For anyone who regard my existence.
Thank you...
Warning: AU, Gender switch, OOC, typos, and almost plotless.
Happy Reading!
Fanfiction by Gimo Michiko
Present: Saranghae Perfeksionis Noona
Yunho POV
"Eomeona!" teriakku meledak mengemparkan ruangan yang hanya beberapa petak saja luasnya. "Gawat… gawat…!" Dengan tergesa-gesa kumasuki ruangan yang lebih sempit lagi. Yap! Kebiasaan bangun ngaretku memang sudah tak terpelakkan lagi. Dan seperti biasa setiap pagi selalu mandi air terjun. Kenapa air terjun? Yah… karena sekali guyur seluruh badan kena air. Hemat waktu, hemat air dan pastinya hemat tagihan ledeng.
'Byur!... byur!... byur…!' Seperti itulah bunyinya. Mendengar suaranya pasti mudah ditebak berapa gayung air yang aku gunakan. Setelah kurasa bersih ala kadarnya, segera kusambar seragam sekolahku yang tergelak di lantai. Sepertinya lemari pakaian hanya sebagai pajangan yang menuh-menuhin tempat aja. Mungkin minggu depan akan aku lelang ke pasar loak.
Kututup pintu flatku tanpa perlu menguncinya. Siapa juga yang mau mencuri flat reot ini. Pencuri kelas teri aja nyari target yang levelnya aduhai tingginya.
"Yunho-ah!" panggil seseorang yang tak jauh dari tempatku berdiri.
Aku menoleh dan bibirku kontan melengkung indah. "Annyeonghasimnikka Yochun-sshi," sapaku.
"Jangan sok ramah, cepat bayar kontrakanmu! Kau sudah menunggak tiga bulan," tegasnya sambil memasang wajah yang tidak menyenangkan.
"Akh!" pekikku, "Aku terlambat! Aku pergi dulu Yochun-sshi, annyeonghi gyesipsio!" Aku berlari–lebih tepatnya melarikan diri–meninggalkan pemilik apartemen itu sambil melambaikan tangan. Kuturuni dua anak tangga sekaligus dan ketika mencapai lantai dasar apartemen, lariku langsung kurem.
"Annyeonghasimnikka, Junsu-sshi," sapaku pada yeojya yang baru saja keluar dari flatnya. Satu-satunya flat terbesar dan termegah dari sepuluh flat yang ada dan beliau adalah istri dari ajeossi pemilik apartemen tadi.
"Annyeong Yunho-ah, kok buru-buru? Sudah sarapan?" tanya Junsu-sshi.
Aku mengeleng. "Tidak sempat, ajumma…. Yunho berangkat dulu ya," pamitku sambil mencium punggung tangan Junsu-sshi lalu melesat pergi.
"Josimhae!" suara khas Junsu-sshi yang seperti dolphin melengking tinggi seiring sosokku yang semakin menjauh.
Kenapa ya, mereka bisa menikah? Padahal sifat mereka sangat bertolak belakang. Aku berhenti dan berbalik sejenak. "Gamsahamnida!" balasku.
Kulanjutkan kembali langkah lari yang sempat terhenti tadi dan sesekali kumenoleh ke belakang. Ah… aku tak pernah menyesal tinggal di apartemen tua di pinggiran kota Seoul ini. Sebuah apartemen kecil berlantai dua yang nyaman.
~oOOoOOOoOOo~
Supir bus melirik ke kaca spion kecil yang menggantung. Dari spion kecil itu terlihat jelas pantulan diriku yang sedang mondar-mandir nggak jelas di tengah bangku-bangku penumpang yang kosong. Serasa jadi penumpang kelas VVIP bus hijau lumut nih!
Kukeluarkan ponsel dari saku celanaku dan mataku langsung terbelalak. "Pak, bisa ngebut sedikit? Saya sudah nyaris terlambat," pintaku sambil menghentak-hentakkan alas kaki di lantai bus.
"Ini bus, bukan taksi!" sindir supir bus yang pandangannya sudah berpaling dari kaca spion ke jalanan aspal.
