Cahaya Redup Kembali Terang created by me, Miyoko Kimimori

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Warn : AU, OOC, EYD berantakan, Typos, dll.

This is the sequel fic of 'Aku Benci Mengakui Ini'

Pair : SasuSaku, mungkin ada pair lain di chap berikutnya.

Genre : Romance, Hurt/Comfort

Rate : T

Dont Like? Dont Read!

Happy Reading!

.

.

Gadis musim semi itu terus tersenyum senang sembari sesekali melirik ke samping di mana seorang pemuda berambut emo tengah berjalan dengan ekspresi dingin, seperti biasa. Sejenak Sakura terus menatap raut wajah Sasuke dengan intens hingga ia mendapat delikan tajam dari pemuda itu. Sakura hanya terekeh pelan melihatnya. Membuat Uchiha bungsu ini marah adalah salah satu sifat jahil yang dimiliki Sakura.

Ini berawal dari kejadian tadi pagi saat mereka berdebat setelah sarapan bersama di sebuah restoran. Awalnya Sakura harus memaksa dengan setengah kesal agar Sasuke mau menemaninya berbelanja, namun beberapa menit kemudian akhirnya pemuda Uchiha itu menuruti keinginannya walaupun harus memasang ekspresi masam sepanjang jalan. Wajar saja jika gadis itu memaksa Sang Kekasih, karena semenjak mereka bersama, Sasuke tidak pernah mau menemani Sakura untuk berbelanja. Sasuke selalu menghindar dan berdalih bahwa menemani seorang gadis berbelanja adalah pekerjaan yang merepotkan. Tapi, meskipun begitu, di sinilah ia sekarang. berjalan di samping Sakura sembari memegang dua kantung penuh belanjaan yang telah Sakura beli.

"Apa kau sudah puas?" tanya Sasuke dengan dingin tanpa menoleh.

"Hn." Sakura mengangguk mantap seraya mulai menggandeng sebelah lengan Sasuke yang masih memegang kantung belanjaan. "Ayolah! Jangan memasang ekpresi begitu, Sasuke-kun!"

"..."

"Ne, Sasuke-kun, ini 'kan pertama kalinya kau menemaniku belanja, apa kau tidak senang?"

"Tidak," jawabnya cepat dengan nada datar, seperti biasanya.

Sakura kembali terkekeh geli mendengar jawaban kekasihnya yang seperti itu. merasa senang karena akhirnya ia dapat menjahili Sasuke seperti apa yang telah ia bayangkan beberapa minggu lalu, dan ternyata menjahili seorang Uchiha itu amat membuat Sakura senang. Gadis berambut merah muda itu pun mengeratkan gandengannya pada Sasuke sembari bersenandung pelan.

Sasuke yang menyadari tingkah kekanakkan Sakura hanya bisa menggelengkan kepala pelan sembari mendengus kesal. Dalam hati, ia tidak mengerti mengapa harus mencintai gadis bodoh dengan jidat lebar ini. Ia tidak mengerti mengapa harus rela mengejar cinta gadis Haruno yang menyebalkan ini. Ya, meski pertanyaan itu selalu memenuhi pikirannya, Sasuke tetap saja mencintai Sakura dengan sepenuh hatinya. Tanpa sadar Sasuke tersenyum samar dengan manik mata yang terus menatap Sakura.

~Sakura POV~

Ah, hari yang menyenangkan! Membuat Sasuke kesal itu memang sangat menyenangkan, ya? Lihatlah ekspresi wajahnya saat ini, lucu bukan? Yah, sekali-kali aku ingin menjahili Sasuke sebagai balasannya karena selalu membuatku malu di depan Mikoto-san saat aku berkunjung ke rumahnya. Tapi sebenarnya, aku tidak sepenuhnya bermaksud seperti itu, aku hanya ingin berbelanja saja dengan Sasuke, sekalian menghabiskan waktu bersama si Pantat Ayam ini.

