Yah, pengen aja publish ini... -w-/

Happy Reading! :D


Disclaimer: Just have this fic and OC's...

Warning: Absurd, sedikit garing, cross abal-abalan, dll.


Part 1: Garuchan Athletic House


Semuanya terjadi beberapa minggu sebelum ekspansi markas.

Saat itu para anggota Garuchan sedang melakukan aktivitas pagi seperti biasanya: sarapan pagi, mandi pagi, acara ngeden di toilet berjamaah (?), dan juga aksi perkelahian panas di pagi hari (tentunya oleh para rival abadi).

Tapi mereka semua terlihat bingung ketika memperhatikan sebuah kotak super besar yang disegel dengan selotip dan bertuliskan 'Jangan dibuka, kesialan akan menghampirimu!' tergeletak di ruang tengah.

"Bujug deh! Emangnya dikate kotak pandora apa?" komentar Alexia.

"Tau tuh, kotak gaje dari mana coba?" timpal Monika.

"Lha, beneran ngambang nih kotak?" tanya Lucy sweatdrop.

Sebenarnya kotak itu tidak begitu menarik, tapi yang menarik perhatian mereka adalah posisi kotak yang ngambang (?).

Jika dilihat dari atas, bawah, dan samping, sepertinya tidak ada yang aneh dengan kotak tersebut (kecuali fakta kalau kotak itu emang ngambang).

Akhirnya setelah dipastikan tidak ada yang aneh, mereka semua langsung meninggalkan kotak itu.


Mereka sedang berganti baju untuk latihan olahraga, walaupun agak ragu karena pelatihnya adalah si 'kambing jejadian'.


Di toilet cowok...

"Errr, kenapa bajunya kayak gini coba?" tanya Tartagus bingung.

"Nggak tau." jawab Vience datar.

"Nggak ada yang aneh ah!" bantah Ikyo.

Yang lainnya langsung sweatdrop.

"Seragam kayak gini lu bilang NGGAK aneh?! Common sense lu kemana, BAKAKITSUNE?!" bentak Edgar nggak nyelow.

Yang lainnya langsung jawdrop mendengar teriakan nggak nyelow Edgar barusan.


Di sebuah lapangan...

"Pffft! Ahahahahaha!" Gelak tawa pun terdengar dari seluruh penjuru lapangan. (Kenapa jadi lebay begini coba?)

"BUJUG DAH! NGGAK KIRA-KIRA DEH!"

"KENAPA PADA PAKE BAJU BEGITUAN?!"

"Thun-kun, pffft! Nggak pantes banget!"

"Liat diri lu sendiri, Emy bego!"

"Kenapa kalian jadi kayak hyena gila semua ya?"


Note: Mereka semua pake jumpsuit ala Bruce Lielie (?) untuk alasan tertentu. Baju untuk cowok warnanya hijau daun dengan garis putih dan baju untuk cewek warnanya merah stroberi dengan garis putih, jadi deh permen M*n*z dan permen B*a*t*r!


PRIIT TEEET TOEEET! (?)

Mereka pun berbaris dengan rapi dan Mathias menyiapkan barisan para makhluk sarap tersebut. *digorok bersama.*

"Baiklah! Kita pemanasan dulu, terutama bagian kaki! Karena hari ini, kita akan triathlon!" ujar Mathias santai.

Webek, webek...

"APAAAAAAAAAAAAAAAAAAA?!" koor mereka semua kaget.

"Setelah pemanasan, kalian keluar dan lari satu kilometer ke barat setelah pintu keluar, di sana ada pos kedua dan berenang di sana. Setelah itu kalian lari lagi lima ratus meter ke barat, di sana ada pos ketiga, kalian akan bersepeda balik lagi ke sini." jelas Mathias.

Setelah penjelasan selesai, mereka semua langsung lari keluar.

'Lari mah masih mainstream.' pikir Thundy.


Di pos kedua...

"Apa ini?" tanya Edward.

Tumma membaca papan pengumuman pos kedua. "Etto... 'Karena di sini tidak ada kolam renang, berenang diganti dengan skipping seratus kali', begitu katanya."

"Kalau beginian mah jagonya si serigala, liat aja sendiri!" Alpha menunjuk Maurice yang skipping dengan kecepatan suara (?!).

Sebagian orang langsung jawdrop melihatnya.


Setelah selesai, mereka semua segera ngacir ke pos ketiga.

'Skipping udah mulai melenceng.' batin Thundy.


Di pos ketiga...

Thundy, Teiron, Alisa, dan Elwa langsung berhenti saat melihat Saphire, Daren, Adelia, dan Lisa yang jawdrop melihat sesuatu.

"Kenapa?" tanya Teiron sambil menepuk pelan pundak Lisa.

"Kamu lihat saja sendiri!" Lisa menunjuk tiga badut yang lagi naik sepeda roda satu.

Mereka adalah Musket, Emy, dan Arie yang sedang berusaha menyeimbangkan diri di atas sepeda roda satu.

"Hej Daren-pyon, bagian sepedanya gimana?" tanya Giro yang baru sampai.

