My Personal Waiter

Genre : Romance

Rate : T

Main Cast :

Lee DongHae (Namja)

Lee HyukJae (EunHyuk) (Yeoja)

Lee SungMin (Yeoja)

Kim RyeoWook (Yeoja)

Main Pair : HaeHyuk

Warning : GenderSwitch, OOC.

Summary:

Aku berlari dengan kecepatan tinggi sembari mengukir seringai di bibirku. Semenjak keluar dari pintu besar itu, aku belum menoleh ke belakang sama sekali. Aku terus berlari hingga melewati gerbang rumahku. Kakiku terus bergerak cepat dan untuk sesaat aku menoleh ke belakang. Memastikan apakah ada yang mengejar apa tidak. Sialnya, saat aku mencoba untuk menoleh, tak kusangka ada sebuah mobil melaju cepat ke arahku.

Eunhyuk's PoV

"Annyeong, Donghae-ssi" Dari jauh, kulihat sekumpulan yeoja sedang melambaikan tangan mereka kepada seseorang yang kini sedang menyandarkan tubuhnya ke sebuah mobil sedan berwarna putih. Dan bisa kulihat juga namja itu mengukir senyum ke arah mereka. Aku menghela nafas berat. Dengan pelan aku melangkahkan kakiku ke arahnya. Namun, sebelum aku bisa memajukan kakiku, ada seseorang yang menahanku dari belakang.

"Hyukkie, jalan-jalan dulu yuk!" Suara itu terdengar familiar di telingaku. Dengan pelan, aku memutar tubuhku dan kulihat 2 sosok yeoja sedang berdiri di hadapanku sambil tersenyum. Aku melirik ke arah atas dan menimang-nimang tawaran itu. Tak lama, sebuah suara kembali terdengar di telingaku. "Ayolah, Hyukkie. Kita kan sudah lumayan lama tidak jalan bareng lagi. Masa kau tega sih pada kami? Hm?"

Pertanyaan yang menyulitkan. Memang benar kata temanku itu, aku memang sudah lumayan lama tidak jalan-jalan bersama mereka lagi semenjak kehadiran namja itu. Ya, namja yang bernama Lee Donghae yang tadi disapa oleh sekerumunan yeoja yang –sengaja- melewatinya. Padahal sebelum dia datang, aku bisa keluar rumah sesukaku dan bermain kapanpun yang aku mau. Selain itu, aku bisa jalan-jalan bersama-sama dengan kedua temanku, Wookie-ah dan Minnie-ah. Sebelum dia datang, kami bertiga selalu pergi ke tempat latihan untuk menari bersama. Ne, kami senang menari. Namun, akulah yang paling antusias dalam hal ini. Yah, itu menurutku sih.

"Hyukkie-ah." Sebuah suara membuyarkan semua pikiranku. Ah, aku melamun rupanya. Kulihat Wookie sedang melambaikan tangannya di depan wajahku. "Ne, Wookie-ah?"

"Ottokhae? Kau mau kan, Hyukkie?" Pertanyaan itu lagi. Aku kembali memikirkan soal tawaran itu. Tak sampai satu menit, aku mengangguk sembari memberikan gummy smileku yang manis itu. Wookie dan Minnie terlihat senang sekali begitu mengetahui aku menyetujui tawaran mereka. Melihat mereka yang begitu bahagia, aku pun ikut memberikan senyumku.

"Ayo! Kita naik mobilmu saja ya Hyukkie. Hae takkan keberatan kan?"ujar Wookie sambil melingkarkan lengannya pada lenganku. Namun, belum juga aku mengucapkan sepatah kata, Minnie sudah menyahut duluan, "Seharusnya sih tidak, kan kita sudah pernah ikut mobilmu. Bersama Hae-ah juga tuh"

Aku bingung kenapa sih yeoja-yeoja di sekolah ini senang sekali menyebut nama itu. Bahkan kedua sahabatku sekalipun. Aku menepuk jidatku pelan sambil menggelengkan kepalaku. Tanpa menjawab pertanyaan kedua temanku itu, aku terus saja melangkah mendekati namja yang masih bersandar pada mobil sedan itu. Sesampainya aku disampingnya, ia pun segera bangkit dari sandarannya dan membalikkan tubuhnya ke arahku. Dengan senyuman yang terpancar di wajahnya, ia menatapku yang kubalas dengan tatapan datar.

"Sudah mau pulang?"ujarnya masih dengan senyumannya itu. Mengingat sahabatku yang tadi mengajak pergi, maka kukatakan rencanaku padanya agar ia bisa mengantarkanku dan teman-temanku. "Aku mau pergi jalan dengan Wookie dan Minnie" Setelah mengucapkan hal itu, aku memandangnya dengan tampang innocent. Senyuman di wajahnya memudar sejenak. Ia menganggukkan kepalanya perlahan dan kemudian ia kembali memperlihatkan senyumannya itu.

