar panda kesayannya dan mulai mengotori dirinya dengan berbagai bahan untuk membuat kue.
[Rencana berubah]
Suara halus denting alat makan mewarnai suasana di ruang makan sederhana nan hangat itu. Sang kepala keluarga terlihat tenang dengan ocha hijau di tangannya. Di samping kanan, seorang wanita paruh baya berusia sekitar awal empat puluhan itu terus mengoceh tentang berbagai hal yang lebih menjerumus pada kelakuan putra-putrinya, yang tak jarang juga mendapat protesan dari mereka karena merasa privasi mereka diumbar-umbar. Hinata yang dari tadi terus digoda tentang masalah 'pemuda' oleh Hanabi, hanya bersemu dan terus menyangkal pendapat adik bungsunya itu. Di samping kiri ayahnya, terlihat Neji yang sedang menyumpit nasinya dengan tenang.
Meski Neji terlihat tak acuh dan tenang, tapi kadang-kadang pula ia menyelipi godaan Hanabi pada Hinata dengan beberapa fakta yang ia tahu dan yakini akan membuat gadis berambut coklat itu merasa malu. Tak jarang pula kedua Hyuuga yang sama-sama berwatak keras dan berambut coklat panjang itu berdebat dan bertengkar kecil. Hanabi yang tak mau kalah juga menyinggung-nyinggung tentang Tenten di hadapan Neji yang sukses membuat pemuda itu mengeluarkan deathglarenya ke seberang meja, tepat pada seorang gadis yang berada di samping kanan ibunya.
Hinata hanya sesekali tertawa pelan, sebelum ia mulai mengajak bicara orang yang paling di segani di ujung sana. "Ttou-san..." yang dipanggil demikian menoleh menatap anak keduannya. Sejenak, ruang makan itu terlihat sedikit tenang. Hinata menghela napas dan bersiap mengajukan beberapa kata pada ayahnya. Tanpa bersuara pun Hinata tahu bahwa ayahnya itu memerhatikannya, walau hanya lewat tatapan mata. "Mm, bo-bolehkah..." kali ini keadaan ruang makan benar-benar sunyi, karena penghuninya mulai memusatkan perhatiannya pada satu-satunya sosok yang berbicara di ruang makan itu. Semua tahu dan semua mengerti, apabila seorang Hyuuga Hinata mengajukan akan sebuah permohonan yang notabenenya sangat jarang ia ajukan kecuali itu adalah hal yang sangat penting, apalagi itu di hadapan ayahnya. Mungkin saja itu adalah sesuatu yang mengejutkan sekaligus membuat penasaran. Dan saat si Hyuuga indigo mulai membuka bibirnya, semua mulai memasang telinga mereka baik-baik, keculai Hiashi tentu saja, yang terlihat lebih tenang dan santai.
"B-bolehkah aku..." sejenak Hinata menarik napas sebelum memulai kembali suaranya yang kali ini terdengar lebih lancar dan cepat. "Bolehkah aku menginap semalam di rumah teman?"
...
Suasana benar-benar sunyi beberapa waktu. Tak lama, Hiashi yang akan membuka suaranya terinterupsi oleh suara Neji.
"Tak boleh!" kata Neji tegas. Wah sepertinya mode sister complexnya mulai kambuh.
"N-nii-san..."
"Kita baru pindah beberapa hari disini Hinata, apa kau mau langsung percaya pada orang yang baru saja kau kenal?" Neji menatap Hinata yang berada di samping kirinya. "T-tapi... Ttapi dia adalah orang yang baik... la-lagi pula, besok kan tanggal merah, ha-hanya semalam saja, aku jan..."
"Tidak boleh! Kubilang tidak boleh ya tid..."
"Neji..." suara rendah Hiashi seketika langsung bisa menghentikan suara Neji. Si sulung Hyuuga itu pun kembali pada posisinya dan merangkap kedua tangannya di atas meja dengan agak kesal. Hanabi kembali makan dengan cuek, sedang sang tulang punggung Hyuuga terlihat sedikit cemas dan bersiap mencairkan suasana apabila terjadi hal yang tak diinginkan. Hinata yang mendapat situasi seperti ini hanya bisa menunduk. Hiashi kembali memusatkan perhatiannya pada Hinata. Lalu melontarkan beberapa pertanyaan padanya, "Hinata..." gadis itu menoleh.
"Kenapa kau tiba-tiba ingin menginap di rumah temanmu?" tanya Hiashi.
"K-karena, katanya ia tinggal se-sendirian pa-pada malam itu... Ayahnya akan pergi ke luar k-kota, ibunya setiap malam b-bertugas menjaga toko k-kkeluarga mereka, d-dan kakaknya..."
"Kakaknya itu laki-laki atau perempuan? Lalu temanmu itu laki..."
"Neji..." Neji kembali bungkam. "Tak baik menyela pembicaraan orang lain," kali ini ibunya yang angkat bicara dengan nada yang lembut. "Maaf, kaa-san..." setelah cukup tenang, Hiashi menyuruh Hinata untuk melanjutkan. "A-aku tak tahu, kakaknya laki-laki atau perempuan, ttapi, mungkin pe-perempuan, ka-karena d-dia bilang kakaknya itu akan pergi mmengajar senam pada malam itu..." Hinata kembali menundukkan kepalanya. Ia sedikit takut.