Daren hanya menunjuk ke arah ketiga badut dadakan tersebut dan Giro langsung jawdrop melihatnya.

"Kita beneran naik itu?" tanya Rendy yang cengo melihat tiga badut gila tersebut.

"Mungkin, hosh!" balas Rina yang baru sampai.

"Di sini tertulis 'Karena kami tidak punya sepeda roda dua, maka kalian kembali ke lapangan dengan sepeda roda satu'." jelas Naya yang membaca pengumuman di pos ketiga.

"Bujug dah! Tuh orang udah gila kali ya?!" pekik Salem sambil mencoba mengayuh sepeda roda satu yang disediakan.

Belum setengah meter mengayuh, Salem sudah terjatuh dan langsung ditertawakan oleh semua orang yang berada di sana.

"Heh! Lu cobain aja sendiri kalau bisa, jangan cuma ngetawain doang!" bentak Salem kesal.

Akhirnya yang lainnya ikut mencoba dan terjatuh dalam tempo yang sesingkat-singkatnya (?).


Sekarang para anggota Garuchan sedang berjalan menuju markas mereka setelah menjalani latihan gaje barusan.

Tapi ketika tiba di depan pintu, mereka dihentikan oleh seorang pria berambut pirang jabrik dengan kemeja dan celana panjang merah, dasi dan sarung tangan hitam, sepatu boot coklat, dan sebuah topi kecil di atas kepalanya.

Yap! Siapa lagi kalau bukan Mathias Køhler.

"Yo!" sapanya sambil mengangkat tangan.

"Ada apa nih? Tumben nyampe duluan." tanya Vivi heran.

"Pengen aja, emangnya nggak boleh?" Mathias nanya balik.

Vivi facepalm seketika setelah mendengar jawaban Mathias barusan.

"Oh iya, kalian ikut aku ya!" ajak Mathias mengisyaratkan mereka semua untuk mengikutinya.

Yang lainnya hanya saling berpandangan dan mengikuti si jabrik.


Beberapa menit kemudian...

"Nah, kita sampai!" Mathias berbalik ke arah kerumunan yang mengikutinya kayak bebek. *plak!*

"HEEEEEH?! APAAN TUH?!" koor sebagian dari mereka ketika sampai di depan sebuah bangunan berwarna merah terang dengan tulisan 'ElesiSushi' di papan reklamenya.

"Nah, kalian laper kan? Ayo masuk!" Mathias mengajak masuk kerumunan makhluk gaje tersebut.

Akhirnya mereka memutuskan untuk masuk karena tuntutan perut mereka yang dari tadi semakin ganas. XD


"Irasaimase, selamat datang di ElesiSushi." kata seorang cewek berambut merah panjang sambil membungkuk.

"Ada tempat untuk puluhan orang?" tanya Mathias kepada gadis merah tersebut.

"Tentu saja, silahkan masuk." Gadis itu menunjukkan tempat mereka duduk.

Yang lainnya hanya mengikuti gadis itu.


Setelah ditunjukkan meja yang dimaksud, seluruh anggota Garuchan langsung duduk dengan tertib. (Tumben tertib, biasanya rusuh! *dibantai.*)

"Anda mau pesan apa?" tanya gadis tersebut sambil menunjukkan sebuah buku menu kepada si jabrik.

Selagi Mathias melihat daftar menu yang sepertinya diragukan menu dan orang yang memilih menu-nya (?), para anggota Garuchan lainnya mulai meributkan apa yang ingin mereka makan.

"Oke! Pesan paket spesial tujuh orang empat porsi ya!" teriak Mathias pake toa saking ributnya teman-teman dia kayak anak kecil yang baru pertama kali diajak ke restoran. *dibantai.*

Gadis itu mencatat pesanan Mathias. "Hmm, paket spesial tujuh orang empat porsi! Mau minum apa?"

"Orange Juice!" teriak Vience.

"Banana Float!" Rina ikut-ikutan.

"Negi Juice!" teriak Tartagus.

Yang lainnya langsung sweatdrop.

"Cappuchino!" Alexia mengangkat tangan.

"Mango Bubble!" teriak Lisa dan Alpha kompak.

"Milkshake (dayo)!" seru Musket dan Salem.

"Jus Sambel Balado." kata Elwa ngawur.

'Emangnya ada Jus Sambel Balado?' batin yang lainnya sweatdrop.

"Sakeeeeee!" teriak Emy yang langsung dihadiahi death glare dari kekasihnya, kemudian hanya tertawa garing. "Ehehehehe... Aku Cola aja deh!"

"Strawberry Float!" seru Adelia.

"Jus Blueberry!" teriak Giro dan Daren bersamaan.

"Aku sama kayak Adel." ujar Monika datar.

"Ah, aku belum pernah mencoba minuman Jepang... Umm, ocha." kata Naya yang dari tadi sibuk memilih.

"Same with me!" timpal Saphire.

"Cherry Float!" ujar Vivi.

"Chococinno." kata Teiron setelah berpikir sejenak.

