IGNITE

Bonney x Kid

.

Eustass Kid mengerang frustasi.

Buntu. Buntu. Dan selalu saja buntu

Setiap jejarinya merangkai sederet kalimat, selalu saja 'backspace' mengikuti.

Sudah hampir dua minggu ia mengalami yang disebut 'writter block'.

Tunggu, seorang Eustass Kid mengalami 'writter block?'

Oh tunggu, seorang manusia serampangan macam Eustass Kid adalah penulis?

Ia yang lebih memilih mati daripada membaca kini adalah seorang penulis?

Novelis paling laris abad ini, cetakan pertama selalu sold out di awal launching, gaya penulisan serta idenya yang menarik dan segar membuat banyak remaja menamakan diri sebagai fans. Coba kau tanya siapapun remaja jepang yang tidak mengenal Akaikid-sensei, jawabannya hampir tidak ada yang tidak tahu, kecuali kalau orang itu terisolasi di tengah hutan yang tidak tersentuh teknologi.

Akaikid, ya dialah orangnya.

Tumpukan buku bahan riset berserakan di kamar apartemennya, bersatu dengan gundukan plastik snack. Penulis itu jorok jika sedang frustasi kalau kau mau tahu.

Kid mengusak rambut merahnya, bergulung selimut tebal di depan komputer portabel yang juga berwarna merah, di sampingnya ponsel layar datar senantia berdering hampir setiap menit, editornya terlalu rajin untuk mengingatkan deadline yang kurang dari 48 jam.

Ah persetan, Kid sudah lebih dari paham mengenai apa yang harus ia kerjakan, namun penulis selalu mengalaminya, writter block.

Eustass Kid meraih ponselnya, mengangkat telpon yang deringnya cukup membuat telinga sakit.

"Ya, Appo sial, kau tidak perlu menelpon setiap detik"

Salahnya si lawan bicara bukanlah tipe manusia bertoleran tinggi.

"Sudah sampai mana progresmu?"

"Nol besar" Kid memijit pelipis, suara di seberang naik beberapa oktaf ke tahap mengomel.

"Kau gila Akaikid-sensei, waktumu tinggal dua hari dan kau belum menghasilkan apapun? Kau membuatku darah tinggi, sial"

"Aku tahu, aku tahu Appo, hanya saja aku sedang mengalami writter block"

"Aku tidak peduli, jika sampai kau tidak menyelesaikannya tepat waktu, awas saja"

"Sial, aku akan membunuhmu, Appo sialan" Kid menyerapah, mengakhiri telepon dengan membanting ponselnya.

Ia dan Appo tidak pernah memiliki hubungan baik, hanya sebatas editor menyebalkan dan penulis yang selalu molor deadline. Keduanya bersumbu pendek, sedikit disulut maka akan kebakaran. Interaksi mereka hanya amarah dan serapah.

Eustass Kid tidak peduli lagi, ia memilih keluar dari kepengapan apartemennya, berjalan-jalan mungkin akan memberikan inspirasi -ia sangat membutuhkan ini-

Pria besar itu menyambar mantel merahnya, dan pergi.

.

Museum seni, gedung megah pucat dengan banyak pilar, gedung bergaya klasik yang memuat karya-karya besar baik dari dalam negeri maupun luar, adalah tempat yang terakhir Kid inginkan untuk menemukan inspirasi.

Dan sekarang ia disini, menunjukkan betapa payahnya tempat-tempat sebelumnya dalam membantu mendapatkan ilham.

Lukisan ditata artistik memenuhi lorong menuju ruang utama gedung. Meski Kid memandanginya, pikirannya tetap tertinggal di depan laptop.

Gusar, adalah hal yang dirasakan pemuda cerulean.

Langkah Eustass muda terhenti di depan sebuah lukisan abstraktif.

Lukisan itu indah dengan porsi gelap terang yang begitu apik, namun bukan itu yang membuatnya berhenti, Kid hanya tak tahu lagi harus melakukan apa.

"Bagus" adalah komentar singkat, dan tidak bermutu Kid, ia mengangguk angguk formalitas, padahal ia seorang diri disana, entah sejak kapan ia terbiasa berbicara sendiri.

"Tidak bagus, lukisan tidak sebaik pizza" sopran yang terdistraksi kecapan dan kunyahan menginterupsi.

