Someone POV
'Krinnggg' 'Krinngg'
Suara berisik dari jam weker menyapa telingaku, merusak mimpi indahku di pagi hari yang indah ini. Dengan kepala yang masih berada di balik selimut, ku gerakkan tanganku menuju jam weker yang berada di atas meja kecil di samping tempat tidurku, berniat untuk mematikan.
'Tik'
Jari telunjukku berhasil menekan sebuah tombol dan akhirnya jam itu berhenti berbunyi. Kembali kumasukkan tanganku kedalam selimut dan berusaha untuk kembali tidur.
Saat kupikir akan dapat tidur tanpa gangguan, ,,,,
'Tok' 'Tok' 'Tok'
"Kyuu, cepat bangun!"
,,,, suara ketukan pintu dan suara cempreng kembali mengusikku.
Ah, aku belum memperkenalkan diriku. Seperti yang kalian baca tadi, namaku Kyuu atau nama lengkapku adalah Namikaze Kyuubi. Anak bungsu dari pasangan Namikaze Minato dan Namikaze Kushina.
Aku mendengar suara pintu terbuka, tapi aku sama sekali tidak peduli dan malah kembali mencoba tidur. "Kyuu, sampai kapan kau ingin tiduran?" tanya suara itu dengan nada lembut. "Lima jam lagi, Nee-san" jawabku ngasal.
"Cepat bangun atau tidak akan ada sarapan untukmu" ancamnya setengah kesal. "Terserah saja" ucapku tidak peduli.
"Jangan tiba-tiba jadi manja begini, Kyuu. Cepat bangun" selimut yang menutupi tubuhku tiba-tiba menghilang setelah di tarik paksa oleh orang yang menganggu tidurku.
Silau cahaya mentari pagi yang masuk lewat jendela di samping tempat tidurku terasa seperti memaksaku untuk bangun. Mataku terbuka perlahan-lahan, iris mataku yang mirip dengan warna darah berusaha mengadaptasikan diri dengan cahaya yang masuk.
Aku mengedipkan mataku beberapa kali sebelum mengubah posisi tidurku menjadi duduk dengan sangat tidak bertenaga. Rambutku yang berwarna merah ke-orenge-an pasti terlihat kusut dan wajahku mungkin sekarang ini terlihat seperti Zombie saking tidak ada tenaganya.
Sebuah tangan menangkup pipiku dan memaksaku untuk menoleh kesamping. Aku yang baru bangun tidur tanpa perlawanan mengikutinya dan selanjutnya mataku yang awalnya hanya terbuka 20 persen langsung melonjak naik menjadi 100 persen.
Aku membelalakkan mataku saat merasakan benda kenyal dan basah membungkam bibirku. Orang yang menciumku, dengan mata tertutup mendorong dada telanjangku memaksaku untuk berbaring dengan dia menindih tubuhku tanpa melepaskan tautan bibir kami.
Sedikit pemberitahuan, aku tidur hanya dengan mengenakan Boxer hitam untuk menutupi privasi-ku. Jadi dada yang cukup berotot dan perut Six pack-ku tidak tertutupi oleh sehelai benangpun.
Aku tanpa menunggu lama membalas ciuman itu. Rasa ngantukku beberapa saat yang lalu menghilang begitu saja entah kemana. Yang ada di pikiranku hanyalah orang yang sekarang ini menciumku.
Setelah beberapa saat, ciuman itu di lepaskan, menciptakan benang saliva yang menghubungkan bibir kami.
Orang itu menduduki perutku dan menumpukan tangannya di samping kepalaku. Aku memandang lurus pada matanya yang sewarna langit cerah. "Nee-san?" gumamku seraya senyum terbentuk di bibirku.
Orang yang ku panggil Nee-san itu tersenyum. "Sekarang kau sudah tidak ngantuk bukan, putri tidur?" tanyanya.