"Aish…!" gerutuku sambil menjambak rambutku. Kelas VVIP abal-abalan! Daripada bikin emosi, mending mondar-mandir lagi saja. Aktifitas nggak berguna ini aku lakukan dengan penuh penghayatan.
'Sret... Brak!'
"Mau turun tidak?" tanya supir bus kontan menghentikan langkah kakiku. Supir bus itu baru saja menekan tombol yang menyebabkan pintu bus terbuka.
Sudah berapa lama aku mondar-mandir? Akh, nggak penting! "Nae…," jawabku singkat sambil menuruni bus hijau lumut ini. Kukeluarkan kembali ponselku, waktuku tinggal lima menit! Padahal jarak halte bus dengan sekolahku kurang lebih satu kilometer, tapi kalau aku lari pasti sempet! "Yunho hwaiting!" gumamku sambil berlari sekencang-kencangnya.
Apesnya medan yang aku lalui sangat menguras tenaga. Bagaimana tidak? Sekolahku berada di atas bukit dan otomatis jalan menuju ke sekolahku makin lama makin menanjak. Berapa ya sudut kemiringannya? Jadi titik beratnya… Lho? Kok malah mikirin fisika? Aku mengeleng-gelengakan kepala untuk mengenyahkan pikiran yang nggak sinergis dengan situasi dan terus berlari selebar-lebarnya kakiku sanggup melangkah.
Butir-butir keringat sebesar biji jagung mengalir deras di sekujur tubuhku. Tapi entah mengapa rasa letih menguap begitu saja ketika mataku menatap gerbang sekolah yang masih terbuka. "Lucky boy!" girangku. Dengan sisa energi pizza pemberian Junsu-sshi yang aku lahap tadi malam, aku kembali berlari menuju pintu gerbang sekolahku.
"Berhenti!" teriak seseorang yang kontan membuat kakiku berhenti tepat di bibir pintu gerbang. "Kau terlambat!"
Aku menelan ludah. Padahal aku nyaris saja mencetak rekor 'tidak terlambat' dan berniat bikin hot news untuk mading sekolah. Aku segera menoleh ke sumber suara.
"Siapa namamu? Kelas berapa?" tanya seseorang itu sambil mencorat-coret sesuatu di buku note.
Aku berdiri mematung. Sekarang aku berhadapan dengan yeojya asing. Dia siapa? Kenapa aku tidak mengenalnya?
Yeojya itu mendekat dan menyentuh jas seragamku!
"Jung Yunho…," gumamnya setelah melihat papan namaku lalu melanjutkan kegiatan corat-coret di buku notenya. "kelas berapa?" lanjutnya.
"Ke.. kelas… dua belas," jawabku gugup.
"Program?"
"IPA-3."
'Plak!'
Selembar kertas yang kuyakini berasal dari buku note itu menempel lekat-lekat di dahiku.
"Jangan terlambat lagi," ceramah yeojya itu. "Sekarang masuklah. Anggap saja ini sebagai dispensasi."
Tanpa berkata-kata, aku meninggalkan yeojya tersebut, memasuki gedung sekolah SM high school lalu berlanjut ke kelasku yang terletak di lantai tiga. Lantai dimana markas kelas tiga berada.
~oOOoOOOoOOo~
"Hoam…" uapku panjang sambil meregangkan kedua tanganku. Pelajaran biologi yang menjemukan itu baru saja usai. Teori abiogenesis? Mana mungkin makhluk hidup berasal dari benda mati. Dunia memang sudah gila, khususnya para ilmuwan yang benar-benar 'gila' dalam arti lain.
"Annyeong," sapa kepala sekolah yang berdiri di ambang pintu kelasku. Ia masuk dan berdiri di depan kelas. "Hari ini kalian akan dibimbing oleh songsaengnim bahasa Inggris baru. Beliau lulusan termuda dan terbaik jadi bersikaplah hormat padanya."
"Namja kah Sooman-sshi?" tanya siswi yang bernama Jessica duduk di pojok depan.
Sooman-sshi mengkerutkan kening.
"Pasti yeojya kan Sooman-sshi?" tanya siswa yang bernama Donghae duduk di belakang pojok nggak mau ketinggalan.
Sooman-sshi menghela nafas panjang. "Masuklah Miss. Jae."
