Hogwarts: Battle of Two Worlds

Hello, dear readers~

Sequel to Hogwarts: Wizards and Death Reapers is coming! #prokprokprok

Setelah cukup lama merancang konflik dan menyusun plot, author pun mencoba untuk mem-publish chapter pertama ini. Agak ragu juga, karena author berencana baru mem-publish setelah paling tidak sudah menulis sampai sepuluh chapter, tapi, setelah berpikir dan thanks a lot untuk saran dari salah satu reader – ya, it's you, Yuki ChibiHitsu-chan – kenapa tidak sekarang saja? Writer block yang menyerang pikiran, ditambah hati yang kepincut beberapa fandom yang mengakibatkan gagal fokus, serta tragedi hilangnya catatan draft fanfic ini yang membuatnya sampai tertunda sekian lama! Semoga saja, ketika mendapat review – oh, please, give me that! – semangat dan inspirasi menulis kembali hidup! Yah, karena membaca review dari para reviewers sebelumnya membuat hati author berbunga-bunga dan sumringah! Author amat sangat menghargai semua review dan support-nya. Maaf jika belum dibalas, tapi jangan kapok mampir, ya

Disclaimer: Harry Potter belong to J.K. Rowling and Bleach belong to Tite Kubo

Warning: semi-AU, OOC-ness, typo... Read, if you don't like it, leave peacefully without flame

Mengikuti timeline Harry Potter and the Deathly Hallows, untuk Bleach tidak mengikuti persis alur akhir dari A Thousand Year of Blood War arc.

Oke, cut the crap! Just read, enjoy, aaaaand, review please~!

Chapter 1

Malam musim panas bulan Juli itu masih sama seperti malam-malam sebelumnya. Langit Kota Karakura yang cerah jauh dari kesan dingin dan menyelimuti sudut kota dengan udara hangat. Jalanan masih sama ramainya dengan siang hari, dengan kendaraan yang melaju di jalan raya dan orang-orang yang berlalu lalang di trotoar yang diterangi lampu warna-warni. Semuanya berjalan menuju tempat yang tak seorangpun tahu, kecuali orang-orang itu sendiri. Yah, sepertinya juga tak ada yang terlalu peduli, bukan?

Di sisi lain kota yang ramai, di tepi sungai besar yang membelah kota kecil itu, ada sebuah dermaga tua yang sudah tidak dipakai sejak tiga puluh tahun yang lalu. Dermaga itu sudah tidak digunakan lagi karena sedimentasi dasar sungai yang membuat kapal tidak bisa melewati daerah itu. Kontainer-kontainer besar yang sebagian besar sudah berkarat dibiarkan menumpuk begitu saja. Tak ada yang mengurusi tempat itu lagi. Rumor mengatakan tempat itu berhantu, membuat reputasi dermaga itu menurun drastis ke daftar tempat-terlarang-untuk-didekati-di-Kota Karakura. Selain kucing atau anjing liar dan para pemabuk tersasar, sulit menemukan makhluk hidup yang sudi melangkahkan kaki ke dermaga tua yang gelap itu.

Tapi tidak malam itu.

Sesosok jangkung yang terbungkus mantel bepergian berjalan di antara kontainer yang berbaris bak lorong. Lampu dermaga yang remang-remang menciptakan bayangan ganjil saat sosok itu berjalan. Sampai di depan salah satu kontainer berkarat, ia berhenti. Menghela napas berat – menunjukkan bahwa sosok itu seorang pria – ia menarik slot pintu kontainer berwarna hijau di depannya, dan membuka pintunya sebelum melangkah masuk. Tak seperti yang diduga, bagian dalam kontainer itu disinari lampu, memperlihatkan yang tak salah lagi sebuah modifikasi ruang tamu yang nyaman dengan sofa hommy, karpet, meja kopi, dan televisi. Seorang pria berambut hitam dengan gaya retro duduk malas sambil membaca sebuah majalah. Ia mengangkat wajahnya, menatap pria yang baru datang itu lewat kacamata hitamnya – bagaimana ia tetap memakai kacamata hitam padahal hari sudah malam di luar pengetahuan siapapun.

"Terlambat, Shinji. Apa paperwork-mu merepotkanmu?" ujar pria itu, kembali ke bacaannya.

Pria yang dipanggil Shinji itu melepas mantel hitamnya dan melemparnya ke salah satu sofa yang kosong. Ia melepas topi pet yang dipakai di atas rambut pirang berpotongan bob-nya, melemparnya ke atas mantelnya.

"Kau tahu betul soal itu, Love," kata Shinji dengan suara malas. "Bagaimana Hitsugaya?"