"Apa alasannya dia memintamu menginap di rumahnya hanya itu?" Hinata mengangguk. "Uhm. D-dia juga baru p-pindah kesini dari Suna, ma-makanya dia ingin akrab denganku karena kami sama-sama m-murid pindahan. A-aku juga merasa senang d-dan nyaman di dekatnya. Ddan permintaannnya tadi, s-sungguh membuatku sangat senang. K-kurasa, hal yang ia tawarkan pa-padaku adalah hal yang m-menyenangkan..." berhenti sejenak. Hinata memberanikan diri mengangkat kepalanya dan menatap sesama pearl di depannya. Berusaha tidak terlalu gagap.
"K-kumohon, tou-san mengijinkanku..." Neji mendengus. Hiashi nampak berpikir sejenak. Ibu Hinata pun tak tinggal diam dan ingin membantu suaminya untuk memutuskan. "Hinata-chan, rumah temanmu itu dimana?" Hinata akan lebih rileks bila yang mengajak bicara dirinya adalah ibunya.
"Beberapa blok dari sini... Tepatnya, di kediaman Sabaku..." tampak Hiashi sedikit terkejut, sedang istrinya nampak tersenyum. Namun dua detik kemudian ekspresi Hiashi kembali datar. Si ibu mengerti dan menatap suaminya. "Anata..." sepenggal suara lembut itu sudah dimengerti Hiashi. "Hhh..." terdengar helaan napas pendek sebelum ia berkata, "Sabaku adalah rekan bisnis baru Tou-san yang akan bekerja bersama tou-san besok, ke Kiri..." semua nampak terkejut kecuali dua orang tertua itu tentunya. "Tou-san sudah cukup mengenalnya, ia juga baru pindah ke Konoha dari Suna. Ia memiliki empat orang anak, dua laki-laki dan dua perempuan. Kesemuanya juga ikut pindah ke Konoha. Setahuku, dua anak laki-lakinya tinggal di apartemen, dan seorang putrinya sudah menikah. Jadi, ia hanya memiliki seorang putri di rumahnya..." Hinata cukup berbinar oleh penjelasan ayahnya.
"Aku cukup dekat dengan kepala keluarga Sabaku itu, dan dia adalah orang baik-baik. Baiklah, kau boleh menginap di rumahnya, tapi hanya satu malam." Hinata hampir berlonjak kegirangan, kalau saja tak ingat Neji yang menahan kesalnya. Bagaimana tidak, seumur-umur baru kali ini Hinata diperbolehkan menginap di luar rumahnya! Kecuali jika hal itu bukan karena sekolah dan kunjungan kerabat.
"Arigatoo gozaimasu, Tou-san..." dan hanya dibalas oleh dua konsonan 'hn', oleh Hiashi yang kembali menyeruput ochanya. Hanabi hanya mendengus iri kakaknya bisa langsung mendapat teman akrab dan diijinkan menginap di luar oleh ayahnya, ibunya terlihat tersenyum senang, dan tentu saja, Neji mencak-mencak sendiri.
"Tou-san tidak seharusnya langsung memercayai orang yang baru dikenal. Bagaimana kalau tiba-tiba mereka adalah orang jahat? Dan bagaimana kalau terjadi apa-apa dengan Hinata?"
"Kau terlalu menghawatirkannya. Kapan kau akan memberi kesempatan padanya untuk bisa tumbuh dewasa?" perkataan Hiashi barusan malah membuat kesenangan tersendiri untuk Hanabi. Tanpa sadar ia cekikikan tak jelas yang langsung mendapat tepukan pelan di kepalanya dari sang ibu dan deathglare unlimited -?- dari Neji. Hinata hanya mesam-mesem tak jelas sembari terus menyendokkan pudding blueberry manis ke dalam mulutnya. Ia membayangkan sebetapa menyenangkannya bila ia menginap di rumah Matsuri esok. Mungkin, hal-hal yang biasa menjadi lebih menyenangkan untuknya. Mengingat sahabat barunya itu sangat ceria dan baik, ditambah kelakuannya yang sedikit tomboy seperti Hanabi, membuat Hinata yakin bila ia akan mengalami hal yang sangat tak terlupakan esok. Mungkin...
Mungkin...
Mungkin?
Atau mungkin lebih menyenangkan dari sangat menyenangkan...
Mungkin...
.
.
.
.
Atau mungkin tidak...
TBC
Yey! Prolognya udah jadi, anggap aja ini chapter satu *readers: lha, kan ni emang chapter satu?! –plak!*
Berhubung Shiro adalah author yang bau-bau kencur, *readers: pantesan dari tadi bau jamu, eh, ternyata ada kencur idup disini* dan masih sangat baru di akun FF, Shiro bakalan langsung ngeluarin dua chapter sekaligus, buat ini fict. *readers: serakah amat..*
Pengene diberi judul 'Pajama's Party', tapi biar beda, dikasih deh judul 'Sleepy Party' . Sebenernya, Shiro udah buat beberapa chapter, cuma, ngeluarin dua chapter dulu ya, yang lainnya nyusul.
Yosh! Arigatoo buat minna-san yang udah mau baca, apalagi ngereview... Shiro bener-bener senang kalau ada readers yang mau ngereview, sampai jumpa di FF dan chapter Shiro berikutnya...
Ittekimasu... ^_^
R
E
V
I
E
W
.
.
.
...
