Disclaimer : The Characters are not mine but Masashi Kishimoto's. The plot is mine.

Two Shots/T/Romance

Hope you like it! Enjoy! ;)

"Sasuke?"

Sudah setahun lebih berlalu sejak terakhir gadis berambut merah muda itu bertemu dengan Sasuke, pemuda bermata tajam dan gelap, yang memutuskan untuk melangkah pergi dari hidupnya dan bersumpah tidak akan menarik langkahnya kembali pada Sakura.

.

.

.

Aroma kopi menguar memberikan sebuah rasa tenang dalam kepala Sakura setiap menghirup baunya. Bau yang manis namun pahit, yang mengingatkan gadis beriasan tipis itu pada pertemuan tidak disangkanya ini dengan pemuda yang sempat—masih—ia cintai itu. Sepasang emerald gadis itu menatap Sasuke seperti mencoba membaca buku yang ditulis dengan tinta tidak berwarna. Ekspresi Sasuke tidak bisa ditebak, selalu begitu.

Mata gelap Sasuke yang sejak tadi bertahan pada sofa di belakang Sakura tampak lebih gelap dari yang Sakura ingat, seperti tidak ada sama sekali cahaya di dalamnya, di bawah mata tajamnya yang selalu menyimpan rahasia namun keindahan itu tampak kantung hitam merosot di bawahnya, membuat Sakura bertanya-tanya kapan pemuda di hadapannya ini terakhir kali tertidur.

"Jadi," Sakura memulai sambil tersenyum, "bagaimana kabarmu?"

Tanpa terlihat berniat membalas tatapan hangat Sakura, pemuda itu menjawab, "baik, seperti yang kau lihat."

Kau terlihat kacau daripada baik, Sasuke-kun. Sakura ingin sekali mengatakannya itu, tapi akhirnya ia hanya mengatakan, "bisa kulihat." Ada jeda beberapa detik sebelum suara Sakura kembali terdengar, "bagaimana Karin-san, dia sehat, kan?"

Sasuke menegang sesaat, tapi sangat cepat dia kembali memasang tampang datar hingga Sakura mengira ia hanya menghayalkannya saja. "Ya, dia sangat sehat," suaranya menggantung, "kami akan bertunangan, dia agak terlalu bersemangat seperti biasanya." Nada Sasuke terdengar ceria, jenis nada yang tidak pernah Sakura dengar selama sepuluh tahun perkenalannya dengan Sasuke.

Sakura meneguk ludahnya sendiri, memaksakan senyum kembali yang kali ini terasa pahit tanpa sadar, "benarkah? Selamat untuk kalian kalau begitu." Sakura dengan susah payah menahan suaranya agar tidak bergetar, tidak pecah di telinga Sasuke.

Sasuke terdiam sebentar, "kau sendiri?"

"Yah, banyak pekerjaan dan… baik. Tentu saja."

Kemudian mereka berdua terdiam, meneguk beberapa kali kopi dalam cangkir mereka seakan bisa menghilangkan hening canggung yang mengelilingi mereka. "Aku bertemu Naruto sebelum ini, dia tidak memberitahuku kabar bahagiamu ini."

Sasuke mengangkat sebelah alisnya, heran. "Naruto tidak pernah memberitahuku."

Sakua tertawa, "Dia bahkan bukan pacarmu, Sasuke-kun," rahang Sasuke mengeras tampak entah kenapa, tapi mungkin Sakura tahu kenapa. Mungkin karena Sakura menyebutkan kata pacar yang sepertinya masih tabu diantara keduanya. "Tapi dia seperti biasanya bersemangat." Kata Sakura mengalihkan pembicaraan.

"Yeah. Semua orang heran melihat Naruto yang selalu begitu bahkan di saat paling buruk pun." Sasuke meminum kembali kopinya yang mulai menghangat.

"Aku sering iri dengan sikapnya." Sakura merenung, tersenyum. "Sasuke-kun,"

.

Sasuke melepaskan tatapannya dari cangkir kopinya, naik menatap mata hijau yang selalu bersinar memancarkan kecerdasan itu. Sakura tengah menatap Sasuke dengan tatapan yang dulu selalu membuatnya tersenyum, tatapan yang penuh dengan keingintahuan. Ia tahu gadis itu akan melontarkan pertanyaan setelah ini, bukan pertanyaan basa-basi lagi tentunya. Sasuke memundurkan tubuhnya agar bersandar pada kursi sofa, mencoba terlihat rileks sebelum menggumam sebagai jawaban, "hn?"