Perkenalkan, orang ini adalah Nee-sanku, Namikaze Naruto. Dia lebih tua 4 tahun dariku. Memiliki rambut Blonde dan mata berwarna Sapphire. Dia memiliki wajah yang menurutku sangat cantik dan tubuh yang cukup ideal. Ukuran dadanya adala— Stop! Itu hal pribadi.
"Setidaknya sekali-kali kau harus bangun pagi, jangan membuatku repot terus"
Dia mengenakan kemeja putih kebesaran dengan dua kancing atas yang terbuka, memperlihatkan gundukan lemak yang di tutupi oleh Bra Pink, ukuran dadanya kira-kira pas di genggamanku. Aku sama sekali tidak membalas perkataannya dan malah terfokus memandangi dadanya.
Naruto menatap Kyuubi bingung. Matanya mengikuti arah pandangan Kyuubi. "Hey, jangan melamun. Cepat bangun, kau harus segera sekolah" ucapnya dan berniat beranjak dari atas tubuhku.
Tanpa sadar, bagian selatan tubuhku berdiri saat melihat gundukan itu bergoyang-goyang. "K-Kyuu, aku memang menyuruhmu bangun. Tapi bukan bagian 'itu'. Dasar otak mesum" komentarnya saat gundukan di Boxerku tidak sengaja menyentuh bagian bawah tubuhnya yang di tutupi celana dalam berwarna sama dengan Bra miliknya saat sedang berusaha bangun dari tubuhku.
Jika saja bawah tubuh kami sama-sama telanjang, pasti akan nik—
'Plak!'
Sebelum aku menyelesaikan imajinasiku, dia sudah lebih dulu menampar pipi kiriku lalu berdiri.
"Jangan berpikiran mesum yang keterlaluan tentangku. Cepatlah mandi lalu keruang makan. Jangan coba-coba untuk tidur lagi, nanti kau bisa telat" ucapnya lalu berjalan menuju pintu.
Aku duduk di tepi tempat tidur memandang punggungnya. Rambutnya Blondenya yang di biarkan tergerai bergoyang-goyang beriringan langkah kakinya.
Saat ia menghilang dari pandanganku, barulah aku berdiri dan berjalan menuju kamar mandi. Naruto, kakak yang kucintai tidak suka di bantah, jadi daripada mendapat omelan yang mirip lebih mirip pidato darinya lebih baik aku mengikuti perintahnya.
Ah iya, tadi aku memasukkan kata 'Cinta' pada kalimatku. Aku yakin kalian tau maksud kata itu, dan itulah yang aku rasakan padanya.
Title : Sibling Love
Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto
Fict © Ryuukira Sekai
Genre : Romance and Family
Rating : T+ or M
Pair : KyuuFemNaru (Incest)
Warning : Incest, Typo(S), FemNaruto, Author Newbie, Mainstream, EYD hancur, OOC, AU, AR.
Summary :
Saudara tidak sepantasnya saling mencintai layaknya kekasih. Aku sangat tau akan hal itu. Tapi untuk sekarang, sangat tidak mungkin bagiku menaati aturan seperti itu. Memiliki kakak yang mencintaimu pada jalan yang salah dan parahnya lagi, aku memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Maaf, tapi aturan ada untuk di langgar.
Remember this! "Don't Like? Get Away From Here!"
...::: STORY START :::...
Chapter 01 : Our Love
Setelah mandi dan mengenakan seragam Konoha Gakuen milikku. Aku bergegas menuju ruang makan.
Sesampainya aku di sana, aku melihat Naruto sedang menyiapkan sarapan untukku. Dia masih tetap mengenakan kemeja putih tadi, hanya saja terdapat Apron berwarna sama dengan kemeja sebagai tambahan.
Naruto menyadari keberadaanku saat meletakkan seporsi nasi sarapanku di meja makan. Ia memandangku sambil tersenyum. "Kyuu, Ohayou" ucapnya lalu kembali berjalan ke dapur.
