Hay... saya balik lagi setelah sebulan Hiatus. Saya tidak menyangka akan masuk ke Rate M, bahkan sebelum mempunyai notebook sendiri.

Huh~ jangan beranggapan saya mesum (Dihajar reader). Saya hanya sedikit jengah dengan sikap Naruto di beberapa fanfic, yang seolah tidak mempunyai beban mental sedikitpun setelah di rape.

Bagi yang tidak suka boleh menekan tombol back dan dianjurkan untuk tidak membaca.

Menerima flame yang membangun bukan mencemoh.

Oke senpai, selamat membaca! ^_^

.

.

.

I Love You, Dad!

Disclaimer: Masashi Kishimoto

By: Ran Hime

Rate:T

Pair: SasuNaru

Genre:Family, Angst

Warning: OOC,Alternativ Reality, AU , Typo,

.

.

Happy Reading!

.

.

Bocah blonde itu menutup pintu rumahnya dengan pelan. Ia tidak ingin membangunkan pamannya yang sedang tertidur lelap di kamarnya. Meskipun ia menyadari pamannya tidak akan terganggu sama sekali dengan dentuman pintu, karena rumah yang ia tempati begitu besar dan luas. Dengan tertatih, pemuda berseragam SD Konoha itu berjalan menuju gerbang rumahnya. Ia tidak tahu meski harus kemana. Yang pasti ia ingin pergi dari sisi pamannya, agar ia tidak disiksa lagi. Bocah bernama Naruto itu berjalan menyusuri jalanan yang masih sepi. Jam 5 pagi masihlah terlalu pagi untuk semua orang menjalani aktivitasnya. Sedangkan ia sendiri tidaklah mungkin ke sekolahnya di pagi buta. Sembari meringis tertahan, ia mulai melangkah meninggalkan rumahnya.

Terkadang ia meruntuki nasib yang sebegitu kejam kepada hidupnya. Tumbuh tanpa mengetahui sosok kedua orang tuanya. Ibunya meninggal ketika melahirkan dirinya. Dan ayahnya… jangan Tanya! Bahkan bibi yang mengasuhnya selama ini saja tidak pernah memberi jawaban ketika ia bertanya. Semakin ia tumbuh besar, ia harus menerima kelakuan buruk dari keluarga ibunya dengan cap sebagai bocah pembawa sial. Meski ia masih berusia 10 tahun, namun ia sudah dapat mencerna apa yang sedang terjadi. Keluarga Uzumaki tidak mau menerima keberadaan Naruto karena ia dituduh telah membuat Naruko Uzumaki, ibunya meninggal. Begitu pula dengan Uzumaki Kushina yag meninggal dunia karena serangan jantung, ketika mengetahui keberadaannya yang saat itu masih dalam kandungan Naruko.

Hanya pihak kakeknya yang mau menerima kehadirannya. Sang Namikaze menyayangi naruto tanpa menaruh kebencian sedikitpun kepada sang cucu. Namun sayang, hal itu hanya bertahan sampai dirinya berumur lima tahun. Sang kakek meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan. Dan setelah itu adalah puncak dari penderitaan Naruto. Hak asuhnya jatuh kepada bibinya, Tsunade namikaze, adik dari minato sang kakek. Hidupnya bahagia hanya saat bibinya berada di sampingnya saja. Semua berbalik 360 derajat ketika sang bibi harus pergi keluar kota dalam urusan bisnis, layaknya beberapa hari ini. Ia harus tinggal bersama hanya dengan pamannya beserta para pembantu. Penderitaan mulai menerjang dirinya ketika sang paman mulai menyiksa fisik maupun bathinnya.

oO0~Ran Hime~0Oo

Helaian pirangnya sedikit lepek ketika keringat semakin keluar dari pori-pori kulitnya. Saat ini memang merupakan puncak dari musim panas. Terkadang wajah yang sedikit pucat itu, meringis menahan sakit ketika pantatnya tak nyaman berada di atas bangku taman.

Kemana lagi sekarang? Naruto tak mungkin ke sekolah lagi di saat matahari semakin meninggi. Ia memilih membolos daripada semua teman-temannya mengetahui kondisinya yang sedang tidak baik. Lalu ia harus kemana? Ia tidak mungkin terus berada di taman kota, sementara anak berseragam Sekolah Dasar seperti dia harusnya berada di sekolahan.

