Hari ini panas matahari terik sekali. Baru pukul 7 pagi tapi matahari sudah sesilau ini di mataku. Aku menghela nafas panjang sebelum akhirnya aku memutuskan untuk mengendarai mobilku menuju kemacetan lalu lintas kota untuk pergi ke kantor.
Baru 3 menit perjalanan, mobilku sudah tidak bisa berjalan. Padahal jarak apartemen dengan kantorku cukup dekat. Bisa ditempuh 10 menit jika tidak ada kemacetan. Sebenarnya bisa saja aku berjalan kaki atau mengendarai sepeda untuk menuju kantor. Tetapi ayahku pasti akan memarahiku dan mengancam akan mengambil semua fasilitas yang ia berikan padaku jika aku tidak menggunakan mobilku.
Aku Shim Changmin. Margaku Shim dan aku adalah pewaris tunggal Shim Resort and Hotel, yang menguasai bisnis resort dan hotel terbesar di seluruh Asia.
Dari kecil, aku hidup bagai pangeran yang sama sekali tidak tersentuh kuman, apalagi kuman kemiskinan. Ayahku tidak akan membiarkan aku hidup dalam kesusahan sedetikpun. Dan Ibuku selalu memanjakanku.
Tapi dibalik semua itu, aku ingin sekali merasakan kesederhanaan walau hanya satu detik dalam kehidupanku. Aku ingin merasakan hal yang berbeda. Banyak yang mengatakan bahwa kebahagiaan bisa ditemukan walau hanya dalam kesederhanaan.
Tin tiiiiiiiin. Klakson mobil dari arah belakang mobilku membuyarkan lamunanku.
"Ah Sial! Aku melamun lagi.." Kuinjak pedal gasku dan..
Brak!
"Oh my God!"Aku memekik kaget. Aku menabrak seseorang
Segera kulepaskan seatbelt dan setengah berlari menghampiri orang yang kutabrak
"Are you okay?"tanyaku panik melihat seseorang yang baru saja aku tabrak. Dia meringis kesakitan. Kulihat darah mengalir dari lengannya. Sepertinya ia menahan beban tubuhnya dengan lengannya saat terjatuh tadi.
"Ah tidak apa-apa.." bibirnya yang berbentuk hati itu berusaha tersenyum kepadaku walaupun aku tahu ia pasti sedang menahan sakit di tubuhnya. "...lagipula aku yang salah.. aku menyeberang jalan saat lampu sedang hijau.." bisa kulihat matanya yang mirip musang itu menatapku lembut, mencoba menghilangkan kekhawatiranku
"Biar bagaimanapun, aku akan tetap bertanggung jawab untuk mengobati lukamu itu" ucapku sambil melirik ke arah lukanya.
"Baiklah.." ia menyerah
Aku membantunya berdiri dengan mengalungkan lengan kanannya yang tidak terluka ke pundakku. Bisa kuhirup aroma tubuhnya yang maskulin. Bukan aroma parfum, melainkan aroma alami dari tubuhnya.
Setelah masuk mobilku, akupun melajukan mobil ke rumah sakit terdekat. Agak memutar dari arah jalan ke kantorku. Biarlah. Toh aku adalah pemilik hotel itu.
"Maaf, kalau boleh tahu.. tujuanmu tadi kemana?" tanyanya memecah keheningan di dalam mobil
"Hotel Shim.."
"Kalau begitu.. kita kembali saja.. nanti kamu bisa terlambat masuk kantor.."tanya sambil menatapku khawatir
"Tidak usah.."
"Tapi nanti kamu bisa dimarahi atau bahkan dipecat karena aku.."
