Ps: Maaf buat yang belum move on dari oneshoot 'Our first and Our Last' ku kemarin dengan tega ku harus mengatakan ini: tidak ada lanjutan/sequel nya yah T.T . Bukan karena temanya tidak SuLay. Tapi memang ku niatkan cuma hanya oneshoot.
Aku ga nyangka juga readers bakal respon minta lanjut soalnya serius itu buatnya cuma 2 jam sambil nunggu jawaban temen aku jadi jalan apa ga minggu kemarin T.T aku tu ga bisa di janji-janjiin yang ga pasti hiks jadi galau n buat FF HunHan eh tau nya jadi jalan n ceritanya siap sebelum aku siap-siap buat pergi cus cyiiin…
Ok curhat mak-mak rempong selesai.
SuLay fanfiction Indonesia
The Killers
By
Flying white unicorn
Zhang Yixing * Kim junmyeon
EXO
DLL
Rate M
Don't try this at home/school/'semak-semak'
Wkwk^^
YAOI
Don't plagiat
You'll never fly if you're too scared of the height
You'll never live if you're just too scared to die
…..
Awan hitam yang sedari tadi menampakkan wujudnya, akhirnya menumpahkan airnya di tanah bumi. Cipratan-cipratan air yang berasal dari sol sepatu mahal yang berlarian menghindari terkena air hujan, ada yang memilih berada di tepian rindang pohon ataupun ada yang menghampiri para sopirnya yang kelimpungan membawa payung menuju tuan nya seakan-akan mengatakan tidak ada gaji bila jas mahalku basah!. Lapangan pemakaman itu mendadak sepi, menyisahkan seorang namja yang badannya tidak terlalu kurus, tetapi dengan pakaian hitam nya yang kini basah tercetak badan dan tulangnya. Tidak ada payung yang datang ataupun pohon yang mempersilahkan dirinya untuk berlindung. Ia hanya diam memandangi turunnya peti mati yang isinya sama sekali tidak dikenalinya.
Yixing, pemuda itu terus memandang ke depan. Orang-orang bayaran tetap menurunkan peti ditengah deras hujan. Tubuhnya mengigil, bukan karena sedih tapi karena dinginnya hujan. Tercium olehnya aroma masukin yang datang dengan payung lumayan muat untuk mereka berdua. Seorang pria dengan penampilan yang terawat dan baju yang bagus untuk style pemakaman berdiri tepat disebelahnya.
" Masih keluarga?." Tanya pria tersebut
" Tidak." Jawab Yixing pelan
Jangankan keluarga kenal pun tidak, pikir Yixing
" Lalu kenapa disini?." Tanya pria itu lagi
Dia memasang tingkah dingin tetapi penasaran.
" Seseorang menghubungiku dan mengatakan aku adalah kerabatnya."
" Lucu, bahkan kami semua adalah anak angkatnya." Ucap pria tersebut
" Kami?."
" Ne aku Kim Junmyeon, pria dengan rokok disana Kim Jongin, yang dipayungi sebelahnya Kim Jongdae. Kami anak angkat Kim Jae Jin." Jelas pria wangi tersebut
" Aku Zhang Yixing." Ucap Yixing. Ia tahu ia tidak di minta diperkenalkan. Tapi ia yakin sorot mata lelaki yang bernama Kim Junmyeon itu menuntut memintanya memperkenalkan diri.
" Dunia ini aneh, bahkan kau yang katanya kerabatnya tidak memiliki marga sama dengannya." Ucap Junmyeon
Yixing memandangi gundukan tanah yang sudah selesai dikerjakan, menutup peti yang sama sekali tidak ia kenal. Dengan sebuah lisan Kim Jae Jin wafat pada usia 45 tahun. Dia telah hidup selama itu tapi Yixing tidak mengenalinya sama sekali tiba-tiba dapat undangan untuk menghadiri pemakamannya WAJIB, karena namanya tercantum sebagai salah satu penerima warisannya.
" Maaf anda yang namanya Zhang Yixing?." Tanya seorang pria berkacamata dengan payung nya
" Ya benar dia pengecara Tan. Kau mengenalinya?." Selidik Junmyeon
" Maaf Junmyeon, sepertinya kita harus berbicara bersama Tuan Zhang Yixing dan trio Kim."
