Hola Minna. Ada yang bosen ketemu fic baru (lagi-lagi) saya? Semoga nggak ya.
.
DISCLAIMER : TITE KUBO
.
RATE : T
.
Warning : OOC (banget), AU, Gaje, Misstypo (Nongol mulu), Gak karuan.
.
Attention : Fic ini hanyalah fiksi belaka. Apalagi terdapat kesamaan atau kemiripan situasi atau tokoh atau apapun itu dengan cerita lain dalam bentuk apapun itu, adalah tidak disengaja. hehehe
.
.
Pohon tua itu tetap berdiri kokoh meski sudah melalui puluhan tahun dalam hidupnya. Pohon yang begitu besar, tinggi, kokoh dan sangat rindang. Sejak pohon itu masih kecil, banyak insan yang mengikat janji di sana. Namun kini, setelah melewati beberapa puluh tahun, pohon itu tak lagi kokoh dan serindang dulu. Sudah banyak cabang ranting yang patah karena berguguran dan daun-daunnya yang sudah tak selebat dulu.
Ada banyak kisah dan kenangan yang dilewati bersama pohon besar itu.
Termasuk…
Dua buah makam sepasang insan yang sudah ada sejak beberapa waktu lalu.
Makam yang sengaja diletakkan. Dimana mereka bertemu dan kemudian mereka berpisah.
Saat aku tak lagi di sisimu
Kutunggu kau di keabadian.
.
.
*KIN*
.
.
"Ichigo, kita kedatangan tetangga baru loh…"
Masaki saat itu memanggil anak sulungnya yang masih berusia enam tahun itu dari luar kamarnya. Ichigo kecil, demikian nama putra sulung keluarga Kurosaki ini membuka pintu kamarnya dengan mimik penasaran. Saat ini ibu dari keluarga Kurosaki ini sedang mengandung anak kedua mereka. Sejak awal, Kurosaki memang adalah keluarga kecil yang bahagia. Meski mereka hidup sederhana, tapi semuanya jadi terasa indah dan menyenangkan. Tak sekali pun mereka merasa menyesal hidup seperti ini.
"Siapa itu Kaa-chan?" tanya Ichigo kecil yang memiliki rambut cerah berwarna orange seperti ibunya. Memang kelihatannya warna orange tidak lazim untuk rambut, tapi itu adalah warna alami yang diberikan ibunya. Ichigo tidak membenci rambutnya. Dia menyukainya, karena sama dengan ibu yang sangat disayanginya.
"Mereka baru pindah hari ini. Kau mau lihat? Mereka punya anak yang seumuran denganmu," kata Masaki lembut seraya menggandeng Ichigo kecil keluar dari rumah mereka untuk menyapa tetangga baru itu.
Kurosaki Isshin, suami Masaki bekerja sebagai dokter. Tentunya pekerjaannya ada di rumah sakit. Dan baru pulang malam nanti. Jadi hampir setiap hari Masaki hanya berdua saja dengan Ichigo. Apalagi kalau Ichigo sudah berada di sekolah, Masaki hanya bisa sendirian di rumah menanti anak dan suaminya pulang satu persatu.
"Oh apa kabar. Kami dari keluarga Kurosaki. Apakah kalian baru pindah hari ini?" sapa Masaki pada seorang wanita berambut hitam pendek yang tengah memberikan instruksi pada petugas yang melayani orang-orang yang ingin pindah rumah.
"Ah ya, apa kabar Kurosaki-san. Kami dari keluarga Kuchiki. Mohon bantuannya karena hari ini kami baru pertama kali pindah," kata wanita yang bermarga Kuchiki itu ramah. Wanita itu sangat cantik. Tapi tentu bagi Ichigo wanita tercantik adalah ibunya sendiri.
"Wah, pertama kali pindah. Semoga kerasan di sini yah. Memang lokasinya sering sepi karena banyak yang bekerja, tapi kalau sore banyak juga tetangga yang keluar untuk ikut mengobrol," ujar Masaki.
"Tentu saja. Saya akan berusaha. Oh, apakah anak laki-laki yang tampan itu anak anda?" tanya wanita Kuchiki itu seraya menunjuk Ichigo kecil yang berdiri di belakang kaki Masaki.
"Ya, namanya Kurosaki Ichigo. Aku sendiri Kurosaki Masaki, kalau nama Anda?"
