Assassination Classroom by Yuusei Matsui

.

Maybe OOC, Typo(s), beserta teman-temannya.

.

Silakan dibaca bagi yang berkenan.

.

Dua orang pemuda saling berlawanan arah dengan aura yang tidak akrab. Mereka saling tatap tidak suka.

Sudah menjadi rahasia umum jika seorang Akabane Karma—berandal tampan sekolahan yang tidak patuh pada peraturan tapi digandrungi banyak kaum perempuan

—dan Asano Gakushuu, tuan sempurna yang menjabat sebagai ketua OSIS dan ketat akan peraturan

...tidak pernah bisa akur dan berada pada halaman yang sama.

Kaki-kaki keduanya semakin memangkas jarak. Tatapan tajam dari dua netra yang berbeda warna sudah adu sengit.

Tinggal menunggu hitungan detik—

"A-ah...!"

Pengganggu muncul. Seorang gadis tiba-tiba muncul di hadapan mereka dan hampir terjatuh karena tersandung. Kertas-kertas di tangannya tersebar karena ia lebih mengamankan botol berisi cairan di tangan lain.

"Untung tidak pecah," gumamnya.

Karma dan Asano menatap gadis kecil itu tidak suka. Apa dia tidak paham situasi?

Okuda Manami mendongak menatap dua orang di samping kanan kirinya. "Kalian berdua tolong bantu aku mengambil kertas-kertas itu."

Karma dan Asano dibuat melongo. Gadis seperti itu berani memerintah mereka?

"Tolong."

Lagi.

"Aku tidak ma—"

"Aku menola—"

Mereka berhenti saat mata mereka bertemu pandang dengan manik ungu si gadis karena kaca matanya melorot akibat dari ulah tangannya. Untuk beberapa saat mereka mengagumi seorang gadis yang selalu mereka anggap pengganggu.

"Tidak perlu. Aku sudah melakukannya sendiri." Okuda kembali bicara dan langsung meninggalkan tempat itu. Dengan santai.

Turunan Akabane dan Asano di sana menatap punggung gadis berkepang yang berjalan menjauh. Terpatri seringai yang terlalu mirip di bibir keduanya.

Gadis yang menarik.

Mungkin itu akan menjadi kata-kata yang sama jika keduanya berbicara.

.

.

.

"Okuda-san."

Gadis itu diam tidak menoleh. Dia bingung, harus menoleh kemana karena dua orang memanggilnya secara bersamaan. Dia mundur beberapa langkah agar mereka semua biasa saling melihat.

Di lorong yang sama dengan kemarin, dua mata itu kembali beradu.

"Etto... ada apa memanggilku?"

Atensi kembali beralih pada sosok keturunan hawa.

"Aku ingin minta maaf."/ "Maafkan aku."

Okuda cukup mengernyitkan kening untuk menemukan alasan yang harus membuat mereka minta maaf padanya.

"Jangan mengikutiku Asano."

"Kau yang meniruku Akabane."

Okuda sedikit canggung saat keduanya kembali berselisih. Ia dengan agak takut mencoba melerai. "Asano-kun, Karma-kun... kalian tidak perlu minta maaf."

"Ah, kau baik sekali Okuda-san. Andai yang menjadi ketua OSIS di sekolah kita orang yang sepertimu."

"Te-terima kasih." Ia sedikit tersipu. "Tapi Asano-kun sudah bekerja kerasa selama ini."

Surai oranyenya berkibar karena angin. Asano tersenyum menang. Senjata makan tuan, batinnya.

"Aku terkejut kau mengetahui namaku Okuda-san. Bahkan kau memanggilku dengan nama kecilku." Keahliannya dalam memprovokasi mulai diperlihatkan, Karma tersenyum licik.

"Habisnya itu adalah kau Karma-kun."

"Pffft..."

Asano junior menahan tawa. Dia tahu rangkaian kata yang biasa itu mengandung konotasi negatif. Sorot matanya mengatakan, skor 2-0.

Karma memang banyak bicara. "Hee... aku tersanjung kau tahu banyak tentangku. Apa yang kau tahu dari ketua OSIS kita?"

"Anak dari kepala sekolah dan sangat rajin."

Tidak seperti Asano, pemuda yang disebut-sebut sebagai titisan iblis itu tidak menyembunyikan tawa bahagianya. "Memang seharusnya kau hanya perlu tahu sejauh itu saja."

"Apa maksudmu Akabane?" desis Asano.

Karma hanya membalasnya dengan juluran lidah.

"Ano... gomen, aku harus pergi." Tanpa menunggu jawaban, Okuda meninggalkan mereka berdua.

"Aku membalas satu Asano."

"Setidaknya aku masih menang. Skor 2-1."

"Aku tidak akan membiarkanmu mendekatinya."

"Aku juga tidak berniat memberimu kesempatan."