"Ohayou, Nee-san" ucapku seraya duduk di salah satu kursi lalu meletakkan tasku di samping kursi. Aku menolehkan kepalaku kekanan dan kekiri, lalu berhenti pada sosok Naruto yang kembali dengan membawa semangkuk lauk untuk kami berdua.
"Nee-san, Nii-san mana? Apa sudah pergi?" tanyaku saat ia meletakkan semangkuk lauk di atas meja makan. Naruto mengangguk. "Sekertarisnya tadi menelpon dan mengatakan ada beberapa dokumen penting yang harus di urusnya. Setelah sarapan, dia langsung berangkat" jelas Naruto lalu duduk berhadapan denganku setelah melepas Apronnya.
Orang yang ku panggil Nii-san adalah saudara kembar Nee-san. Namanya Namikaze Menma. Sejak ayah meninggal setahun yang lalu, dia di paksa untuk menjalankan perusahaan saat baru menyelesaikan kuliahnya. Padahal Nii-san memiliki cita-cita untuk menjadi seorang dokter, tapi karena masalah itu, dia harus menahan keinginannya sampai aku lulus kuliah dan dapat mengambil alih perusahaan agar dia dapat menjadi dokter seperti keinginannya.
Kenapa tidak menyuruh Nee-san untuk menggantikan Menma, itu karena Nee-san sama sekali tidak memiliki keahlian di bidang itu.
Memang kami memiliki keluarga dekat seperti paman Kakashi atau kakek Jiraiya. Tapi ayah meninggalkan wasiat agar anak-anaknya yang melanjutkan perusahaan. Jadilah Nii-san yang harus berkorban.
"Hey, jangan hanya melamun. Sebentar lagi kau telat loh" ucap Naruto yang entah sejak kapan sarapan di piringnya sudah ludes tak bersisa.
Aku melihat jam tanganku dan ternyata benar. Kurang dari 20 menit lagi, bel masuk akan berbunyi.
Aku makan dengan terburu-buru untuk mengejar waktu. Jika telat bisa gawat, guru mata pelajaran pertama adalah Orochimaru. Hukuman bagi yang telat adalah membersihkan kandang Manda, ulat, ups, maksudnya Ular peliharaannya selama seminggu di ruangan pribadi Orochimaru. Dan dari yang kudengar, Orochimaru itu Gay.
Memikirkannya saja membuatku merinding ngeri. Keperjakaanku dalam bahaya jika sampai telat.
Berhasil! Aku berhasil menyelesaikan sarapan porsi besar dalam tiga menit lebih. "Terima kasih sarapannya!" ucapku dan langsung mengambil tas lalu berlari ke teras.
"Tunggu dulu, Kyuu" aku menoleh kebelakang setelah memasang sepatuku. Naruto menghampiriku dan menyerahkan sesuatu padaku. "Kau menjatuhkannya saat berlari tadi" ucapnya. Benda di tangannya adalah sebuah ponsel. Tunggu, itukan ponselku.
"Terima kasih, Nee-san" Aku mengambilnya dan memasukkannya kedalam saku celanaku.
Naruto mendekatkan tubuhnya padaku lalu mengalungkan tangannya di leherku. Jujur, jantungku berdetak kencang saat dada kenyalnya menekan dada bidangku. Dia mendekatkan wajahnya dan menutup matanya.
Aku mengerti dengan apa yang ingin ia lakukan, jadi aku melingkarkan tanganku di pinggangnya dan mendekatkan wajahku lalu menutup mata.
'Cup'
Bibir kami bertemu dalam sebuah ciuman. Awalnya hanya sebatas menempelkan bibir, tapi berubah seketika saat Naruto mulai menjadi agresif. Aku tidak punya kekuatan untuk melawan dan terhanyut dalam permainan yang di buatnya.
Setelah beberapa saat melakukan cumbuan, Naruto melepaskan ciuman kami dengan mendorong bahuku pelan. Naruto tersenyum manis padaku lalu menciptakan jarak di antara kami. "Saatnya kau pergi, Kyuu. Hati-hati di jalan" ucapnya.