"Namaku Kuchiki Hisana, kalau boleh tahu, berapa umur Ichigo-kun?" tanya Hisana lagi.
"Baru enam tahun. Kalau tidak salah, aku juga melihat seorang anak yang mungkin usianya hampir sama dengan Ichigo ya tadi?"
"Anda benar. Dia putriku. Sayang, kemari sini. Kenalan dulu dengan tetangga baru kita," kata Hisana setengah berteriak.
Tak ada jawaban dari dalam rumah yang dilewati oleh beberapa orang yang sibuk memindahkan barang-barang untuk keperluan rumah mereka.
"Astaga. Anak ini sedikit pemalu. Biasanya dia lengket dengan ayahnya, tapi ayahnya sedang bekerja hari ini. Dia juga sempat marah karena mendadak pindah sekolah. Sebentar biar saya panggilkan dulu," jelas Hisana.
Dalam hati Ichigo, dia begitu penasaran, seperti apa anak itu. Ichigo saja langsung datang begitu ibunya memanggil. Kalau dia anak laki-laki pasti akan Ichigo kerjai dia nanti kalau dia nakal sih. Karena sebenarnya Ichigo bukan tipe anak nakal.
"Kaa-sama… aku malu…" lirih sebuah suara.
Masaki memegang pundah Ichigo di depannya seraya membisikkan sesuatu pada Ichigo. Ichigo tak begitu mendengar karena penasaran dengan sosok anak manja itu.
"Nah, ayo perkenalkan dirimu, ini tetangga baru kita," ajak Hisana.
Tapi anak itu langsung bersembunyi di belakang kaki ibunya seraya memeluk sebuah boneka. Tampaknya itu boneka aneh. Boneka apa itu?
"Sepertinya dia benar-benar malu," celetuk Hisana.
"Iya, dia memang pemalu. Ayo Rukia, kenalkan dirimu dulu sayang, tidak baik begitu," bujuk Hisana.
Perlahan, anak yang dipanggil Rukia itu mengintip dari kaki ibunya. Ichigo akui anak itu… jelek sekali!
Berambut pendek, matanya besar dan wajahnya terlihat aneh. Begitu mata Ichigo beradu pandang dengan gadis yang jauh lebih pendek darinya itu, anak itu langsung ketakutan dan kembali bersembunyi di belakang kaki ibunya.
"Aduh, sepertinya dia belum terbiasa. Maafkan sikapnya ya," kata Hisana tak enak.
"Tidak apa-apa. Anak kecil memang begitu, nah, kalau begitu salam kenal ya Rukia-chan… nanti kau bisa berteman dengan Ichigo…"
Berteman dengan orang seperti itu?
.
.
*KIN*
.
.
"Aku pergi Kaa-chan!"
Masaki hanya berteriak hati-hati pada anak lelakinya yang buru-buru keluar dari pintu rumahnya. Ichigo baru akan memperbaiki tali sepatunya, dia melihat anak kemarin, tetangga barunya yang masuk ke dalam sebuah mobil. Wah. Sepertinya dia anak orang kaya. Mungkin sikapnya itu bukannya pemalu, tapi sombong. Sekolah saja diantar pakai mobil. Ichigo selalu jalan kaki karena sekolahnya cukup dekat. Cuma beberapa blok dari rumahnya sendiri.
Begitu Ichigo tiba di sekolahnya, entah kenapa kelasnya mendadak ramai. Banyak murid yang berbisik-bisik sedari tadi. Tampaknya itu berita heboh. Tapi yah, yang berbisik kan Cuma anak perempuan, Ichigo dan temannya yang lain malah sibuk bermain bola kaki di belakang kelas. Memang menyenangkan bisa bermain di dalam kelas meski harus mendengar jeritan anak perempuan yang nyaris terkena tendangan bola mereka.
"Ichigo! Kento! Rui! Berhenti bermain bola di dalam kelas!" pekik wali kelas mereka. Seketika itu juga jagoan bola itu langsung diam dan menyembunyikan bola mereka di bawah meja. Maklum saja, kalau di sekolah Ichigo memang sedikit nakal, tapi dia tetap anak baik di rumahnya.
"Hari ini kita kedatangan teman baru, jadi Sensei harap kalian tidak membuat gaduh ya," kata sang Sensei hari ini. Ichigo merasakan firasat aneh.
