From: Mr. Control Freak
Jungkook, pulang jam berapa?
Jungkook mengernyitkan keningnya saat membuka pesan langka dari sepupunya si control freak—Min Yoongi yang tidak akan mengiriminya pesan lebih dulu jika tidak memiliki keperluan. Ia mendengus, memilih untuk mengabaikannya dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana.
Lalu berjalan masuk ke dalam minimarket yang segera disambut oleh sosok virtual yang memberikan ucapan selamat datang dan info tidak penting tentang barang-barang yang sedang sale hari ini.
Jungkook berjalan tidak menggubris sama sekali. Ia mendesah menyadari bahwa minimarket tua ini tidak menyediakan troli otomatis dan dengan terpaksa mengambil satu keranjang belanja dari tumpukan yang ada di sebelah meja kasir.
Baru lima belas menit berkutat dengan barang belanjaan yang sudah ia catat di note, ponselnya kembali bergetar. Malas repot-repot mengambil ponsel di saku celananya, ia menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Id caller Mr. Control Freak dan foto sepupu bawelnya terpampang di layar smartwatch miliknya.
Dengan menggerutu, ia memasang bluetooth earphone di telinganya dan menggeser notification itu ke kanan untuk menerima panggilan.
"Apa sih, hyu—"
"JEON JUNGKOOK PULANG SEKARANG!"
.
.
.
-Orange-
Part 1
©Shiina
.
Main pairing: Jeon Jungkook x Kim Taehyung (KookV)
Slight cast: Min Yoongi, Kim Seokjin, Park Jimin & Jung Hoseok
Warning: Top!Jungkook, Bottom!Tae, AU, Typo(s), absurd, aneh bin ajaib, plotless, FIC PALING NGGAK JELAS YANG PERNAH SAYA BUAT & OUT OF CHARACTER (OOC)
.
.
A/N: If You don't like with all from this fic, just stop reading. !Saya tidak pernah memaksa siapapun untuk membaca!
.
.
Happy Reading!
.
.
.
-Seoul, tahun 2246-
Jungkook menenteng dua kantong belanjaannya dengan perasaan kesal luar biasa. Sekalipun kakaknya itu sudah mengancam akan membakar seluruh tumpukan kertas skripsi yang sedang ia kerjakan dengan susah payah jika tidak segera sampai di apartemen dalam dua puluh menit, Jungkook tidak tampak terburu-buru bahkan menggeret langkah kakinya setengah hati setelah turun dari skybus dan keluar dari lift.
Ia menarik napas dalam-dalam saat menekan sederet password apartemennya dan meraih kenop pintu untuk membukanya.
Sudah tidak kaget lagi saat mendapati kakaknya yang cerewet itu berdiri tepat di hadapan pintu dengan kedua tangan terlipat di depan dada dan mata yang memicing kesal.
"Darimana saja? Bukankah sudah kubilang dua puluh menit?"
Jungkook mengangkat bahunya malas. Melepas sepatu sneaker-nya sebelum kembali menatap kakaknya. "Aku harus belanja dulu. Kekasih sialan-mu itu menghabiskan stock makananku tadi malam!" Tukasnya sebal. Ia mengangkat kantong belanjaannya tinggi-tinggi di depan wajah kakaknya.
Yoongi memutar bola matanya jengah. "Tapi kau lama sekali astaga." Menggeser tubuhnya sedikit ke kiri saat Jungkook berjalan melewatinya.
"Ada apa sih, hyung?" Tanya Jungkook setelah meletakkan kantong belanjaannya di atas meja dapur. Ia berencana merapihkannya setelah Yoongi pergi.
"Aku butuh bantuanmu."
Jungkook mengangkat sebelah alisnya. Heran seorang Min Yoongi yang perfeksionis membutuhkan bantuan darinya. "Bantuan apa?"
"Begini," Yoongi menggigit bibir bawahnya tampak ragu sebelum kemudian menatap Jungkook lamat-lamat. "Aku harus perjalanan bisnis satu minggu di US bersama Jimin."
"Lalu? Apa hubungannya denganku?"
"Mutanku tidak ada yang mengurus. Aku berencana menitipkannya padamu. Jadi—"
"Woah hyung, sebentar..." Jungkook menyela lalu menatap Yoongi tak percaya. "Kau bilang menitipkan apa? Mutan?" Ia menggeleng pasti sambil meraih satu kaleng coke-nya dari dalam kantong belanjaan. "Sorry, aku bukan mutan sitter. Kau bisa membawanya ke pet shop."
"Jungkook kau tahu aku benar-benar benci dengan pet shop. Mereka memperlakukan mutan seperti binatang." Kedua alis Yoongi menyatu tidak suka. "Lagipula apa sulitnya sih? Kau hanya perlu menjaganya dan membiarkan mutanku menginap di sini. Andai Jimin tidak ikut aku juga tidak akan meminta bantuanmu, brat."
"Kalau begitu jangan menitipkannya padaku." Jawab Jungkook enteng. Kedua tangannya sibuk membuka kaleng coke.