"Yah, kita tak perlu khawatirkan apa-apa, kan?" kata Love, membalik halaman majalahnya dengan acuh. "Kalau kau mau tahu, dia ada di bawah. Hiyori masih mencoba menendang bokong bocah itu."

Shinji menyeringai, menampilkan giginya yang terlalu rapi. Ia berjalan ke sudut ruang kontainer yang disulap menjadi hunian itu. Sebuah lubang pintu tingka[ yang berfungsi sebagai pintu rahasia-yang-sebenarnya-tidak-rahasia adalah tujuannya. Ia menarik kenop pintu, memperlihatkan sebuah tangga menuju ruangan di bawahnya; sebuah petak cahaya terlihat di dasar ruang bawah tanah itu.

"Kau ikut?" tanya Shinji.

"Nanti saja. Aku tunggu Lisa, dia sedang beli makan malam."

Mengangkat bahu, Shinji menuruni tangga. Belum ia mencapai anak tangga terbawah, telinganya sudah menangkap suara dentang pedang yang beradu. Petak cahaya yang menjadi tujuannya membesar. Dan kemudian, kakinya menapak tekstur yang berbeda dari anak tangga batu yang sebelumnya. Ia melangkah memasuki sebuah area luas yang mirip perbukitan kapur. Inilah salah satu dimensi buatan Kisuke Urahara, mantan Komandan Divisi 12, Departemen Riset dan Pengembangan Teknologi Gotei 13. Dimensi khusus yang diciptakannya ini mampu memblokir energi spiritual dan membuatnya tak terdeteksi di luar batas pelindungnya.

Tapi, kenapa dia mau repot-repot menciptakan dimensi semacam itu? Tentunya bukan karena dia iseng atau kurang kerjaan atau sekedar memperkerjakan sel-sel di otak jeniusnya untuk melakukan sesuatu. Di balik keeksentrikannya, termasuk masih saja memakai geta di abad ke-20, Kisuke Urahara dikenal melakukan atau menciptakan sesuatu dengan alasan dan tujuan yang jelas. Walau kebanyakan alasan dan tujuan itu tidak dikatakan dengan jelas. Itu jika kalian mengenal wataknya.

Termasuk dimensi yang disebutkan tadi. Penemuannya yang satu itu pada awalnya digunakan untuk menyembunyikan dirinya dan teman-temannya yang dicap sebagai pembelot Gotei 13, pasukan pelindung Dunia Roh. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Nah, cerita yang menyedihkan itu sebaiknya tak perlu disinggung lagi, mengingat kejadiannya seabad lebih yang lalu, mungkin dibutuhkan seabad yang lain untuk mengisahkan tiap detailnya. Lagipula, cerita itu sudah lewat, dan konflik itu berhasil diselesaikan – walau tak bisa dikatakan dengan baik juga. Dan, dimensi khusus itu sudah beralih fungsi, dari markas tersembunyi menjadi arena latihan. Bukan hanya sekedar latihan biasa, melainkan latihan para Vizard – shinigami yang memiliki kekuatan hollow. Kenapa menjadi bukan hanya latihan biasa? Nah, jika kalian tahu sifat alami hollow, kalian akan tahu betapa tidak biasanya latihan para Vizard.

Shinji menatap area itu dengan cepat. Matanya terarah pada dua orang yang tampak sedang berduel di tengah ruangan super luas itu. Bagi mata manusia biasa, tentunya akan sulit mengikuti gerakan cepat kedua petarung, yang hanya terlihat seperti dua kelebat bayangan, kilatan perak, dan bunga api serta terdengar bunyi desing, bunyi tabrakan dua logam, dan umpatan keras dari suara seorang perempuan.

"Sebagai perempuan, dia benar-benar tidak punya kelas," komentar Shinji, menghampiri dua orang yang sedang duduk di dekat salah satu bongkah batu kapur sambil bermain ular tangga. Yang pertama adalah seorang pria bertubuh tambun dalam setelan jas – Hachigen Usouda – dan yang kedua adalah gadis kecil berambut hijau – Mashiro Kuna – yang langsung tersenyum cerah kekanak-kanakan begitu melihatnya.

"Shinji!" serunya riang, "Lho? Kensei tidak ikut kemari?"

"Hisagi menahannya untuk minta persetujuan publikasi majalah bulan ini, Mashiro," ujar Shinji malas. "Kau harusnya bantu dia, bukannya kabur kemari…"

"Urusan majalah itu membosankan!" kata Mashiro bersungut-sungut. Ia menatap dua petarung yang masih sibuk di tengah sana, lalu berkata dengan suara lebih ringan, "Menonton Hitsugaya-san jauh lebih asyik!"