Naruto menarik tubuhnya yang terasa berat. Ia tahu harus kemana saat bayangan mata onik sekelebat hadir di pikirannya. Dengan langkah sempoyongan dan tertatih serta menahan sakit di selakangannya, Naruto berjalan kembali menyusuri jalanan. Ia tidak memperdulikan nafasnya yang tersengal dan serasa panas. Yang terpenting ia bisa bertemu dengan orang itu.

oO0~Ran Hime~0Oo

Naruto berdiri di sebuah bangunan yang amat megah. Sharingan Crop, sebuah perusahaan yang selalu merajai pasar bisnis. Dengan langkah yang semakin berat, Naruto melenggang masuk. Ia tidaklah harus merasa takut akan di usir oleh petugas keamanan. Karena dirinya pernah beberapa kali masuk ke dalam, tentunya dengan orang yang di panggilnya paman. Orang yang ditemui sebulan lalu dalam acara tahunan di sekolahnya. Orang yang merupakan ayah dari adik kelasnya sekaligus sahabatnya.

Di depan reseptionist, Naruto menyapa wanita berambut hitam yang berdiri di depannya dengan meja tinggi yang menjadi jarak di antara mereka. Naruto menarik nafas dalam-dalam, seolah sedang menyiapkan tenaga untuk berbicara dengan wanita tersebut. Ia membuka mata perlahan dan setitik air mengembang di matanya yang sedikit berkaca-kaca.

"Bibi... paman 'Suke ada?" tanya Naruto dengan suara berat dan serak.

"Dia masih ada rapat, Nar!" ucapnya sedikit terkejut ketika melihat muka bocah 10 tahun itu sedikit memerah, "Apa kau sakit, Nar?" tanyanya cemas.

"Ti-tidak, bi!" sangkalnya. Ia tidak ingin membuat orang lain cemas, " kalau begitu, aku akan menunggunya!"

Naruto berjalan ke arah bangku di ruangan reseptionist. Ia meringis menahan sakit ketika lagi-lagi pantatnya bertemu tempat duduk. Ia menghela nafas. Sampai kapan ia akan tersiksa? Nafasnya semakin memburu. Keringat kian membuat tubuhnya tidak enak. Demam... kenapa harus demam? Ia meruntuki nasib yang tidak pernah baik kepada dirinya.

Naruto menyandarkan bahunya ke belakang yang langsung bertemu dengan tembok. Ia memutuskan untuk tidur sejenak sambil menunggu Sasuke selesai rapat.

Naruto memandang pamannya dengan takut. Ia tidak tahu sudah berapa kali pamannya menyiksa dirinya, ketika bibinya harus ke luar kota dalam urusan bisnis. Di saat dirinya harus tinggal berdua dengan pamannya, maka ia selalu dilempar ke atas kasur oleh sang paman. Suaranya yang memohon hanya semakin membuat lelaki bermata ular itu kian bernafsu.

Dienyahkan olehnya pakaian sang keponakan meski dengan penuh pemaksaan. Lalu lelaki itu menggerayangi tubuh tan yang begitu menggiurkan bagi seorang biseks dan pedofil seperti dirinya. Ia tak perduli dengan teriakan dari Naruto. Ditariknya tubuh polos Naruto. Tanpa perasaan dan persiapan, lelaki bernama Orochimaru itu memasukkan kejantanannya ke 'lubang' sempit milik Naruto. Air mata mengalir dari mata Shapire Naruto, ketika Orochimaru menghentakkan miliknya semakin dalam ke tubuh sang keponakan berkali-kali. Ia ingin dipuaskan bukan memuaskan.

Wanita berambut hitam bernama kurenai itu semakin cemas. Ia melihat Naruto yang terlihat begitu resah dalam tidurnya dan sesekali menggumam tidak jelas. Ingin sekali ia segera menghubungi Sasuke, namun Kurenai juga takut bila dimarahi karena mengganggu rapat sang bos.

Kurenai segera beringsut dari mejanya, ketika ia melihat tubuh tan milik naruto merosok jatuh dari duduknya. Ia berteriak memanggil petugas keamanan. Tanpa pikir panjang ia menyuruh orang tersebut memanggil Ambulan. Ini tidak baik! Kurenai semakin cemas ketika dirasakan oleh tangannya yang menyentuh kening Naruto. Demam!

oO0~Ran Hime~0Oo

Sasuke mengurungkan niatnya yang hendak bangkit dari kursinya, ketika seorang pemuda berambut putih berjalan dan berhenti di depannya. Ruang rapat telah sepi dan menyisahkan dirinya serta pemuda yang baru masuk tersebut.

"Aku telah mendapatkannya!" ucapnya seolah mengerti bahwa orang yang ada di depannya begitu menantikan sesuatu yang dibawa olehnya.

"Katakan, Suigetsu!" ucap Uchiha bungsu itu dengan datar.