Aku membalas senyumannya dengan senyuman lalu berbalik menghadap pintu. Aku membuka pintu itu dan menoleh kebelakang sebentar. "Itterasshai, Nee-san!" ucapku lalu langsung berlari.
Walaupun terdengar pelan karena aku semakin menjauh dari rumah, aku dapat mendengar Naruto mengatakan 'Ittekimasu'.
Untuk mencapai Konoha Gakuen, aku cukup dengan lari dengan kecepatan normal. Karena jarak antara rumah dan sekolahku dapat di capai hanya dengan beberapa menit lari biasa.
Kyuubi POV End
.
.
.
.
.
Naruto berjalan menuju ruang makan untuk membereskan bekas sarapan mereka tadi. Sesampainya dia di ruang makan, dia melihat ponselnya yang berada di atas meja berdering.
Naruto mengambil ponselnya dan mendekatnya ketelinganya setelah menekan tombol untuk menerima panggilan. "Moshi moshi, Menma?" ucap Naruto memulai pembicaraan.
"Naruto, hari ini kau tidak perlu menyiapkan makan malam untukku" ucap suara di seberang sana,
"Eh? Kenapa?" tanya Naruto.
"Ada beberapa Meeting hari ini, dan pekerjaanku juga menumpuk. Kemungkinan aku akan pulang larut. Jadi kau tidak perlu menungguku"
"Hu um, aku mengerti" ucap Naruto sambil mengangguk.
"Jika ada apa-apa, jangan ragu untuk menghubungiku, mengerti?"
"Ha'i Ha'i, sebenarnya ada apa denganmu, akhir-akhir ini kau jadi sangat perhatian padaku?" tanya Naruto balik.
"Bukan apa-apa. Ah, aku harus kembali kepekerjaanku. Bye, Naruto"
"Bye, Menma"
Percakapan itu di putuskan oleh Menma. Naruto memandangi ponselnya yang terdapat nama Menma pada layarnya. "Ada apa dengannya? Sikapnya berubah sejak beberapa minggu yang lalu" gumam Naruto bingung.
Menma memang sudah perhatian padanya dari dulu, hanya saja sekarang dia kelewat perhatian. Biasa kalau masalah pulang larut, dia tidak pernah memberi kabar. Dan beberapa masalah lainnya dimana Menma memberikan perhatian berlebih padanya.
Naruto mengendikkan bahunya tidak peduli lalu meletakkan ponselnya di atas meja. "Jam kerjaku masih sejam lagi. Lebih baik aku membereskan semua ini lalu bersiap-siap bekerja" gumam Naruto dan kembali fokus pada pekerjaannya untuk membereskan bekas-bekas sarapan tadi.
.
.
.
.
.
Kyuubi POV
Tempatku menempuh pendidikan SMA adalah di Konoha Gakuen, satu-satunya sekolah SMA di kota Konoha ini. Sekolah ini cukup terkenal sampai keluar kota.
Pakaian untuk laki-laki adalah kemeja putih polos yang di balut oleh Blazer hitam dengan garis tepian berwarna putih beserta celana panjang berwarna Hitam sebagai bawahannya.
Pakaian untuk perempuan tidak beda jauh dengan laki-laki, kemeja putih polos yang di balut Blazer Hitam dengan garis tepian berwarna putih dan untuk bawahannya adalah rok Hitam pola garis-garis 15 cm di atas paha.
Aku sampai di kelasku, kelas 3-B dengan sisa waktu yang kurang dari satu menit. Setelah masuk kelas, aku langsung berjalan menuju mejaku yang berada di barisan ketiga di dekat jendela.
Saat aku duduk di kursiku, bel berbunyi menandakan pelajaran akan di mulai. Karena gurunya belum datang, aku lebih memilih menelungkupkan kepalaku di atas meja menghadap ke jendela.