"Tidak mungkin! Aku pemilik hotel itu..Jadi kamu tidak usah khawatir.."jawabku santai. Sempat kulirik ia memekik kaget
"Hmm maaf.. tapi aku benar-benar merasa tidak pantas ada di mobilmu saat ini.. aku takut mengotori mobilmu" bisa kulihat dari spion ia menunduk lesu sambil gelisah dalam duduknya. Penampilannya memang sangat sederhana. Ia hanya memakai celana santai selutut dan kaos putih polos dengan sandal jepit yang sangat kumal dan kotor.
"Tidak perlu gelisah seperti itu. Aku tidak perduli" jawabku sambil heran sendiri mendengarnya. Aku yang notabene seorang neat freak malah membiarkan sandal kotornya masuk ke dalam mobilku.
"kita sudah sampai..ayo cepat" ajakku keluar mobil
Sempat kuperhatikan ia meringis saat keluar dari mobilku. Sepertinya kakinya mengalami luka juga. Tidak tega maka aku kembali mengalungkan lengan kanannya ke pundakku.
"Terima kasih.."suara lirihnya berbisik di telingaku. Membuat darahku berdesir seketika. Jantungku berdegup kencang. Tangan kiriku yang memegang pinggangnya mendadak gemetar. Perasaan apa ini..
Aku tidak menjawabnya dan tetap membantunya berjalan sampai menuju ruang periksa.
Tidak perlu heran. Seluruh negeri ini mengenalku. Dan saat aku memasuki tempat apapun, maka aku akan mendapat pelayanan khusus.
"Ah! Tuan muda Shim! "seru dokter saat melihatku "..Ada ap.."
"Cepat periksa dia.." Perintahku memotong pertanyaan dokter itu
Dengan segera ia memeriksa laki-laki yang baru saja aku tabrak. Sesekali kulihat pria itu meringis menahan sakit. Dilihat dari wajahnya, sepertinya umurnya tidak jauh beda denganku.
Semakin lama aku memperhatikan, aku menyadari satu hal. Ia tampan.
"Ah tidak.." gumamku sambil menggelengkan kepala. Bagaimana mungkin aku...
"Tuan muda Shim.." dokter memanggilku
"Ah ya dokter.."
"ia tidak apa-apa..hanya luka ringan.."jawab dokter itu sambil kembali ke mejanya untuk menulis resep. "..hmm siapa nama anda?" tanya dokter pada pemuda itu
"Yunho.."jawabnya lembut
Jadi namanya Yunho. Aku bergumam dalam hati.
"Ini resep untuk tuan Yunho, Tuan muda Shim.."dokter itu memberi surat resep padaku.
"mm.. maaf, Tuan muda Shim, biar saya saja yang menebusnya. Lagipula, itu kan resep untukku" Yunho menghampiriku dan hendak mengambil resep dari tanganku.
"Ah tidak!" Aku menarik jauh surat resep itu. "..Aku yang bertanggung jawab disini!" gertakku padanya. Sempat kulihat ia terkesiap kemudian menghela nafas.
"Baiklah.."ia menyerah
.
.
.
"Aku turun di sana saja.."Yunho menunjuk sebuah toko koran di ujung jalan. Aku pun memberhentikan mobilku disana.
"Kenapa turun di sini?"
"Saya bekerja di sini Tuan muda.."ia membuka seat beltnya
"Tolong jangan panggil aku Tuan muda! Panggil saja aku Changmin.." seruku padanya
Ia tersenyum lembut
"Baik. Changmin.. Terima kasih.."
Bisa kurasakan panas di pipiku. Entah mengapa
"Tidak perlu berterima kasih! Ini tanggung jawabku!" jawabku setengah berteriak
"Baiklah Changmin.. saya tahu ini tanggung jawabmu.."ia tersenyum dan menatapku hangat
"Dan berhenti gunakan kata saya!"
"Baik.."
"Dan jangan terus menerus berkata baik!"
"Baik. Ups!" kami pun tertawa ringan
"Yunho.."panggilku saat Yunho hendak membuka pintu
"Hmm?" Ia menoleh padaku
"Bolehkah.. aku menemuimu lagi?"
