Date!
Disclaimer Mashashi Kishimoto
Error Boss
.
.
Sebenarnya alaram memang sudah memberitahunya bahwa ia sudah harus bangun sedari satu jam yang lalu. Namun kantuk seolah terus merayunya agar tetap mencari kehangatan dibalik selimut tebal. Jadi seperti inilah keadaanya, saat udara musim dingin berhembus ia disibukkan dengan rutinitas paginya.
Naruto berusia 21 tahun, seorang pekerja paruh waktu dan sebagian lagi merupakan seorang mahasiswa. Tidak banyak memang kegiatan yang ia jalani, namun darah mudanya masih berdesir ditubuhnya. Tak heran bila ia menghabiskan sisa malam setelah bekerja untuk nongkrong bersama teman-temannya.
Namun sepertinya ia melupakan satu hal yang amat penting. Ia terlalu lama menghabiskan waktu semalaman untuk sekedar menonton piala dunia bersama teman sekampus, melupakan fakta bahwa esok ia harus datang menepati janji. Bahkan dirinya sendiri harus menepuk jidat sebab ia sangat tidak bisa untuk bangun pagi jika malam harinya saja ia tidak sama sekali.
Jadi seperti inilah dia. Mandi tak bersih, makan tak perlu, sikat gigi terlupa, dan celana pun ketinggalan. Saat ini hanya ada satu harapan dalam benak Naruto, semoga Sakura tak marah! Semoga Sakura tak marah! Begitulah ucapnya dalam batin berulang kali. Sementara tubuhnya sibuk mengendarai motor dalam kecepatan tinggi, mengidahkan bahwa udara berhembus dingin.
Dalam hati yang bergejolak karena ia terlambat satu jam, Naruto berharap Sakura tak marah sehingga ia tak perlu harus menerima hukuman dari pacarnya itu untuk menjadi babu. Itu sangat – sangat tidak diharapkan olehnya. Sebab, terakhir kali ia menerima hukuman ia harus menjadi layaknya pembantu Sakura hingga ia tak lagi mampu untuk merasakan rasanya istirahat.
Tapi sepertinya memang takdir akan berkata bahwa ini merupakan hari sialnya bagi dirinya. Lihatlah di sebrang sana Sakura sudah menanti dan menatapnya dengan aura yang tak mengenakkan. Oh my god!
Naruto meratap nasib dan merutuk dalam hati. "Y-yo Sa-sakura! Haha… udaranya sangat dingin ya?" ucap Naruto terbata sesampainya ia di depan Sakura yang sedang tersenyum manis. Memang tampak manis sih menurut Naruto, namun jika situasinya seperti saat ini maka senyum itu terasa sebaliknya.
Sakura mengangguk senang tanpa mengurangi senyum manisnya. "Hum… udaranya dingin sekali sampai-sampai kakiku membeku karena menunggu di sini selama satu jam."
Oh god!
Naruto mulai meneguk ludahnya dengan jantung yang berdegub kencang. "A-ah… Ma-maaf! Ja-jadi lebih baik kita langsung jalan saja sekarang ya!." Ucap Naruto terbata.
Sementara Sakura tamak tersenyum sadis dimata Naruto. "Ya, kita jalan sambil memikirkan hukuman untuk bakaruto ini. hmm… apa ya? Menjadi pembantu rumahku? Atau menjadi tukang kebunku?" seru Sakura sembari memegang dagunya.
Semenatara Naruto. Ia sudah berkeringat dingin sedari tadi. Namun saat ia Sakura sedang tertawa senang seorang pria berbaju searagam hitam datang menghampiri Sakura.
"huft… huft… Hei nona, boleh sih terburu-buru. Tapi bayar juga dong ongkos taksinya. Mana tas juga nona tinggal, untung saya orangnya baik hati. Lain kali kalau mau jalan yang tepat waktu, kasihan sama pacarnya mana saya juga dibawa-bawa. "
"Hah?." Naruto menatap pria yang ternyata adalah seorang sopir taksi dengan raut wajahnya yang bingung. Ia lalu mengalihkan pandangannya kearah Sakura yang tampak wajahnya memerah malu dan menunduk.
"Terburu-buru?."
"Ketinggalan?."
"Hoho… Jadi begitu ne Sakura-chan." Ucap Naruto dengan senyum lembutnya yang kini dimata Sakura jadi terlihat menakutkan.
"Ti-tidak, ini tidak benaar!" seru Sakura dengan wajahnya yang kian memerah.
"Hoho… kalau begitu kau harus juga dapat hukuman juga. Benar kan Sa-ku-ra-chan." Seru Naruto dengan setiap penekekanan dikalimatnya, mengabaikan jika Sakura kini wajahnya memerah kesal.
.
.
.
"Haddeh… nyesel deh jadi sopir taksi. Udah penumpang nggak bayar, ngggak tahu apa kalau saya juga jones eh malah dikasih pemandangan kaya gini. Bener kata Itachi, mending aku emang jadi tukang tindik aja ya!" seru Pain sembari melihat customer taksi online milinya yang nggak kunjung bayar dan malah dikasih drama picisan.
.
.
End
