Naruto © Masashi Kishimoto
Italic for thinking
Dream?
Dalam ruangan cukup besar di mana terdapat tumpukan berkas tinggi menjulang dan ceceran kertas-kertas di lantai itu, tampak seorang pria berambut kuning jabrik tengah terlelap di kursi kerjanya dengan posisi kaki yang menyilang pada permukaan meja. Mulutnya terbuka menghasilkan dengkuran halus terdengar.
Seorang kunoichi cantik berambut indigo panjang mengetukkan ruas jari tangannya pada pintu ruang Hokage. Ia sudah melakukannya tiha kali, namun penghuni ruangan belum juga menampakkan diri. Sesaat ia mengembuskan napas panjang. Kemudian meraih kenop pintu itu dan memutarnya. Decitan pintu terdengar keras di telinganya. Ia gugup sampai menelan ludah berkali-kali.
Maafkan aku yang sudah lancang ini.
Kaki beralaskan sepatu ninjanya mencetak bunyi halus seiring langkahnya.
''Hokage-sama..'' panggilnya pelan. Namun tidak ada respon.
''Na...Naruto-kun.'' Kali ini kunoichi itu memberanikan diri memanggil nama sang pria dan menggoyangkan bahunya. Satu lenguhan terdengar di antara gumaman kesal sang Hokage karena tidurnya agak terganggu.
''Naruto-kun, bangun.''
Pria yang dipanggil Naruto itu mau tak mau membuka mata. Meninggalkan mimpi indah yang tadi begitu dinikmatinya.
''Naruto-kun.''
Lamunan akan mimpi indahnya tadi kembali terusik oleh suara lembut seseorang.
''Hi...nata. Kenapa kau di sini?'' Naruto membelalakkan mata, wanita yang hadir dalam mimpinya barusan sekarang benar-benar ada di hadapannya.
''Maaf mengganggu tidur Naruto-kun. Aku ke mari untuk menyerahkan laporan misi kemarin.''
Naruto meraih lembaran yang diserahkan Hinata sambil manggut-manggut.
''Baiklah, terimakasih."
Hinata tersenyum mendengar ucapan Hokage desanya.
''Kalau begitu aku permisi.''
Hinata menunduk hormat sebelum berbalik melangkah.
''Tunggu Hinata!''
Hinata memiringkan kepalanya ke kanan. Dengan segera Naruto menempatkan dirinya di depan kunoichi itu.
''Ada yang ingin aku katakan.''
Hinata menunduk. ''Apa Naruto-kun?'' mendadak dua jari telunjuknya saling beradu lincah.
''Aduh, gimana ngomongnya ya? Hehe...'' cengir Naruto sembari menggaruk rambut kuningnya.
''Ehem. Jadi begini Hinata, aku ingin marah.'' ucapan tegas itu sontak membuat Hinata mendongak, menatap safir di hadapannya yang juga tengah menatap tepat pada matanya.
''A..apa aku sudah melakukan kesalahan?''
Naruto menggeleng. ''Tidak.''
''Lalu?''
Naruto melangkah lebih dekat. Jaraknya dengan Hinata kurang lebih satu jengkal. Jangan ditanya bagaimana warna wajah Hinata.
''Hinata.'' Naruto Menangkup wajah merah sang kunoichi. ''aku ingin marahjut hubungan serius denganmu.''
Eh? Hinata terlonjak sampai mundur ke belakang. Tangkupan tangan Naruto di pipinya terlepas.
''Apa maksud Naruto-kun?''
"Hinata, melihat posisi kita sekarang ini berdiri, aku jadi ingin duduk... Err,,maksudnya duduk di pelaminan bersanding denganmu.''
Blush...
Tidak bisa dikatakan normal lagi wajah Hinata sekarang. Merah yang sangat. Mendadak Hinata merasakan sentuhan hangat di telapak tangannya, sang kage muda itu merendahkan badannya.
''Hinata, dengan ketidaksempurnaan diriku ini. Izinkanlah aku menjadikanmu sebagai penyempuna hidupku.''
Blushblushblush.
Gawat. Penyakit gagap Hinata kumat, ''Aa-apa Na-ruto-kun..se-dang...me-me-lamar-ku?'' rasanya Hinata ingin menungging menutupi wajahnya yang abmerah. Apa yang aku katakan. Bodohnya. Ini sangat memalukan, Naruto-kun pasti menganggapku terlalu percaya diri.
Naruto menyengir lebar. ''Tentu saja. Apa kau mau menjadi wanita Hokage keren ini?'' ujarnya seraya menaikkan kerah jubah Hokagenya bangga.
Rasanya jantung Hinata berdentum dengan tempo sangat cepat. Abnormal. ia benar-benar abormal. Mimpi? ah, Itu karena Naruto-kun belum sepenuhnya sadar. Ia masih terbuai mimpi makanya ngelantur. Iya, pasti begitu. Lagipula ini terlalu tiba-tiba jika Naruto-kun langsung ingin melamarku. Sementara kita bukan sepasang kekasih.
''A—aku..Mau Naruto-kun.''