"Jungkook-ah, kalau kau masih mempermasalahkan masalah Hye—"
"Nah, hyung, kau masih ingat Hyejin, mutan yang kau berikan padaku dua tahun lalu 'kan? Aku bahkan harus dengan susah payah mengembalikannya ke pusat perlindungan mutan dengan denda luar biasa besar setelah kau dengan seenaknya meninggalkannya disini dan membuatku harus mengalami hal sial itu. Sekarang kau apa? Ingin menitipkan mutanmu lagi padaku?" Jungkook menatap Yoongi tajam. "Kalau kau tidak bisa mengurusnya, jangan memeliharanya!"
"Tapi yang satu ini berbeda Jungkook-ah. Dia tidak seperti Hyejin dan dia bukan Hyejin." Tekan Yoongi keras kepala.
"Hyu—"
"Jungkook, serius aku benar-benar tidak ada waktu." Yoongi mendesah saat melirik arlojinya. Dan untuk pertama kalinya dalam dua puluh tahun hidup Jungkook di dunia, Min Yoongi menatapnya memelas; penuh permohonan. "Empat puluh menit lagi jadwal penerbanganku."
Yoongi meremas lengan adiknya lembut. "Aku sudah menyiapkan perlengkapannya di dalam tas. Pakaian, peralatan mandi, makanan, susu—semuanya. Kau hanya perlu memberinya makan, memberikan tempat untuk tidur dan memaksanya mandi. Karena dia benar-benar benci mandi; sifat alamiah kucing."
Jungkook mencoba mengelak. Diperlakukan sebegini lembutnya oleh seorang Min Yoongi malah membuatnya merinding. "Hyung serius ak—"
"Jangan menginjak ekornya kalau tidak ingin dia marah. Usap punggungnya saat akan tidur, itu membuatnya cepat tidur. Kau bisa mengajaknya pergi jalan-jalan setiap pagi," Yoongi melepas remasannya di lengan Jungkook lalu menepuk bahunya pelan sebelum berbalik menuju ruang depan untuk memakai sepatunya. Jungkook mengikutinya di belakang.
Selesai dengan sepatunya, Yoongi kembali menatap Jungkook. Tatapan lembutnya beberapa saat lalu sudah hilang digantikan oleh tatapan mengacam. "Kau mengerti itu? Dan aku benar-benar akan membunuhmu kalau sampai kau menitipkannya di pet shop atau membuangnya di jalan Jeon Jungkook!"
Jungkook menganga menatap Yoongi yang sudah bersiap membuka kenop pintu apartemennya. Tapi tiba-tiba menghentikan langkahnya untuk kembali menatap Jungkook. "Ah, kau harus membawanya untuk vaksin. Aku akan mengirim detailnya di e-mail, oke? Dan dia sudah ada di ruang tengah. Semoga harimu menyenangkan!"
Yoongi lalu menutup pintu dengan sedikit bantingan membuat Jungkook tersentak kaget. Hendak mengejar Yoongi, tapi tiba-tiba ia menghentikan langkahnya, kedua matanya melebar saat menyadari sesuatu,
Mutan itu ada di ruang tengah?
Sedikit tergesa, Jungkook berjalan menuju ruang tengah apartemennya. Mendapati sosok mutan itu terduduk di sudut sofa merah maroonnya.
Tubuhnya mungil dan pendek (mungkin hanya sebahu Jungkook), berkulit tan bersih yang terbalut celana putih selutut dan kaus oblong berwarna baby-blue, rambutnya berwarna cokelat dengan poni panjang yang hampir mencapai bulu mata, hidungnya mancung dan dua belah bibirnya berwarna peach. Sekilas tampak seperti manusia jika Jungkook tidak melihat dua cuping cokelat yang menyembul dari surai rambutnya, collar oranye berbandul perak yang melilit lehernya, lalu ekornya yang juga berbalut bulu cokelat lembut itu berkibas gelisah saat menyadari kedatangannya.
Jungkook sudah sering melihat mutan dimanapun. Bahkan teman-teman sekampusnya banyak yang membawa mutan peliharaan mereka masing-masing ke kampus. Di abad dua puluh dua seperti sekarang memiliki mutan memang bukan hal baru, hampir di seluruh tempat mutan sudah banyak dijumpai. Apalagi jenis kucing, mutan kucing adalah primadona. Banyak yang menjadikan mereka peliharaan, pekerja, mate, bahkan hanya pemuas nafsu.
Tapi Jeon Jungkook berani bersumpah bahwa ini adalah kali pertamanya Jungkook melihat mutan yang...secantik ini? Hell, Jungkook itu masih normal. Ia masih tertarik pada manusia.
Kedua bola mata cokelat itu memandangnya bingung dan alisnya mengerut dalam. Dua cupingnya tertekuk turun lalu deretan gigi atasnya yang putih menggigit bibir bawahnya canggung.
"Errrr...halo, namaku Taehyung."