"Aku sama kayak Elwa!" teriak Alisa.

'What the?!' Yang lainnya (kecuali Elwa) langsung sweatdrop di tempat.


Setelah semuanya memesan, terjadilah keributan saat acara makan-makan di ElesiSushi. Mulai dari acara rebutan sushi, Emy yang tiba-tiba mabok, sampe live show Elesis yang memotong tuna menjadi sashimi.


Beberapa jam kemudian...

"Haah, kenyang~" celetuk Rina sambil merosot dari kursinya.

"Sama..." balas Vivi yang juga ikut merosot.

"Nah, kalian udah kenyang kan? Ayo pulang!" kata Mathias sambil memesan sebuah minuman.

"Mathias-pyon nggak ikutan balik?" tanya Giro.

"Nggak, gue masih ada sedikit 'urusan' di sini!" jawab Mathias santai.

"Soreja, mata na!" koor yang lainnya sambil keluar dari ElesiSushi.


Di jalan...

"Okashi na..." Tumma masih berpikir keras.

"Kenapa lagi, Tum?" tanya Arie.

"Kayaknya aku dapat firasat buruk deh..." jawab Tumma sambil mijit kening.


Di ElesiSushi...

Wow wow wow wow wow wow, Hokuou! Wow wow wow wow wow wow, Hokuou!

"Halo?" Si jabrik mengangkat teleponnya.

"Sudah siap!" balas yang di seberang sana.

"Oke! Mereka sudah kembali tadi, mungkin lima menit lagi mereka akan sampai." Mathias melirik jam tangannya. "Held og lykke (Semoga beruntung)!"

"Ini minumannya!" kata sang pemilik restoran sambil menaruh segelas bir di mejanya.

"Ah, makasih!" balas Mathias sambil meminum bir-nya.

"Let the fun begin! Now!"


Back at gerombolan (?)...

"Akhirnya nyampe juga, ternyata ElesiSushi jauh banget ya!" kata Thundy.

Teiron membuka kunci pintu markas, kemudian tanda tanya besar muncul di atas kepalanya karena merasakan sesuatu yang aneh saat mencoba membuka pintu. "Hm?"

"Kenapa, Tei?" tanya Alpha yang melihat Teiron kesusahan.

"Pintunya! Coba deh dibuka!" jawab Teiron sambil menyingkir dari pintu.

Alpha pun mencoba menarik pintu tersebut dengan wajah aneh yang sukses membuat teman-temannya hanya bisa sweatdrop melihat kelakuan bodoh anak itu.

"Al, pintunya didorong, bukan ditarik." ralat Lucy sambil tertawa miris.

Alpha langsung facepalm di tempat, kemudian dia memegang kenop pintu tersebut dan mendorongnya, tapi pintunya masih belum juga terbuka.

"Pintunya masih dikunci?" tanya Maurice.

"Nggak kok, sumpah! Orang gue udah buka tadi!" jawab Teiron.

"Pintunya emang nggak dikunci!" timpal Alpha yang masih memegang kenop pintu markas.

Ceklek!

"Lihat? Biasanya kalau dikunci bunyinya nggak kayak gini, tapi ini udah nggak dikunci!" lanjut Alpha.

"Terus kenapa nggak bisa dibuka?" tanya Rina penasaran.

"Masalahnya, berat banget coy..." jawab Alpha sambil nangis bombay.

Yang lainnya hanya bisa sweatdrop, tapi juga penasaran tentang apa yang dimaksud dengan 'berat banget'.

"Kok berat? Bukannya pintunya terbuat dari kayu ya?" tanya Edward.

"Kelihatannya, tapi pintunya kayak diganti dengan beton yang dicor deh..." jawab Alpha miris.

Yang lainnya hanya bisa jawdrop di tempat mendengar perkataan Alpha yang sangat tidak masuk akal tersebut.

Akhirnya Rendy mengeluarkan pedangnya. "Pintu itu seharusnya terbuat dari kayu kan? Mending ditebas aja biar kita bisa masuk!"

Kemudian dia memasang kuda-kuda dan...

"GEOM SLASH!"

SRING! WEEEET! (?)

Ternyata pedangnya langsung memble kayak tali rafia (?).

"Eh?"

Webek, webek...

"Baru kali ini aku gagal memotong sesuatu..." gumam Rendy yang langsung pundung di pojokan.

Beberapa orang langsung sweatdrop melihatnya.

"Hey, pintunya mau diapain nih?" tanya Daren.

"Oh iya, pintu!" seru Alisa yang facepalm.

"Nah, sekarang mau diapain? Pedangnya Rendy cacat sih!" keluh Edgar.

"Yah, berarti mau nggak mau kita dorong aja nih pintu!" saran Alexia.

"Ah, tumben lu bener!" seru Saphire asal ceplos.

"Diem ah! Sekarang, ayo dorong!" balas Alexia yang sudah bersiap mendorong pintu markas yang entah kenapa jadi berat.

Yang lainnya ikut berdiri di depan pintu markas.