"Yo, Kyuubi, hampir telat lagi?"
Aku menolehkan kepala membelakangi jendela memandang pada laki-laki berambut hitam jabrik dengan tato segitiga terbalik berwarna merah di masing-masing pipinya sedang berdiri di samping kursiku. "Kau sudah tau jawabannya Kiba, untuk apa bertanya lagi?" balasku malas sambil menutup mata.
Orang ini namanya Kiba, nama lengkapnya adalah Inuzuka Kiba. Ibunya seorang dokter hewan. Aku berteman dengannya sejak kelas X dan anehnya tempat duduk kami selalu bersebelahan.
Aku mengenalnya karena waktu itu ada anjing kecil berwarna putih yang mengejarku tanpa sebab yang jelas. Aku waktu itu tentu saja lari menghindari anjing yang aku kira terjangkit rabies.
Tidak di sangka aku malah bertemu dengan pemilik anjing itu saat sedang berusaha kabur. Anjing yang aku kira gila itu ternyata sangat jinak dan akrab dengan Kiba. Kiba menjelaskan alasan Akamaru –nama anjingnya – mengejarnya adalah karena melihat warna rambutku.
Kiba bilang kalau anjingnya sangat suka mengejar sesuatu yang berwarna merah. Apa Anjing ini berpikir dirinya Banteng? Dan juga warna rambutku Merah ke-orenge-an, bukan Merah. Kuakui warna rambutku memang dominan merah.
"Hey, Kyuubi. Orochimaru-sensei datang" bisik Kiba. Mendengar nama guru Maho itu, aku langsung menegakkan badanku.
Peraturan nomor 02 ala Orochimaru: Jangan pernah terlihat malas di kelasnya, atau kau akan kena hukuman yang sebelas dua belas dengan hukuman telat.
"Sepertinya tidak ada seorangpun yang telat ya? Sayang sekali" ucap Orochimaru kecewa. 'Tidak akan ada yang berani telat jika yang mengajar itu kau. Hukuman darimu lebih mengerikan dari hukuman pidana' pikirku sinis.
Orochimaru memulai pelajaran favoritnya, mengenai binatang panjang yang mirip dengannya.
Beberapa kali aku melihat Orochimaru melirik ke arahku dengan gerakan cepat. Dan hal itu malah membuatku ngeri setengah mati. Jangan bilang kalau aku jadi target guru abnormal ini.
Kami-sama, jangan sampai tragedi itu terjadi padaku.
.
.
.
.
.
Bel istirahat berbunyi dan Orochimaru menutup pembelajarannya untuk hari ini.
'Akhirnya pelajaran mengerikan itu berakhir' pikirku lega dan jika di lihat dari ekspresi teman-teman sekelasku, sepertinya bukan hanya aku yang merasa menang saat Orochimaru keluar kelas.
"Hey, Kyuubi. Apa kau ada rencana sepulang sekolah nanti?" aku menoleh untuk melihat Kiba yang duduk di sampingku sedang bersandar santai di sandaran kursinya.
"Kurasa tidak ada. Kenapa?" tanyaku balik seraya membaringkan kepalaku di atas meja menghadap ke arahnya.
"Temani aku membeli Game ya?" ucap Kiba nyengir gak jelas sambil menggaruk belakang kepalanya. Aku memandangnya datar. "Eroge lagi? Dan juga kau hanya memanfaatkanku sebagai dompet cadangan jika uang yang kau punya tidak cukup bukan?" ucapku tidak niat.
"Hehe, ayolah, Kyuubi-sama. Aku tidak sempat membelinya kemaren dan hari ini adalah penjualan terakhirnya. Kumohon, Kyuubi-sama" ucapnya memohon.
Aku menghela nafas lelah. "Baiklah, jadi berhentilah memohon. Aku seperti mau muntah jika melihat wajah memelasmu itu" ucapku sambil memalingkan kepalaku memandang jendela.