"Kau tidak menonton, kau main ular tangga dengan Ha-chan…"

"Aku lihat kok!" seru Mashiro. "Tapi lima menit terakhir mereka hanya main-main! Lebih tepatnya Hiyori marah-marah terus…"

"… karena dia masih tidak bisa mengalahkan Hitsugaya?" sambung Shinji bosan.

"Tepat sekali," kata Hachigen kalem.

Perkara ini sudah menjadi berita basi di anggota Vizard. Sejak Toushiro Hitsugaya, Komandan Divisi 10 divonis – memang penyakit? – memiliki hollow dalam dirinya dan diharuskan mengikuti latihan pengendalian dengan para Vizard, Hiyori Sarugaki menyambut ide itu dengan ketidaksukaan yang jelas. Sama seperti para Vizard melatih Ichigo dengan hollow-nya dulu, Hiyori langsung menantang sang komandan muda. Namun, tak seperti Ichigo, Toushiro mengabaikan tantangan itu dan memutuskan mendengarkan para Vizard yang lain kecuali Hiyori. Ini, tentu saja membuat ketidaksukaan si pirang itu bertambah.

"Bahkan selama setahun setengah ini dia masih bisa mengabaikan Hiyori… terberkartilah bocah itu," kata Shinji.

Tepat saat itu, dua orang lagi memasuki area – Love dan seorang gadis berkacamata, Lisa Yadomaru. Gadis itu membawa sebuah kantong plastik besar berisi kotak-kotak makanan dan beberapa botol minuman.

"Yay! Makan malam!" seru Mashiro girang. "Apa kau beli pizza keju untukku?"

"Ya," ujar Lisa singkat. Ia menatap duel yang masih berlangsung dengan tatapan bosan. "Oi, Hiyori! Makan malam!"

Si gadis pirang itu menoleh, sayangnya itu bukan waktu yang tepat untuk menoleh. Semburan es mendadak mengarah padanya, membuat tangan kanannya seketika terbungkus lapisan tebal es. Karena berat tambahan tak terduga itu, si gadis pirang jatuh berdebam ke tanah, membuatnya retak dan debu beterbangan.

"Sialan kau Hitsugaya! Kalau nyerang lihat-lihat dong!" umpatnya jengkel.

"Saat bertarung," lawan duel Hiyori itu melompati salah satu pilar batu kapur dan mendarat mulus di tanah yang rata. Kendati ia baru saja berduel, shihakuso hitam dan haori putihnya seakan tak ternoda setitik tanah pun. Bahkan tak ada setetes peluh di dahinya yang tak tertutupi anak-anak rambutnya yang seputih salju. Mata hijau turquoise-nya tampak menyembunyikan tawa, walau ekspresinya datar. "bukankah sangat tidak bijaksana jika kau mengalihkan perhatianmu dari musuh?"

"Botak cerewet!" bentak Hiyori, menunjuk si rambut putih alias Toushiro Hitsugaya, dengan tangan kirinya. "Jangan sok bicara soal kebijaksanaan di depanku! Singkirkan esmu ini sekarang juga!"

Menghela napas, sang komandan muda membuat gerakan mengibas dengan katana di tangannya; es yang menyelubungi lengan kanan Hiyori menghilang.

"Kau tahu kau bakal kalah, kenapa kau merepotkan diri menantangnya?" ujar Shinji, menggigit hamburger yang diberikan Lisa padanya.

"Diam, Shinji-Botak!"

"Ya ampun, kau tidak lihat rambut pirang kerenku? Aku sama sekali tidak botak, tahu!" Sebelum ia mendengar bentakan dan omelan lain dari Hiyori, Shinji menoleh ke Toushiro yang baru saja menyarungkan zanpakutou-nya. "Aku membawa pesan dari Komandan Tertinggi, dia ingin kau menemuinya begitu kembali ke Seireitei."

Toushiro mengernyit, "Ada apa? Kalau itu penting dia bisa langsung memberitahu lewat Kupu-Kupu Neraka, kan?"

"Entahlah. Aku hanya dititipi pesan karena dia tahu aku akan turun kemari." Shinji melemparkan sebotol teh hijau dingin, yang ditangkap dengan tangkas oleh si rambut putih. "Misimu selesai kalau begitu, mengingat kau dengan baik hati mau mampir kemari?"

"Bisa dibilang begitu," ujar Toushiro singkat.

"Ada yang tidak beres?" Shinji menatap komandan muda itu dengan penasaran. Pilihan kata yang digunakannya menunjukkan ada yang ganjil akan misinya.

"Aku akan menceritakannya di pertemuan berikutnya. Aku yakin Komandan Tertinggi akan langsung mendiskusikannya," ujar Toushiro. Ia meletakkan botol teh hijau yang sama sekali tak dibukanya. "Aku kembali sekarang kalau begitu."