"DORONG!" teriak Alexia yang memberikan aba-aba.

Mereka semua mulai mendorong pintu markas yang aneh bin ajaib itu.

"DORONG! DORONG!"

Walaupun kelihatannya mereka semua sudah mengeluarkan otot mereka, pintu gaje itu tetap tidak bergerak sama sekali.

"Hosh! Hosh! Itu pintu atau tembok sih?" tanya Emy.

"Ho-oh... Hosh!" timpal Rina.

"Kok tuh pintu kayak dicor ya?" tanya Arie.

"Kan tadi udah gue bilangin, pintunya kayak abis dicor! Gimana sih?" balas Alpha dengan tampang 'you don't say?'.

"Dicor?" tanya Tartagus yang dibalas dengan anggukan pelan dari Alpha dan Arie.

Tiba-tiba muncullah lentera (?) di atas kepalanya. (Karena lampu-lampu zaman sekarang udah mainstream! XD)

"Nee Vieny, Jeronium nggak dibawa ya?" tanya Tartagus kepada sepupu pirangnya.

Vience menggeleng. "Nggak, gue tinggalin di rumah. Emangnya kenapa?"

"Ambilin dong!" pinta Tartagus dengan puppy eyes.

"Iye iye..." balas Vience yang langsung pergi.


Sepuluh menit kemudian...

"Nah, itu dia datang!" Tartagus menunjuk Vience yang nge-drift dengan naga-nya (?).

"Lu mau ngapain nyuruh gue ambil Jeronium?" tanya Vience.

"Dobrak pintunya pake naga-mu!" perintah Tartagus.

Webek, webek...

"Oy Saos Tartar, otak lu udah terbang ke Jonggol ya?" tanya Vience sweatdrop. "Tapi bodoh amat deh! Ayo Jeronium!"

Jeronium segera bersiap dan Vience memberikan aba-aba. "Satu!"

"Dua!"

"Ti-"

Belum hitungan ketiga, Jeronium langsung melaju dengan kecepatan Sukhoi 1508302747 (?) dan yang lainnya langsung menyingkir dari depan pintu markas, kecuali Emy yang lagi mabok.

"EMY(-CHAN/-PYON), AWAS!" teriak yang lainnya.

Tapi naasnya, teriakan mereka diacuhkan dan...


(Please Stand By!)


Sekarang pintu markas telah roboh didobrak Jeronium, tapi keadaan Emy agak mengenaskan karena diinjak dengan brutal.

"Yosh! Pintunya kebuka!" seru Tartagus sambil joget gaje.

"Aduuuh... Untung nyawa gue banyak (?), jadi nggak langsung mati deh..." gumam Emy yang bersusah payah untuk bangun dari tempat peristirahatan terakhirnya. *plak!*

"Et dah, si Emy udah kayak kucing aja..." komentar Elwa sambil geleng-geleng kepala.

"Eh, gue kira lu udah mati!" celetuk Salem ngasal dan dihadiahi getokan botol dari Emy.

"Diem aja lu!" bentak Emy setelah menggetok kepala Salem.

"Nah, ayo masuk!" ajak Vience setelah turun dari naga-nya.

Lisa melangkah masuk ke dalam. Tapi belum selangkah di sana, badannya udah melayang kayak layangan putus. *plak!*

"KYAAAA!" teriak Lisa sambil memegangi bagian bawah gaunnya dan masih dalam keadaan melayang.

"Wuo, wuo, wuo! Kenapa lagi nih?!" tanya Arie yang penasaran dengan teriakan dari dalam.

"WOY, MASUK AJA LHA! GUE JUGA PENGEN LIAT!" teriak Arie kesal.

Karena penasaran dan berada paling belakang, Arie langsung mendorong mereka semua masuk ke dalam markas entah bagaimana caranya (?).


Setelah masuk ke dalam markas, terdengarlah suara jeritan para gadis yang diperkaos. *dibunuh bersama.*

Ehem, maksudnya suara-suara seperti ini:

"KYAAAA!"

"Waaaw, ungu!"

"Kyo hentai!"

DUAK!

PLUOOOK!

"Woy, jangan berantem apa?!"

"Ve~" (?)

"AIYAAAAAAAAAAH!" (?)

Abaikan yang terakhir, sepertinya ada Italy dan China nyasar ke sini. *salah fandom!*


Orang-orang yang lewat di depan markas Garuchan hanya bisa melongo ke dalam dengan tatapan heran dan horror.

'Makhluk-makhluk sarap!' batin mereka.

Mereka yang sedang berjalan sambil membawa anaknya segera menutup telinga dan seluruh tubuh anaknya dengan perban sehingga terlihat seperti mumi nyasar (?).


"WHOAAAAA!" Yang lainnya masih berusaha untuk tetap diam di tempat.

Di antara kekacauan tersebut, Musket melihat sebuah puting beliung yang tertancap di tanah (?). Merasa cukup kuat untuk menahan mereka semua, Musket berusaha dengan susah payah untuk menggapai seonggok angin tersebut. (Musket: "Jangan pernah meremehkan kekuatan angin dayo!" *nyengir gaje.*)

"Minna! Pegangan ke sini, dayo!" teriak Musket ketika sudah berhasil memegang angin tersebut.