Ia melangkah mendekatiku dan membukakan pintu mobil sembari mempersilahkanku dan kedua temanku untuk masuk. Dengan senyuman yang masih terpatri di wajahnya, ia menoleh ke arahku mengisyaratkan agar diriku masuk. Walaupun ia menatapku dengan lembut tapi aku tak membalasnya dengan tatapan yang sama. Sebaliknya, aku malah menatapnya datar dan segera masuk ke dalam mobil tanpa berbasa-basi. Berbeda dengan kedua temanku yang memang mengagumi namja itu, mereka menyia-nyiakan waktu selama 1 menit hanya untuk menatap namja itu baru ikut masuk bersamaku.

Setelah mereka masuk, barulah namja itu menutup pintu mobil dan duduk di jok kemudi. Sebelum menggas mobil, ia sempat menanyakan tujuan padaku. "Kita kemana sekarang?" Aku mengernyitkan alis mataku dan melirik ke arah kedua temanku. Kulihat Wookie menarik seragamnya pelan. Mengerti akan maksudnya, aku pun mengambil keputusan. "Ke rumah, ganti baju dulu. Baru jalan-jalan"

Singkat memang. Lagipula untuk apa aku berbicara panjang lebar dengannya? Dia kan hanya pelayan pribadiku yang seharusnya patuh kusuruh ini-itu. Aku menghela nafas lelah. Berbicara tentang pelayan pribadi, memang seharusnya mereka mematuhi perkataanku. Tapi, appa dan eomma malah menyuruh mereka untuk mengaturku. Hanya karena aku jarang di rumah dan mereka hampir tak punya waktu untuk mengurusku. Awalnya, pelayan pribadi yang disewa oleh mereka memang bisa kuatasi. Kebanyakan dari mereka langsung undur diri dalam kurun waktu tidak lebih dari 1 bulan.

Merasa aku bisa mengatasinya dengan tingkahku yang nakalnya kelewat batas ini, aku pun merasa agak senang. Secara tak langsung, aku pun menggunakan taktik ini untuk membuat mereka angkat kaki dari rumahku. Namun, tak kusangka, ada seorang namja yang tahan dengan sikapku ini. Parahnya, bukannya dia yang jadi tunduk padaku malah aku yang tunduk padanya. Dia boleh terlihat lembut diluar, tetapi di dalamnya ia sangat tegas. Senyumannya yang –katanya- memikat itu boleh terpampang di wajahnya, namun saat aku tak mau menurutinya, senyuman itu sewaktu-waktu bisa berubah menjadi sebuah tatapan galak. Yah, menurut pandanganku sih seperti itu. Tapi, kebanyakan pelayan wanita di rumahku malah berkata kalau ia terlihat tegas dan keren saat seperti itu. Entahlah.

Dan tak hanya pelayan-pelayan yeoja dirumahku, kebanyakan yeoja di sekolahku juga suka sekali mengatainya 'tampan' dan 'keren'. Namun, bagaimanapun aku masih belum mengerti dimana letak ketampanan dan kekerenannya itu. Selain itu, karena dia jugalah, aku sering ditanyai oleh banyak yeoja di sekolah. Pertanyaan yang diajukan selalau sama. 'Apa Donghae-ssi sudah punya yeojachingu?' Yah begitulah. Dan sering pula aku menanggapinya dengan 'bahu'ku atau pun gelengan.

Melelahkan dan mengesalkan. Ingin sekali saja aku marah-marah supaya mereka jangan menyebutkan nama itu. Memang tak ada yang lebih tampan apa? Siwon-ssi dari kelas 1-7 , Yesung-ssi dari kelas 1-5 atau Kyuhyun-ssi dari kelas 1-2 juga tampan. Tapi, kenapa mereka harus menyebut nama yang malah tidak ada di sekolah sih? Menyebalkan.

Selama aku berkutat dengan pikiranku, Wookie dan Minnie terlihat semangat menanya-nanyainya dengan sejumlah pertanyaan. Yah, boleh kuakui mereka juga sama dengan perihalnya yeoja-yeoja itu. Aku menghela nafas sekali lagi. Arah pandanganku yang menuju ke arah namja itu segera kualihkan keluar mobil dengan maksud meredam emosi. Ne, melihatnya rasanya seperti membuatku bertambah kesal. Entah sudah berapa menit yang kulewatkan dari saat aku menatap keluar, tapi yang jelas kini aku sudah tiba di dalam sebuah rumah besar yang bisa kusebut tempat tinggalku. Tanpa menunggu pelayanku membukakan pintu, aku sudah berinisiatif untuk membukanya sendiri dan segera melangkah masuk ke dalam rumah.

Eunhyuk PoV End

Di sebuah kamar bernuansa putih-silver, 3 orang yeoja sedang memilah-milah baju mana yang akan mereka gunakan. Salah satunya yeoja bernama Eunhyuk. Ia terlihat sedang memilih-milih pakaian yang menurutnya bagus. Pertama, ia mengangkat sebuah kaus hitam dengan kombinasi warna yang agak mencolok di tengah kaus tersebut. Setelah itu, ia mengusap dagunya lalu melirik ke arah sebuah jaket hitam yang tergantung di belakang kaus yang sedang ia angkat tinggi-tinggi ini. Jaket itu berstyle agak boyish. Dengan cengiran yang terlukis di wajahnya, ia mendekati jaket itu dan mengambilnya. Kemudian, ia paskan jaket itu ke tubuhnya yang ramping itu.