.

.

.

"Ohayo Okuda-san!"

"Ohayo."

"Um, ohayo gozaimashu."

Okuda mendadak kikuk karena menjadi perhatian banyak orang. Salahkan Karma dan Asano yang berjalan di sisi-sisinya. Berkat mereka ia harus berjalan menunduk.

"Apa kau mau menjadi sekretaris OSIS? Aku akan mengajarimu."

"Okuda-san, maukah kau makan siang denganku hari ini?"

Asano melotot mendengar ajakan langsung Karma.

"Maaf. Aku sibuk dengan klub-ku Asano-kun. Karma-kun juga, aku selalu menghabiskan jam makan siang di ruang klub." Tolaknya halus.

"Begitu. Mau pulang bersamaku nanti?"

"Ayo kita jalan-jalan sepulang sekolah nanti."

"Ah, Koro-sensei!"

Selanjutnya gadis berkepang itu berlari kecil menuju guru mereka yang terkenal ikemen itu, tanpa pamit. Kata lainnya mengabaikan Karma dan Asano.

Pangeran-pangeran sekolah itu menatap tidak suka pada guru yang mengambil perhatian gadis incaran mereka.

"Apa maksud kata-katamu tadi Akabane?"

"Aku juga ingin menanyakan hal yang sama Asano."

Keduanya bertatapan sengit.

"Aku mengikrarkan perang kedua di antara kita."

"Aku juga sudah siap mengalahkanmu."

"Lihat saja nanti."

"Ya, lihat saja."

.

.

.

Okuda menatap heran dua pemuda yang mendadak mendekatinya beberapa hari ini. Pertanyaan kenapa ada dibenaknya saat melihat mereka berdua berdiri di depan pintu klub-nya.

"Kami ingin bergabung dengan klub kimia yang sama denganmu."

"Begitulah. Bagaimana kami memperkenalkan diri?"

Okuda tertawa kecil. Ia menjawab saat ditanya apa ada yang lucu. "Habisnya ini pertama kalinya aku mendengar kalian menyebut diri kalian kami."

Asano dan Karma bagai mendapat hukuman spesial dari kepala sekolah. Layaknya tersambar petir di siang hari.

"Maksudku adalah aku." Asano menekankan pada kata aku sangat jelas.

"Hanya aku, Okuda-san." Karma tak mau kalah.

Okuda tersenyum mendengar keduanya yang tidak mau mengalah.

"Kau cocok dengan senyuman itu Okuda-san."

Karma mendelik tidak percaya Asano mulai menggomabali gadis incarannya. Ia ikut-ikutan. "Selalu tersenyumlah di hadapanku Okuda-san."

"Kalau begitu silakan masuk."

Oke, Karma dan Asano cengo karena diabaikan oleh Okuda. Yang benar saja, mereka selalu mendapat perhatian dari semua orang tapi sekarang dicueki begitu saja oleh seorang gadis yang bukan siapa-siapa. Dan mungkin dunia sudah konyol karena membuat mereka bersaing hanya untuk mendapatkan seorang gadis yang tidak tahu mengenai mereka.

"Kalian tidak perlu memperkenalkan diri karena anggota klub ini hanya aku."

Heh?

"Sebelumnya ada seorang lagi, Takebayashi-kun. Tapi dia sekarang sibuk dengan klub kesehatan sekolah dan UKS, jadi dia tidak pernah datang lagi."

Yang jadi perhatian Karma dan Asano bukan penjelasan dari Okuda, tetapi mereka malah membayangkan saat-saat Okuda hanya berdua dengannya di ruangan klub yang sepi. Tanpa alasan yang jelas, baik Karma maupun Asano mendadak memiliki dendam pribadi pada Takebayashi.

"Kalian pasti sudah cukup pintar untuk mengenal semua peralatan yang ada di ruangan ini. Kupikir aku tidak perlu menjelaskan lagi."

"Aku masih memerlukan bantuanmu Okuda-san."

"Mohon bimbingannya Okuda-san. Apa yang akan kau ajarkan padaku, ne?"

Tap.

Mereka semua menoleh.

"Sensei! Bukankah sudah kubilang kalau masuk itu lewat pintu, jangan lewat jendela. Apa kau tidak pernah mendengarkanku?"

"Gomen, gomen... kupikir tadi pintunya terkunci."

"Kau tahu jelas aku tidak pernah mengunci pintu ruang klub."

Koro-sensei hanya tertawa tanpa rasa bersalah. Ia menatap pada dua keberadaan lain di sana. "Are? Ada urusan apa sampai dua orang pangeran kita berada di sini?"

"Mereka akan bergabung dengan klub."

Sensei kelewat tampan itu mendekati Okuda dan merangkul bahunya. Dia merendahkan kepalanya agar sejajar dengan Okuda. "Manami-chan, apa kau merasa suasana mendadak suram?"