Delik netra digilir kesamping, merefleksi sesosok -atau bagaimana menyebutnya- wanita bersurai sewarna permen melahap banyak potongan pizza sekaligus kedalam mulutnya, pakaiannya minim, sebuah topi aneh menghiasi kepalanya serta jangan lupakan gincu berbentuk hati menghiasi bibirnya.

Selera berpakaiannya buruk, sekalipun Kid tidak lebih baik.

"Ada larangan untuk makan di dalam ruangan, nona" Kid menegur sebelum kembali menumpahkan fokus pada lukisan.

Namun ucapnya barusan memancing reaksi aneh dari si dara permen,

"Ap... Apa?" Buru-buru sisa potongan di dalam kotak ia lahap, pipinya menggembung penuh sementara ia masih berusaha berbicara dengan intonasi yang buram sama sekali, Kid mengikuti dengan ekor matanya.

Dasar sinting, Kid memilih abai pada si gadis aneh.

Beberapa saat Kid tidak melihat eksistensi sang dara yang menghilang tiba-tiba, namun kemudian ia kembali dengan sekotak pizza berlogo sama persis seperti yang tadi.

Ia menyodorkan kotaknya pada Eustass muda yang kebingungan

"Makanlah" soprannya imperatif, kotak pizza di dorong hingga menyodok perut Kid.

"Tidak perlu" Tadinya Kid ingin marah, tapi si merah memilih maklum, mungkin si gadis sedang depresi atau semacamnya.

Kid beralih, ia masih belum menemukan inspirasi yang bahkan sempat ia lupakan sejak kehadiran gadis itu.

Berjalan menyusuri lorong yang dipenuhi lukisan lukisan bernilai tinggi,

ada tapak langkah lain yang menggema di ruang berlangit-langit tinggi itu, Kid berdecih-

"Aku tidak mengijinkan siapapun mengikutiku" berucap sarkas tanpa merasa perlu menoleh ke belakang.

"Kau melihatku makan di dalam ruangan, sekarang kau juga harus makan supaya kau tidak punya alasan untuk melaporkanku" sang wanita muda berbicara cepat, menarik-narik ujung mantel merah Eustass sulung.

Kid berbalik badan, wanita ini perlu di disiplinkan, dan Kid bukanlah orang yang sabar dalam menghadapi orang lain.

"Aku tidak punya alasan untuk berurusan denganmu" obsidiannya menatap sengit, tajam.

Hening mengisi vakum beberapa waktu, sebelum ia melihat wanita itu berubah menjadi bocah kecil?

Bukan, bukan secara harfiah, hanya saja ia membuat ekspresi seperti bocah yang merengek, lengkap dengan menarik-narik mantel Kid, kedua safirnya berkaca-kaca

Wanita ini betulan gila, tuduhan Kid tak meleset.

"Apa maumu, nona?"

"Makan ini, aku mau kau memakannya! Kau tega menolak? Aku membelinya dari toko yang jauh hanya demi kau, jahat sekali hueeeee" dan kemudian menangis, Kid tidak mengerti dimana letak kewarasan gadis permen itu.

"Baiklah-baiklah" Kid meraih kotak ditangan si gadis dengan sangat terpaksa -dengar, dengan sangat sangat terpaksa-, membukanya dan mencomot satu.

"Aku harus memakannya?" Meminta kejelasan, si gadis mengangguk.

Demi tuhan, Kid tidak berpengalaman berinteraksi dengan wanita tak waras.

Satu potong pizza dilahap ragu, sebelum sebuah lengking sopran mengudara-

"Petugas, lihat ada yang makan di dalam ruangan!"

Kid menganga, satu gigitnya belum sempat tertelan saat ia melihat si gadis tersenyum culas dan kabur, serta beberapa petugas menghampirinya. Sial.

.

Kid bersumpah tidak ingin bertemu dengan gadis gila itu, tidak besok, tidak minggu depan, tidak selamanya-

"Hei, kawan, tunggu" sebuah sopran familiar menghentikan langkah pemuda Eustass,

Oh sial, bagi Kid semesta memang sudah di takdirkan terkutuk.

-tapi hari ini.

Si gadis permen menghadang jalan Eustass, menampil cengiran lebar sok akrab.

"Apa maumu?" Kid bertanya dongkol

Gara-gara wanita ini ia diinterogasi petugas museum, disuruh membayar denda pula.

"Kau ini serius sekali, sih. Kawan, dengar! bawa aku tinggal bersamamu!"

Kid mengeliminasi jarak mereka, mendekatkan wajahnya pada telinga si gadis dan berbisik,

"Kau sudah gila, nona"

Dan kembali melangkah, abai akan teriakan super mengganggu dari si dara.