Ia menjentikkan jarinya sejenak dengan wajah yang sumringah. Namun, semua senyuman itu terhenti dan menghilang saat sebuah suara terdengar olehnya. "Jangan itu Hyukkie~ Jelek ih!" Kritikan pedas dari Sungmin berhasil membuat Eunhyuk manyun dan memasang kembali tampang betenya. Setelah itu ia menjulurkan lidahnya ke arah kedua sohibnya itu seraya berujar, "Biarin, aku kan sukanya yang kayak begini, Minnie mau yang itu, ya Minnie aja" Sementara itu, kedua sahabatnya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil memandang Eunhyuk tak senang.

"Hyukkie, Hyukkie" ujar Sungmin dan Ryeowook berbarengan. Eunhyuk hanya menanggapinya dengan cengiran khasnya. Melihatnya, Ryeowook dan Sungmin ikut tersenyum kecil. Dan kemudian mereka pun melanjutkan aktivitas yang tertunda tadi.

15 menit sudah berlangsung dan ketiga yeoja itu juga sudah bersiap untuk berangkat sekedar menghilangkan jenuh dan 'reuni' dengan sahabat mereka. Seorang namja yang menyandang dirinya sebagai pelayan pribadi Eunhyuk pun dengan segera membukakan pintu mobil bagi ketiga yeoja itu untuk masuk. Eunhyuk yang memang sudah terbiasa pun langsung masuk. Berbeda dengan kedua temannya; Sungmin dan Ryeowook, mereka mengumbar senyum sesaat lalu mengikuti Eunhyuk masuk ke dalam.

Eunhyuk PoV

"Jadi, sekarang kemana tujuan kita?" Dia bertanya kembali soal yang sama sebelum ia menginjak gas mobil yang kami naiki ini. Aku sempat berpikir sejenak. Setelah mendapat ide yang bagus , aku pun berkata, "Ke Mall .."Aku menggantungkan kalimatku sebentar. Dan kurasa namja itu mengetahui bahwa kalimat yang kuucapkan belum selesai sepenuhnya. Bisa dilihat dari balik kaca tengah mobil yang memperlihatkan wajahnya yang sedang tersenyum ramah. Ne, aku memang sengaja menggantungkan kalimatku karena ada suatu tempat yang sudah lama tak kukunjungi sejak kedatangannya. Dan itu adalah, "Taman. Dan ke taman kota"

"Ne, Eunhyuk-ssi" Ucapnya singkat namun masih dengan senyum yang terpatri di wajahnya. Kadang-kadang aku merasa heran, apa ia tidak lelah menampikkan senyumnya terus-terusan seperti itu? Jujur saja, selama ia bekerja menjadi pelayanku, ia sering sekali tersenyum. Baik itu padaku, Minnie, Wookie, pelayan di rumahku ataupun.. yeoja-yeoja di sekolahku. Namun, tak urung ia juga sering memperlihatkan wajah tegasnya padaku. Ne, hanya padaku. Tapi, aku juga tidak tahu kalau ia sudah pernah menampilkan ekspresi tegasnya itu pada orang lain. Aku kan tidak mengawasinya selama 24 jam penuh jadi mana aku tahu?

Selain tersenyum dan wajahnya yang tegas itu, masih ada satu hal lagi yang terkadang aku suka lihat dari wajahnya. Tatapannya. Tatapannya itu terkadang bisa melembut saat aku mulai bertingkah nakal dan melanggar peraturan yang sudah dibuat olehnya. Yah, memang sih awalnya ia akan bersikap tegas dan galak. Namun saat aku mulai mengalah, ia akan memberikanku tatapan yang seperti itu. Entah apa maksudnya aku juga tak pernah mengetahuinya dan tak ingin mengetahuinya. Lagipula, hal itu tak ada urusannya denganku. Ia sebenarnya hanya pelayan yang seharusnya bisa kusuruh ini itu. Tapi sekali lagi kutekankan bahwa bukan aku yang menyuruhnya, melainkan ia yang mengatur-atur kehidupanku. Dan itulah yang kubenci darinya.

Dan selama aku berkutat dengan pikiranku itu, aku tak menyadari bahwa kami sudah tiba di tempat yang kusebutkan tadi, mall. Dia mulai memperlambat laju mobil dan memberhentikannya tepat di depan pintu masuk mall ini. Dengan sigap, ia melepaskan sabuknya dan turun dari mobil untuk membukakan pintu jok belakang. Segera saja, aku turun dari mobil dan masuk ke dalam mall. Aku tak tahu apakah Minnie dan Wookie juga melakukan hal yang sama. Sebab aku tak menoleh kembali ke belakang untuk melihat keadaan mereka. Aku lebih memilih untuk menunggu di depan sebuah stand yang berisi aksesoris-aksesoris yang menurutku terlalu feminis.