Kyaa apa-apaan itu! Pengkhianat. Lidah ini telah berkhianat. Huh, aku benar-benar memalukan!
Naruto berteriak girang sembari memeluk Hinata erat. Entah bodoh atau tidak peka Naruto sampai tidak menyadari wanita yang dipeluknya kini sudah tidak sadarkan diri. Melepas pelukan mautnya Naruto dibuat terkejut. Dengan sigap ia menangkap tubuh Hinata.
''Hwaa.. Hinata... Kau kenapa?'' Naruto kocar-kacir di sepanjang lorong kantor. Ia bingung. Kenapa di saat seperti ini Hinata malah pingsan? Beberapa saat ia gelisah sendiri tanpa melakukan apa-apa layaknya orang bodoh. Baru setelah mendapat ilham ia dapat berlaku sedikit pintar. Naruto berlari dengan menggendong Hinata menuju rumah sakit Konoha.
Naruto menendang pintu ruangan UGD hingga ambruk. Ia mendapati Sakura, ninja medis yang notabennya adalah sahabatnya menatap tajam. Naruto nyengir. ''Sakura-chan, cepat tolong Hinata.''
Sakura lekas menyuruh Naruto membaringkan Hinata di ranjang yang tersedia lantas memeriksanya.
''Naruto.. ceritakan apa yang kau lakukan pada Hinata.'' desis Sakura menunjuk Hinata yang terbaring di ranjang. Naruto menelan ludah.
''Jadi begini...''
Dan mulailah Naruto bercerita mengenai apa yang baru saja ia lakukan. Dari Hinata yang membangunkannya, sampai pingsan ketika ia memeluknya. Sakura tak kuasa menahan rona di pipinya mendengar penuturan sahabatnya. Orang yang selalu dikatai bodoh olehnya ternyata bisa punya sisi keromantisan juga. Seketika wajahnya berubah masam. Jadi iri sendiri rasanya. Pasalnya Sasuke tidak pernah mengucapkan kata romantis bahkan melakukan hal romantis sekalipun padanya kendati mereka telah menjalin hubungan selama tujuh bulan.
''Sakura-chan...'' Sebuah tangan melambai di depan wajahnya. Naruto mengerutkan alis kuningnya.
"Kau kenapa Sakura-chan?'' tanyanya lantaran melihat raut masam pada medic-nin tersebut.
''Tidak apa-apa Naruto.''
"Benarkah?" raut Naruto tampak ragu.
Sakura tiba-tiba berang. "Dasar baka! Bagaimana bisa kau tiba-tiba mengatakan hal seperti itu saat kau baru saja terbangun?! "
Naruto meringis. "Etto.. Sebenarnya aku membuat rayuan sampai ketiduran..."
''Engghh.."
Kedua ninja itu mengalihkan perhatian pada seorang di ranjang. '' Hinata? Syukurlah kau sudah sadar. '' Sakura menghampiri sahabat sesama kunoichinya dengan senyum.
''Syukurlah.''
Hinata terhenyak mendapati suara orang yang tak asing baginya, orang yang baru saja melamarnya. Wajahnya kembali memerah mengingat kejadian sebelum ini. Apakah ini mimpi? Ah, ia tidak bisa mempercayainya.
Sakura menggeleng. Tingkah dua makhluk ini begitu menggemaskan menurutnya.
"Baiklah, aku masih ada pekerjaan. Aku pergi dulu Hinata. Naruto... Jaga Hinata baik-baik.''
Naruto mengacungkan jempol sembari unjuk gigi. Pose andalan Maito Guy dan Lee. Sepeninggal Sakura dari ruangan itu membuat atmosfer di ruangan mendadak sepi. Naruto yang biasanya dikenal sebagai makhluk cerewet pembuat onar saja sampai bungkam kali ini. Ada apakah gerangan? Ternyata ia tengah memperhatikan sesuatu di rambut Hinata.
''Naruto-kun.. Ke..napa..meli..hatku begitu?''
Eh? Naruto mengambil sesuatu dari rambut Hinata.
''Na...Naruto-kun..''
''Ada serangga di rambutmu Hinata. Nih.'' menunjukkan serangga kecil yang menggerakkan kaki-kakinya.
Hinata mengangguk paham.
''Hinata.''
''Ya?''
Menatap mata amethys itu intens, Naruto sedikit memajukan kepalanya. ''Aku iri deh sama serangga.'' aku Naruto dengan mata menerawang.
''Ke..napa be..gitu?''
"Soalnya serangga bisa seenaknya saja nyarang di tubuhmu. Gimana kalau aku jadi serangga saja ya? Kan aku bisa nyarangin kau Hinata.''
Blushblushblush. Gubrakkkkk.
Naruto memekik kaget. Baru beberapa menit yang lalu Hinata sadar. Dan sekarang ia kembali pingsan. Naruto mengacak-acak rambut kuningnya hingga berantakan. Bingung. Ia benar-benar bingung. Entah apa yang harus dilakukan.
"Sakuraaaaaaaaa... Hinata pingsan lagi..." teriaknya menggelegar di seluruh penjuru rumah sakit.
.
.
End