" Panggil saja aku Yixing. Baiklah kalau ada yang kau perlukan dari aku." Ucap Yixing
Junmyeon terlihat sedikit memikirkan sesuatu. Entah apa itu tapi perasaannya tidak enak. Kedatangan pria yang tampak seumuran dengannya, mengaku sebagai kerabat dari pria yang membesarkan dan mengajarkannya banyak hal bersama kedua 'saudaranya'. Junmyeon, Jongin dan Jongdae trio J dan trio Kim. Pusat kebanggaan dari Kim Jae Jin, ketiganya diangkat dari masa kecil. Diambil dari tiga panti asuhan dan diberikan nama sesuai dengan marga dan inisial Kim Jae Jin. Dibesarkan dengan kasih sayang, mainan dan makanan yang cukup. Tidak pernah berpikir mereka akan dipersiapkan untuk hal yang lebih besar.
Anak-anak yang dididik secara lembut dan manusiawi itu mendadak diperkenalkan oleh suatu dunia yang jauh dari dua kata tersebut. Tidak ada yang pernah menduga jalan pikiran seorang Kim Jae Jin. Tapi disitulah letak keberhasilannya. Ia berhasil menciptakan anak-anak yang memiliki dua kepribadian. Anak-anak yang dengan rapi dan cermat menyelesaikan tugas-tugas mereka.
Tidak perlu hukuman dibawah basement ataupun cambukan seperti dalam filem-filem. Trio Kim kini adalah pisau terasah yang bersembunyi manis dibawah bantal. Siap di gunakan kapan saja dan kepada siapa saja.
.
.
.
Kepulan asap dari rokok yang entah sudah berapa kali dihisap oleh Jongin kearah wajah Yixing membuatnya batuk. Sesekali di kibaskan asap itu, seakan bisa membantunya untuk bernapas. Ketiga pasang mata menatap Yixing dengan curiga dan was-was. Jika kedatangan Yixing di tengah hantaman air hujan tadi cukup menjelaskan dia diundang untuk pemakaman sang ayah, tapi siapa dia?.
" Baiklah, karena kita sudah berkumpul semua disini maka saya akan mulai membacakan. Surat wasiat dari mendiang Tuan Kim Jae Jin. Yang pertama untuk Kim Junmyeon, sebuah mata pisau yang terang. Pergunakanlah sebagai persiapanmu di pertandingan berburu selanjutnya. Hmm aku tidak mengerti." Ucap sang pengecara yang matanya seakan meminta ingin dijelaskan oleh Junmyeon.
" Oh aku rasa itu pisau kesayangan ayah. Aku sangat bangga akan memilikinya." Ucap Junmyeon kalem.
Jongdae dan Jongin tertawa bahagia dan bangga menepuk badan Junmyeon, reaksi yang berlebihan hanya karena mendapatkan sebuah pisau. Pikir Yixing menilai
" Selanjutnya Kim Jongdae yang selalu senang mengunjungi Kanada dan China, kupersembahkan tempat tinggalku disana, hiduplah dengan nyaman dan tetaplah berpikir jernih." Lagi-lagi pengecara itu menatap aneh surat yang ia baca.
" Wah ayah tidak kusangka dua tempat tinggal untukku." Ucap Jongdae yang disambut teriakan semangat Junmyeon dan Jongin. Mereka menatap iri Jongdae seakan-akan rumah itu terbuat dari emas.
" Hmm… Kim Jongin, bukankah kau selalu menyukai lautan? Perbaiki gaya renangmu dan ambillah kerang untukku." Akhirnya pengecara itu menyerah mencerna kata-kata dalam surat yang ia baca.
Memang klien nya Kim Jae Jin orang yang penuh misteri, tidak diketahui pasti kerjanya apa. Tapi sanggup membayarnya untuk tetap diam selama hidupnya. Ia tidak menyangka sampai akhir hayatnya Kim Jae Jin tetap menjadi orang yang misterius baginya.
Yang sedang di pusingkan malah sekarang berdiri dan membuang rokoknya sembarang. Sambil menari kesenangan bagaikan diberikan sebuah pulau. Yixing dan si pengecara melihatnya aneh tetapi tidak kedua Kim lainnya yang menatapnya dengan iri.
" Baiklah-baiklah, yang terakhir Zhang Yixing.."
Euforia Kim Jongin mendadak lenyap, kini ketiga Kim itu mendengarkan dengan serius perkataan dari pengecara tentang hak untuk Zhang Yixing.
" …Zhang Yixing, anak ku yang tidak kuketahui sejak kau lahir. Maafkan atas semua kasih sayang yang tidak sempat kuberikan. Kini kupersembahkan ketiga Kim sebagai saudaramu, mereka akan menjagamu sampai kau tua dan tetap hidup."
Tidak hanya si pengecara yang bingung dengan isi warisan itu, Yixing sendiri tidak memahami kenapa ia malah diberikan manusia hidup sebagai warisan untuk nya. Bahkan ia lebih menerima jika ia hanya diberikan koleksi kerang milik Kim Jae Jin ataupun debu dari rumahnya di kanada. Ini manusia? Tiga lagi?.