Ah! Aku lupa. Apa kalian masih ingat aku? Ini loh, si Cantik Sakura yang diperebutkan empat pemuda tampan di Konoha International High School satu tahun yang lalu. Lama tak bertemu, minna! Sekarang aku sudah duduk di kelas 2-F. Aku bertambah dewasa seiring berjalannya waktu, lalu kata Kaa-san, aku bertambah rajin dan cantik. Itulah salah satu pujian yang aku terima saat aku bangun pada pagi hari di ulang tahunku.

Oh, iya di sampingku ini adalah Uchiha Sasuke, kekasihku yang sangat menyebalkan. Sasuke ini semakin hari semakin menyebalkan, dia selalu membuatku malu, namun aku suka caranya memperhatikanku. Masih ingat saat Sasuke menyatakan perasaannya padaku saat di danau setelah berkelahi dengan Sasori? Semoga kalian masih ingat.

Yah, pokoknya sejak saat itu aku semakin melekat pada Uchiha bungsu ini. Aku juga tidak perlu lagi membohongi perasaanku sendiri, karena kenyataannya aku sangat mencintai Sasuke. Uummm ... soal Sasori, aku tidak mengira jika dia benar-benar pergi meninggalkan Konoha dan pindah ke Tokyo untuk mengobati penyakitnya. Sampai sekarang aku masih merasa bersalah karena telah menganggap Sasori sebagai orang yang brengsek, namun nyatanya dia memiliki sebuah alasan khusus untuk masalah ini.

~Normal POV~

'Cause there'll be no sunlight if I lose you, Baby ... There'll be no clear sky if I lose you, Baby ...'

"Eh?"

Sakura menghentikan langkah kakinya setelah sebuah lagu mengalun lembut dari handphone yang ia simpan di dalam saku. Berhentinya Sakura dengan mendadak membuat Sasuke yang berada di sampingnya mengernyit heran. Mata obsidiannya terfokus pada sebuah benda elektronik yang baru saja Sakura keluarkan dari saku pakaiannya.

Perlahan Sakura menatap layar handphone-nya dan di sana tertera sebuah nomor tak di kenal yang tengah menelpon. Sepintas Sakura terdiam, kemudian melirik ke arah Sasuke. Seiring dengan itu, Sasuke memilih untuk memalingkan wajahnya dan kembali berjalan dengan pelan meninggalkan Sakura di belakang.

"Chotto, Sasuke-kun!" Sakura berteriak lumayan keras saat iris emerald-nya menatap punggung Sasuke yang semakin menjauh.

Sasuke segera menoleh saat mendengar teriakan itu. "Jawab dulu telponmu, aku tahu seseorang mempunyai urusan denganmu."

"Tapi, Sasuke-kun, aku tidak mengenal—"

"Cepatlah, nanti aku tinggalkan." Tubuhnya kembali berbalik.

Sasuke kembali melangkahkan kedua kakinya. Sepintas ia merasa ragu untuk melangkah. Dalam hati ada sebuah perasaan aneh yang seolah menusuk ulu hatinya, namun ... yah namanya seorang Uchiha, Sasuke berusaha untuk tidak memperdulikan perasaan itu walaupun hal tersebut malah membuatnya semakin merasa heran. Sementara itu, Sakura menghentakkan sebelah kakinya dengan gemas. Pipinya menggembung dengan sorot mata kesal.

"Mou, takku! Sasuke-kun itu selalu saja begitu," gumamnya pelan sembari menekan tombol pada handphone-nya. "Moshi moshi ..."

"..."

Sakura mengernyit heran sembari mulai berjalan. "Halo? Siapa di sana?"

"..."

"Halo?"

"..."

Tak ada satu jawaban pun yang terdengar. Jelas saja hal itu membuat Sakura bertambah kesal. Dengan muka masam, gadis itu masih saja bersabar untuk tetap menggenggam handphone-nya tanpa mengakhiri panggilan.

"Haloooo? Apa ada orang di sana?" tanya Sakura setengah malas.

"..."

"Hei, kalau tidak menjawab, aku akan menutup telponnya," ucap Sakura pada akhirnya, kesal karena tidak ada suara yang menyahut dari seberang sana.