Akhirnya aku memutuskan untuk melihat-lihat aksesoris-aksesoris itu sambil menunggu mereka berdua. Bukan berarti aku menaruh minat pada barang-barang feminis itu. Aku hanya sekedar mengisi waktu dengan melihat-lihat. Dengan kedua tangan tersilang di belakang punggungku, aku berjalan-jalan memutari stand itu berulang-ulang. Aku tahu si penjaga toko mungkin akan merasa kesal karena aku hanya melihat-lihat sedari tadi. Tapi, apa peduliku? Aku kan memang tidak minat membeli perhiasan-perhiasan itu. Sejenak, aku berhenti dan memejamkan mataku. Aku menarik nafas dalam-dalam dan kuhembuskan kembali perlahan. Kuangkat tangan kiriku yang mengenakan sebuah jam tangan putih bercorak hitam.

Sudah 5 menit berlalu semenjak aku memasuki gedung ini dan mereka belum juga menemuiku? Apa sih yang mereka lakukan? Kalaupun mereka berbasa-basi dengan namja itu, masa iya harus sampai 5 menit begini? Lagipula, mereka kan kesini untuk jalan denganku bukan namja itu. Menyebalkan. Aku memanyunkan bibirku dan menghentakkan kakiku pelan. Alisku mengerut menandakan bahwa aku sedang kesal. Baiklah, mereka akan kutunggu sebentar lagi. Kalau tidak muncul juga maka aku,

"Hyukkie! Mian lama," Suara nyaring yang terdengar familiar bagiku terdengar lewat indera pendengaranku. Masih dengan sisa tampang bete di wajahku, aku pun memutar tubuhku dan bisa kulihat 2 yeoja beserta 1 namja berjalan kearahku. Aish, untuk apa sih dia diajak? Benar-benar keterlaluan! Aku tahu mereka sangat mengagumi namja itu tapi masa iya mereka harus mengajaknya juga saat kita berjalan bersama begini? Apa sih yang mereka pikirkan?

Kulihat Minnie menyengir memperlihatkan gigi kelincinya yang putih itu. Seakan bisa membaca pikiranku, ia berujar, "Mian Hyukkie. Aku tahu kalau ini waktu untuk kita bertiga jalan bareng, tapi kalau kupikir lagi kasihan Hae-ah"

Alisku kembali berkerut mendengar alasan Minnie. Baru saja aku akan bertanya kembali saat Wookie melanjutkan kalaimat Minnie yang kurasa masih setengah itu. "Ya, Hae kan juga masih sepantaran kita Hyukkie. Kami tau dia pelayanmu tapi dia juga masih sepantaran kita. Dia sudah bekerja lho sedangkan kita belum. Jadi, tidak adil kan kalau kita yang belum bekerja enak-enakan di dalam mall sedangkan Hae di tempat parkir sana? Dia sudah bekerja lho walaupun masih sepantaran kita"

Aish, kenapa sih kalimat Wookie selalu berhasil memojokkanku? Tapi, memang benar apa kata Wookie sih. Padahal, namaj itu berumur sepantaran kami tapi ia malah sudah bekerja bukannya bersekolah. Aku manggut-manggut pelan sembari membayangkan betapa kasihannya namja itu. Ah, ani-ani-ani! Aku tak boleh seperti ini. Dia kan orang yang sudah merusak kesenanganku. Jadi, bagaimanapun juga aku akan tetap membencinya. Itu pasti dan selalu!

"Jadi, Hyukkie? Boleh ya? Jebal~" pinta Wookie sambil memandangku dengan tatapan memohon dan seperti ingin menangis. Tak tega melihatnya, aku hanya mebuang muka dan mengiyakan permintaannya. Namun, aku juga menambahkan kalimat persetujuanku itu, "Tapi, itu karena kalian yang minta. Ingat itu!" Aku mungkin tak melihatnya tapi aku bisa merasakan bahwa kini mereka sedang berjingkrak-jingkrak ria sambil melontarkan tawa lepas. Aku yakin sekali. Karena suara mereka yang tertawa itu terdengar sampai ke telingaku. Walaupun dari lubuk hatiku aku tak ingin meoleh kembali ke arah mereka, ternyata aku cukup penasaran dengan reaksi mereka. Aku melirik ke arah mereka melalui ekor mataku.

Menghela nafas sebentar lalu menghadap ke arah depan karena tak berhasil melihat apa yang mereka lakukan. Terpaksa aku harus melewatkan momen dimana kau bisa kedua sahabatku tertawa. Selama aku menyesali hal ini, aku merasakan tepukan pelan di kepalaku. Aku mendongak untuk melihat siapa yang melakukan itu. Ah~ namja itu. Ia tersenyum lembut padaku. Tapi, aku memberikannya sebuah tatapan datar. Sekilas kulihat, ia mendorong dagunya pelan ke arah dimana teman-temanku berada. "Sana, kau pasti ingin ikut kan?"