Yang lainnya hanya bisa jawdrop melihat pemuda berambut hitam itu bisa diam di tempat hanya dengan berpegangan pada angin.

'Gile, yang bener aja! Masa pegangan sama angin?!' batin yang lainnya sambil jawdrop di tem- Oh, nggak deng! Mereka lagi melayang gaje kayak layangan putus. *plak!*

"Ya udahlah! Ayo!" seru Lucy mengajak teman-temannya untuk mengikuti Musket.

Akhirnya setelah mereka semua memegang angin tersebut, pegangan mereka berubah menjadi sebuah tugu batu berbentuk pedang (atau lebih tepatnya, seperti sebuah pedang yang tertancap pada sebuah batu), kemudian pedang batu itu mulai bercahaya.

"Awww!" teriak Thundy sambil menutup matanya.

Yang lainnya juga segera menutup mata mereka.

"Waw, silau men!" komentar Edgar yang sudah memakai kacamata hitam entah sejak kapan.

"Hm?" Edgar langsung tercengang saat melihat sebuah tulisan muncul dari batu tersebut.

"Ada apa?!" tanya Vience yang masih menutup matanya.

"Ada tulisan gaje muncul di sini!" jawab Edgar sambil berusaha mengidentifikasi tulisan ajaib yang baru saja muncul di depan matanya.

"Apa tulisannya?" tanya Ikyo yang masih berpegangan pada tugu batu tersebut.

Sekedar informasi, ruang tengah markas Garuchan sekarang tidak memiliki gaya gravitasi.

"Sebentar!" Edgar memicingkan mata untuk melihat tulisan gaje tersebut dari balik kacamata hitamnya.

"Umm... 'Yang bisa mencabut pedang Excalibur akan dinobatkan sebagai raja'. Haaah?" Edgar mengerutkan kening dan sweatdrop. 'Masa iya cerita Raja Arthur bisa nyasar ke sini?!'

"Apa tulisannya?!" Kali ini giliran Tartagus yang bertanya.

"Nggak tau, ini kayak legenda Raja Arthur deh!" jawab Edgar yang masih sweatdrop.

"Legenda Raja Arthur? Oooh..." Tartagus langsung menyadari sesuatu. "HAH?! KENAPA MONUMENNYA BISA NYASAR KE SINI?!"

"Lu aja bingung, apalagi gue!" balas Edgar.

"Minna! Kita cabut batu ini sama-sama! TARIIIK!" teriak Edgar sambil memberikan aba-aba kepada teman-temannya untuk menarik pedang yang diragukan keasliannya tersebut.

Anehnya mereka langsung mengikuti Edgar tanpa banyak tanya, mungkin inilah yang dinamakan 'the power of kefefet'. XD *plak!*

"TARIK!" Yang lainnya berusaha menarik batu itu ke atas.

KREK!

"Sedikit lagi! Ayo!" teriak Elwa saat mendengar bunyi seperti batu yang terpecah.

Yang lainnya semakin lelah, tapi semakin bersemangat untuk mencabut pedang batu tersebut dan mengeluarkan segenap tenaga, sampai akhirnya...

KREK! CLANG! BRUK!

Pedang itu pun terlepas dan terlempar, kemudian gaya gravitasi di markas Garuchan kembali normal.

Naasnya, Ikyo yang berada paling bawah harus menerima hukum gravitasi alias tertimpa para makhluk sesama anggota Garuchan. XD *dicakar.*

Tapi tanpa mereka sadari, pedang batu tadi berubah menjadi sebuah pedang asli saat terlempar ke udara dan langsung menghilang.


Sepuluh menit kemudian...

"Aduuh... Remuk deh badan gue..." keluh Ikyo meringis sambil mengusap punggungnya.

"Ya udahlah, naik aja yuk!" ajak Tumma sambil berjalan ke tangga dengan nafas yang hampir habis.

Saat menaiki anak tangga, dia merasakan sesuatu yang aneh.

"Kenapa aku kayak diam di tempat ya?" tanya Tumma kebingungan.

Kemudian dia melihat ke bawah dan mendapati anak tangga yang dinaikinya terus bergerak mundur, akhirnya dia menyadari satu hal: dia belum naik dari tadi.

"Kalian bilang-bilang kek kalau tangganya mun- Eh, mundur? Sejak kapan tangga di sini jadi kayak eskalator?" tanya Tumma curiga.

Yang lainnya hanya mengangkat bahu teman yang berada di sebelahnya (?).

"Eh, eh?! HUWAAAA!"

Eskalator itu berjalan semakin cepat melawan arah gerakan Tumma sehingga bocah hijau yang satu ini harus berlari untuk (setidaknya) berada di tempatnya sekarang, sementara yang lain hanya bisa jawdrop melihat Tumma yang sepertinya benar-benar ingin segera naik dari bangunan gaje yang diketahui adalah markas mereka sendiri. XD

"Kalian mau naik nggak buat bantuin dia?" tanya Rina.