"Tidak tinggal dulu? Kau belum makan apa-apa, Komandan," kata Mashiro.

Toushiro menggeleng. Membetulkan posisi rantai zanpakuto-nya, komandan berambut putih itu pamit dan meninggalkan area itu.

"Sayang sekali, aku tadi beli makanan lebih," ujar Lisa, menatap bungkusan hamburger di atas meja.

"Biar kumakan bagian si sombong itu!" kata Hiyori segera, menyambar hamburger itu dan segera melahapnya; beberapa remah roti menempel di pipinya.

"Kau memang tidak punya kelas," dengus Shinji. Detik berikutnya, Komandan Divisi 5 itu mendapat tendangan di tulang keringnya.

Benar saja kata Toushiro bahwa pertemuan para komandan segera dilaksanakan. Ketika matahari bahkan belum muncul di ufuk timur, Kupu-Kupu Neraka sudah berada di hadapan para komandan, memberitahukan bahwa mereka semua harus berada di ruang rapat utama Divisi 1 dalam waktu sepuluh menit. Maka, kurang dari sepuluh menit kemudian, ketiga belas komandan sudah berada di tempat yang dimaksud, dengan beberapa dari mereka yang memasang tampang mengantuk termasuk sang Komandan Tertinggi, Shunsui Kyouraku.

"Apa gerangan yang membuatmu memutuskan mengadakan rapat pagi-pagi begini, Komandan Tertinggi?" ujar Isshin sambil menahan kuapan lebarnya. "Tega sekali kau memisahkanku dari bantalku…"

"Aku juga masih ngantuk, tahu," gerutu Kyouraku, menggelengkan kepalannya dan menatap para komandan yang sudah berdiri di hadapannya. Dilihatnya hanya Soi Fon, Komandan Divisi 2, Isane Kotetsu, Komandan Divisi 4, Byakuya Kuchiki, Komandan Divisi 6, dan Toushiro Hitsugaya, Komadan Divisi 10 yang mata mereka tak menunjukkan kantuk. Pastilah karena mereka notabene masih berusia di bawah dua ratus tahun sehingga tidak mengalami sindrom-pimpinan-malas-bangun-pagi. "Tapi mau bagaimana lagi, kita punya masalah."

"Tentu kita punya masalah," keluh Mayuri Kurotsuchi, Komandan Divisi 12. "Kurasa kau sudah memutuskan menindaklanjuti laporanku beberapa hari lalu? Tentang keributan di Distrik 49?"

"Benar sekali. Komandan Soi Fon, jika kau bersedia menjelaskan situasi yang kau temukan?" ujar Komandan Tertinggi.

Ia memang menugaskan pimpinan Onmitsukido itu untuk menyelidiki sebuah kasus di distrik yang dimaksud. Hal ini berdasarkan temuan Divisi 12 yang menangkap peningkatan jumlah hollow di sana. Mengingat bahaya yang dibawa para hollow itu di daerah berpenduduk konpaku di sana, maka penyelidikan dan pemunahan hollow dilancarkan di sana. Tapi Soi Fon menemukan sebuah informasi penting yang di dapatnya dari beberapa konpaku.

"… bahkan konpaku di sana menyadari ada yang tidak beres, terutama di hutan perbatasan dengan Distrik 50. Ada desas-desus tentang shinigami buronan yang melakukan penelitian ilegal di sana. Karena Distrik 50 berada di pengawasan Divisi 8, aku memutuskan untuk kembali ke Seireitei sebelum melanjutkan penyelidikan."

"Kau dapat izin untuk keluar-masuk Distrik 50 sekarang," kata Isshin, nyengir. "Akan kuberitahu orang-orangku untuk membiarkanmu lewat jika mereka melihatmu."

"Kami akan menunggu hasil penyelidikanmu, Komandan Soi Fon," kata Kyouraku ceria, sementara Soi Fon hanya menjawabnya dengan anggukan singkat. "Nah, kita masuk ke masalah yang lain. Ini kudapat setelah konfirmasi dari Komandan Hitsugaya yang menyelidikinya di Dunia Manusia." Kyouraku menghela napas, waktunya sedikit serius.

Beberapa waktu yang lalu Divisi 12 mendeteksi anomali pada aktivitas hollow di beberapa kota di Dunia Manusia. Mereka mengalami peningkatan dalam hal jumlah. Tapi saat sejumlah shinigami dikirim untuk mengatasinya, secara misterius jumlah mereka menyusut. Kehadiran para hollow adalah hal yang wajar. Namun, jika mereka muncul dan menghilang tanpa sebab yang jelas, itu di luar kewajaran.