Karma dan Asano menatap tidak suka pada Koro-sensei. Berbagai pemikiran pembunuhan terlintas di kepala mereka untuk mengakhiri hidup si guru karena sudah berani-berani menyentuh Okuda mereka.

"Siapa dia?" tanya Asano.

"Koro-sensei."

Tentu kami juga tahu.

"Apa yang dilakukannya di sini?"

"Koro-sensei adalah pembimbing klub kimia. Dia selalu datang ke sini menemaniku."

Tatapan yang lebih tajam dari tadi melayang pada sosok dewasa di sana. Tapi dia acuh saja. Kali ini keduanya sepakat menambahkan Koro-sensei ke dalam daftar orang yang mereka dendam.

"Manami-chan, hati-hati mereka itu seperti buah kedondong." Mulus di luar, berbahaya di dalam.

Manami memiringkan kepalanya bingung. Buah kedondong? Buah apa itu? Dari mana asalnya?

"Ya ampun Manami-chan! Kau lucu sekali jika berpose seperti itu, membuatku ingin memakanmu saja."

Koro-sensei mengacak pelan poni Okuda. Dia mengerling penuh kemenangan pada Karma dan Akabane yang menatapnya dengan tatapan membunuh.

.

.

.

Mereka pikir bisa menghabiskan waktu dengan Okuda lebih banyak jika bergabung di klub yang sama dengan mereka. Tapi siapa yang sangka kalau mata mereka harus dipaksa melihat sang gadis pujaan malah lebih dekat dengan guru mereka. Ditambah lagi guru itu kurang ajar dan suka memanas-manasi.

"Kalian berdua tolong kerjakan ini. Kalian hanya perlu mengikuti petunjuk di buku ini saja."

"Apa kau tidak bisa mengajariku?" Sial, suaraku terdengar seperti sedang merengek.

Asano menatap Karma rendah.

"Aku harus mengerjakan tugasku bersama Koro-sensei."

"Bagaimana jika aku melakukan kesalahan?" Kenapa ganti aku yang merengek?

Karma menatapnya sinis. Kau juga melakukannya bung.

"Aku mempercayai kalian." Okuda bergabung dengan Koro-sensei di meja terpisah, agak jauh.

"Oi Akabane, apa kau tidak kesal melihat mereka berduaan?"

"Ayo kita cari perhatian."

Untuk sesat keduanya lupa dengan perselisihan mereka. Senyuman—tidak, tapi seringaian mereka terlalu persis.

BOOOM!

Ruang klub kimia mendadak dipenuhi asap hitam yang mengepul setelah terdengar bunyi ledakan yang cukup keras. Sumbernya adalah tempat yang baru saja ditinggalkan Okuda.

Gadis itu berlari panik menghampiri Karma dan Akabane. Ia mendekatkan kipas meja berukuran delapan inchi untuk menghilangkan asap. Dua pangeran tampan berubah menjadi hitam legam.

Okuda yang tadinya berniat membantu malah tertawa lepas melihat keadaan mereka yang berantakan. Wajah hitam dengan rambut kaku yang menghitam, seragam mereka juga kotor.

"Kalian terlihat kotor. Tapi lucu."

Apakah aku harus bertingkah konyol untuk mendapatkan perhatianmu Okuda-san?

Mungkin menjadi konyol tidak buruk untuk bisa melihatnya tertawa.

"Aku juga pernah mengalami itu dulu."

"Hora...hora... ayo kita ambil kenang-kenangan."

Okuda berdiri di tengah-tengah Karma dan Asano. Dia membuat dua tanda garis di masing-masing pipi Karma dan Asano. Kedua pemuda itu membeku saat jari kecil Okuda menyentuh pipi mereka. Gadis itu membuat garis hitam di kedua pipinya menggunakan jarinya yang terkena noda hitam.

"Ha'i, cheese!"

"Cheese!"

Tentu hanya Okuda yang mengatakannya.

Koro-sensei memperlihatkan foto itu. Karma dan Asano berdiri diam dengan melirik pada Okuda, sedangkan gadis itu tersenyum lebar membentuk tanda peace dengan jari-jarinya. Jika kedua garis di pipi Karma dan Asano berwarna putih, maka milik Okuda warna hitam.

"Aku akan mencetaknya menjadi empat lembar," ucap Koro-sensei.

Aku akan memotong foto setan merah itu.

Akan kupotong foto tuan sok sempurna sombong itu.

"Jangan ada bagian yang sobek atau sengaja disobek atau dipotong. Mengerti?"

Kubunuh kau.

Mati saja kau.

Koro-sensei mengamati Karma yang saling adu tatapan dan Okuda yang kebingungan.

Sungguh tidak beruntung kau Manami-chan, terjebak di antara dua pangeran keras kepala.

..

.

Owari.

.

..