" Kau anak kandung Kim Jae Jin?." Sangsi pengecara itu
" Aku tidak tahu." Jawab Yixing jujur
Ketiga Kim saling berpandangan kemudian menggeleng pelan. Mereka seakan dapat memahami perkataan hanya dengan memandang satu sama lain.
" Bagaimana Kim Jae Jin tahu eh menyangka kau anaknya?." Tanya Jongin
" Sudah ku bilang aku tidak tahu."Ucap Yixing emosi
Seluruh emosinya kini berpusat. Ia tidak tahu undangan pemakaman itu seketika mengubah seluruh akar kehidupan dan keturunannya. Ia semula berpikir ia adalah keturunan China asli kini menerima kenyataan bahwa setengah darinya mengalir darah Korea. Ibu yang sempat membesarkannya hingga dia berumur lima tahun, sebelum meninggal karena terkena demam panas yang tidak jelas, tidak pernah sama sekali bercerita tentang ayahnya ataupun Korea. Yang ia tahu dari Korea hanyalah sebatas drama yang menguras air matanya. Kini kehidupannya melebihi drama Korea.
" Er maaf tapi aku juga sendiri bingung kenapa kalian bertiga menjadi wasiat, karena kalian bukan benda mati." Ucap si pengecara memecah kebisuan
" Tapi kami milik Kim Jae Jin. Ok kami menerima isi wasiat tersebut." Ucap Junmyeon yang disambut tatapan heran kedua Kim lainnya.
" Apa kau yakin dia anak ayah?." Tanya Jongdae
" Ya." Jawab Junmyeon
" Darimana?." Tanya Jongin sangsi
" Dia sama misterinya dengan kita. Sudah Jongin, Jongdae terimalah ayah kita misterius melebihi pengarang detektive manapun." Ucap Junmyeon menatap Yixing penasaran.
Milik? Apa mereka sebegitu sayangnya dengan orang yang merupakan ayah kandungnya. Tetap hidup? Apa maksudnya mereka akan menjagaku dari ancaman ikan hiu di lautan ataupun pengendara liar di Kanada dengan pisau kesayangan?. Pikiran Yixing berkecamuk.
Ketiga lelaki di depannya itu walaupun ia yakin ketiganya berusia dibawah dirinya semua walau tidak jauh bedanya. Tetapi ia menyadari, ketiga namja itu bukanlah sembarangan orang. Siapa ayahnya? Siapa ketiga namja itu? Dan mengapa ia harus mendapat warisan seunik ini?. Apa misteri yang menyelimuti marga Kim ini?. Banyak pertanyaan muncul di pikiran Yixing. Semua pertanyaan yang tidak bisa ia jawab apalagi pengecara disebelahnya yang masih menatap surat warisan itu dengan tatapan menilai. Seakan-akan jawaban akan keluar menyimbul dari balik kertas itu.
…..
Look into my eyes it's where my demons hide
Don't get too closed its dark inside
Tidak ada yang salah dari rumah mewah bergaya klasik itu. Wallpaper hitam yang menghiasi setiap dinding yang menambah kesan misterius ataupun ruangan yang setiap pintunya terdapat tulisan. Milik Junmyeon, kamar Junmyeon, milik Jongdae, kamar Jongdae, milik Jongin, kamar Jongin. Seakan penghuni rumah disana sering mengalami amnesia mendadak. Tidak ada banyak pelayan seperti bayangan Yixing sebelumnya ketika ia masuk kedalam rumah tersebut. Tetapi rumah dalam kondisi rapi dan tidak ada abu rokok milik Jongin yang bertebaran di sekitar karpet. Satu kata untuk suasana rumah ini Seram. Junmyeon tampak menunggu Yixing yang memperhatikan rumah dengan kedutan di keningnya. Senyum terpantri di wajah Junmyeon. Ia sudah menduganya ketika mereka bertiga memutuskan membawa Yixing masuk ke dalam rumah ini. Sudah pasti kesan pertama Yixing adalah heran.
Jondae dan Jongin ikut menunggui Yixing yang seperti akan membeli rumah tersebut. Walau mereka paham pesan akan ayah angkat mereka untuk menjaga Yixing untuk terus hidup, tapi keputusan Junmyeon selaku paling tua dan orang yang paling dekat dengan Kim Jae jin untuk membawa masuk orang asing yang sama sekali tidak mereka kenal, merupakan keputusan besar. Yixing bisa siapa saja yang mereka tidak tahu, ia bisa saja dengan mudah membongkar rahasia ketiga Kim yang telah mereka tutup rapat sesuai dengan ajaran dari ayah angkat mereka.