Tetangga baru dan siswa baru yang bersamaan. Siapa ya?"
Pintu kelas pun terbuka, lalu masuklah ke dalam seorang anak perempuan berambut hitam pendek dari pintu kelas itu.
Anak itu terlihat kecil dan mungil. Dia juga tidak terlihat menarik. Bahkan terkesan sombong. Oh, dia kan…
"Namanya Kuchiki Rukia, nah Rukia-chan, kenalkan dirimu pada teman sekelasmu," kata sang wali kelas.
Anak itu hanya menunduk saja. Entah kenapa dia terlihat enggan sekali. Teman Ichigo sekelas pun mulai berbisik-bisik mengenai anak itu.
"Rukia-chan?" panggil wali kelas mereka.
"N-namaku… Kuchiki… Rukia… salam… kenal…" gumamnya terputus-putus.
Perkenalan canggung itu memang berlangsung sebentar karena sepertinya, anak itu tidak terlihat begitu bersemangat masuk kelas. Dia malah terlihat… seperti tengah frustasi karena sesuatu.
Gadis itu… kenapa?
.
.
*KIN*
.
.
Sudah seminggu sejak kehadiran tetangga baru sekaligus teman baru Ichigo itu. Tapi dia terlihat antisosial sekali. Tidak mau berbaur dengan yang lain. Dia juga lebih suka menyendiri dan pulang sekolah sendirian. Pernah satu kali, Ichigo menghampirinya untuk mengajaknya pulang bersama karena arah mereka sama. Tapi dia memandang Ichigo dengan angkuh dan langsung memalingkan wajah berjalan mendahului Ichigo. Sejak peristiwa itu, Ichigo jadi sungkan mengajaknya lagi meski ibunya sudah beberapa kali menanyakan perihal gadis tertutup yang hobi menyendiri itu. Ichigo hanya menanggapinya sekadarnya saja.
Tapi pernah beberapa kali juga, Ichigo memergoki gadis itu keluar dari rumahnya ketika sore menjelang. Dia terlihat mengendap-endap keluar dari pintu belakang rumahnya dan langsung berlari begitu cepat ketika keluar dari pagar rumahnya. Sebenarnya Ichigo penasaran dengan apa yang dilakukan gadis itu, tapi sepertinya Ichigo jadi tengsin untuk tahu. Setelah dicueki seperti itu.
Dia juga selalu membawa tas kecil di punggungnya. Sebenarnya… kemana dia?
"Ichigo! Giliranmu, ambil bolanya!" pekik Rui.
Ichigo menggerutu di dalam hatinya, kenapa dia yang selalu mengambil bola?
Hari ini pelajaran olahraga, tapi gadis Kuchiki tidak ikut. Bukan hari ini saja sih, tapi setiap saat olahraga. Apa dia tidak suka?
Sialnya bola yang ditendang oleh si bodoh Rui itu malah mental begitu jauh hingga ke belakang gedung sekolah. Katanya di belakang ini ada padang rumput. Ichigo tidak pernah ke sini. Hanya anak perempuan yang biasanya kemari untuk melihat-lihat. Itu pun suka ditakuti oleh Kento dan Rui yang menyamar jadi hewan buas.
"Hati-hati… jangan sampai tersesat lagi."
Eh? Ada orang?
Begitu Ichigo mengintip, ternyata seekor anak kelinci baru saja masuk ke dalam tanah yang berlubang itu. Dan dia…
"Kau…"
Sadar Ichigo muncul, gadis itu terkejut dan bersembunyi di belakang pohon yang tidak begitu tinggi itu. Sepertinya pohon itu baru berusia empat sampai lima tahun. Tidak begitu tinggi dan rindang. Itu kan… pohon maple…
"Hei, aku bukan hewan buas kan? Kenapa kau bersembunyi?" tanya Ichigo yang mendekati gadis itu. Rukia semakin menyembunyikan tubuhnya di belakang pohon itu. seakan tidak ingin dilihat oleh Ichigo.
"Sedang apa kau di sini?! Pergi sana!" bentaknya.
"Aku kan cuma mengambil bola. Kau ini kenapa sih? Kalau kau baik-baik saja, kenapa kau bolos pelajaran olahraga terus?" tanya Ichigo.
"Sudah kubilang pergi sana! Dasar Labu bodoh!"