Yang lainnya mengangguk.

"Yang penting masuk ke kamar dulu! MAJOOOOOOOOOOO!" teriak Maurice sambil berlari ke arah Tumma dan menabraknya layaknya banteng matador.

Tumma langsung mental menghantam pintu kamar terdekat, sementara yang lainnya bersusah payah berlari agar bisa naik ke atas.

Tumma yang sempat tidak sadarkan diri karena menghantam pintu kamar (yang walaupun terbuat dari kayu, tapi tetap saja keras kalau didobrak) melihat sebuah alat aneh di sampingnya, dia membaca instruksi pemakaiannya dan memencet sebuah tombol merah bertuliskan 'RESET' pada alat tersebut.

Tiba-tiba eskalator instan itu pun berhenti, ruang tengah markas Garuchan yang tadinya terlihat seperti terkena angin topan kembali seperti semula, dan pintu markas yang tadinya roboh karena didobrak Jeronium terpasang kembali di tempatnya.

Naasnya, saat eskalator itu berhenti, yang lainnya langsung terjungkal ke lantai dua markas dan Rendy ikut bernasib sial seperti Ikyo karena tergencet paling bawah. XD *ditebas.*

"Aduuuuuh! Lepasin gue dong!" teriak seseorang dari dalam tumpukan (sampah) manusia tersebut.


Beberapa menit kemudian...

Entah bagaimana caranya mereka semua telah terpisah dari tumpukan tersebut, kemudian mereka turun ke ruang baca dan mendengarkan cerita Tumma tentang alat aneh yang menyelamatkan hidup mereka.

"Huh, dikiranya mau atletik apa?!" gerutu Monika kesal.

"Tau nih!" balas Alisa yang nggak kalah kesalnya.

"Su-sudahlah, biarkan saja yang telah lewat." lerai Naya.

"Tapi alat itu aneh juga ya, masa langsung menghilang begitu saja setelah dipakai?" tanya Adelia mengalihkan pembicaraan.

Tumma hanya mengangkat bahu tanda tidak tau.

Kemudian suasana mulai hening karena mereka tengah berlomba mencuri nafas demi kebutuhan oksigen.

"Baiklah, yang barusan itu beneran gila..." ujar Vivi memecah suasana.

"Bener banget. Hosh!" balas Alpha sambil mengelap wajahnya dengan sebuah handuk yang entah sejak kapan dipegangnya.

"Tadi lu pada nggak nyadar ya? Kotak ngambang itu nggak ada di sini pas kita udah masuk." Alexia menggerakkan kedua jari telunjuknya seperti menggambar sebuah kotak.

Yang lainnya memunculkan tanda tanya di atas kepala mereka.

"Kotak ngambang?" tanya Naya meyakinkan, kemudian dibalas dengan anggukan mantap dari sang penanya.

"Ooh! Kotak gaje yang dibilang 'Kotak Pandora' itu ya?" tebak Rina.

"Yap!" Alexia mengancungkan jempol.

"Moncong-moncong, benar juga sih! Kayaknya gue nggak liat kotak ngambang gaje itu di ruang tengah!" celetuk Salem.

Webek, webek...

Yang lainnya masih berusaha memerah susu sapi dari otak mereka (?). *plak!* Maksudnya, memeras otak mereka untuk membuahkan lampu neon (?) dari kepala mereka yang berkapasitas macam-macam.

"Terus, kenapa alat aneh bin gaje yang dipencet Tumma tadi langsung ngilang begitu saja? Kan aneh! Emangnya tuh alat dari fandom sebelah?" tanya Rendy.

Webek, webek...

"AAARGH! KALAU BEGINI NGGAK BAKALAN ADA ABISNYA! MENDING GUE NGEMIL DULU!" teriak Teiron sambil berjalan ke dapur dan...

BRAK!

Membanting pintu.


"Pusing banget gue, ngomongin hal-hal gaje!" gerutu Teiron sambil mengobrak-abrik kulkas untuk mencari sesuatu.

"Ah, yatta! Akhirnya ketemu juga~" Teiron mengeluarkan sebungkus macaron yang dibelinya kemarin.

Ting tong!

"Siapa?" tanya Teiron dari dapur.

"Luthias, ada yang perlu aku bicarakan sebentar." jawab seseorang yang berada di seberang sana.

"Ha'i, tadaima..." Teiron mendorong pintu markas dengan malas.

"Eh? Efek gaje alat tadi masih ada ya?" gumam Teiron sambil mendorong pintu markas.


Di luar markas...

"Kok lama banget ya?" gumam seorang pemuda berambut putih jabrik yang dari tadi menunggu di depan pintu.

"Pintunya didorong dari sini kan?" gumamnya lagi sambil mencoba mendorong pintu tersebut. "Hm?"

Dia sepertinya bisa mendorong pintu tersebut. Tapi yang mengherankan, ada seseorang yang (menurutnya) menahan pintu tersebut dan Luthias hanya bisa sweatdrop di tempat setelah mengetahui siapa yang menghalanginya masuk ke markas Garuchan.