Seorang yeojya masuk, berdiri di samping Sooman-sshi, menunduk sebentar lalu memperkenalkan dirinya. "Saya Kim Jaejoong. Kalian bisa memanggil dengan sebutan Miss. Jae."
"Beliau juga merangkap sebagai sonsaengnim kedisiplinan," lanjut Sooman-sshi.
Aku yang sedang merengankan tangan ke atas, kaget setengah mati. Tanpa sadar tanganku kudorong ke belakang. Alhasil keseimbangan kursiku yang terletak di deretan paling belakang tak dapat dipertahankan.
'Bruk!'
"Wadaw!" erangku sambil memegang kepalaku.
"Jung Yunho!" teriak Miss. Jae.
Eh? Dia masih hapal namaku? Pendengaranku masih normal kan?
Aku segera berdiri dan membenahi posisi kursiku lagi. "Nae... Miss. Jae?" ringisku antara sakit atau senang.
"Minus dua poin," lanjut Miss. Jae.
"Mwo?" tanyaku tak mengerti.
"Karena membuat kegaduhan di kelas dan membuat lecet kurci. Jadi nilaimu akan dikurangi dua poin," jelasnya.
Seluruh kelas menjadi hening. Sooman-sshi membulatkan mata, seluruh siswa melirik ke arahku dan aku hanya bisa memanyunkan bibir sambil mendelik.
~oOOoOOOoOOo~
Baru beberapa menit yang lalu pelajaran bahasa Inggris usai dan kini waktunya istirahat. Kutatap tiap huruf yang menempel di secarik kertas kecil yang tadi nemplok di jidatku.
Nama : Jung Yunho
Kelas/Program : XII/IPA-3
Kesalahan : Terlambat
Peringatan : Apabila terlambat satu kali lagi, maka dihukum sesuai perintah
Sekujur tubuhku merinding. Ngeri juga sonsaengnim yang bernama Miss Jae itu.
"Eh tau nggak...," bisik seseorang yang duduk tak jauh dari bangkuku.
Aku melirik dan ternyata ada perkumpulan namja-namja biang gosip paling up-date se-SM high school. 'Nggak penting... ke kantin aja ah! Perutku mencak-mencak minta gaji' batinku.
"Miss. Jae itu selalu ikut program akselerasi lho!" bisik Donghae memasang umpan mantap.
"Yang bener?" tanya Eunhyuk antusias.
Aku yang hendak berdiri jadi mengurungkan niat. Entah mengapa aku jadi tertarik dengan topik gosip mereka.
"Kamu merasa aneh nggak, waktu liyat wajahnya?" pancing Donghae.
Aneh? Sangar gitu kok.
"Wajahnya nggak pantas jadi sonsaengmin, bener nggak?" pancing Donghae semakin mendekati spot(mancing mania banget).
Bener... lebih pantas jadi bodyguard mafia.
"Maksudmu apa, Donghae-ah?" tanya Eunhyuk mendekati kail Donghae.
Donghae berbunga-bunga karena mangsanya hampir terjebak lalu berkata, "Lulus SMP umur empat belas tahun, lulus SMA umur enam belas tahun, kuliah cuma tiga tahun. Coba tebak umurnya berapa?"
Eunhyuk lalu menghitung menggunakan jari tangannya. "Enam belas, tujuh belas, delapan belas, sembilan belas... Sembilan belas! Eh, beneran Hae-ah?"
Donghae mengangguk mantap.
"Hanya beda satu tahun denganku?" gumamku lirih, bahkan diriku pun tak dapat mendengarnya dengan jelas. Entah mengapa cacing di perutku berhenti nge-dance mirotic. Menu gosip benar-benar membuatku kenyang.
~oOOoOOOoOOo~
Aku keluar dari ruang ganti. Seragam sekolah kini berganti menjadi seragam sebuah mini market yang menjamur di tiap satu kilometer kota Seoul. Aku kerja part time di tempat ini setiap pulang sekolah. Hasilnya memang tidak banyak, tapi cukuplah membiayai kebutuhanku. Untunglah biaya SPP sekolah gratis. Tidak lupa aku kenakan topi merahku. Hal ini aku lakukan untuk menutupi wajahku. Wajah tampanku mencetak pengalaman tentang stlangker yang meninggalkan sedikit rasa trauma. Masih mending kalau yeojya remaja, tapi kadang ada juga ajumma-ajumma girang, bahkan banci!