Jungkook menelan ludahnya susah payah. Mutan ini menggemaskan sekali, serius. Ia berjalan mendekat dan ikut duduk di sofa seberang Taehyung duduk.
Mutan itu masih menggigit bibir bawahnya. Kedua bola matanya menatap Jungkook takut-takut. "Aku harus memanggil? Eungg...master? atau...?"
Jungkook mengerjap menyadari panggilan 'master' yang terucap dari bibir Taehyung terdengar sangat manis di telinganya. "Berapa usiamu?"
"Li-lima belas tahun."
Masih benar-benar muda, kategori junior; baru berjarak tiga tahun dengan mutan kucing kategori kitten. Jungkook tersenyum. Tiba-tiba mood buruknya meluap hilang entah kemana.
"Kalau begitu Jungkook-oppa. Panggil aku Jungkook-oppa."
"Maaf, tapi aku mutan jantan." Suara Taehyung berbisik takut-takut.
Jungkook mengerjap kaget. Tidak bisa percaya jika mutan di hadapannya ini mutan jantan. Ia mengamati sekali lagi. Memang rambutnya pendek sih. Tapi selain itu benar-benar tidak ada hal yang menunjukkan jika mutan bernama Taehyung ini mutan jantan. Jungkook tidak perlu melakukan hal gila seperti membuka celana putih pendek yang dikenakan Taehyung hanya untuk memeriksa gendernya 'kan?
Jungkook tertawa canggung. "Oh maaf, Jungkook-hyung kalau begitu."
"Baik, Jungkook-mast—oh—hyung." Jawab Taehyung salah tingkah saat hampir salah menyebut.
Jungkook tersenyum. Mutan junior di hadapannya ini tampak malu-malu dan menggemaskan. Jungkook jadi penasaran bagaimana mutan se-menggemaskan ini bisa bertahan hidup dengan kakaknya yang control freak; galak, cerewet, bawel, pemarah, selalu merasa benar dan—oke, stop.
Hening. Jungkook menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal—bingung ingin mengatakan apa.
"Ehem, jadi, karena kau akan tinggal disini, aku punya beberapa peraturan." Ujarnya setelah menemukan topik yang sebenarnya tidak penting. Ia menatap Taehyung yang mengerjap bingung padanya.
"Pertama, aku tidak suka kotor. Mutanku yang dulu selalu meletakkan pakaian kotornya sembarangan dan aku benci itu. Kedua, jangan buat onar dalam bentuk apapun; apalagi berisik, aku butuh ketenangan untuk menyelsaikan skripsiku." Jeda sebentar, nada bicara Jungkook berubah menjadi antisipatif. "Dan terakhir, kau bisa ke toilet sendiri 'kan?"
Taehyung masih mengerjap, mengulas senyum kecil lalu mengangguk berlebihan. Poninya bahkan ikut bergerak dan hampir menutupi seluruh matanya. Jungkook jadi gemas sendiri ingin menyibak poni itu ke atas.
Jungkook melirik tas punggung besar di samping sofa. Ia bisa langsung menebak itu milik siapa karena Jungkook tidak pernah merasa punya tas punggung berwarna norak seperti oranye. Ada satu kantong plastik bergambar kucing dengan logo kucing kecil dan label 'mutan community: healthy food' di samping tas punggung itu—makanan mutan.
"Well, Taehyung-ah, aku harap kau juga bisa menyiapkan makananmu sendiri."
Taehyung kembali mengangguk. Tapi kali ini mutan itu tampak gelisah. Cupingnya bergerak-gerak risau lalu ekornya yang tadi sudah tenang kembali berkibas.
Jungkook memicingkan matanya curiga. Belajar dari mutan miliknya yang dulu, mutan yang sedang gelisah tidak akan bisa diam. "Kau kenapa?"
"J-jungkook mast—hyung," cicit Taehyung ragu-ragu, hampir salah menyebut lagi. Ia tampak menahan sesuatu dan kakinya terkatup menjadi satu.
Raut wajah ragu-ragu Taehyung membuat Jungkook menjadi semakin was-was. "Apa?"
Taehyung menatap sekelilingnya random—tidak berani menatap Jungkook, ia kembali menggigit bibir bawahnya. "A-aku,"
"Kau apa? Jangan bilang—" Jungkook melirik sofanya horor. "—kau poop di sofaku?"
Taehyung menggeleng. Kedua tangannya mengepal tidak tahan."A-aku, eungg..."
"Kau kenapa sih?"
"Pipis..."
Jungkook mengerjap. "Ingin pipis?"
"AKU INGIN PIPIS! TOLONG TUNJUKKAN DIMANA KAMAR MANDINYA PLEASE?!" Teriak Taehyung akhirnya dengan wajah memerah malu.
"Ha?"
Malam pertama Taehyung di apartemen Jungkook, mutan itu tidak bisa diam. Terus bergerak kesana-kemari hanya untuk menyapu lantai, mengepel lantai, mencuci piring, menata baju yang baru diantar dari laundry ke dalam lemari, bahkan menata sepatu-sepatu Jungkook yang berserakan di depan pintu karena pemuda itu terlalu malas menatanya. Tolong dicatat, Jungkook itu pecinta kebersihan, bukan kerapihan.