Tumben sekali ia baik padaku seperti ini. Apa ada sesuatu yang sedang menyenangkan hatinya? Aku mendelik ke arahnya yang sedang tersenyum ramah padaku. Melihat tak ada yang ganjil padanya, aku pun memutuskan untuk mengikuti sarannya. Dengan gerakan yang slow, aku memutar tubuhku dan melangkah ke arah mereka yang sedang bergirang ria. Tanpa disadari, bibirku ikut melengkung membentuk sebuah senyuman. Aura yang mereka tebar membuatku ikut merasakan apa yang mereka rasakan kini. Tawa kecil pun akhirnya mengalun dari mulutku.

.

.

.

"Wah~ ini bagus lho Hyukkie, cobain deh," tawar Minnie sambil menyerahkan sebuah kemeja berenda yang berwarna pink dengan sedikit sentuhan putih didalamnya. Aku mengambilnya dan membolak-balikkan kemeja itu sambil mencari apa yang menarik dari pakaian itu. "Jelek!" komentarku dingin. Setelah melontarkan komentar yang cukup pedas, aku menurunkan kemeja itu dan mengembalikannya pada Minnie. Kulihat minnie menerimanya sambil menggembungkan pipinya gemas. Ia menatapku jengkel. Tak lama, ia berbalik dan kembali mencari baju yang lain yang untuk ditawarkan kembali padaku kurasa.

Aku hanya mengedikkan bahuku dan kembali melanjutkan pencarianku. Sesaat mataku menangkap satu pakaian yang menarik. Aku sempat menatapnya untuk sebentar lalu mendekatinya. Tiba di hadapan si pakaian, aku pun mengulurkan tanganku dan menariknya dari tempatnya tergantung. Sempat kuangkat pakaian itu sebentar sebelum menyunggingkan sebuah senyum. Setelah itu, aku melihat ukuran baju itu sebelum aku berniat untuk membelinya. Merasa terlalu besar untukku, aku pun mencari ukuran yang kira-kira pas untukku di antara gantungan-gantungan baju tadi. Setelah mendapatkannya, aku berniat pergi ke ruang pas untuk mecoba apakah muat untukku apa tidak. Tak kusangka, ditengah jalanku menuju kesana, aku bertemu dengan Wookie dan Minnie yang sedang membawa satu pakaian. Aku hanya nyengir saat mereka melihat baju yang kupilih.

"Jangan melihatku seperti itu Wookie-ah, Minnie-ah.." Yap, mereka menatapku dengan tatapan yang membuatku risih. Otomatis saja aku mengeluh supaya mereka berhenti memandangku. Tiba-tiba, tangan Wookie yang bebas mengambil pakaian pilihanku dan melangkah menuju namja itu. Ya, namja itu. Aku membelalakkan mataku menyaksikan apa yang dilakukan Wookie pada barang pilihanku. Dengan sebelah tanganku yang kukepal, aku berniat mengambil kembali baju itu. Tapi, Minnie menahanku dan tersenyum angelish padaku. Aku menelan ludahku saat melihat senyumnya yang polos itu.

"Baju ini lebih cocok dipake oleh Hae, benar kan?" Suara Wookie terdengar hingga di telingaku. Aku berusaha untuk lewat tapi Minnie terus-terusan menahanku dan parahnya ia seakan tak ingin membiarkanku lewat. Kini, aku dan Minnie pun saling menggeser tubuh kami ke kiri dan kanan. Berlomba-lomba siapa yang akan menang dalam pertandingan konyol ini. Saking seriusnya, aku tak menyadari bahwa namja itu sudah bertukar baju dengan baju pilihanku tadi. Baju berlapis dua tanpa lengan yang berwarna hitam diluar dan putih di dalam. Awalnya, aku memerhatikan baju itu. Aku menggut-manggut sambil tersenyum mengetahui seleraku yang bagus itu. Perlahan, pandanganku semakin ke atas dan kulihat namja itu yang memakai baju pilihanku itu seutuhnya.

Jujur, aku sedikit terpukau melihatnya. Mungkin karena kebiasaanku melihatnya dalam balutan kemeja putih dan jas hitam, jadi pada saat aku melihatnya memakai kaus yang bergaya stylish seperti ini aku merasa agak aneh. Aku tahu aku tak seharusnya memandangnya terus-terusan seperti ini. Tapi, rasanya mataku tak mau kualihkan. Entah kenapa rasanya hatiku mengatakan bahwa aku sudah nyaman dalam posisi seperti ini. Seseorang bersuara di dekatku membuyarkan semua pikiranku. "Hyukkie, Hae-ah tampan sekali yah seperti itu"

Tanpa sadar, aku menganggukkan kepalaku pelan. Namun, saat sadar apa yang kusetujui, mataku melotot dan aku menggeleng dengan cepat. Rasanya selama sesaat tadi aku merasa aneh. Entahlah. Aku mengedikkan bahuku dan berbalik. Berniat mencari yang lain. "Biasa aja tuh,"tambahku cepat sebelum aku pergi berjalan menyusuri pakaian-pakaian yang berada di sisi kiri-kananku. Bisa kutebak bahwa sekrang Minnie memanyunkan bibirnya dan menatap aneh ke arahku. Tapi, aku tak peduli.