"Kau memang sahabatku, Kyuubi" Aku mendengar Kiba terkekeh, sepertinya dia tidak peduli dengan ejekanku.
Aku mengeluarkan ponselku dan memandang layar yang terdapat sebuah foto perempuan berambut Pirang. Siapa lagi kalau bukan kakakku. Tanpa sadar, aku tersenyum tipis hanya dengan melihat wajahnya dari layar ponsel.
Aku harap waktu cepat berlalu agar aku dapat pulang dan bertemu dengannya untuk membebaskan sedikit perasaan rinduku padanya. Hatiku benar-benar sudah tercuri sepenuhnya oleh sosok Nee-sanku itu, sampai tidak terdapat sedikitpun ruang untuk yang lain. Bahkan untuk terpisah beberapa jam, terasa panjang bagiku.
Kurasa Fans Girl-ku di sekolah harus menelan rasa kecewa jika mereka tau kalau perjuangan mereka untuk membuatku terpikat pada mereka selama ini akan sia-sia berkat Nee-san. Bukannya mau sombong atau apa, tapi cukup banyak perempuan dari kelas satu sampai tiga yang menjadi fansku.
Ponselku bergetar kecil. Sebuah pesan masuk, dari Naruto. Aku tanpa menunggu langsung membuka pesan itu dan membacanya.
"Biar kutebak, kau pasti kau sedang memikirkanku bukan?"
Aku terkekeh membaca pesan itu. Dia entah bagaimana selalu tau apa yang sedang aku rasakan, mungkinkah ini yang namanya ikatan batin di antara saudara? Atau jangan-jangan ada kamera mata-mata di sekitarku?
Aku mengetik pesan balasan untuknya dengan senyum yang entah kenapa tidak dapat meninggalkan bibirku. "Aku merindukanmu, Nee-san" ketikku lalu kirim.
Ponselku kembali bergetar dan pesan lainnya masuk.
"Dasar, kita baru berpisah beberapa jam dan kau sudah rindu?"
"Aku hanya jujur pada perasaanku. Apa tidak boleh?" Aku kembali mengetik sesuatu dan mengirimkannya.
"Ha'i ha'i, aku juga merindukanmu, Kyuu" balasnya.
Kembali ku ketik sebuah pesan dan kirim. "Apa kau ada di tempat kerjamu? Boleh aku berkunjung?" tanyaku.
"Tidak ada satupun Kafe yang menolak pelanggan, Kyuu. Untuk apa kau bertanya?" balasnya.
"Tidak ada, hanya ingin berkunjung" ketik dan kirim.
"Souka, kalau begitu akan kutunggu. Jaa, Kyuu. Aishiteru"
Kata terakhir itu membuat hatiku menjadi hangat seketika. "Aishiteru yo, Nee-san" ketik dan kirim. Sampai beberapa saat, tidak ada lagi pesan masuk. Mungkin Nee-san sudah kembali pada pekerjaannya.
Kami-sama, kumohon putar waktu lebih cepat. Aku tidak sabar lagi bertemu dengan Nee-san.
.
.
.
.
.
Aku dan Kiba berjalan di pusat perbelanjaan setelah membeli Game 18+ keinginan Kiba. Tebakanku benar, aku di jadikan dompet cadangan karena uangnya kurang.
Kiba berjalan dengan raut wajah senang serta sebuah Bag paper yang di pegang di tangan kanannya. Karena Kiba tiba-tiba berhenti berjalan, aku juga menghentikan langkahku dan memandangnya.
Dia sedang memandang layar ponselnya dengan wajah kaget. "Sial, aku lupa untuk memberi makan Akamaru. Maaf, Kyuubi, tapi aku harus pulang duluan" ucapnya lalu berlari melewatiku dengan tergesa-gesa.
Aku mengerti kenapa dia sangat terburu-buru. Akamaru, anjingnya jika lupa di beri makan, dia akan mulai menggigit benda-benda di sekitarnya sampai hancur. Aku mulai berpikir kalau anjingnya memang mengalami suatu penyakit aneh.