"Ini ... benar kau? Saku-chan ..."

Suara baritone yang terdengar lembut menghampiri indera pendengerannya. Sakura nampak tersentak kaget saat suara itu terdengar. Begitu familiar. Sakura seakan mengenal suara tersebut, namun ia sama sekali tidak ingat pemilik suara ini.

"Y-ya? Siapa ini?" tanya Sakura agak ragu.

Dari kejauhan, Sasuke kembali menoleh. Matanya memicing, menatap intens ekspresi yang kini Sakura keluarkan. Seketika firasat buruk terlintas cepat melewati benaknya. Onyx hitamnya sedikit melebar dengan mulut setengah menganga. Sasuke merasa sebuah ikatan yang telah ia buat terputus begitu saja. Sontak sebelah tangannya terangkat, lalu memegang sebelah kepalanya yang agak berdenyut.

'Apa ... arti semua ini?' gumamnya dalam hati.

Seiring dengan itu Sakura yang berjalan di belakangnya mulai memfokuskan perhatiannya saat sebuah jawaban akhirnya keluar dari Sang Penelpon misterius.

"Kau ... siapa?" tanya Sakura lagi.

"Kau melupakanku? Aku—"

Seketika emerald-nya melebar saat penelpon itu membisikan namanya dengan pelan. Sakura lekas menutup mulutnya yang menganga dengan sebelah tangan. Rasa terkejut begitu terasa menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Aku sudah kembali," ucapnya kemudian. "Aku sangat ingin bertemu denganmu, Saku-chan."

"Kau ..." Sakura merasakan jantungnya mulai berpacu cepat. "Ini benar-benar kau?" iris emerald-nya berbinar senang.

"Ya, ini aku."

"Kyaaaaaa!"

Sakura melonjak senang seraya tak hentinya tersenyum menyadari bahwa sosok yang menelponnya kini adalah sosok yang sudah lama tidak ia temui. Kedua pipinya merona. Teriakkan kesenangan meluncur begitu saja dari mulutnya. Sedetik kemudian, ia mengepalkan sebelah tangan saking senangnya.

"Ne, ne? Apa kau masih tinggal di tempat itu? Jika benar, aku akan mengunjungimu sekarang. Oh, demi Tuhan, aku sangat merindukanmu." Sebelah tangannya terangkat, nampak menghapus setetes cairan bening yang mengalir menelusuri pipinya.

"Aku juga merindukanmu. Tentu saja aku masih menempati rumah ini. Baiklah, aku akan menunggumu, Sakura Hime."

"Baiklah!"

FLIP!

Sakura menutup handphone-nya dengan cepat dan lekas memasukkannya kembali ke dalam saku. Gadis itu nampak sangat senang. Kedua kaki mungilnya pun lekas berlari menghampiri Sasuke dan segera memeluk tubuh pemuda Uchiha itu dengan erat. Tentu saja, Sasuke juga terkejut saat kedua tangan Sakura mendekapnya dengan tiba-tiba.

"Kau kenapa?"

Gadis Haruno itu tak menjawab. Ia malah segera melepas pelukan itu, lalu mulai menarik lengan Sasuke dengan senyum yang terus terpampang di paras cantiknya.

"Ayo cepat! Setelah menyimpan barang-barang ini ke rumah, aku ingin pergi ke suatu tempat!" matanya menyipit dengan pipi merona.

'Suatu tempat?' batin Sasuke seraya memicingkan mata.

TBC

A/N : cerita singkat untuk awal yang baru. Ini sequel fic ABMI, sequel yang sudah lama ingin aku publish dan baru kesampean sekarang :3 Bagi yang belum tahu cerita sebelumnya, berkenankah untuk membaca first fic-ku yang masih abal, yang berjudul Aku Benci Mengakui Ini? Soalnya di fic ini bayak sekali kejadian yang mungkin akan terhubung dengan cerita sebelumnya. Yosh! Untuk terakhir, terima kasih bagi yang sudah membaca, RnR please? ^^/