Yah, kalau boleh diakui sih, sebenarnya saat aku melihat namja itu tadi, aku sempat terpukau. Bolehlah bila disebut ketampanannya bertambah sedikit dengan pakaian itu. Sedikit saja sih. Lagipula, kuakui saat aku memandangnya tadi, aku sempat tak berkedip sekalipun bahkan tak berencana untuk mengalihkan perhatianku apabila Minnie tidak mengeluarkan suara itu. Tenggorokanku kala itu juga serasa kering. Sempurna untuk dikatakan melamun. Aku menggeleng pelan mengingatnya. Dengan tekad kuat di dalam hati, aku berjanji takkan mengulangi hal itu.

Eunhyuk PoV END

Sudah 1 minggu lamanya semenjak insiden di mall waktu itu. Dan sejak hari itu juga Eunhyuk merasa sebagian kecil rasa bencinya terhadap Donghae terkikis. Hal itu terlihat dari tanggapan Eunhyuk ketika dirinya diperintah untuk belajar atau melakukan sesuatu oleh Donghae. Mungkin, Donghae adalah pelayan pribadi Eunhyuk. Tapi, ialah yang diberi tanggung jawab untuk mengasuh dan mengatur Eunhyuk supaya ia tidak nakal dan berlaku seenaknya. Karena itulah, ia bisa menyuruh dan memerintah Eunhyuk selama masih dalam batas yang wajar. Tentu tak mudah baginya untuk membuat Eunhyuk menuruti kata-katanya. Ia harus memasang ekspresi yang galak dan tegas agar Eunhyuk mau menurutinya. Walaupun begitu, ia masih bisa tersenyum lembut pada majikannya yang satu itu. Sebenarnya pribadi galak bukanlah karakter aslinya. Ia mempunyai karakter yang lembut dalam mengasuh dan mengatur semua majikannya. Kali ini dikarenakan situasi yang mendadak, terpaksa ia mengeluarkan pribadi yang seperti itu.

Walaupun begitu, Donghae menyayangi majikannya itu. Ia bahkan terkadang rela melanggar peraturan yang ia buat untuk kesenangan Eunhyuk. Berbeda dengan Donghae, Eunhyuk malah sangat membencinya. Eunhyuk menganggap bahwa kehadiran Donghae membuat kebebasannya terhalangi. Ia beranggapan bahwa Donghaelah sumber dari segala masalah yang ia dapatkan. Baik di sekolahnya maupun rumahnya. Oleh karena itu, Eunhyuk tak pernah senang dengan kehadiran Donghae dan selalu memanggilnya dengan sebutan 'namja itu'.

Namun, sikap Eunhyuk yang dingin itu menjadi agak berubah. Ia jadi agak lebih ramah pada Donghae dan bersikap lebih baik dari sebelumnya walaupun sedikit. Hal itu bisa dibuktikan saat Eunhyuk keluar dari gerbang sekolahnya. Ia menoleh pada namja tampan itu dan tersenyum sekilas. Hampir tak terlihat karena Eunhyuk hanya melontarkannya sekilas. Tapi, hal itu tetap diketahui Donghae yang juga membalasnya dengan senyum lebar dan menganggukkan kepalanya pelan.

Dengan langkah santai, Eunhyuk melangkah mendekati sedan putih itu dan berhenti tepat di depan pintu jok belakang. Dibukakan pintu oleh Donghae, Eunhyuk kembali melontarkan senyum sekilasnya dan memasuki sedan putih itu. Selama dalam perjalanan, Eunhyuk tidak berkata apa-apa dan hanya memandang keluar jendela sembari menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Wajahnya ia topangkan ke telapak tangannya. Ia mencari pemandangan yang bagus untuk dilihat di luar sana. Dan tepat saat sedan itu berhenti di sebuah perempatan lampu merah, ia melihat sekelompok anak sedang dance di pinggir jalan sembari mereka berjalan. Mereka tertawa riang selama mereka menari. Melihatnya membuat Eunhyuk teringat akan latihan dancenya. Dan kali ini, Eunhyuk bertekad untuk kesana hari ini. Melanjutkan latihannya yang sudah lama tertunda.

.

.

.

Eunhyuk PoV

Kutatap refleksi diriku yang sedang memakai kaus putih bercorak hitam dengan celana jeans pendek. Aku memutar tubuhku ke kiri dan kanan untuk sekedar bergaya dan memastikan setelan yang kupilih ini cukup bagus. Setelah bergaya sekitar 5 menit, aku melangkah menuju kasurku dan menyambar jaket hitam yang tersampir di atasnya. Dengan langkah cepat, aku melangkah keluar dan berjalan menuruni tangga. Niatnya, sesampainya aku di lantai bawah, aku ingin segera pergi ke pintu gerbang dan cepat-cepat keluar dari sini. Namun, semua tak berjalan sesuai rencana. Namja itu menghalangi jalan keluarku dengan berdiri tepat 1 meter dari hadapanku. Aku mengerlingkan mataku tanda malas.