Eh ada pembeli? Aku segera menuju mesin kasir, menjalakan apa yang seharusnya aku lakukan.
'Gedubrak!'
Terdengar beberapa barang dari rak terjatuh. Aku meninggalkan mesin kasir untuk mendekati pembeli yang mungkin sedang butuh pertolongan. Langkahku terhenti seketika melihat yeojya yang sedang berupaya mengembalikan barang-barang yang berceceran di lantai ke rak kembali.
"Saya laporkan ke polisi!" bentakku tiba-tiba.
Yeojya itu mendongak, menatapku dengan raut heran. "Saya cuma menjatuhkan barang tanpa sengaja, bukan mencuri kok," belanya.
"Tapi noona merusaknya," kataku sambil menunjuk ke arah lantai.
Yeojya itu menunduk dan mendapati dua botol minuman yang bocor dan air meluber disekitarnya. Ia mendongak kembali lalu berkata, "Saya akan ganti semuanya."
"Tidak bisa! Noona tahu? Saya tadi sudah bersusah payah mengepel dan dengan mudahnya noona membuatnya kotor!" gugatku.
"Tap–"
"Dan noona sudah membuat gaduh di tempat ini. Saya akan menuntut noona!"
Yeojya itu menghela nafas panjang, "Kenapa masalah sepele jadi rumit begini? Mending damai aja deh! Damai ya!" kata yeojya tersebut sambil mengangkat tangan membentuk huruf 'V'.
"Ada syaratnya," balasku cepat.
"Mwo?"
"Kembalikan dua poin milikku, Miss. Jae," kataku sambil melepas topi merahku. Aku menyunggingkan senyum terjail milikku.
"Jung Yunho!" jeritnya kaget.
~oOOoOOOoOOo~
Lampu-lampu jalan mulai menyala satu-persatu dan langit menjadi gelap. Aku melangkah mendekati apartemen tua di pinggiran kota Seoul. Baru beberapa jam saja aku sudah sangat merindukan tempat tinggalku ini. Apalagi suasana hatiku lagi baik. Lucky boy...
"Yunho-ah!" panggil seseorang yang sudah tak asing bagiku.
Aku yang sedang berjalan menyusuri lantai dasar apartemen menghentikan langkah kakiku. Terlihat Junsu-sshi yang baru saja membuang kantong sampah ke tong sampah.
"Annyeonghasimnikka Junsu-sshi," balasku.
"Annyeong, ayo masuk Yunho-ah. Ajumma bikin pizza lagi lho, tapi sekarang rasa sweet corn. Yunho-ah pasti suka."
Pizza lagi? Maklumlah Junsu-sshi adalah putri dari pemilik toko pizza. Kabarnya juga ibu Junsu-sshi mantan miss Korea. Pantesan cantik...
"Gamsahamnida ajumma... Tapi Yunho tadi sudah makan," bohongku. Padahal tadi di mini market cuma minum sebotol susu dan sepotong roti. Hanya kudapan kecil menurutku.
"Siapa Suie-ya?" tanya namja yang tiba-tiba nongol dari balik pintu.
Ah... suara itu membuat nyaliku ciut.
"Yunho-ah! Kau jangan kabur lagi! Cepat bayar uang sewamu!" bentak Yochun-sshi.
Gimana nih! Uang di dompetku tingal recehan. Belum gajian pula.
"Aigo!" jerit Yochun-sshi. Ternyata Junsu-sshi mencubit lengan Yochun-sshi.
"Chunie-ya! Ingat jasa-jasa Yunho-ah dong. Yunho-ah kan pernah betulin toilet yang macet, pernah bantu nangkap tikus di dapur juga," kata Junsu-sshi.
"Nae... nae... tapi... auw!" erang Yochun-sshi.
Ternyata Junsu-sshi menginjak kaki Yochun-sshi. Suami takut istri rupanya.