"HMMMMMPPPPPHHHHH!" Teiron masih terus berusaha mendorong pintu markas.

'Yah, pintunya jadi berat banget!' batin Teiron.

Sepertinya dia lupa dengan prinsip engsel deh.

Tok tok!

"Ya, Luthias?" tanya Teiron yang masih mendorong pintu markas dari dalam.

"Kamu yang dorong pintunya, Teiron?" tanya Luthias dari seberang sana.

"Iya!" teriak Teiron yang masih mendorong pintunya.

"Boleh aku kasih saran?" tanya Luthias lagi.

"Jangan sekarang, aku lagi buka pintunya nih!" balas Teiron.

Webek, webek...

'Nih bocah kelewatan bodoh atau apa sih?' batin Luthias sweatdrop. "Ya sudahlah, orang pintunya ditarik dari dalam."

"Heh?" Teiron segera melihat ke sudut pintu untuk melihat dimana engselnya terpasang, kemudian langsung facepalm setelah menyadari kebodohannya sendiri.

"Ha'i, tadaima..." Teiron menarik pintu markas sambil cengengesan.

Luthias yang kesabarannya hampir habis hanya menghadiahi Teiron dengan sebuah death glare.

"Yang lainnya kemana?" tanya Luthias.

"Mereka di ruang baca, lagi mendumel soal kejadian aneh di sini." jawab Teiron sambil membuka bungkus macaron-nya.

"Kejadian aneh? Kebetulan! Lebih baik kita ke sana saja!" ajak Luthias sambil berjalan ke ruang baca diikuti Teiron yang menelan lima macaron bulat-bulat (?).


Di ruang baca...

"Inuugujaq!" sapa Luthias sambil membuka pintu.

"Konbawa mou!" koor yang lainnya.

"Wah, tumben Luthias dateng nggak bareng Mathias! Ada angin apaan nih?" tanya Tartagus.

"Yah, cuma mau jelasin beberapa hal saja." jawab Luthias sambil tertawa kecil.

"Oke, Luthias!" balas Tartagus sambil memberikan salam Nazi (?!) dan langsung dikeroyok teman-temannya.

"WOY, LU MAU DITANGKEP AGEN PBB PAKE HORMAT BEGITUAN?!" bentak Vivi.

"Eh, emangnya yang tadi itu hormat gaya apa ya?" tanya Tartagus watados.

Yang lainnya hanya bisa facepalm berjamaah mendengar jawaban barusan.

"YANG PENTING JANGAN NGASIH HORMAT KAYAK TADI LAGI!" teriak Vience tepat ke telinga sepupunya.

"Oh, oke deh..." balas Tartagus sambil mengorek telinganya udah pengang diteriaki.

"Oh iya, tadi Kak Luthias mau cerita apa?" tanya Edward yang merasa melupakan sesuatu yang penting.

"Tentang kotak gaje yang ngambang tadi pagi." jawab Luthias dengan bertele-tele, nggak padat, dan gaje (?). *plak!*


-Flashback-

Luthias sedang jalan-jalan di luar markas ketika mendengar handphone-nya berbunyi, kemudian dia segera mengangkat panggilan tanpa melihat namanya. "Halo?"

Dia terdiam agak lama dan sesekali menganggukkan kepala.

"Jadi apa rencanamu?" tanya Luthias.

"Rencananya ya? Jadi..."


"Seharusnya kuncinya di sini kan?" Luthias mengulurkan tangan kirinya untuk meraba-raba ke bawah karpet, tapi dia malah merasakan sesuatu yang menancap di tangannya.

"IIIIIIIYAAAAAAAAAAAAAUUUUUUUUUUUUW!" Luthias langsung terbang karena tangannya mengagetkan seekor landak yang sedang tiduran di bawah karpet.


Lima menit kemudian...

"Aduh! Ngapain juga tuh landak mesti tiduran di atas kuncinya sih?!" gerutu Luthias sambil mencabuti duri-duri landak yang menancap di tangannya.

Akhirnya dia bisa melepaskan seluruh duri yang menancap di tangannya dengan susah payah, tapi tangannya memuncratkan banyak sekali darah seperti kepala yang dipenggal (?).

"Nah!" Luthias mengepalkan tangannya yang telah dicelupkan ke dalam sepanci betadine (?) dan diperban seperti mumi.

Dia membuka kunci dan masuk ke dalam markas.


"Sekarang, mana barang yang dimaksud?" tanya Luthias sambil mencari sesuatu di ruang tengah markas Garuchan.

"Ah, itu dia barangnya!" Luthias menghampiri kotak gaje yang ngambang tersebut.

"Oke, kita lihat apa saja yang ada di dalamnya." Luthias membuka isi kotak tersebut tanpa memperdulikan peringatan yang tertulis.

"Hm?" Luthias mengobrak-abrik isi kotak tersebut dan menemukan enam buah alat beserta buku panduannya.