Tapi sudahlah, aku memang berniat menyuruhnya pulang duluan tadi sedangkan aku pergi ketempat Nee-san bekerja.
Aku meneruskan perjalanan menuju tempat kerja Nee-san. Sebuah Maid Cafe yang cukup terkenal di kota ini.
Aku masuk kedalam dan mencari keberadaan Nee-san. Aku menemukannya sedang membawa nampan berisi pesanan yang sepertinya untuk seorang pelanggan di sini.
Seragam Maid berwarna Kuning putih melekat di tubuhnya. Dikepalanya terdapat bando berbentuk telinga kucing berwarna kuning dan di belakangnya terdapat ekor kucing berwarna sama.
Ah, aku lupa bilang. Kafe ini adalah sebuah Maid Cafe yang menyediakan pelayanan Maid yang mengenakan perlengkapan bagian tubuh hewan seperti telinga dan ekor, ada juga yang mengenakan sarung tangan berbentuk kaki hewan. Sesuai dengan nama Kafe-nya, Animal Maid Cafe.
"Nee-san!" panggilku padanya saat dia kebetulan lewat di depanku.
Naruto berhenti dan menoleh padaku. "Ah, Kyuu. Bisa kau mencari tempat duduk dulu? Setelah aku selesai mengantarkan pesanan, aku akan segera menemuimu" ucap Naruto lalu kembali berjalan menuju meja yang berada di samping dinding bagian timur kafe ini.
Karena aku tidak mau mengganggu orang-orang dengan berdiri di depan pintu, aku melangkah mencari meja kosong. Ada satu, di sudut kafe. Tanpa mencari yang lain, aku melangkah menuju meja itu.
Aku duduk di kursi dengan pandangan yang terfokus pada Naruto yang sedang bekerja.
Naruto sudah bekerja di kafe ini sejak beberapa bulan yang lalu. Katanya dia bosan hanya berdiam diri di rumah sendirian, jadi dia mencoba mencari pekerjaan Part Time. Kebetulan saat itu kafe ini sedang kekurangan pegawai dan Naruto langsung di terima bahkan sebelum mengatakan apa-apa. Keberuntungan yang hebat.
"Maaf membuatmu menunggu, Kyuu"
Karena melamun, aku tidak sadar kalau Naruto sudah berdiri di sampingku. Aku mengulas sebuah senyuman. "Tidak masalah, Nee-san" ucapku.
"Ne, apa kau ingin memesan sesuatu?" tanya Nee-san dengan sebuah Bolpoint dan buku catatan kecil siap di tangannya. "Kalau begitu aku pesan Namikaze Naruto untuk di bawa pulang dengan krim vanilla di seluruh tubuhnya serta taburan potongan Strawberry" ucapku bercanda.
Nee-san berusaha menaha n tawanya karena candaanku yang mungkin terdengar aneh baginya. "Kau ini ada-ada saja, Kyuu" ucapnya. Hanya dengan melihatnya tertawa membuat perasaanku tenang dan bahagia.
"Aku serius Kyuu, apa kau ingin memesan sesuatu?" tanya lagi dengan sikap khas seorang Maid. "Bisa kita mengobrol saja?" tanyaku menatap wajahnya.
Nee-san menolehkan kepalanya kesekeliling kafe untuk mengecek keadaan. Dia memandangku. "Baiklah" ucapnya lalu duduk di kursi di depanku.
"Apa tidak apa-apa?" tanyaku ragu. Nee-san kan pegawai di sini, apa dia tidak akan kena masalah jika duduk bersama pelanggan?
"Jangan khawatir. Yang lain pasti dapat menggantikan tugasku, lagipula jam kerjaku sebentar lagi selesai" ucap Nee-san tanpa keraguan. "Jadi apa yang ingin kau bicarakan?" tanyanya dengan tangan yang bertumpu di atas meja.