"Dia sudah meninggal!" Suigetsu terdiam sejenak, "Orang yang kau maksud, sudah meninggal 10 tahun yang lalu!"

"Bohong!" sang Uchiha mencoba menepis kenyataan setelah tersadar dari keterkejutannya.

"Dengarkan aku dulu, Sas!" Suigetsu mencoba agar tidak memperkeruh keadaan.

"Dia meninggal setelah melahirkan putranya!" lanjutnya dan membuat Sasuke semakin tak percaya.

"Pu-putra!"

"Uzumaki Naruko meninggal setelah melahirkan putra yang membuat dirinya dibuang oleh keluarga ibunya. Putranya dicap sebagai pembawa sial karena telah membuat Naruko dan Uzumaki Kushina meninggal. Karena dari pihak Uzumaki tidak ada yang mau menerima bocah itu, akhirnya Namikaze Minato yang merawat cucunya." Suigetsu berhenti berbicara dan mengambil nafas sejenak, "Namun itu hanya lima tahun saja. Bocah itu diasuh oleh paman dan bibinya, Tsunade Namikaze dan Orochimaru, setelah kakeknya meninggal. Tapi kurasa itu tidak baik da-"

"Apa maksudmu?" potong Sasuke.

"Kau tahu Orochimaru?"

Sasuke menggeleng.

"Dia seorang biseks dan pedofil!"

"Lantas?" Sasuke megerutkan keningnya.

"Bocah itu terlalu manis untuk seorang laki-laki."

"Kau bilang Uzumaki tidak ada yang mau mengasuh bocah itu, bukan?" Sasuke menatap Suigetsu. "Lalu bagaimana dengan pihak ayah bocah itu?"

Suigetsu menggeleng, "Tidak ada yang tahu siapa ayah dari bocah itu! Karena hal itu, Uzumaki tidak menginginkan anak yang lahir di luar nikah itu."

Sasuke tercekat. Jangan-jangan! Pikirannya teringat akan kejadian sebelum ia kehilangan jejak sang kekasih, Uzumaki Naruko. Sasuke menggeleng, "Siapa nama anak itu?"

"Naruto!" ucap Suigetsu sambil memberikan beberapa lembar Foto, "Naruto Namikaze!" lanjutnya.

Sasuke menelan ludah ketika melihat foto yang diterimanya dari Suigetsu. Bocah di foto itu adalah bocah yang beberapa minggu ini mengisi hari-harinya. Jangan-jangan! Sasuke menggeleng pelan. Jika benar dugaannya, maka tidak heran bila dia begitu sayang dengan Naruto melebihi rasa sayangnya kepada Sai, putra semata wayangnya dengan Sakura.

oO0~Ran Hime~0Oo

Sasuke melenggang menuju Lobi. Ia ingin bertemu dengan Naruto dan memastikan segalanya. Langkah Sasuke terhenti ketika Kurenai menunduk hormat dan menyapanya.

"Ma-maaf Uchiha-sama! Tadi Naruto ke sini!"

"Lalu dimana dia sekarang?"

"Dia di bawa ke Rumah Sakit!"

"Kenapa dengan Naruto?" tanya sedikit terkejut.

"Dia pingsan!"

Sasuke segera berlari keluar setelah mendapatkan informasi tentang dimana Naruto dibawa.

oO0~Ran Hime~0Oo

Sasuke menatap tubuh yang terbaring lemah di hadapannya. Ia menatap wajah pucat Naruto. Ia masih tidak percaya bocah yang selalu ceria itu bisa terbujur lemah tak sadarkan diri.

Tiga hari ini, Sasuke menemani Naruto di Rumah Sakit. Ia tidak datang ke Kantor ataupun pulang ke rumah demi menemani Naruto. Tanpa sedetikpun meninggalkan bocah yang diyakini adalah putranya. Semoga saja hasil DNA Naruto segera keluar dan menyatakan Naruto adalah anaknya.

Sasuke segera bangkit dari kursinya ketika seorang perempuan berambut hitam sebahu masuk ke ruangan tempat Naruto berada.

"Bagaimana, Dok!" ucap Sasuke penuh harap akan hasil dari tes DNA.

Dokter bernama Shizune itu tersenyum, "Ternyata benar Uchiha-san, DNA anda dan Naruto benar-benar cocok," ucapnya sembari memberikan map hasil tes DNA Naruto kepada Sasuke.

Sasuke menerimanya dengan senang hati. Betapa bahagia dirinya, ketika bocah yang sangat ia sayangi adalah putranya.

"Dan maaf Uchiha-san! Saya punya kabar tidak enak."