"Apa aku boleh bertanya?" aku sudah tahu, kau tidak perlu bertanya lagi, Sasuke membenak, sudut bibir Sasuke seperti menarik-narik membuat senyuman, tapi ditahan olehnya dengan sangat baik. Sasuke hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. "Apa kau tidur cukup? Kau tampak lelah."

Sasuke masih memasang ekspresi datar, ia sudah mengantisipasi semua pertanyaan Sakura agar tidak memberikan pengaruh apapun pada wajah ataupun suaranya. Sayangnya, ia tidak pernah bisa mengantisipasi untuk hatinya yang seperti ingin mencelos dari tempatnya. "Banyak pekerjaan dan persiapan pertunangan." Suaranya sama datarnya dengan sorot matanya.

"Ah, benar juga." Sakura tertawa canggung, entah bagaimana Sasuke tahu bukan itulah pertanyaan yang ingin Sakura lontarkan sebenarnya. "Kau tahu, aku selalu bertanya-tanya apakah kau marah padaku sejak saat itu."

"Marah?" ulang Sasuke, tapi ia masih bisa menjaga suaranya tetap datar tanpa terdengar nada heran, bertanya, atau pun terluka.

Sakura kembali menyunggingkan senyum, kali ini senyum pahit, "aku sering bertanya pada diriku tentang keputusanku malam itu, membiarkanmu pergi dan melepasmu. Aku tidak tahu, tapi kau tampak… marah, ketika itu."

Sasuke mendengus, tatapannya tajam. "Apa itu masih penting begimu, Haruno-san?"

.

"Haruno-san?" Sakura tampak pecah, seperti retakkan kaca yang dipukulkan keras-keras sehingga kali ini benar-benar pecah. Tapi Sakura adalah gadis yang kuat, Sasuke selalu percaya itu. Sakura terlihat mencari-cari kembali suaranya yang menghilang, suaranya serak ketika berkata, "sepertinya kau memang marah. Tapi, ya, bagiku itu penting, selalu."

Sasuke kembali mendengus, tawanya tajam setajam ujung pecahan kaca yang bisa merobek kulitmu. "aku tidak punya kewajiban untuk menjawabnya."

Sakura terdiam cukup lama, mendesah kemudian, "kau benar. Itu tidak penting." Katanya akhirnya, "Sasuke-kun," ia memulai kembali, kali ini mata hijau gadis itu tertahan pada kopi hitam kecokelatan di cangkir miliknya, "apa kau bahagia selama setahun ini?"

Semua rasa yang tadi Sasuke tenggelamkan dalam-dalam seperti ditarik paksa keluar kemudian dihempaskan lebih jauh ke dalam. Ia memucat, suaranya tidak keluar dan tidak ingin. Untungnya, Sakura tidak melihat wajah Sasuke, gadis itu tidak menatap perubahan ekspresi di wajahnya.

"Karin-san, apa dia membahagiakanmu selama ini?" Sakura kembali bertanya ketika tidak menemukan jawaban dari Sasuke. Gadis itu menaikkan wajahnya agar bisa melihat Sasuke yang sudah kembali memasang topeng tanpa ekspresinya.

"Ya, dia membuatku bahagia." Jawab Sasuke akhirnya dengan sangat dingin, tapi sebuah senyum palsu tertambat di bibirnya. Ia berbohong. Sakura memang tidak semudah itu ditipu, ia tahu, mata hijau cerdas gadis itu kembali menilik miliknya. Sasuke membalas menantang tatapan Sakura, tahu dengan begitu gadis itu tidak akan mengetahui tipuannya. "Kau juga harus mencari orang yang bisa membuatmu bahagia, Haruno." Tambah Sasuke mencoba meyakinkan.

Sakura sudah melepaskan matanya dari Sasuke, ia tertawa kembali, "aku masih menikmati pekerjaanku," katanya, "aku lega mendengarnya, kau tahu." Sakura tampak bersungguh-sungguh ketika mengatakannya, senyumnya berbeda dari senyum-senyum yang terlontar darinya sepanjang sore pertemuan mereka ini. Senyumannya tampak tulus namun sedih.

"Terima kasih."

.

.

.

To be continued.

Terima kasih sudah membaca :))

Semoga berkenan memberikan feedback untuk saya ;D