Kami hanya mengobrol membicarakan ini dan itu, tidak ada yang penting.
Naruto memandang jam tangannya. "Jam kerjaku sudah selesai" ucap Nee-san lalu berdiri dan melangkah menuju pintu yang bertulisan 'Staff Only' di depannya.
Sambil menunggunya ganti baju, aku membuka ponselku dan memandangi foto-foto Nee-san yang kuambil entah kapan. Muncul foto aku bersama Nee-san serta seluruh keluarga kami. Foto kami berlima, aku, Tou-san, Kaa-san, Nii-san dan Nee-san empat tahun yang lalu.
Semuanya terlihat bahagia di foto itu. Foto ini di ambil waktu ulang tahunku, saat semuanya masih baik-baik saja, sebelum 'retakan' muncul di keluarga kami.
Aku memandangi foto itu dengan perasaan Rindu dan sedih. Rindu akan kebersamaan kami semua dulu dan sedih karena semuanya tidak mungkin kembali lagi.
'Puk'
Seseorang memegang pundahku dan menarikku dari dunia lamunanku. Entah kenapa, akhir-akhir ini aku sering sekali melamun baik ada atau tanpa sebab.
Aku menoleh kesamping. Nee-san sudah mengganti pakaiannya dengan dress berwarna biru laut. "Kau kenapa?" tanyanya khawatir.
Aku menggeleng pelan. "Tidak apa-apa, hanya melamun. Kita pulang sekarang?" tanyaku balik mengalihkan pembicaraan.
"Ayo!" dia mengambil tanganku dan menyeretku mengikutinya keluar kafe.
Matahari sudah hampir tenggelam dan jalanan mulai menyepi. Nee-san dan aku pulang dengan bergandengan tangan. "Ne, Kyuu. Apa kau merindukan keluarga kita yang dulu?" tanya Nee-san tiba-tiba.
Aku sedikit terkejut dengan pertanyaannya. "Kenapa kau bertanya tiba-tiba begini?" tanyaku balik. Nee-san menundukkan kepalanya. "Hanya ingin tau" jawabnya pelan.
Aku memandang kedepan dan menjawab. "Sejujurnya aku merindukan masa-masa itu, tapi kurasa aku tidak peduli lagi dengan itu" jawabku. Naruto mengangkat kepalanya memandangku. "Kenapa?" tanyanya bingung dengan wajah bingung.
"Asalkan Nee-san bersamaku, aku tidak peduli lagi dengan masa lalu. Yang lalu biarkanlah menjadi kenangan, aku hanya ingin menikmati waktuku yang sekarang bersama Nee-san" ucapku tanpa pikir panjang.
Nee-san tersenyum dan memeluk lenganku, menyandarkan kepalanya di bahuku. "Arigato, Kyuu. Aishiteru" ucapnya.
Aku ikut tersenyum. "Aishiteru yo, Nee-san"
.
.
.
.
.
Benar. Yang perlu aku lakukan hanyalah membiarkan yang telah lalu menjadi kenangan dan menikmati waktuku sekarang bersamanya. Asalkan dia bersamaku, aku tidak membutuhkan yang lainnya. Cukup dia seorang.
.
.
.
.
.
.
...::: To Be Countinued :::...
.
.
.
.
.
.
.
.
Fict ini di dedikasikan untuk Imouto-ku yang berulang tahun hari ini, Aoi Safitri S Wulandari. Sekali lagi aku ucapkan "Tanjoubi Omedetou, Aoi-chan. Semoga panjang umur dan sehat selalu. Semoga apa yang kau inginkan dan harapkan, dapat terkabul"
Maaf, yang dapat kuberikan di hari ulang tahunmu hanyalah ini. Semoga kau menyukainya, Aoi-chan. ^_^
Ryuukira Sekai pamit undur diri, sampai jumpa di chapter selanjutnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ryuukira Sekai. Log Out. Harasho~ ^_^
