Disclaimer : Naruto and all the characters mentioned in the story they're all belongs to Masashi Kishimoto. I do not take any financial benefits from this.


Kencan

[ Sometimes you meet someone who means a lot to you only to find out in the end that it was never bound to be, and you just have to let go ]


Menepikan mobil dan melangkah ke sebuah toko bunga yang terletak persis di seberang jalan. Rambut pirangnya kini tertata rapi, tubuhnya yang tegap juga dibalut oleh jas hitam senada dengan sepatu kulitnya. Tidak ada lagi kesan urakan yang selalu menempel lekat padanya. Penampilan Naruto hari ini benar-benar berbeda. Bahkan seluruh mata di sekitar tertuju padanya terpesona.

Ketika Naruto mendorong pintu kaca, dan membuat lonceng di atas pintu bergerincing, wanita paruh baya terlihat melangkah mendekat sambil tersenyum ramah ke arahnya.

"Apa ada yang bisa kubantu?" Wanita tua menyapa ramah. Kerutan di wajah terlihat jelas saat senyum di bibir terkembang.

"Aku ingin satu buket–" Naruto menjawab, lalu menoleh ke sisi kiri dan kanan tampak bingung.

"Apa ini kencan pertamamu?" tanya si wanita tua, "jika aku boleh memberi saran, kau harusnya memberi bunga mawar untuk kekasihmu," ujarnya menarik setangkai bunga mawar merah yang berada di dalam guci kaca.

"Mawar?" Naruto menaikkan segaris alis, terlihat ragu menatap setangkai mawar yang berada dalam genggam tangan wanita itu. "Mengenai hal itu, aku tidak yakin. Kekasihku, bukan seperti yang kau bayangkan."

Wanita tua mengangguk mengerti, dia tersenyum dan menoleh ke sisi kiri. "Atau mungkin kau bisa memberinya mawar putih," usulnya lagi, "Mawar putih melambangkan kemurnian, kesungguhan, kekaguman, kelembutan, kebahagiaan, kasih sayang, dan cinta sejati. Aku yakin kekasihmu pasti menyukainya."

Naruto tertegun menatap setangkai mawar putih pada guci Kristal. Cukup lama dia berada di posisi itu hingga tawa lembut wanita tua membuatnya terkejut.

"Maafkan aku," ucap Naruto salah tingkah. "Tiba-tiba saja aku teringat wajah kekasihku," jelasnya menunduk malu, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. "Aku mau satu buket mawar itu."

"Kau pria yang baik," ujar si wanita tua, mulai merangkai beberapa mawar putih menjadi dengan pita emas sebagai hiasan. "Dia pasti sangat bahagia memiliki seseorang sepertimu yang mencintainya."

Naruto tersenyum lembut menanggapi, lalu mengambil buket dari atas meja. "Terima kasih."

"Semoga kencanmu menyenangkan," sahut wanita tua itu dari balik meja kasir.

.

Menyusuri jalan setapak dengan senyuman di wajah. Sejak turun dari mobil tadi, Naruto sudah bersiap menyembunyikan buket bunga di balik punggung. Bahkan dia tidak lupa melihat pantulannya di cermin berulang kali.

Sama sekali tidak ingin terlihat buruk, di hari kencannya yang pertama.

"Hey," sapa Naruto tersenyum lembut.

"Hari ini aku sangat tampan bukan? Rambutku, pakaianku, sepatuku," ujarnya dengan bangga, "Kau selalu protes jika penampilanku urakan, dan kau ingin aku berpakaian rapi, karena itu aku berusaha sekeras mungkin untuk mendapatkan penampilan ini."

Sambil menahan senyuman dia menunjukkan buket yang bersembunyi di balik punggung secara tiba-tiba. "Ini untukmu. Aku tahu kau membenci bunga, dan aku harap kau tidak marah karena hari ini aku membawakanmu bunga dengan sengaja."

"Kau tahu? Si pemilik toko bunga itu sangat baik hati. Dia memujiku juga memberitahu makna mawar putih ini. Entah mengapa saat dia bicara, aku hanya terbayang wajahmu." Naruto menggaruk belakang kepalanya malu. "Kau boleh memukulku jika kau tidak senang karena perkataanku ini, tapi kuharap kau mau mendengarnya terlebih dulu."

Buket dalam genggam tangan ditatap. Naruto menarik napas dalam, lalu menghembuskannya. "Mawar putih melambangkan kemurnian, kesungguhan, kekaguman, kelembutan, kebahagiaan, kasih sayang, dan–"

"Cinta sejati..."

Naruto bungkam. Netranya menatap langit senja kemerahan. Cukup lama hening menyelimuti, hingga dia kembali membuka mulutnya.

"Lihatlah, kau bahkan tidak merespon," ungkap Naruto terdengar kecewa. "Meski kuserahkan bunga ini, kau tidak akan mengambilnya 'kan, Sasuke? "

Memejamkan netranya, merasakan angin yang berhembus ke arah barat meniup rambut pirangnya perlahan. "Aku terlihat seperti orang bodoh, huh?" Naruto tersenyum lirih, dia menghela napasnya berat. "Kau pasti menertawakanku di sana."

Perlahan dia meletakkan buket miliknya ke atas batu kubur dengan rumput hijau di sekelilingnya yang terlihat masih segar.

"Kau baru saja pergi seminggu yang lalu, tapi kau sudah membuatku sangat merindukanmu, Uchiha Sasuke..." Suara Naruto bergetar. Kedua telapak tangannya mengepal erat hingga ujung jemari memutih.

"Dasar kau brengsek. Ini kencan yang terburuk, Teme."

Di senja yang hangat itu Naruto hanya bisa menunduk dalam, membiarkan air matanya menetes membasahi pipinya sekali lagi.

.

End