Maka dari itu, setelah mendapat kasus semacam itu, Komandan Tertinggi memutuskan untuk mengirim shinigami yang ahli dalam penyelidikan ke Dunia Manusia, dan pilihannya jatuh pada Komandan Divisi 10. Selain karena spesialisasinya di bidang investigasi, ia dipilih untuk menghindari situasi di luar dugaan karena masalah hollow. Untuk level komandan, situasi di luar dugaan seperti fluktuasi jumlah hollow dan risikonya bukan hal sulit untuk diatasi.

"Jadi," kata Kensei, menggaruk belakang lehernya dengan malas, "apa yang kau temukan, Hitsugaya?"

"Dementor," ujar Toushiro singkat, namun sukses membuat semua mata tertuju padanya, bahkan itu bisa menghilangkan total mata mengantuk Shunsui Kyouraku.

"Maksudmu… makhluk hitam mengerikan seperti malaikat maut yang gentayangan itu?" tanya Isshin, mengibas-ngibaskan lengannya sebagai ilustrasi, "Yang hampir menelanmu hidup-hidup dulu itu?"

"Hampir ditelan? Menjijikkan," komentar Kenpachi.

Mengabaikan komentar Komandan Divisi 11 itu, Toushiro mengangguk dan angkat bicara. "Melihatnya langsung, tak salah lagi, itu para Dementor. Mereka ada di semua titik yang ditunjukkan oleh Divisi 12; Osaka, Nagasaki, Tottori, Karakura… Dan Kurosaki juga mengatakan mereka terlihat di Tokyo. Jumlah mereka lebih banyak dari yang pernah kulihat, dan mereka adalah sebabnya kenapa detektor hollow Divisi 12 bereaksi. Jumlah hollow yang tinggi menunjukkan keberadaan mereka, dan saat menurun mereka bisa mengkamuflase diri mereka untuk mengelabui para shinigami. Reiatsu para dementor sama dengan para hollow."

"Mereka bisa menyembunyikan keberadaan mereka?" ujar Ukitake heran. "Itu baru kudengar…"

"Prediksiku, itu karena mereka menelan sihir dari para penyihir yang mereka dapat," kata Toushiro datar. "Terkadang sihir bekerja dengan cara yang tidak bisa diperkirakan siapapun."

Kurotsuchi berdecih jengkel di samping Toushiro, "Jadi, sihir, eh?"

"Sekarang kita juga harus mencari tahu kenapa Dementor sampai ada di Jepang," ujar Kyouraku.

Toushiro menatap Kyouraku, "Kurasa aku sudah memberitahumu tentang ini."

"Oh ya?" Kyouraku mengingat sejenak, namun gagal.

Toushiro menghela napas. "Aku memberitahumu tentang informasi dari Dunia Sihir beberapa bulan yang lalu. Salah satu penyihir mengirimkan kabar padaku, dan informasi tersiratnya mengatakan bahwa penyihir hitam yang sudah kita ketahui tampaknya memutuskan untuk menunjukkan bahwa dia siap menguasai dunia."

"Ah! Dia," ujar Shinji malas, "yang aku yakin akan dipanggil dengan tepat oleh Hiyori sebagai 'Botak'."

"Oh! Info yang itu!" Shunsui mengangguk. "Ya, ya. Jadi itu masalahnya. Si Voldy muncul dan semuanya kacau, itu dia. Lalu, apa kau dapat kabar yang lain?"

Toushiro menggeleng. "Aku tidak mendapat surat sejak bulan Juni."

"Benar juga. Ichigo bilang dia juga tidak dapat surat dan bertanya apa ada burung hantu yang datang ke rumah," ujar Isshin. "Apa sesuatu terjadi, ya?"

"Jelas sekali," celetuk Rose.

"Kau tahu apa maksudku," gerutu Isshin.

"Bisa saja masalah ini berhubungan," kata Soi Fon serius. "Kita juga perlu penyelidikan lebih lanjut tentang masalah ini, jika kau tanya pendapatku."

"Yah, kau benar." Kyouraku menghela napas. Kedua kasus yang menurut firasatnya menuju sebuah permasalahan yang lebih besar ini memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Ia hampir berharap semuanya lebih jelas. Tapi sepertinya musuh juga menyadari bahwa mereka harus ekstra berhati-hati jika bermaksud membuat kekacauan tepat di bawah hidung Gotei 13. "Kurasa pertemuan kita akhiri dulu. Komandan Soi Fon, tetap lanjutkan penyelidikanmu secara rahasia; misi ke Distrik 50 ini paling cocok untukmu. Dan Komandan Hitsugaya, kau juga tetap lanjutkan penyelidikan tentang dementor ini. Kerena kau mengetahui lebih banyak tentang mereka, kurasa kau bisa menanganinya lebih baik. Kalian mendapat kebebasan untuk bertindak sesuai protokol. Dan yang lainnya," Kyouraku melempar seringainya, "jika kalian mau, kalian bisa lanjutkan tidur kalian."