Labu?
"A-apa? Kau bilang aku apa?"
Rukia mengintip dari balik pohon itu. Hanya sebagian tubuhnya, lalu ujung jarinya menarik kelopak mata bawahnya turun dan menjulurkan lidahnya dengan iseng.
"La… bu! Kepalamu seperti labu jelek!"
Ichigo geram sekali, bocah ini ternyata…
"Kau… kau berani sekali… kemari kau dasar―"
Tahu Ichigo akan mengejarnya, bocah itu langsung terlihat takut dan berlari dari sana. Ichigo baru akan kembali mengejarnya, tapi gadis itu sudah pergi lebih dulu. Larinya cepat juga. Apa alasannya tidak mau ikut olahraga?
Ahh! Bola! Gawat!
.
.
*KIN*
.
.
Ichigo penasaran sekali.
Apa yang dilakukan oleh gadis itu di sana? Apa selama ini… dia selalu ke sana?
Sore ini, Ichigo sengaja mengintip rumah Kuchiki itu. Setiap sore pasti dia kabur kan?
Dan ternyata benar, dia memang kabur. Kenapa orangtuanya tidak pernah khawatir ya?
Penasaran lagi, Ichigo akhirnya memutuskan untuk membuntuti Rukia. Dia ingin tahu apa saja yang dia lakukan di sini? Rukia terlihat tidak begitu suka dengan interaksi sosial. Selain pendiam, dia juga terlihat sombong. Wajahnya itu benar-benar membuat orang sering menilainya terlalu buruk. Siapa juga yang melihat wajah menyebalkannya itu pasti berpikiran begitu kan?
Setelah diam-diam membuntutinya, ternyata Rukia pergi ke… bukit belakang sekolah?
Sedang apa dia di sini?
Ichigo mengendap-endap supaya Rukia tidak tahu kehadirannya.
Gadis itu berhenti sejenak dan duduk di bawah pohon tadi. Sepertinya dia kelelahan. Dia kan cuma berjalan saja? Ahh, tidak juga. Dia hampir berlari ketika Ichigo membuntutinya tadi.
Setelah agak lama, Rukia berdiri dan mengambil sesuatu dari semak-semak di belakang pohon itu. Sebuah kertas dan―
"Layangan?"
"Siapa di sana?!"
Ichigo bodoh! Besar sekali suaramu!
"Siapa di sana! Penjahat ya!"
Anak itu benar-benar…
"Ini aku… aku Ichigo," kata Ichigo akhirnya.
Dia menunjukkan dirinya setelah mendapat satu lemparan kerikil dari Rukia.
"Kau? Sedang apa kau di sini?!" katanya gugup. Sepertinya dia ketakutan seperti habis ketangkap basah mau mencuri.
"Aku penasaran. Apa yang kau lakukan setiap sore? Sedang apa kau?"
"Tidak sopan! Mau apa kau tahu urusan orang lain!"
"Yah sebenarnya… oh ayolah, aku ini penasaran, untuk apa layangan itu hah?"
"Hei Labu! Kau tidak boleh tahu urusan orang lain! Pergi sana!" katanya ketus.
"Aku cuma mau membantumu kalau kau butuh bantuan, kenapa kau malah marah-marah begitu? Memangnya aku penjahat?"
"Kau memang terlihat seperti penjahat dengan rambut labumu itu!"
"Hei, dengar ya! Aku ini bukan labu! Rambutku ini memang alami begini! Baiklah, kalau kau tidak butuh bantuanku, aku pergi saja!"
Ichigo kesal sekali. Kenapa anak sekecil itu punya mulut yang begitu menakutkan. Ibunya saja tidak pernah berkata begitu menyebalkan. Dasar bocah―
"Kau tahu cara menerbangkan ini?"
Ichigo berbalik dengan tatapan bingung. Saat itu, dia melihat Rukia yang tertunduk malu sambil memainkan ujung roknya dengan gelisah. Wajahnya tidak terlihat jelas karena dia menunduk.
"Hah?"
"Aku… aku sudah seminggu ini berusaha menerbangkannya. Tapi dia tidak mau terbang… aku… tidak tahu…" katanya gugup.
Ichigo terkekeh geli. Apa-apaan gadis ini…
"Jadi selama ini kau diam-diam pergi kemari untuk menerbangkan layangan?" tebak Ichigo.