"Baiklah baiklah, kalau begitu ijinkan aku berkunjung ke rumahmu"

"Kau melaporkanku pada petugas"

"Aku hanya bercanda, bung. Ayolah hanya sehari... Eumm setengah hari..." Ia masih mengekori Kid yang melangkah cepat, membuatnya sedikit berlari untuk menyamakan langkah

"Kau membuatku membayar denda"

"Maafkan aku, oke? Empat jam saja, ayolah"

Kid berhenti.

"Kau tidak waras, nona! Bagaimana bisa kau memaksa berkunjung pada lelaki yang bahkan tidak kau kenal" ayolah, Kid bukan manusia taat norma, -meski segala yang ia ramu dalam tulisannya selalu terselip norma dan kebajikan- tapi ia tidak akan pernah meminta berkunjung ke rumah lawan jenis yang tidak dikenalnya, se-anomali apa hidup wanita itu?

"Aku Bonney, Jewelry Bonney, kau sudah tahu namaku kan? Nah, ayo" ia meraga gestur mengajak.

"Nona Bonney-san, tahu nama bukan berarti kenal, mengerti? Dan kau seharusnya tahu bahwa meminta berkunjung ke rumah lelaki yang baru kau temui adalah tindakan amoral."

Kid kembali mengambil langkah cepat, mencoba menulikan indra dengarnya, memikirkan tempat kabur yang mudah dan efektif -ia tidak tahu kenapa, tapi ia merasa perlu melakukannya-

Ah iya, ia baru ingat kalau ia belum memakan apapun sejak pagi.

Kid menengok ke belakang, memastikan wanita aneh itu masih membatu di belakang sana sebelum ia melangkah memasuki cafe.

Cafe itu adalah tempat favoritnya, desainnya yang sederhana namun elegan selalu membuat Eustass muda nyaman.

Kid memesan dan duduk di salah satu meja di sudut, dan baru menyadari andai ia membawa laptopnya mungkin beberapa bab bisa dieksekusi disini.

Selagi menunggu chococinno-nya, Kid menatapi tumbuhan lavender yang sengaja di taruh di setiap sudut, wanginya merelaksasi.

"Seleramu boleh juga dalam memilih tempat, kebetulan aku lapar" delik obsidian Kid menangkap si gadis Jewelry tengah memperhatikan dekorasi interior cafe sebelum mendudukan dirinya tepat di hadapan Kid, kedua alis sulung Eustass bertaut tak suka.

"Kau mengikutiku?" Retoris, Kid sudah kehabisan kata-kata serapah yang senantiasa ia rapal dalam hati.

"Ya, memangnya kenapa, kawan?"

"Jangan sok kenal, sialan"

Saat pesanan datang, Bonney lah yang pertama menyambar pesanan milik Kid dan menyesapnya rakus.

"Omong-omong, kawan besar, siapa namamu?" Dara sintal itu bertanya di sela-sela sesapannya pada chococinno yang seharusnya milik Kid.

"Eustass Kid" entah ia sudah tertular sintingnya si gadis, karena ia sendiri bingung mengapa bisa secara gamblang menyebutkan namanya pada pembawa sial itu.

"Kau besar, tapi namamu manis sekali"

"Benar."

"Benar. Nah, bung, kau bilang dengan saling tahu nama bukan berarti kenal, jadi bagaimana aku mengenalmu?" Jewelry Bonney menatap Kid dengan binar antusias,

"Aku tidak tahu, itu urusanmu"

.

"Wow berantakan sekali kamarmu, kawan"

Kid menutup pintu apartemennya, ia sudah lelah mengusir gadis sinting itu, biarlah ia berbuat sesukanya.

"Jangan menyentuh apapun atau kau akan kubunuh"

Jadi pada akhirnya Eustass lah yang kalah, si gadis sudah disini, di ruang pribadinya, menandakan betapa gigihnya Bonney dalam membujuk.

Kid mengempaskan tubuhnya pada sofa coklat gelap, bersandar lelah sementara si dara sibuk mengamati ruangan ajaib milik si merah besar.

Bertumpuk-tumpuk replika senjata menghiasi sudut-sudut ruangan, ada yang dipajang menghiasi dinding, banyak juga yang berserakan di lantai, tercecer bersama baju-baju kotor, rak-rak dan meja dipenuhi koleksi action figur berbagai karakter film.