"Untuk apa?"
"Entahlah...mungkin..tanggung jawab?"ia tertawa ringan mendengar jawabanku. Ia benar-benar tampan saat tertawa seperti itu. Aku ingin melihatnya terus tertawa.
.
.
.
"Hai Yunho.." aku menyapa Yunho yang sedang sibuk merapikan tumpukan koran
"Ah..Changmin? Kau...benar-benar datang?" ia menatapku heran bercampur kaget
"Tidak boleh?"
"Oh tentu saja boleh. Hanya..sepertinya tempat ini tidak layak.."
"Sudahlah..jangan sungkan begitu"potongku sambil melenggang dan duduk di kursi kecil dekat tumpukan koran. "..apa aku mengganggu?"
"Ah tidak. Sama sekali tidak. Aku hanya sedang merapikan koran yang tidak habis terjual hari ini.."jawabnya kembali merapikan koran
"Sudah berapa lama kamu bekerja seperti ini?"tanyaku sambil melihat ke segala arah toko koran yang mungil ini.
"Aku dari kecil berjualan koran..kemudian aku mengumpulkan uang hingga 1 tahun yang lalu baru bisa membeli toko ini untuk aku jadikan toko koran.."jawabnya sambil tersenyum dan mengambil kursi duduk di hadapanku.
"Dari kecil?"
"iya..kenapa?"
"Ah tidak apa-apa.." ia kembali tersenyum. Senyum yang kurindukan. Satu minggu tidak bertemu dengannya rasanya rindu sekali. Walaupun sempat beberapa kali aku melewati jalan ini hanya untuk melihatnya dari kejauhan.
"Aku mau pulang..Mau main ke rumahku?"
"Apa?"
"Ahh tidak. Mungkin aku salah.. aku tidak pantas mengajakmu ke rum.."
"Aku mau"jawabku cepat
Rumahnya tidak jauh dari toko korannya. Rumahnya hanya satu petak yang dijadikan ruang multifungsi dan satu kamar mandi. Ruang tamu, kamar, dapur dalam satu tempat yang sama. Hanya ada meja kecil, satu gulung kasur lipat, satu buah bantal, dan kompor listrik serta peralatan masak dan makan.
"Maaf..aku hanya bisa menyuguhkan ini.." Yunho membuatkan teh hangat untukku dan dirinya
"Ah tidak apa-apa..Lagipula aku tidak berniat minta apapun dari kamu.." jawabku sambil mengambil teh hangat buatannya. Rasanya hangat. Sehangat hatiku sekarang.
"Sepertinya di luar hujan deras sekali.."bisa kudengar bunyi gemuruh hujan di luar sana
"Apa boleh aku menunggu hingga hujan berhenti?"
"Tentu saja..Lagipula mobilmu kan diparkir dekat tokoku. Dan maaf, aku minta maaf sekali... aku.. tidak punya payung. Jadi.. aku tidak bisa mengantarmu ke mobil.."
"Tidak masalah. Aku akan menunggu hujan berhenti"
Aku senang di sini. Hangat. Walau di luar hujan. Di ruangan ini terasa hangat. Mungkin karena ada Yunho di sini. Apa ini yang namanya kebahagiaan dalam kesederhanaan?
"Changmin.."
"Ya?"
"Sepertinya hujannya tidak mau berhenti. Bagaimana ini? Aku benar-benar merasa bersalah telah mengajakmu ke rumahku.."
"Hmm.. Kalau..aku menginap di...si..ni..boleh?"tanyaku ragu. Entah mengapa jantungku malah berdegup kencang mengucapkan pertanyaan itu
"Apa? Kamu mau menginap di sini?"
"Jadi..tidak boleh?"
"Ah bukan begitu..Hanya, apa tidak masalah kalau kita berbagi kasur dan bantal?"tanya Yunho sambil menunjuk gulungan kasur dan bantal di ujung ruangan.
TBC