Sesaat gadis berambut hitam itu mengangguk, namun tiba-tiba wajahnya terangkat dan menatap bingung pada Ichigo.
"Kau tahu darimana aku selalu datang kemari diam-diam?"
Ichigo langsung salah tingkah. Dasar bodoh. Kenapa malah mengatakan hal begitu?!
"Su-sudahlah! Aku akan menerbangkan layanganmu. Mana?"
Rukia menunjukkan layangan yang terkapar di balik pohon maple itu.
Itu adalah layangan sederhana yang memiliki ekor yang begitu panjang. Memang sih tidak begitu besar, jadi cukup mudah untuk diterbangkan. Tapi anehnya entah kenapa ada sebuah amplop putih di sana. Awalnya Ichigo ingin melepaskannya, tapi Rukia langsung menjerit dan melarang Ichigo untuk mengutak atik amplop itu. Tak lama berselang, layangan mereka pun terbang tinggi. Rukia begitu kagum melihat tingginya layangan itu terbang.
"Wah, tinggi sekali. Pasti sampai!" serunya girang.
"Kau baru lihat yang setinggi ini?" tanya Ichigo.
"Hum! Kau hebat sekali, Ichigo!"
Ichigo menoleh sekilas ke arah Rukia yang masih berdiri di sampingnya dengan decak kagum itu. Sesaat tadi, Ichigo agak kaget karena Rukia tahu namanya. Ehm maksudnya, ingat namanya.
"Kau mau coba?" tawar Ichigo seraya mengulurkan benang layangan itu kepada Rukia.
"Ehh? Apa boleh? Aku takut… nanti talinya putus…" gumam Rukia.
"Makanya pegang erat-erat, cobalah…"
Agak ragu, Rukia menerima tali layangan itu. Awalnya kaget juga karena talinya hampir terbang terbawa angin yang cukup kencang itu. Tapi Ichigo segera menahan tali itu dengan ikut menggenggam tangan Rukia yang masih memegang tali itu. Menyadari hal itu, Ichigo jadi bertambah kikuk, tapi lain halnya dengan Rukia yang terlihat tidak terlalu peduli. Dia terlalu senang bisa memegang tali layangan itu.
"Naa, surat apa yang ada di layangan itu?" tanya Ichigo kemudian.
"Permohonan. Semakin tinggi suratnya, semakin terkabul permohonan itu."
"Hee? Kau percaya ya?"
"Tentu. Kau tidak?"
"Permohonan apa?"
"Rahasia!"
.
.
*KIN*
.
.
Dan akhirnya setiap sore mereka habiskan dengan bermain di bukit belakang sekolah itu. Perlahan-lahan, Rukia mulai membuka diri pada teman-teman Ichigo. Sudah mau menanggapi apa yang ditanyakan kepadanya. Bahkan, setiap pulang dan pergi sekolah, mereka sudah bersama. Kadang Rukia yang menjemput, kadang Ichigo. Rukia kini tak lagi diantar.
Bagi Ichigo, ini pertama kalinya dia memiliki teman seperti Rukia.
Teman yang menyenangkan. Bahkan karena hobi mereka sama jadi kemudahan untuk berteman semakin bertambah. Apalagi Rukia ternyata bukanlah orang yang dipikirkan Ichigo. Semakin kau mengenal Kuchiki Rukia, kau akan semakin tenggelam dalam diri gadis manis itu.
Hal yang tidak bisa lepas dari Rukia adalah tokoh kartun kelinci bernama Chappy itu.
Dan menurut Ichigo, itu cukup… menyebalkan kalau sudah menyangkut boneka aneh itu.
"Hmm, ternyata Ichigo berteman baik ya, dengan Rukia-chan?" ujar Masaki malam itu.
"Ehh? Rukia-chan? Kenapa dengan Rukia-chan?!" sela Isshin bersemangat, suami dari Masaki dan ayah dari Ichigo.
"Memang kenapa?" tanya Ichigo cuek.
"Tidak. Kaa-chan suka kok. Apalagi Rukia-chan anak yang baik. Kau harus menjaganya yaa…" pesan Masaki.
Menjaganya? Memang kenapa?
.
.
*KIN*
.
.