"Ani... tidak usah ajumma, Yunho masih kenyang," kataku. Tidak enak melihat pasangan suami-istri bertengkar hanya gara-gara aku. "Yunho masih banyak tugas sekolah."
"Nggak mampir dulu?" tanya Junsu-sshi.
Aku mengeleng. "Ani... Ajumma, ajeossi, Yunho permisi dulu," pamitku. Aku membungkuk sedikit lalu menaiki anak tangga menuju flatku.
Sesampai di depan flatku, kudorong pintu yang tidak kukunci. Ah... aroma yang kurindukan. Aku masuk ke flat super miniku. Menuju dapur yang satu tempat dengan kamar tidur. Aku membuka rak kecil dibawah kompor, mencari sesuatu yang layak untuk dimakan.
"Lucky boy!" kataku girang. Aku menemukan satu bungkus ramen instant. Lumayanlah buat nganjal perut. Segera kubuka bungkus ramen instant dan kurebus di panci. Setelah matang, aku langsung melahapnya tanpa sisa, moga-moga ramen ini belum kadarluarsa.
Setelah makan, aku mandi, belajar sebentar lalu berbaring di ranjang. "Bersiaplah untuk kaget noona, huam...," gumamku lalu terlelap.
~oOOoOOOoOOo~
"Good morning, Miss Jae!" sapaku ramah pada yeojya yang sedang berdiri di balik gerbang sekolah. Ah... kulit putih susu mulusnya bercahaya di bawah terpaan sinar mentari pagi. "Jung Yunho datang tepat waktu kan, Miss. Jae? Tambah poin dong," godaku.
Miss. Jae menatapku dengan pandangan jangan–harap–dech dan ia tidak meladeni perkataanku. Sepertinya kejadian di mini market membuatnya jadi sedikit judes. Haha, senjata makan tuan.
"Good bye, Miss. Jae!" pamitku pada Miss. Jae yang masih berdiam diri.
"Wait!" tahan Miss. Jae.
Aku berhenti melangkah, berbalik lalu mendekati Miss. Jae. "Ada apa Miss. Jae?"
"Seragammu tidak rapi. Minus satu poin," jelasnya tiba-tiba.
Aku terhenyak. Eomeona! Noona satu ini benar-benar deh.
"Mana dasimu Jung Yunho?" tanyanya.
Ya ampun, aku terlalu bersemangat berangkat pagi sampai lupa pakai dasi. Aku berusaha merogoh-rogoh saku celanaku. Lucky boy! "Ini Miss. Jae," Kataku sambil menyodorkan dasiku padanya.
"Cepat pakai!" suruhnya.
Tiba-tiba sebuah ide jahil melintas di otakku. "Aku tidak bisa memakai dasi. Tolong pakaikan ya Miss. Jae," pintaiku dengan senyum yang mempunyai maksud tersembunyi.
Miss. Jae tak merespon.
Eh? Dia kok diam saja? Marah ya... atau jangan-jangan... "Jangan-jangan Miss. Jae juga nggak bisa memakai dasi ya?" selidikku.
Wajahnya Miss. Jae nampak memucat.
"Miss. Perfeksionis tidak bisa memakai dasi? Hahaha, minus satu poin!" balasku telak. Haha, tahu rasa noona.
Miss. Jae membulatkan matanya. Sepertinya dia sudah kehabisan kata-kata.
TBC
a/n:
Ahahay...
Gimo akhirnya comeback again *Nggak nanya*
Fict ini sebagai pelampiasan atas ujian bertubi-tubi yang hampir mencekik leher author.
Lagi kepengen bikin fict DBSK gara-gara sie ai~ai-chan (teman satu les TOEFL) nyanyi lagu DBSK yg judulnya 'HUG'
Aduh sedih lagi kan T.T *croot!* Kangen mereka berlima lagi.
Semoga para readers menyukainya.
Soal update nggak bisa janji cepet.
Yah sudah terlanjur baca mpe akhir diharapkan review ya. Boleh kritik, saran, flmae, atau bahkan pujian#plak!
Buat para silent reader semoga kalian menjadi noisy reader, hehe.
ALWAYS KEEP THE FAITH!