Lama-lama Jungkook jadi risih dengan Taehyung yang terus berjalan kesana-kemari membuatnya tidak bisa berkonsentrasi dengan mac di pangkuannya yang masih menampilkan slide bahan seminar skripsinya besok.
"Taehyung, kau sedang apa sih?"
Taehyung tersentak kaget. Hampir menjatuhkan tumpukan baju Jungkook yang sudah selesai dilipatnya. "Oh, maaf, apa aku mengganggu? Aku akan berusaha agar lebih tenang."
Jungkook melengos. "Duduk sini." Ia menunjuk karpet berbulu tempatnya duduk sekarang. "Berhenti melakukan pekerjaan rumah. Yoongi-hyung menitipkanmu di sini bukan untuk menjadi pembantu. Lagipula kau pikir untuk apa aku membeli maidbot mahal-mahal jika benda itu hanya menganggur di sudut ruangan?"
"Tidak apa hyung, aku—"
"Letakkan bajunya di basket. Lalu duduk sini. Aku tidak menerima penolakan." Ucap Jungkook telak.
Perintah majikan adalah absolut.
Karena itu Taehyung hanya mengangguk patuh. Berjalan ke dalam kamar untuk meletakkan tumpukan baju-baju Jungkook di basket yang ada di samping lemari. Lalu kembali ke ruang tengah dan ikut duduk di samping Jungkook.
Sepuluh menit hanya terduduk dalam diam, mutan itu bosan setengah mati. Kedua cuping Taehyung berdiri tegak, ekornya bergerak-gerak gelisah dan tanpa sengaja mengenai lengan Jungkook yang sedang mengetik sesuatu di mac-nya.
Jungkook kontan menoleh. Membuat Taehyung buru-buru merunduk ketakutan, ia memejamkan mata erat bersiap jika mungkin Jungkook akan memarahinya atau bahkan memukulnya. Ia sudah melakukan kesalahan fatal di hari pertamanya dengan berteriak-teriak memalukan hanya untuk menanyakan di mana kamar mandi. Habis ia sudah tidak tahan sih. Jungkook memang tidak berkata apapun dan hanya melongo lalu menunjuk kamar mandi yang ada di samping dapur.
Tetapi bukan berarti itu jaminan kalau majikan sementaranya ini tidak marah, 'kan?
"Ma-maaf," ujar Taehyung takut-takut. Déjà vu. Ia seperti pernah mengalami hal ini sebelumnya, kenangan buruk ini.
Jungkook menarik napas panjang mendapati respon berlebihan dari Taehyung. Pemuda itu meletakkan mac-nya di atas karpet lalu duduk menghadap Taehyung.
"Kuberitahu satu hal," Ia meraih lengan mutan itu dan berusaha membuatnya berhenti ketakutan dengan meremas lengannya lembut.
Taehyung hanya diam masih tak berani mengangkat wajahnya, menunggu Jungkook mengatakannya.
"Aku benci mutan."
Taehyung terkesiap. Jadi semakin yakin jika sebentar lagi Jungkook akan melakukan sesuatu atau minimal memukulnya. Kedua cupingnya mengatup ketakutan setengah mati.
Tetapi tidak, pemuda itu malah mengangkat dagu Taehyung agar menatapnya. "Aku punya kenangan buruk dengan mutan lamaku." Bisiknya lirih.
Kedua bola cokelat Taehyung yang berkaca-kaca penuh ketakutan membuat Jungkook tertawa. "Hei, tidak perlu takut, aku tidak akan melakukan apapun padamu."
"Aku benci mutan, bukan berarti aku akan melakukan hal yang buruk pada kalian." Jungkook masih tertawa sambil mengetuk kening Taehyung main-main. "Dan ngomong-ngomong, aku juga benci formalitas. Tidak perlu se-kaku itu padaku, anggap aku bukan majikanmu—well, memang bukan sih."
Jungkok mengusap air mata yang menggenang di sudut mata Taehyung. "Ya ampun, kau cengeng sekali sih?"
Ia tersenyum, sebenarnya sedikit tidak percaya pada dirinya sendiri jika bisa memperlakukan mutan lembut seperti sekarang. "Tidak perlu meminta izin padaku jika ingin melakukan sesuatu, kau bebas melakukan apapun di sini, selain peraturan yang kuberitahu tadi siang tentunya. Lalu, kita teman, oke?"
Taehyung yang masih terdiam tak percaya membuat Jungkook mengangkat tangannya untuk mengacak rambut Taehyung lembut. "Aku anggap diam adalah 'iya'."
Jungkook lalu berdiri tiba-tiba setelah menatap jam yang menempel di dinding. "Sudah malam, ayo keluar mencari sesuatu untuk makan malam."