Dia yang seakan tidak peduli dengan ketidaksenanganku berjalan memperkecil jaraknya denganku. Aku sempat mundur untuk beberapa langkah. Tapi melihat namja itu tak berhenti juga, aku memutuskan untuk diam di tempat. Yah, setidaknya sampai aku mengetahui dengan jelas maksudnya mendekatiku. Tepat ketika dia berada di hadapanku, ia memiringkan kepalanya.

"Kau mau kemana?" Dengan tatapan serius, ia menatap mataku. Tak terlihat sedikit pun senyuman yang biasa terlihat di wajahnya. Tak ada gurauan di dalam kata-katanya. Dan juga kelembutan di matanya yang biasa ia perlihatkan. Tak ada sedikitpun. Bisa kurasakan kini ia seperti menjadi orang lain. Benar-benar orang lain menurutku. Namun, aku tak terlalu menghiraukan hal itu. Berusaha bersikap santai dan menjawabnya, "Ke tempat latihan. Aku sudah lama tak kesana"

Ia menataku semakin serius dan kemudian ia mengucapkan sebuah kalimat yang membuatku kesal. "Besok saja. Jangan hari ini"

Aku mendelik ke arahnya. Menatapnya tajam. Berusaha untuk mengintimidasinya walau aku tahu semuanya pasti berakhir sia-sia. Pelan, aku menghela nafas. Aku mengeluarkan tawa kecil dari mulutku. Bukan tawa senang yang kukeluarkan melainkan tawa yang seakan-akan menyindirnya. Kembali aku menatapnya setelah mengeluarkan tawa itu. "Aku mau hari ini"

Tentu, aku tidak mau mengalah. Aku bukan tipe orang yang mudah patuh pada 'orang lain'. Apalagi dia hanya mengeluarkan 1 kalimat seperti itu. Tidak. Tidak akan bisa. Dan tidak akan pernah bisa! Terlebih, namja itu yang memerintahku. Bukannya apa, tapi untuk masalah hobiku ini, aku tak mau mengalah. Itu adalah kesenanganku. Satu-satunya media yang menurutku bisa membuatku senang. Kalau dia sampai melarangku melakukan kesenanganku, itu sama saja dia tak membiarkanku bersenang-senang.

"Kubilang besok. Ini demi kebaikanmu,"ujarnya melembut saat tiba di akhir kalimat.

Kebaikanku? Kurasa ini bukan untuk kebaikanku tapi untuk kebaikanmu! Lihat saja, aku pasti akan kesana. Kutundukkan kepalaku dan kutatap kakinya yang berjarak dekat dengan kakiku. Dengan lincah, aku injak kakinya kencang. Lalu, aku kabur ke arah pintu besar rumahku. Sesaat sebelum aku kabur, aku bisa mendengar suara rintihannya. Rasakan! Siapa suruh kau menghalangiku?

Aku berlari dengan kecepatan tinggi sembari mengukir seringai di bibirku. Semenjak keluar dari pintu besar itu, aku belum menoleh ke belakang sama sekali. Aku terus berlari hingga melewati gerbang rumahku. Kakiku terus bergerak cepat dan untuk sesaat aku menoleh ke belakang. Memastikan apakah ada yang mengejar apa tidak. Sialnya, saat aku mencoba untuk menoleh, tak kusangka ada sebuah mobil melaju cepat ke arahku . Dalam sekejap, aku berdiri terpaku disana. Aku tahu aku harus bergerak tapi kakiku tak bisa digerakkan. Aku malah memejamkan mataku dan menutup kedua telingaku. Seperti merasa siap untuk menerima hantaman yang cukup keras nantinya. Ketika aku sudah bersiap seperti itu, samar-samar aku mendengar suara orang memanggilku. Entah itu hanya khayalanku atau kenyataannya. Yang jelas kini otakku dipenuhi oleh mobil yang sedang melaju cepat padaku. Aku menghitung mundur dari angka 5 dan mempersiapkan jiwa serta ragaku. Tubuhku gemetar penuh ketakutan. Aku tahu itu, tapi aku tak mampu bergerak 1 cm sekalipun. Tepat pada hitungan nol, aku semakin mengeratkan pejaman mataku dan..

Tak ada hantaman yang kurasakan. Aku juga masih memijak pada tanah. Mataku kubuka perlahan. Kurasakan sepasang lengan memelukku dari belakang. Punggungku bersandar pada seseorang. Dan suara nafas. Aku merasakan ada suara nafas yang ngos-ngosan tepat di telinga kananku. Ekor mataku kuarahkan pada sebelah kananku. Aku kaget saat manik mataku mendapati seseorang yang berada di luar dugaan. Sekujur tubuhku yang masih belum berhenti gemetar kini semakin menjadi. Tanganku kuturunkan di samping tubuhku dengan lemas. Kurasakan degup jantungku berdetak lebih kencang. Selain karena efek ketakutanku tadi, ada juga alasan lain yang aku tak tahu apa itu. Otakku serasa berhenti bekerja saat itu juga.