"Tidak enak!" seru Sasuke datar.

"Menurut hasil pemeriksaan terhadap Naruto," Shizune memberi jeda. "Ia mengalami luka serius di rektum-nya. Dan ketika suster mengganti seragamnya dengan pakaian pasien saat dia baru saja sampai di sini, mereka menemukan-" Shizune menggantung kalimatnya, merasa tidak enak dengan kalimat yang akan diucapkannya, "Mereka menemukan bercak merah hampir di seluruh tubuhnya."

"Kemungkinan besar ia mengalami pelecehan seksual. Jika dugaan saya benar, saya takut mentalnya akan mengalami trauma."

Sasuke benar-benar tidak percaya dengan kabar yang didengarnya. Ia mengepalkan kedua tangannya. Siapa pula yang berani memperkosa Naruto. Ia bersumpah akan membunuh orang itu.

Nafas Naruto kembali memburu ketika ingatan tentang malam itu datang. Walau bukan pertama kali, namun malam itu lebih buruk dari biasanya. Itu membuatnya tidak nyaman ketika ia menutup mata.

"Ja-jangan pa-man!" teriak Naruto disela ketidaksadarannya.

Sasuke dan Shizune langsung menghampiri Naruto yang sedang berada di atas ranjang.

"Le-lepas paman! IT-TAI!"

Ia meronta dalam dekapan ayahnya yang panik.

"A-aku mohon paman! It-tai, paman!"

Tanpa Sasuke sadari, ia meneteskan air mata ketika melihat ekspresi putranya yang sedang kesakitan dan ketakutan.

"Tenang Naruto, kau aman bersama ayah."

Sasuke semakin erat memeluk Naruto yang mengalirkan air matanya dari sudut mata yang tertutup itu.

oO0~Ran Hime~0Oo

Ini adalah hari ke empat Sasuke menemani Naruto di rumah sakit. Perlahan ia membuka mata ketika ia merasa seseorang tengah meraba puncak kepalanya. Sasuke mengangkat kepalanya dari tepi ranjang. Ia nampak senang saat melihat mata shapire itu menatapnya dan memberinya senyuman.

"Kau sudah sadar!"

Naruto mengangguk, "Maaf merepotkanmu, paman!"

Sasuke membingkai wajah mungil Naruto dengan kedua tangannya. Sambil tersenyum ia berujar, "Ayah... panggil aku ayah, karena mulai hari kau akan tinggal bersamaku."

Sasuke memeluk Naruto, "Ayah takkan membiarkanmu disakiti lagi."

Naruto tercekat ketika mendengar kata sakit. Tubuhnya bergetar ketika peristiwa tentang kelakuan pamannya hadir di pikirannya. Ia mulai terisak dan membalas pelukan Sasuke dengan erat.

"Hey, jangan menangis!"

Sasuke mengelus punggung putranya yang lahir tanpa sebuah ikatan yang disebut pernikahan.

"I love you, dad!" ucap Naruto hampir berbisik.

"I love you too!" balas Sasuke dengan tersenyum. Ia merasa tenang karena ternyata Naruto mau menganggapnya ayah. Bahkan putranya mau memanggilnya dengan sebutan ayah. Ia berfikir mungkin selama ini Naruto merindukan sosok seorang ayah.

Namun lain lagi dengan perasaan Naruto. Ia benar-benar menyukai Sasuke yang selama sebulan ini baik kepada dirinya. Bahkan tangisannya bukanlah terharu, melainkan sakit karena orang yang ia sukai malah menjadikan dirinya seorang anak. Tanpa ia ketahui jika dirinya memanglah seorang putra kandung dari Uchiha Sasuke.

oO0~Ran Hime~0Oo

Akhirnya kecemasan Sakura berakhir. Setelah seminggu lebih, sang suami tidak diketahui keberadaannya, kini ia pulang dan membawa... seorang bocah laki-laki. Sakura menatap suaminya seolah meminta jawaban atas rasa bingungnya.

"Nah, Naruto sayang! Dia adalah ibumu! Beri ia salam," ucap Sasuke sambil menatap Naruto yang berada di sampingnya. Bocah pirang itu menarik kuat tepi jas yang dikenakan oleh ayahnya.

"Kau tidak perlu takut, Naruto! Ayah a-"

"Ada apa ini, Sasuke-kun!" tanya Sakura semakin tidak mengerti dengan ucapan suaminya.

"Naruto akan tinggal bersama kita mulai hari ini."

"Apa maksudmu?" Sakura tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Sasuke, "Lagipula siapa bocah itu?"

"Dia anakku, Sakura!"