"Dengan senang hati," ujar Shinji, menujukkan seringai kucing Chesire-nya sementara Toushiro melempar tatapan jengkel pada sang Komandan Tertinggi.

Saat Toushiro kembali ke Divisi 10, ia tak heran mendapati barak pasukannya masih lengang. Hanya beberapa shinigami yang mendapat tugas piket yang sudah muncul, memberi salam saat melihat dirinya. Sebenarnya ini adalah pemandangan yang biasa baginya, yang mana sudah menjadi kebiasaannya untuk datang lebih awal dari jam kerja. Menurutnya, jika ia datang lebih awal, ia akan bisa mengerjaakan semua laporannya – baik bagiannya ataupun bagian letnannya yang luar biasa pemalasnya – lebih cepat dan memiliki waktu tidur siang yang cukup di beberapa jam mendatang, jika ia sedang tidak dikejar misi seperti hari ini.

Maka, begitu ia memasuki kantornya, ia segera duduk di belakang mejanya dan mulai mengerjakan laporan yang sudah bertengger menantang di sana. Saat letnannya, Rangiku Matsumoto tiba di kantor dengan gaduhnya, ia sudah menyelesaikan seperempat tumpukan laporannya.

"Pagi, Komandan!" sapa Rangiku ceria.

"Pagi," sahut Toushiro acuh.

"Komandan sudah selesai dengan misi di Dunia Manusia kalau begitu?" tanya Rangiku antusias.

"Belum. Aku datang untuk menyampaikan laporan langsungku. Begitu ini selesai, sore nanti aku kembali turun."

"Sore ini?"

"Matahari siang bolong di musim panas sama sekali bukan pilihanku, Matsumoto," gerutu Toushiro, menghasilkan kikikan dari letnannya itu yang mengenal sifat komandannya yang benci panas.

Sejak musim semi berakhir dan musim panas dimulai, temperamen komandannya itu makin menipis dari hari ke hari. Apalagi sejak matahari mulai meninggi, tak ada orang waras yang mau mendekatinya dalam radius lima puluh meter kecuali untuk hal yang sangat mendesak semacam menyerahkan laporan. Bahkan semua bawahan akan menyelesaikan tugas dengan baik, sempurna, dan tanpa cela jika tidak ingin mendapat hadiah kesangaran Komandan Divisi 10 itu.

Rangiku membuat ekspresi merajuk. "Tapi tetap saja, kok Komandan pergi lagi sih? Aku kangeeeen~"

"Itu namanya pekerjaan Matsumoto," kata Toushiro, masih sama acuhnya tak bersusah payah menatap lawan bicaranya. "Dan kangen? Kita ketemu setiap hari."

"Kalau Komandan pergi, aku kan tidak lihat komandan! Terang saja aku kangen!"

Toushiro mendengus pelan. "Kangen apanya. Bilang saja kalau aku pergi laporan bagianmu tidak bisa selesai."

Rangiku membuat suara ganjil seperti campuran antara batuk dan tergagap. Bingo.

"Memang menyelidiki apa sih, Komandan," tanya Rangiku, mengalihkan perhatian.

Toushiro menghela napas, mengetahui ini hanya trik kecil Rangiku untuk keluar dari zona percakapan yang tidak disukainya. Tapi jika kompensasinya adalah tidak membuang tenaga sepagi ini untuk marah-marah, itu bukan ide buruk, kan?

"Dementor muncul di Jepang," jawabnya sambil menggeser tumpukan laporan yang sudah diselesaikannya dan menarik tumpukan yang lain.

"Dementor?" Rangiku langsung duduk tegak. "Bukannya mereka hanya ada di teritori sihir?"

"Aku cukup terkejut kau memutuskan membaca buku-buku sihirku, Matsumoto," kata Toushiro tanpa mengangkat wajahnya dan mengabaikan wajah letnannya yang merengut. "Tapi, ya, mereka seharusnya hanya ada teritori sihir, di tempat terburuk yang gelap dan kotor. Jika mereka ada di luar itu, maka ada sesuatu. Komandan Tertinggi ingin aku menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi, siapa pelaku di balik ini, bagaimana ini bisa terjadi, dan juga bagaimana mengatasinya."

"Banyak pertanyaan yang harus dijawab," komentar Rangiku.

"Karena itu," Toushiro mengangkat wajahnya dan memasang ekspresi tak senang, "kau bisa mulai membantuku dan jadi letnan yang sedikit berguna."

Kata lainnya adalah mengerjakan laporan.

Rangiku menghela napas, mengakui kekalahan.