Masih dengan memandang ke bawah dengan takut, aku mengucapkan sebuah nama tanpa sadar. "L-Le-Lee D-Do-Dong H-Hae?" Efek dari gemetarku yang tidak mau berhenti ikut terbawa dalam intonasi bicaraku. Entah apa yang kupikirkan tadi, tapi aku merasa dengan menyebut namanya aku bisa merasa sedikit lega. Kudengar suara helaan nafasnya yang agak berat. Masih dengan posisi yang sama, ia membisikkan sesuatu tepat di sebelah telingaku. "Gwenchana, Eunhyuk?"

Deg.

Untuk sesaat, jantung seperti mau loncat dari posisinya. Apa yang kupikirkan kini aku juga tak tahu. Aku ingin menjawabnya tapi aku tak bisa. Mulutku tak mau membuka. Kurasakan angin berhembus melalui punggungku. Tak ada juga lengan yang tadi melingkupi tubuhku. Merasa ketakutan semakin melandaku, aku berbalik mencari kehangatan yang tadi kurasakan. Sesaat mataku mendapati sesosok namja yang sedari tadi memberikanku kehangatan. Aku menatapnya sayu sekaligus dengan ekspresi takut yang masih tersisa pada diriku. Ia melangkah mendekatiku dan kemudian kembali melingkarkan lengannya pada tubuhku. Sekali lagi, aku mendengar sayup-sayup suaranya. Tak terdengar jelas semua memang apa yang ia katakan. Namun, satu hal yang pasti. Ia mengucapkan sebuah kata yang kuyakin pasti benar. 'Mianhae'

Aku jadi merasa bersalah padanya. Seharusnya aku yang mengucap kata itu, bukan dia. Aku yang nakal dan tak menurutinya. Dan aku sepatutnya menerima balasannya tadi. Paboya! Jinjja Paboya kau Lee Hyukjae! Gara-gara kau, semua jadi begini. Andai, aku menurutinya. Andai, aku tidak bersikeras untuk pergi tadi. Andai, aku tidak mencoba untuk kabur tadi. Andai saja. Aku tahu semua takkan selesai hanya dengan mengandai-andai. Aku tahu waktu takkan berputar kembali hanya dengan penyesalanku ini. Aku tahu itu. Hanya saja kini aku tak tahu apa yang harus kulakukan selain menyesali semua kebodohanku.

Kurasakan mataku menghangat dan pandanganku terlihat agak kabur. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali. Berusaha menahan air mata yang akan keluar. Aku tak boleh menangis disini. Itu hanya akan menyusahakannya saja kurasa. Jadi, kuputuskan untuk memejamkan mata. Tangannya terangkat sebelah untuk membelai kepalaku. Kuakui hal itu semakin membuatku merasa bersalah. Aku sudah membuat kesalahan namun dia masih menemaniku bahkan bersedia menenangkanku. Aku memang keterlaluan kali ini. Mianhae Lee Donghae. Aku berjanji akan menurutimu. Aku janji. Kupejamkan mataku makin erat. Berusaha agar tangisku tidak pecah. Di saat itu aku memeluknya erat. Mencari perlindungan untukku yang masih diselubungi oleh rasa takut dan bersalah.

.

.

.

Tok. Tok. Tok.

"Nugu?" sahutku pelan dari dalam.

"Ini saya, ada tamu untuk Nona,"ujar seseorang yang kurasa salah satu pelayan wanitaku. Tanpa berpikir lebih panjang lagi, aku menggumam dan turun dari ranjangku. Sembari menyusuri anak tangga di rumahku, aku mulai berprediksi ria tentang siapa yang mengunjungi disaat malam begini. Tepat di tikungan anak tangga, aku berhenti sejenak. Menghela nafas sebentar lalu mengukir senyum terbaikku. Tamu harus disambut dengan baik bukan? Begitu aku bermaksud untuk menoleh ke arah ruang tamu dan menyapanya, tiba-tiba tenggorokanku rasanya seperti tercekat.

Seorang yeoja berumur sepantaran eommaku menoleh kearahku dengan senyuman di bibirnya. Tak berbeda jauh dengan namja di sebelahnya. Mereka menebarkan senyum lebar padaku. Namun, hanya kubalas dengan sbuah senyum canggung. "Kami kesini karena disuruh oleh Leeteuk dan Kangin untuk melihat keadaanmu"

Mendengar pernyataan itu, mataku membulat seketika. Yang benar saja. Jadi, mereka kesini disuruh untuk mengintaiku? Benar-benar parah. Masa appa dan eomma tak percaya kalau aku sudah berubah? Dan lagi, selain ini, ada hal lain yang tak pernah kusangka. Perasaan itu kembali muncul di dalam hatiku. Aku kembali mengingat kejadian itu. Kejadian yang baru saja menimpaku itu.

T.B.C

A/N:

Sebenarnya, chapter ini ingin kudedikasikan untuk Donghae oppa.

Awalnya sih, pengen jadi OneShot aja. Tapi, karena ngerasa kepanjangan, jadinya mungkin TwoShot.

Dan Chap yang satu lagi bakal diupdate di hari Ultahnya. ^^

Buat jadi Birthday Fic buat Oppa.

Mind To Review?