Tak terasa sudah lima tahun mereka lalui bersama. Dalam jangka waktu selama itu, baik Rukia maupun Ichigo sudah terbiasa saling berkunjung. Mereka bahkan sudah biasa bermain di kamar masing-masing. Mengerjakan pekerjaan rumah. Pokoknya, lima tahun bersama adalah hal menyenangkan untuk mereka. Apalagi setiap sore selama musim yang bagus, mereka selalu menerbangkan layangan bersama. Masih dengan surat permohonan yang tak pernah Ichigo ketahui apa isinya.
Tapi hari ini, entah kenapa surat itu berbeda dari biasanya.
Ichigo sempat bertanya itu surat kenapa berbeda, tapi Rukia hanya tersenyum saja tanpa memberikan jawaban.
"Menyenangkan sekali yaa… tak terasa sudah lima tahun…" ujar Rukia ketika mereka selesai menerbangkan layangan hari ini.
"Lima tahun lumayan singkat. Yah… masih ada tahun depan, tahun depannya lagi dan tahun―"
Ichigo berhenti melangkah ketika menyadari Rukia tak berjalan di sisinya. Ternyata gadis kecil itu berhenti melangkah dan menunduk di belakang. Ichigo berbalik dengan tatapan bingung.
"Kenapa? Ada yang tertinggal?" tanya Ichigo.
"Ichigo…" panggil Rukia.
"Hm, apa?" balas Ichigo.
"Kalau… kalau aku tidak ada, apa akan menangis?"
"Apa maksudmu?" tanya Ichigo bingung.
"Kalau aku pergi, apa kau akan menangis? Apa kau… akan menahanku pergi?"
"Kenapa aku harus lakukan itu? Bukankah kau masih ada di sini? Besok aku yang akan menjemputmu. Jadi jangan khawatir. Ayo pulang."
"Aku serius…"
"Tentu aku serius. Ahh, besok aku juga akan membawakanmu bekal. Ibuku suka sekali membuatkanmu bekal. Nah, kau mau apa? Nasi dengan mentimun seperti kesukaanmu kan?"
"DASAR ICHIGO BODOH!" pekik Rukia.
Gadis itu langsung pergi berlari mendahului Ichigo.
Hah? Apa-apaan dia itu?
.
.
*KIN*
.
.
"Tou-chan! Dimana Kaa-chan?!" pekik Ichigo seraya menuruni tangga kamarnya. Pagi ini entah kenapa dia bisa terlambat seperti ini. Hah! Ada-ada saja. Biasanya dia tidak terlambat seperti ini. Tapi semalam, Ichigo merasa aneh. Jendela kamar Rukia yang biasa menghadap ke jendela kamarnya itu tidak terbuka seperti malam-malam biasanya. Ichigo menunggu jendela itu terbuka meski sudah dia lempari kerikil dan benda kecil lainnya. Tapi tetap tidak terbuka. Apa Rukia memang sudah tidur atau bagaimana?
"Kaa-chan? Ahh~ dia ada di rumah Kuchiki, kenapa?" sahut Isshin dari arah dapur.
Memang ada apa pagi begini ada di rumah keluarga Kuchiki? Aneh.
Ichigo melirik ke arah jam lagi. Sudah terlambat, kenapa Rukia juga tak menjemputnya? Ada-ada saja!
"Tou-chan, bilang pada Kaa-chan aku pergi duluan! Sudah terlambat!" pekik Ichigo seraya memakai sepatunya dengan gerak cepat.
Rukia sudah jelas tidak menjemputnya. Pasti gadis pendek itu sudah pergi lebih dulu!
Memang kenapa sih?!
Rukia selalu begini, kalau dia mengambek pada Ichigo dia mulai mengabaikan Ichigo dan tidak merespon apapun. Benar-benar anak itu!
Sesampai di sekolah, Ichigo ingin langsung memarahi anak itu.
Tapi ditunggu hingga bel berbunyi pun, tak kunjung muncul. Sebenarnya… kemana orang itu?
.
.
*KIN*
.
.
"Sayang, Ichigo mana?" panggil Masaki dari arah pintu depan.
"Sudah berangkat barusan, ada apa?" balas Isshin.
"Sudah berangkat? Apa dia tidak tahu hari ini?"
"Memang ada apa?"
"Keluarga Kuchiki sudah mau pindah siang ini. Aku lupa memberitahunya untuk pulang cepat… bagaimana yah?" kata Masaki serba salah.