"Hmm... 'Alat yang paling atas disebut 'Gravity Zero (Code-1)', alat ini akan mengubah ruangan sekitar menjadi area anti-gravitasi. Pasang ini di langit-langit ruangan yang ingin dijadikan rumah atletik'." Luthias melongo ke arah kotak tadi sambil mencari sebuah benda dan mendapati sebuah alat aneh semacam satelit dengan angka '1' di badan alat tersebut.

"Benda ini harus ditaruh di atas ya?" Luthias mengambil barang tersebut dan melemparnya ke atas.

Anehnya, benda itu malah langsung menempel di langit-langit entah gimana caranya setelah dilempar oleh Luthias.

"Nah, selanjutnya... 'Jika sudah, tanamkan 'Seed of Invisible Air (Code-2)' di dalam tanah. Ini akan membuat sebuah pilar angin transparan'. Hah? Alat macam apa ini?" Luthias mengambil sebuah botol bertuliskan '2' dan menuangkan isinya di lantai (tentu saja setelah membuka tutup botolnya).

"Kenapa makin lama makin gaje ya? Hmmm... 'Setelah itu, tempelkan 'Material Converter (Code-3)' di samping pintu, kemudian atur bahan dan bobot pintu sesuai yang diinginkan'." Luthias mengeluarkan sebuah alat seperti PDA dari kotak tersebut dan segera menaruh alat tersebut sambil mengaturnya. "Aturnya jadi besi 100 ton aja ya? Ah jangan, kasihan mereka. Mending dijadiin beton aja deh."

"Nah, selesai! Selanjutnya..." Luthias kembali ke kotak gaje tersebut. "Hmm... 'Taruhlah 'Instantcalator (Code-4)' jika ada tangga di dalam ruangan'."

Luthias menemukan alat yang dimaksud dengan mudah dan menaruh alat itu di samping tangga.

"Gimana ya reaksi mereka?" tanya Luthias sambil tertawa ala maniak.

"Cukup ketawanya!" Luthias kembali ke kotak gaje tersebut.

"Yah! Udah seru-seru dibuat gaje, malah ada defuse kit-nya." Luthias menaruh sebuah tombol besar berwarna merah bertuliskan 'RESET' di atas tangga dengan berat hati.

"Yang terakhir..." Luthias melihat ke arah kotak gaje tersebut dan mendapati sebuah tombol pemicu.

"Ah, kalau yang ini mah nggak usah pake buku panduan!" Luthias membawa alat itu beserta kotaknya keluar dari markas Garuchan.


Beberapa menit kemudian...

"Nah, sekarang sudah siap!" ujar Luthias setelah membuang kotak kardus tersebut dan mengunci pintu markas Garuchan.

"Satu, dua, tiga!" Luthias memencet pemicu itu dan cahaya gaje mulai menyelimuti markas Garuchan.

Tidak lama setelah cahaya gaje itu menghilang, Luthias buru-buru mengeluarkan handphone dari saku celananya dan menghubungi seseorang.

"Halo?" tanya yang di seberang sana.

"Sudah siap!" jawab Luthias sambil berjalan meninggalkan markas Garuchan dengan gaya kalem.

-Flashback End-


"Jadi begitulah kenapa markas ini bisa berubah menjadi rumah atletik..." ujar Luthias setelah bercerita panjang kali lebar kali tinggi sama dengan volume balok. *plak!*

"Hooo, jadi kau yang melakukan semua ini?!" tanya Lucy santai tapi sadis diikuti dark aura dari teman-temannya.

"E-eh, tu-tunggu! Yang merencanakan ini kakakku! Suwer deh!" Luthias mengeluarkan tanda 'peace'.

"Nggak mau ta-"

"Gud- Eh?" Tiba-tiba Mathias nyelonong masuk.

"NAH, ITU ORANGNYA! HAJAAAAAAR!" teriak Ikyo memberikan aba-aba untuk memukuli si jabrik.

"Heh? Kenapa nih? Whoa!"

BAK! BIK! BUK! PRANG! ZRASH! CRAT! BZZZT! FYUUUUUUNG!

Apa yang terjadi selanjutnya sangatlah tidak lulus sensor.

Intinya, Mathias udah babak belur diamuk massa oleh para anggota Garuchan lainnya.


Meanwhile...

"Kenapa aku merasa aneh ya?" tanya Grayson yang ternyata sedang liburan bareng Bibi Rilen dan Girl-chan (plus Tsuchi, Flore, dan Kopen) ke makam Ashley. (Hah?!)

"Iya, aku juga merasakannya..." timpal Bibi Rilen.

"Mungkin sedang ada sesuatu di markas, tapi biarlah!" celetuk Girl-chan santai.

"Kau tidak curiga dengan kedua orang jabrik itu, Master?" tanya Ashley.

"Tidak!" jawab gadis itu watados.

'Malah aku biarkan saja mereka mengerjai teman-teman di markas...' lanjutnya dalam hati.


To Be Continue, bukan The Being Concept (?)...


Auh dah kenapa capruk begini! :V a

Review! :D