Pagi yang cerah ketika Jungkook merasakan cahaya matahari mengusik tidurnya. Pemuda itu mengernyitkan keningnya di sela-sela setengah kesadaran saat menyadari beban berat di atas perutnya. Ia membuka matanya yang masih lengket susah payah. Melebarkan matanya saat mendapati lengan mungil yang melingkar di atas perutnya.
Setengah panik, Jungkook menampik lengan itu lalu menarik tubuhnya untuk bangkit duduk. Ia menatap Taehyung yang masih tertidur pulas tak terusik bahkan semakin menyamankan posisi tidurnya dengan memeluk gulingnya.
Tadi malam ia sudah menggelar kasur lipat di samping ranjangnya karena mutan itu terus merengek tidak mau ditinggal karena takut sendirian di kamar tamunya. Dan Jungkook ingat mutan itu mengangguk menurut saat ia menyuruhnya berbaring disana.
Kenapa sekarang mutan ini jadi ikut-ikutan tidur di ranjangnya?
Jungkook menghela napas. Ingin mengusir Taehyung dari atas ranjangnya tetapi tiba-tiba tidak tega saat mendapati wajah polos Taehyung yang tertidur. Cuping cokelatnya itu mengatup turun dan bibirnya bergumam tidak jelas. Ekornya yang panjang ikut memeluk gulingnya.
Jungkook mengerjap sesaat. Tidak menyangka mutan bocah seperti Taehyung saat tidur akan berlipat ganda semakin menggemaskan. Ia menggelengkan kepalanya risau. Memilih beranjak dari ranjang untuk mandi.
Dua puluh menit di dalam kamar mandi, Jungkook keluar dengan penampilan kasualnya. Celana jeans hitam dan kemeja putih polos. Melupakan sejenak kebiasaan lamanya yang hanya berbalut selembar handuk setiap habis mandi, ia tidak tinggal sendirian lagi ngomong-ngomong.
Ia mengerutkan kening bingung menatap ranjangnya yang sudah rapih dan tidak ada Taehyung di atas sana. Bahkan kasur lipat yang ia gelar semalam sudah terlipat rapih bersandar di samping lemari.
Keluar dari kamar, Jungkook mendegar sesuatu yang berisik dari dalam dapur. Ia berjalan ke arah sana. Mendapati mutan itu sedang mengerjakan sesuatu di dapur masih dengan piyamanya yang berwarna oranye.
"Kau sedang apa bocah?"
Mutan itu tersentak kaget. Menoleh dengan ekspresi kagetnya sebelum kemudian tertawa menyadari ia yang sedang berdiri di ambang pintu dapur.
"Hyung, kau bisa menunggu di meja makan."
"Kau—memasak?" Tanya Jungkook kaget saat menyadari mutan itu sedang memegang pisau bersiap memotong bawang. Dengan pandangan penuh intimidasi, ia menatap seluruh sudut dapurnya. Memastikan dapurnya dapurnya dalam keadaan baik-baik saja.
Mutan itu mengangguk sambil melanjutkan kegiatan mengiris bawangnya. "Aku bisa masak kalau hanya seperti -hyung pernah mengajariku memasak selain membaca dan menulis."
Mengabaikan ucapan Taehyung, Jungkook mendesah lega menyadari seluruh dapurnya dalam keadaan oke; tidak ada satupun yang meledak atau minimal rusak. Ia mengambil satu botol soda dari dalam lemari esnya. Lalu duduk di meja makan dan menanti dengan sabar saat Taehyung membawa satu piring makanan, satu gelas air putih dan satu gelas susu ke atas meja.
Mutan itu meletakkan piring omelete yang asapnya masih mengepul dan segelas air putih di hadapannya.
"Hanya satu?"
Taehyung mengangguk bingung. "Hanya satu. Untuk siapa lagi memangnya?"
"Kau tidak makan?"
Taehyung tertawa. "Aku makan..." Mengeluarkan sebungkus makanan khusus mutan dengan tulisan 'for kitten' di ujung kemasannya ke atas meja.
"Kau masih makan makanan untuk kitten?!" Jungkook menghentikan gerakan tangannya yang hendak menyuapkan omelete ke dalam mulutnya. "Bukankah lima belas tahun itu sudah junior?"
"Cuma sarapan kok." Taehyung tersenyum kecil. "Makan siang, hyung bisa membelikanku kornet, sosis, daging—apapun. Aku suka semuanya."
Jungkook mendengus. Lalu membawa sendok makanan itu kedalam mulutnya. Ia mengerjap sesaat, menggerakkan mulutnya lamat-lamat tampak mengamati rasa omelete itu.
"Wah, ini enak sekali." Pujinya kagum setelah menelan makanannya. "Kau yakin bukan chef? Serius ini enak sekali."
Taehyung tertawa senang mendapat respon memuaskan dari Jungkook. Ia menatap majikan sementaranya dengan kedua mata berbinar bahagia. "Aku bisa masak setiap hari. Hyung tidak perlu delivery lagi!"