Semuanya berantakan, bungkus mie instan, remah keripik, tumpahan oatmeal, benar-benar 'laki' sekali.

"Wow..." Si gadis berdecak, kagum akan keajaiban ruangan itu dan kagum dengan Kid yang mampu bertahan hidup dengan keadaan seberantakan itu.

Satu-satunya tempat yang rapi dan bersih hanya sebuah meja berukuran sedang dengan perangkat komputer dan laptop. Meja kerja.

"Sudah berkunjungnya, nona? Silakan pulang jika tidak ingin kutendang"

"Tunggu" Bonney merentangkan kedua tangannya, gestur menghalangi, padahal Kid masih diam duduk bersandar di kursinya.

"Biarkan aku tinggal disini, aku akan membersihkan tempat ini setiap hari, membuatkanmu makanan, aku bersedia tidur di karpet atau kalau tidak boleh, di lantai juga tidak masalah, kalau tidak boleh juga, di dapur atau di kamar mandi, tolonglah, kawan besar"

Kid memutar bola matanya sebal, ada apa dengan gadis ini?

"Aku tidak butuh. Aku sangat terganggu dengan orang yang menyentuh barang-barangku"

Kid mengipasi diri dengan majalah yang tercecer di dekatnya.

Hari itu masih siang, pilar-pilar mentari masuk lewat jendela besar, membuat sensasi sengat pada epidermis.

Kid lupa kalau di dunia ini telah tercipta benda bernama 'air conditioner'

"Kau rela hidup dengan segala kebusukan ini? Apa kau masih punya selera makan di tempat seperti ini?"

"Selera makanku tidak pernah bermasalah"

"Apa kau tidak terganggu kalau ada tikus tinggal dan berkembang biak disini?"

Kid diam, pertahanannya melonggar.

"Kau suka mencium aroma busuk ini saat sedang bekerja?"

Kid masih diam,

"Kau mau makan dengan perabot yang kotor?"

"Tidak, tidak. Baiklah kau boleh membersihkan tempat ini."

"Benar?"

"Benar. Tapi kau tidak boleh menyentuh action figure-ku, dan kau hanya boleh menyentuh senjataku dengan sarung tangan, jangan sampai menggoresnya sedikitpun"

"Oke..."

"Dan kau tidak boleh menginap"

"Kau bodoh? Aku bersih bersih karena aku ingin tinggal disini" giliran Bonney yang berdecak sebal.

"Tapi yang benar saja, tinggal dengan seorang gadis, apalagi yang sinting sepertimu aku lebih baik hidup di tempat sampah"

"Hey" bonney tersinggung,

"Apa? Pulanglah, aku tidak ingin ada rumor aneh."

"Aku tidak punya rumah, Kids, Ayolah" si gadis memelas.

"Aku tidak peduli" Kid meraih remote televisi, mencari-cari saluran yang menarik.

"Kau benar-benar antisosial ya, bung? Biar kutebak, kawanmu hanya satu, benar?"

Benar sekali, tensi Kid naik beberapa angka, lengkap dengan persimpangan komikal di dahinya.

"Aku punya banyak teman" ia terpancing, -padahal tidak, temannya hanya Trafalgar Law.

"Kau tidak pernah menginap dengan wanita, benar?"

"Oke oke, baiklah, kuizinkan kau menginap tapi hanya untuk hari ini, besok kau harus pergi atau aku akan hubungi rumah sakit jiwa"

"Benar?" Gadis Jewelry hampir memekik, ekspresinya ajaib, Kid melongo.

"Ya, benar"

Jewelry Bonney tersenyum bahagia.

Dan untuk pertama kalinya Kid melihat si gadis tersenyum setulus itu, tanpa bumbu maksud tersembunyi seperti yang sudah-sudah, ia seperti gadis yang benar-benar bahagia.

Kid terkesima, bukan kagum, hanya takjub.

Ia tidak tahu kalau diperbolehkan menginap adalah hal yang se-membahagiakan itu.

"Terimakasih, Kids" Jewelry meraih tangan Kid dan menyalaminya, masih dengan tawa senangnya.

Gadis itu gila, gadis gila yang bahagia karena diizinkan menginap, Kid hampir ikut tersenyum-

"Ya"

-sebelum ponsel pintarnya berbunyi nyaring.

Shitty Appo calling...

Eustass Kid berubah mendung, ia melupakan tugas pentingnya hanya karena seorang gadis sinting.

"Sialan..."

Tbc

Maaf berantakan, ngetiknya di hp halah