Walaupun matahari sudah mulai bergerak ke ufuk barat, panas yang dipancarkannya masih sangat mengganggu Toushiro. Komandan muda itu berada dalam wujud shinigaminya bergerak di antara bayangan gedung-gedung pencakar langit Tokyo, menghindari sengatan panas bola gas raksasa yang ingin sekali dibekukannya dari intinya. Jika ia seegois itu, tak pikirkan bagaimana manusia bumi bisa hidup tanpa matahari, barangkali ia akan melakukannya. Karena ia, seperti yang dikatakan Mayuri Kurotsuchi padanya dengan nada menghina, adalah roh yang baik hati dan berbelas kasih (di samping sifatnya yang dingin) tak akan membekukan matahari.

Dan kemudian, ia merasa angin dingin menerpa kulit pucatnya…

Tunggu. Dingin?

Toushiro menatap sekelilingnya. Ya. Dingin mulai menutupi tempat itu, dan ia yakin seribu persen ia sama sekali tak melepaskan reiatsunya.

Dan ia tahu dingin ini bukanlah kekuatannya. Ia tak memiliki kemampuan untuk menghembuskan dingin yang menimbulkan kecemasan. Atau dingin yang menyebabkan keputusasaan. Juga dingin yang mengedarkan ketakutan. Dan membuat langit menggelap begitu cepat tanpa meninggalkan celah untuk matahari musim panas.

Penguasa langit seperti dirinya tak bisa memadamkan cahaya dan menyebarkan teror. Itu adalah penghinaan untuk sifat alami sosok yang berbagi tempat di inner world-nya.

Hanya ada satu jenis makhluk yang bisa melakukan ini.

"Dementor," bisik Toushiro pelan.

Shinigami berambut putih itu ber-shunpo langsung ke atap salah satu gedung terdekat. Dilihatnya langit yang menghitam itu berputar cepat bak angin topan. Hawa gelap yang menunjukkan kehadiran makhluk sihir itu memancar ke segala penjuru. Langit hitam itu bukanlah awan. Itu kumpuan ratusan dementor.

"Master," Hyourinmaru berkata dalam pikirannya, terdengar tak senang, "manusia tak bisa melihat mereka, tapi manusia bisa merasakannya."

"Kalau begitu, kita bisa sedikit bersenang-senang, kan?"

Toushiro berjengit sedikit mendengar suara tambahan yang ceria namun penuh kelicikan dalam kepalanya. Itu suara hollow yang berdiam di sana sejak satu setengah tahun yang lalu.

"Kita tidak datang untuk bermain-main," kata Toushiro pada si hollow.

"Selalu menyebalkan melihat kau bersikap seperti bos, Bos," ujar si hollow.

"Kau sadar kalau kau tetap menyebutnya bos," gerutu Hyourinmaru.

"Aku benci fakta itu, tapi dia bosnya."

Toushiro memutuskan untuk menghiraukan komentar si hollow. Ryuu, begitu si hollow menamai dirinya sendiri adalah kebalikan dari dirinya dalam beberapa hal. Rambut putih Toushiro menjadi hitam padanya. Mata hijau miliknya berubah kuning keemasan di Ryuu. Mereka memiliki tinggi yang sama, namun kepribadian yang berbeda. Toushiro yang dewasa adalah kebalikan dari Ryuu yang kekanak-kanakan. Toushiro yang tenang adalah kebalikan dari Ryuu yang haus pertarungan. Kesamaan paling mencolok dalam sifat mereka adalah kekeraskepalaan.

Tipikal.

"Yo, Toushiro."

"Aha! Si Kepala Wortel datang!" kata Ryuu girang, yang diabaikan oleh Toushiro.

"Kapan kau memanggilku dengan nama yang tepat?" gerutu Toushiro jengkel.

"Oh? Kau ganti nama?" tanya shinigami pengganti yang berdiri di sampingnya dengan cengiran di wajahnya.

"Komandan Hitsugaya," kata Toushiro geram.

"Apa 'komandan' itu nama depanmu?" ujar Ichigo main-main.

"Ah, sudahlah." Toushiro menarik zanpakuto-nya dari wadahnya. Masalah di depannya jauh lebih penting dari prospek adu pendapat dengan Ichigo Kurosaki.

"Apa menurutmu dementor bisa dihabisi dengan zanpakuto?" tanya Ichigo. "Aku belum pernah melihat trik seperti itu berhasil."

"Pada dasarnya mereka termasuk jenis hollow. hanya saja mereka mengalami mutas akibat efek sihir yang mereka telan. Zanpakuto tetap bisa digunakan untuk mengatasi mereka, juga jiwa yang mereka telan. Ini akan seperti menembak dua burung dengan satu anak panah," jelas Toushiro.