Jungkook menghentikan kegiatan mengunyahnya sejenak. "Tahu darimana aku selalu delivery?"
"Banyak nomor dan brosur iklan makanan yang menempel di lemari es."
Jungkook mengangkat sebelah alisnya tiba-tiba. Berpikir kalau Taehyung mungkin bisa lebih lama tinggal bersamanya agar ia bisa menghemat uang dengan berhenti delivery. Mutan itu bisa memasak untuknya setiap hari 'kan?
.
Oh Jungkook jadi ingin kembali menarik kata-katanya satu jam lalu. Untuk beberapa hal memang mutan itu menguntungkan. Tapi tidak untuk seperti saat ini.
Taehyung mengamit ujung kemejanya hingga berantakan. Mutan itu menatapnya dengan kedua mata kucingnya yang berkaca-kaca.
"Taehyung, serius. Lepaskan kemejaku. Aku harus ke kampus sekarang. Ada seminar penting menyangkut masa depanku." Desah Jungkook frustasi. Ia berusaha mengusir jemari lentik itu dari kemejanya.
"Hyung, aku ikut. Please?"
"Tidak." Jungkook menggeleng pasti.
Membawa mutan saat sedang seminar itu bunuh diri. Apalagi mutan yang masih dalam kategori junior seperti Taehyung. Bagaimana jika mutan itu hilang saat ia sedang presentasi di depan audiens? Atau di culik? Jungkook yakin jika mutan secantik Taehyung ini termasuk kelas atas yang harganya selangit—mengingat Yoongi adalah tipe orang yang tidak segan menghamburkan banyak uang untuk hal tidak penting seperti membeli mutan. Ia masih sayang dengan nyawanya. Tidak elit jika Yoongi membunuhnya di usianya yang masih muda karena Jungkook menghilangkan mutan cengeng ini 'kan?
"Tae—"
"Aku janji hanya duduk melihat saja."
"Taehyung, kau mau kutitipkan di pet shop?" Ancam Jungkook berusaha menakuti Taehyung.
Dan Jungkook menyesal mengatakan hal itu karena beberapa detik kemudian bibir mutan itu bergetar pelan. Memberikan aba-aba akan menangis sebentar lagi.
"OH YA TUHAN BAIK-BAIK!" Jerit Jungkook menyerah akhirnya. Ia paling tidak tahan melihat seseorang menangis di hadapannya.
Mutan itu seketika melonjak bahagia. Ekspresi wajahnya yang sebelumnya terlihat menyedihkan berubah seratus delapan puluh derajat menjadi berbinar bahagia. Meskipun kedua bola matanya masih terlihat berkaca-kaca.
"Dasar mutan sial." Umpat Jungkook kesal. Pemuda itu mendengus. "Kalau ingin ikut cepat mandi!"
.
"Woah, man! Mutan? Demi apa kau memelihara mutan lagi setelah kasus Hyejin dulu?!"
Jungkook mendengus. Ia menoleh untuk menatap Taehyung yang masih berlindung takut-takut di belakang tubuhnya sebelum kembali menatap Hoseok. "Mutan ini punya Yoongi-hyung."
"Tapi cantik sekali astaga. Selera Yoongi-hyung benar-benar tidak main-main." Hoseok menatap intens Taehyung yang masih berdiri di balik tubuh Jungkook. "Betina?"
"Jantan."
"Oh, jantan?" Hoseok mengerjap tak percaya. Ia mendekatkan dirinya pada Taehyung yang semakin mengeratkan genggamannya pada kemeja Jungkook setiap ia mendekat. "Halo manis, siapa namamu?"
Taehyung tidak menjawab. Mutan itu malah semakin menenggelamkan wajahnya pada hoodie oranye yang tengah dikenakannya.
"Namanya Taehyung." Jungkook akhirnya yang menjawab. Ia mendesah. "Hyung, aku ada seminar pukul sepuluh. Bisa tolong titip Taehyung sebentar?"
Hoseok hanya mengangguk. Pandangannya masih tertuju pada Taehyung.
Jungkook berbalik dan perlahan melepas jemari Taehyung yang mengamit kemejanya. Ia menatap Taehyung yang masih memberengut padanya sejak ia memaksa mutan itu mandi tadi pagi. "Kau bersama Hoseok-hyung dulu oke? Aku akan menjemputmu pukul satu. Jangan merepotkan Hoseok-hyung."
Taehyung membulatkan matanya menyadari maksud pembicaraan Jungkook. Mutan itu menggenggam jemari Jungkook sambil menggeleng-geleng panik. "Aku ikut. Aku ikut!"
"No. Aku harus seminar dan ini bukan main-main." Jungkook lalu segera berbalik cepat-cepat. Tidak boleh menatap Taehyung terlalu lama yang akan kembali merayunya dan membuatnya luluh lagi.
"Hyung terima kasih banyak."
Hoseok hanya mengangguk. "Kau harus memberiku credit akses VIP-mu di virtual sexy maid game, call?"