" Jadi apa kegiatanmu di China selain sekolah?." Tanya Jongdae
" Apa? Oh kadang aku menulis, menjadi guru les atau bekerja di café." Jawab Yixing
" Oh serabutan." Tungkas Jongin
Yixing diam menunduk malu, ia tidak tahu apakah hal yang disebutnya tadi termasuk kegiatan atau pekerjaan. Ia memang selain bersekolah ia harus bekerja. Uang dari pemerintah tidak mencukupinya. Ia tidak punya siapa-siapa yang bisa dimintai uang. Sedikit panas hatinya mengingat rumah mewah yang rupanya milik ayah kandungnya. Tentu jika ia tahu ia memiliki ayah yang kaya raya tentu ia bisa membawa ibunya kerumah sakit sehingga tidak harus meninggalkannya sendirian seperti ini.
" Apa ayah tidak pernah mengirimkanmu uang?." Tanya Jongdae lagi
" Tidak, aku bahkan tahu ia ayahku ketika ia sudah meninggal." Ucap Yixing sedih
" Beruntungkan?." Ucap Jongin
" Maksudmu?." Tanya Yixing heran
" Ya jadi kau tidak perlu bersedih atas kematiannya, paling tidak karena kau dan dia tidak pernah saling kenal." Telaah Jongin
" Ya benar." Ucap Yixing membenarkan.
Dua kali Yixing dibuat malu oleh Jongin, pertama tentang pekerjaan serabutannya kedua tentang perasaannya kepada ayah kandungnya. Ia memang tidak bisa mengatakan bersedih atas kematian satu-satunya orang yang berhubungan darah dengannya. Tanah belum lagi mengering tapi tidak ada air mata yang membasahi pipinya.
" Baiklah Yixing, kamarmu disebelahku." Ucap Junmyeon
" Kenapa disebelahmu?." Tanya Jongin
" Jadi kau mau disebelahmu?." Tanya Junmyeon menyipitkan matanya
" Tidak." Jawab Jongin
" Bagus. Ayo bawa kopermu, besok kita urus kepindahanmu dan sekolahmu." Ucap Junmyeon
" Ke-Kenapa aku harus pindah sekolah? Apa aku tidak bisa kembali ke China?." Tanya Yixing
" Tidak, karena ayah menitipkamu kepada kami. Dan kami juga masih bersekolah. Maaf Yixing tapi kurasa kau harus turun kelas dan sekelas bersama kami bertiga." Ucap Junmyeon lagi
" What?! Apa perlu sampai begitu hyung?." Ucap Jongin kacau
" Ya Jongin, perlu." Jawab Junmyeon tegas
Jongdae mendengus dan berjalan duluan menuju kamarnya, ia tahu tidak ada gunanya berbicara dengan Junmyeon untuk mengubah keputusannya. Junmyeon adalah orang yang selalu memikirkan segala baik buruknya. Tidak ada yang pernah meleset dari perkiraan Junmyeon. Dan memberikannya ruangan disebelah kamarnya dan bersekolah di satu kelas yang sama dengannya. Itu pertanda baik dari Junmyeon. Pertanda bahwa Junmyeon masih menaruh curiga oleh anak kandung ayah angkat mereka.
Yixing memasuki kamar yang pintunya dibuka lembut oleh Junmyeon. Kesan suram dan seram masih membayangi kamar tersebut. Sebuah kaca yang besar menjulang hingga keatas entah mengapa di biarkan disana menghadap kasurnya seakan siap berkata ' im watching your dream'. Yixing menelan ludahnya, sungguh ini bukanlah keinginannya. Ia sama sekali tidak beranggapan undangan pemakaman itu adalah undangan bagi kematiannya juga. Memang tidak mati secara sesungguhnya. Tapi kosongnya rumah ini membuat jiwa dan raga Yixing seakan meminta keluar dari tubuhnya. Junmyeon menutup kembali pintu kamar, membiarkan Yixing sendiri dikamar. Yixing duduk kasurnya menatap pantulan dirinya yang terbias dalam kaca. Entah hanya perasannya saja ataupun kenyataan. Seakan ia bisa melihat Junmyeon dibalik kaca itu tersenyum padannya 'welcome to our house brother'. Cepat Yixing membuang pandangannya menatap ke tempat lain selain kaca yang menakutkan dirinya sendiri. Entah bagaimana sekolah pilihan ketiga namja ini. Pikir Yixing memikirkan hari nya esok.
TBC
…
*JANGAN LUPA REVIEW KAKA^^*