Masaki juga bingung, apa mungkin Rukia tidak memberitahu Ichigo perihal kepindahannya hari ini? Padahal mereka begitu dekat dan akrab.
Apa mereka tengah… bertengkar?
Yah sih, untuk usia sekitar mereka memang pertengkaran sering terjadi di masa seperti ini. Kadang seminggu ada tiga kali mereka bertengkar. Tapi biasanya setelah esok hari pasti semua akan kembali seperti semula. Dan hari ini…
Ada apa?
.
.
*KIN*
.
.
Dasar Kuchiki!
Apa-apaan dia malah tidak masuk!
Apa dia sakit?
Tidak, wajahnya sehat bugar kemarin, mana mungkin ada gejala sakit. Lagipula, beberapa waktu ini Ichigo jarang menemukan gadis itu terkapar sakit. Bahkan pilek sekali pun, dia masih terlihat sehat. Mana mungkin sakit alasannya.
Lalu…
Ichigo berjalan gontai menuju rumahnya. Apa yang sebaiknya dia lakukan sekarang?
Mm… sepertinya minta maaf kepada Rukia. Tapi apa salahnya?
Kini Ichigo sudah berdiri di depan kediaman Kuchiki yang tepat berada di sebelah rumahnya. Rumah itu terlihat sepi. Ahh, tidak juga. Memang selalu sepi kok.
Makanya Rukia bisa kabur semudah itu setiap sore.
Ichigo masih diam mematung di depan pintu rumah Kuchiki ini. Dia sudah memberanikan diri memencet bel rumahnya. Tidak masuk seperti biasanya. Tapi tak ada jawaban. Kini tangannya ikut menggedor di pintu kayu itu. tetap tak ada sahutan. Apa jangan-jangan semuanya sedang pergi? Pergi… alasan yang bagus.
"Eh, Ichigo? Apa yang kau lakukan di sana?"
Ichigo segera berbalik dan melihat ibunya berdiri di teras rumah Kuchiki sambil membawa belanjaan.
"Kaa-chan? Aku ingin minta maaf pada Rukia, tapi sepertinya… rumahnya kosong."
Masaki mendekati putra sulungnya itu dengan tatapan serba salah.
"Rukia tidak bilang apapun padamu?" kata Masaki lembut.
"Tidak. Bahkan hari ini dia tidak masuk sekolah," jelas Ichigo.
"Kalian bertengkar?"
"Aku… tidak tahu. Rasanya kami tidak sedang bertengkar. Tapi mungkin dia marah padaku karena suatu hal, ada apa, Kaa-chan?"
"Kuchiki… baru saja pindah tadi. Kaa-chan sudah bilang untuk menunggumu pulang, tapi Rukia… tidak bilang apapun…"
Ichigo terdiam.
Rukia… pindah?
Apa Rukia… benar-benar marah padanya?
.
.
*KIN*
.
.
TBC
.
.
Holaa minnaa ehehehe…
Wah tunggu! Tunggu! Jangan pada ngamuk, ini cuma 2shoot kok, paling banyak 3shoot deh ehehehe…
Yak fic ini terinspirasi dari ost-nya Habibie dan Ainun, juga mengenai kisah cinta mereka ehehehe terus plotnya saya ambil dari gambar profil- FFn saya saat ini kalo ada yang nyadar ehehhe…
Hhm, bukannya tanpa alasan saya gak pernah nongol lagi. Awalnya memang wb, kemudian masalah datang silih berganti, saya bahkan ngerasa percuma banget nulis selama ini pengen berenti tapi saya udah terlanjut cinta mati sama ffn, jadi gak mau banget kalo mesti berenti. Jadilah saya menjernihkan pikiran dulu sama buat onehoot atau 2shoot kayak gini, tapi kayaknya malah tambah hancur yaa udah lama gak nulis…
Hm, kalo ada yang gak suka sama tulisan saya, atau gak suka sama sayanya langsung, ya saya gak bisa maksa apapun. Itu hak kalian untuk suka atau tidak pada saya. Karena inilah saya. Saya gak bisa dipaksa untuk mengikuti apa mau kalian. Baiklah, lupakan yang ini, Cuma curhat yang gak kesampaian aja ehehehe.
Jadi apakah ada yang berminat dilanjutkan?
Bolee reviewnya?
Jaa Nee!