"Hyung, kau harus memainkannya setiap hari sampai level sepuluh kalau ingin mendapatkan akses VIP, jangan merampok milik orang. Aku mendapatkannya susah payah." Protes Jungkook tidak terima. Ia memainkan game itu dengan susah payah agar bisa mendapat akses VIP.
Hoseok tertawa. Ia menepuk pundak Jungkook main-main. "Jungkook-ah, friend is friend and business still business."
Jungkook mendengus. "Sial."
"Jadi bagaimana?"
Jungkook tampak berpikir sebentar. Menimang kehilangan kredit akses VIP game-nya atau kehilangan nyawa di tangan Min Yoongi karena mutan ini hilang sebelum mengangguk pasrah. Ia kembali berbalik untuk menatap Taehyung sekali lagi yang tampak ingin menangis saat ia melepaskan genggaman tangan mereka.
"Kirimi aku tentang id-mu. Nanti kuberi kodenya." Ujarnya pada Hoseok.
"Oke."
Jungkook sempat bergumam 'maaf' pelan sekali sebelum mengambil langkah seribu untuk masuk ke dalam aula. Mengabaikan Taehyung yang benar-benar sudah menangis di belakangnya, "Hyung!"
.
Pukul satu tepat (lebih satu menit sebenarnya) Jungkook menjemput mutan itu di cafetaria kampus. Mutan itu sedang ngambek sepertinya. Ia tidak membuka suara sama sekali meskipun Jungkook tidak berhenti mengajaknya berbicara di dalam skybus.
"Tae, aku akan meninggalkanmu di bus kalau kau masih tidak menjawabku." Ujar Jungkook kesal akhirnya. Ia bergerak semakin ke kanan memberi aba-aba akan meninggalkan Taehyung sendirian di bangku pojok bus.
Taehyung membulatkan matanya. Memberikan respon yang tidak Jungkook sangka-sangka dengan refleks melingkarkan ekornya di pinggang Jungkook.
"Hyung kau tidak bisa meninggalkanku." Taehyung menatap Jungkook dengan kedua mata yang membulat.
Sial! Apa-apaan tatapannya itu! Batin Jungkook tak habis pikir.
"Kenapa tidak bisa?" Tantang Jungkook. Meskipun sempat kaget pemuda itu menikmati respon berlebihan yang menggemaskan dari Taehyung.
"Yoongi-hyung akan membunuhmu." Jawab Taehyung kelewat polos.
Jungkook mengangkat sebelah alisnya. "Kau mendengar pembicaraanku dengan Yoongi-hyung kemarin?"
Taehyung mengangguk.
"Dasar tidak sopan." Cibir Jungkook. Tapi bibirnya menyunggingkan senyum kecil menyadari Taehyung sudah lupa dengan aksi ngambek-nya.
Taehyung hanya bergumam tidak jelas. Mutan itu bergerak semakin mendekat pada Jungkook. Membuat Jungkook mengerutkan kening heran.
"Kenapa?"
"Dingin,"
Jungkook melongo. Dingin? Seingat Jungkook sekarang masih musim gugur dan bahkan mutan itu sudah menggunakan hoodie super besar yang membuat tubuhnya hampir tenggelam seluruhnya.
Jungkook akhirnya membiarkan mutan itu bergerak mendekat padanya dan memeluk sebelah lengannya. Ia mengamati sejenak wajah Taehyung. Mengernyitkan kening saat mendapati beberapa ruam merah di sekitar wajah cantik milik mutan itu. Bahkan dari balik hoodie kebesaran yang dikenakan oleh Taehyung, Jungkook bisa melihat beberapa ruam merah yang juga tersebar banyak di sekitar leher dan bahunya—lebih banyak dari yang ada di wajahnya.
"Tae? Kau tidak apa-apa?" Tanyanya tiba-tiba khawatir.
Taehyung mengangguk. "Hanya dingin." Gumamnya pelan.
Jungkook tidak percaya begitu saja. Pemuda itu menarik lengan mutan itu dan menyibak lengan hoodienya yang panjang. Perasaan khawatir semakin mendominasinya saat menemukan banyak ruam merah disana.
"Hyung, Taehyung sakit."
Jungkook melirik Taehyung yang masih bergelung di balik beberapa lapis selimut tebal yang ia berikan karena mutan itu tak berhenti mengeluh dan menggigil kedinginan.
'Brat, apa yang kau lakukan pada Taehyung!'
Jungkook refleks melepas earphone bluetooth miliknya sesaat sebelum memasangnya kembali. Suara Yoongi yang menggeram marah membuatnya bergidik.
"Serius aku tidak melakukan apapun."
Helaan napas Yoongi terdengar. 'Kau belum membawanya ke dokter?'
"Belu—"
'Bodoh! Bagaimana bisa kau belum membawanya ke dokter? Kau mau aku benar-benar membakar seluruh skripsimu?'
"Hyung bukankah itu tidak penting? Apa yang harus kulalukan sekarang?" Tanya Jungkook frustasi.
'Gejalanya bagaimana?'