"Oh, baguslah. Kukira kita harus gunakan Patronus. Aku tidak bawa tongkatku…" Ichigo menyiapkan Zangetsu. Namun ia mendadak menatap Toushiro, "Aku baru ingat. Jika kau ikutan, bagaimana kita jelaskan es yang mendadak turun di Tokyo di musim panas?"

"Salahkan pemanasan global," sahut Toushiro kalem, melesat lebih dulu ke arah pusaran hitam di angkasa, sementara Ichigo sweatdrop komikal di tempat. Alasan macam apa itu?

Ichigo berpikir beberapa detik. Toushiro adalah komandan. Ia pasti sering menghadapi situasi seperti ini. Mungkin, si rambut putih akan menggunakan pemodifikasi ingatan pada penduduk Tokyo sehingga mereka tidak akan ingat bagaimana es dan salju bisa muncul di luar musim. Ya, pasti begitu. Memodifikasi ingatan seluruh kota bukan hal sulit untuk kaliber komandan, bukan?

Oh, kalau begitu yang tadi itu hanya lelucon?

"Toushiro? Bercanda?" Ichigo mengerjap sangat heran. Ia menggelengkan kepalanya dan menyusul si rambut putih. Yang benar saja….

Menghadapi dementor ternyata kurang lebih sama dengan menghadapi gerombolan Menos Grande. Jika jenis hollow raksasa itu berbahaya dengan postur super tinggi dan cero liar mereka, dementor mengancam dengan kemampuan penyebar teror dan hawa dingin tak nyaman mereka. Dementor itu tampaknya semakin banyak saja begitu mendapat dua tambahan 'sajian lezat' berwujud dua shinigami. Sayangnya, mencoba menelan mereka adalah mustahil. Kesalahan besar. Fatal. Sangat sia-sia.

Yang satunya adalah shinigami hybrid dengan komposisi ayah shinigami, ibu Quincy, kekuatan hollow, dan kemampuan fullbringer. Yang satunya lagi adalah shinigami yang diakui sebagai bocah jenius, berpangkat komandan, kelompok vizard, dan reinkarnasi Penjaga Surga. Sebuah kombinasi yang sangat tidak menguntungkan untuk pihak musuh.

Nah, jangan heran jika dalam lima menit, langit ibukota Jepang sudah kembali dihiasi semburat jingga matahari terbenam.

"Selesai," ujar Ichigo senang. "Ada ide kenapa mereka berkeliaran sampai di sini? Bukannya mereka tertarik pada energi sihir?"

"Jepang juga punya sekolah sihir," kata Toushiro serius. "Namanya Mahoutokuro. Tapi berbeda dengan Hogwarts, mereka menutup diri dari dunia luar. Aku yakin mereka tak ingin terlibat dengan urusan yang diakibatkan teritori Inggris."

"Egois betul," komentar Ichigo.

"Mungkin itu adalah cara untuk melindungi para murid," kata Toushiro mengangkat bahu. "Dan aku yakin orang itu mencoba menaklukan dunia, dengan mengirim para dementor kemari."

"Si Voldy? Ampun deh! Karena sekolah sihir lokal tidak bertindak Gotei 13 yang ambil alih?"

"Dementor mengacau dengan menelan para konpaku di Dunia Manusia, Kurosaki. Ini jelas jadi urusan Gotei 13."

"Cuma soal dementor?" gerutu Ichigo.

"Juga akar masalahnya, mungkin, tergantung apa kata Komandan Tertinggi nanti." Toushiro menghela napas. Ia menatap ke Ichigo. "Kukira kau harusnya di kelasmu?"

Ichigo menggaruk belakang kepalanya, "Aku tidak ada kelas, tapi aku ada ujian…"

"Itu tempat di mana seharusnya kau berada," kata Toushiro, mengernyit. Ichigo mendengus pelan. Ia merasa seperti dipojokkan oleh tatapan menuduh si rambut putih. Ia masih bertanya-tanya sampai sekarang, bagaimana roh semuda itu bisa segalak itu.

"Baru tahu kau peduli pada ujianku…"

"Tidak. Tapi kau, seharusnya begitu."

"Ya, ya, tentu," gerutu Ichigo. Ia bersiap turun, membuat Zangetsu kembali diselubungi pita putih. Ia berhenti, dan bicara pada komandan muda itu tanpa menoleh. "Jika sesuatu terjadi di Inggris, apa menurutmu mereka baik saja?"

Toushiro menatap langit senja. Biru tua mulai menggelayuti langit Tokyo, pertanda malam akan segera turun. "Aku harap begitu."

Harus begitu.

Dan Ichigo Kurosaki ber-shunpo turun tanpa suara, meninggalkan Toushiro Hitsugaya berdiri di udara sendirian.