Mata Sakura melebar. Anak! Sejak kapan Sasuke berani selingkuh. Tiba-tiba amarah menguasai Sakura.

"Jadi kau berselingkuh. Dengan-"

"Bawa Naruto dan Sai ke dalam, Aniki!" potong Sasuke sembari menatap kakaknya yang tidak bereaksi sama sekali, ketika ia merasa obrolan dengan istrinya tidak baik didengar oleh anak kecil.

Itachi mengangguk. Ia melangkah ke arah Sasuke dan Naruto untuk membawa bocah yang disebut anak oleh adiknya. Itachi terkejut ketika menatap wajah Naruto yang seolah ketakutan melihatnya. Sasuke yang menyadari hal itu, segera menoleh ke arah Naruto. Sama halnya dengan Itachi, Sasuke terkejut melihat perubahan sikap anaknya.

Naruto melepaskan genggaman tangannya dari tepi jas Sasuke. Pandangannya fokus ke arah Itachi yang membiarkan rambutnya tergerai indah. Perlahan ia melangkah mundur ketika yang dilihat dari mata onik itu adalah iris seperti ular.

"Jangan, paman!" ucapnya bergetar.

"A-aku mohon!" Naruto menjambak rambutnya frustasi. Nafasnya kembali tidak normal, "Jangan la-gi! Sak-kit"

Sasuke yang menyadari akan hal itu, segera mendekati Naruto. Ia jongkok lalu memeluk tubuh putranya yang semakin histeris dalam imajinasinya.

"Tenang, Naruto! Ayah disini!" ucapnya mengelus punggung Naruto hingga bocah itu merasa baikan dan tidak sadarkan diri.

oO0~Ran Hime~0Oo

Itachi tidak percaya dengan kabar yang didengarnya dari bibir adiknya. Bagaimana bisa seorang paman yang harusnya menjaga keponakannya, malah melakukan hal seperti itu. Bahkan ia masih ingat ekspresi ketakutan dari wajah Naruto.

Lain lagi dengan Sakura, ia tidak percaya suaminya telah berselingkuh bahkan mempunyai anak sebesar itu.

"Aku tidak pernah berselingkuh, Sakura!" ucap Sasuke membela diri, "Coba kau pikir, bagaimana aku mempunyai anak hasil perselingkuhan yang umurnya saja melebihi usia pernikahan kita," lanjutnya.

Sakura terdiam. Memang jika dipikir, omongan Sasuke ada benarnya. Mereka menikah sekitar 9 tahun yang lalu, bahkan mungkin bocah bernama Naruto itu sudah berusia 1 tahun saat itu.

Sakura menggeleng. Tetap saja keberadaan anak itu akan membawa perubahan terhadap rumah tangganya. Apalagi Sasuke terlihat begitu menyayangi Naruto.

"Aku tetap tidak setuju dia tinggal disini sekalipun dia anakmu dengan mantan kekasihmu."

Sasuke mendengus, "Setuju atau tidak, dia akan tetap tinggal disini!" ucapnya tidak lagi bisa dibantah. Sasuke sudah begitu menyayangi Naruto. Ia tidak akan menyia-nyiakan putranya setelah ia tahu begitu berat beban Naruto. Ia akan melindungi Naruto sehingga putranya merasa nyaman dari ular brengsek macam Orochimaru.

"Dan kau, Aniki!" Sasuke menatap kakaknya, "Lebih baik kau ikat rambutmu. Naruto trauma dengan lelaki yang menggerai rambut panjangnya. Kau terlihat seperti Orochimaru." ucapnya sukses membuat Itachi sweetdrop.

Tanpa bicara lagi, Sasuke segera keluar meninggalkan kakak dan istrinya.

oO0~Ran Hime~0Oo

Sasuke melangkah mendekati Naruto yang sedang terbaring di ranjang. Wajah ketakutannya telah menghilang. Ia menatap wajah Sasuke yang telah berada di samping ranjangnya.

"A-aku takut dengan dia!" ucapnya hendak menangis.

Sasuke menyeret kursi dan duduk di samping ranjang Naruto. Ia mengelus kening putranya.

"Ayah ada di sini, kau tidak perlu takut."

Tangan satunya menggenggam jemari mungil milik Naruto. Ia tidak akan membiarkan putranya tersiksa oleh ketakutannya lagi.

"Tidurlah, ayah akan menemanimu!"

Perlahan iris Shapire itu menghilang di balik kelopak tan. Ia menggenggam tangan milik Sasuke.

Sedangkan Sasuke sendiri menatap wajah polos anaknya. Dalam hati ia berdoa, semoga putranya akan di terima dengan baik di keluarga Uchiha.