"Tubuhnya menggigil kedinginan dari tadi. Banyak ruam merah di seluruh tubuhnya."
'Alergi.'
Jungkook melebarkan matanya. "Alergi? Taehyung punya alergi?"
'Iya. Taehyung punya alergi.' Jungkook bisa mendengar Yoongi kembali menggeram di seberang sana. Tapi kali ini lebih terdengar penuh kekhawatiran. 'Alergi dingin. Bagaimana bisa kambuh? Ini belum musim dingin dan belum melewati jadwal vaksinnya yang masih dua hari lagi.'
"Lalu aku harus bagaimana?"
'Bawa ke dokter bodoh. Taehyung punya dokter langganan. Aku akan mengirim detailnya di e-mailmu. Di Korea belum malam hari 'kan? Bawa Taehyung sekarang.'
.
Jungkook hanya terduduk diam di sudut ruangan saat melihat mutan itu terbaring di ranjang dengan satu orang dokter dan perawat di sampingnya yang memegangi kedua tangannya karena mutan itu tak berhenti berontak saat akan diberi vaksin. Ia bisa mendengar Taehyung yang menangis keras saat jarum suntik berisi vaksin itu menembus kulitnya. Jungkook merasa iba sebenarnya. Tetapi setidaknya setelah itu Jungkook bisa tenang karena mutan itu langsung tertidur setelah dokter memberinya obat bius.
"Jeon Jungkook?"
Jungkook mengerjap, tersadar dari lamunannya dan segera mengangkat wajah. Mendapati dokter yang menangani Taehyung tadi berdiri di hadapannya. Ia beranjak berdiri, menyambut uluran tangan dokter itu yang mengajaknya bersalaman.
"Maaf, bagaimana tahu namaku?"
Dokter itu tertawa. "Well, aku tahu beberapa hal tentangmu. Namaku Kim Seokjin." Seokjin tersenyum. "Kau bisa memanggilku Seokjin-hyung. Aku mengenal baik kakakmu."
Jungkook mengernyitkan keningnya. "Yoongi-hyung?"
Seokjin mengangguk. "Dan Park Jimin."
Jungkook hanya mengangguk paham. Ia sudah akan kembali duduk di atas kursinya saat suara Seokjin mengintrupsi gerakannya,
"Taehyung akan tertidur beberapa jam setelah diberi vaksin. Jadi, keberatan jika mengobrol beberapa hal denganku?"
.
Mereka terduduk di bagian outdoor kafe yang berada tak jauh dari area rumah sakit. Angin musim gugur berhembus perlahan menerbangkan beberapa helai rambut Jungkook dan daun-daun yang berserakan di atas tanah. Jungkook sempat terkagum-kagum tidak menyangka di Seoul masih ada tempat yang begitu asri seperti kafe ini.
"Yoongi menemukan Taehyung satu tahun yang lalu," Ujar Seokjin membuka pembicaraan setelah menyesap kopinya.
Jungkook hanya diam menanggapi.
"Bersama aku dan Jimin di Daegu. Kami menemukan mutan itu dalam keadaan menggenaskan; beberapa luka di sekujur tubuh, lebam di mana-mana, tulang kaki kanannya patah dan trauma yang parah."
Jungkook membelalak tak percaya. "A-apa? Bagaimana bisa?"
"Taehyung adalah korban kekerasan. Dari majikannya sendiri saat ia masih di pet shop."
.
.
.
TeBeCe
.
.
.
Author note:
Well...yeah, efek kebanyakan nonton bts run ep 8 waktu tae ngerayu(?) Chim2 itu ya ampuuunnn.. apa2an dia melet2 ngegemesin bikin pen bawa pulang *digiles* ditambah kebanyakan nonton apocalypse, doraemon, star wars & star trek series xD
Fyi, mutan saya terinspirasi dr mutan di x-men series sama eng fic dr fandom anime tercintahh xD kalo yg kucing(?)nya dr morry kucing saya yg jg sama2 hobi melet2 ngegemesin kaya tae gituu xD dan msh banyak lg... kalo disebutin satu2 bisa panjang banget soalnya idenya dr mana2 xD
Fic ini udh saya ketik hampir sampe ending kok, soalnya hrsnya ini OS tp saya bagi jd 2 part biar ngga kepanjangan (mengantisipasi barangkali ada reader yg ngantuk di tengah jalan) /bercanda :D/ saya msh agak ragu sama part akhirnya mau bikin ending kaya gmn (boleh banget kalo ada yg mau nyumbang ide T^T) so, saya (mungkin) akan update cepet, kalo engga ada halangan yah. Soalnya wifi di rumah sama di sekolah ngeblokir ffnㅠㅠ
Last, kalau ada yg pengen tau perbandingan umur antara mutan sama manusia bisa cek wattpad vernya ya!
I'm appreciate review so much! Dan kalo ada kritik/saran sangat saya terima asal menggunakan bahasa yg sopan^^
Maaf kalo ada typo / bahasa yg salah dll.. thanks for reading!
