Peringatan :-
Chapter :1
Judul :-
Benua Elemental, Fire Nation.
Fire Nation hanyalah satu di antara sekian banyak negara yang ada di benua Elemental. Itu bahkan hanya di anggap sebagai Negara kecil yang tak layak di perhitungkan jika di bandingkan dengan Negara-negara yang ada di sekitarnya.
Di benua Elemental, akademi dan perguruan tinggi sangat berpengaruh melebihi kekuasaan Negara-negara sekalipun. Suatu Negara di anggap kuat di lihat dari kualitas dan kuantitas akademinya. Pada akhirnya, perguruan tinggi adalah entitas yang bahkan jauh lebih tinggi daripada Negara. Suatu perguruan tinggi dapat mengatur wilayah yang sangat luas yang bahkan lebih luas dari suatu Negara. Tak jarang bahkan suatu Negara bernaung di bawah kekuasaan sebuah perguruan tinggi. Kini kau dapat membayangkan betapa besar pengaruhnya akademi dan perguruan tinggi di tanah ini.
Kita kembali ke Fire Nation, di suatu provinsi di Fire Nation tersebutlah sebuah kota yang bernama Konoha. Konoha adalah rumah bagi beberapa klan kecil beserta ribuan warganya, salah satu klan ini adalah klan Namikaze.
"Dentang!"
"Dentang!"
"Dentang!"
Jam besar yang terletak di bangunan utama mansion Namikaze berdentang keras sebanyak enam kali. Di salah satu rumah yang ada di mansion Namikaze, seorang pemuda berusia 10 tahun masih meringkuk di dalam kamarnya.
"Naruto! Cepat bangun sudah jam 6 pagi!" Seorang perempuan paruh baya berambut merah masuk ke kamar Naruto dan mencoba membangunkan anaknya dengan teriakan. Perempuan ini adalah Namikaze Kushina ibu dari sang tokoh utama kita yang masih meringkus di tempat tidur, Namikaze Naruto.
"Iya ibu aku bangun.." Naruto membuka matanya dengan malas, terlihat iris biru safir yang indah di balik kelopak mata yang baru terbuka tersebut. Sementara rambut pirang Naruto terlihat masih acak-acakan. Bahkan dengan kondisi seperti itu, aura ketampanan masih memancar dari diri Naruto, meski baru bangun tidur sekalipun. Yah, Naruto memang pemuda yang tampan sih.
"Setelah mandi cepat turun ke bawah untuk sarapan!" Kushina lalu pergi meninggalkan Naruto yang masih mengumpulkan nyawanya yang belum lengkap. Setelah itu ia mengambil handuk yang tersampir di gantungan baju di dekatnya dan menuju kamar mandi.
.
.
.
Setelah memastikan dirinya cukup rapi dan wangi Naruto lalu turun ke meja makan yang ada di lantai 1 rumahnya, kamar Naruto sendiri terletak di lantai 2.
"Pagi, ayah." Sapa Naruto pada ayahnya yang telah duduk di seberang meja makan.
"Hmm, pagi Naruto." Balas pria dengan ciri fisik mirip seperti Naruto. Pria tersebut adalah Namikaze Minato, ayah Naruto.
"Pagi nii-san." Seorang gadis kecil berambut merah menarik sebuah kursi dan duduk di sebelah Naruto. Gadis kecil ini adalah Namikaze Karin, adik Naruto. Usianya baru 7 tahun saat ini.
"Pagi Karin. Di mana ibu?"
"Masih di kamar mandi, sebentar lagi juga ke sini." Jawab Karin.
"Tap!"
"Tap!"
"Tap!"
Suara langkah kaki terdengar mendekat, setelah itu Kushina muncul dengan penampilan yang sudah rapi. "Baiklah, semuanya. Ayo makan."
"Ittadakimasu."
.
.
.
Selesai makan, Naruto langsung menuju lapangan latihan klan Namikaze. Di sana ramai terlihat anak-anak dan muda-mudi klan Namikaze yang berlatih sihir maupun beladiri lainnya. Ya, sihir adalah kemampuan yang lumrah di dunia ini. Tanpa sihir jangan harap kau akan di hormati.
Sesampainya di lapangan, Naruto melakukan pemanasan untuk merenggangkan tubuhnya. Sesekali ia juga berlari-lari kecil mengelilingi lapangan.
"Percuma saja kau berlatih, Naruto. Tekanan sihirmu sangat lemah, kau takkan mungkin menjadi seorang penyihir sejati. Paling-paling kau akan berakhir menjadi petugas toko di pasar. Hahaha." Seorang anak bertubuh gemuk berdiri di pinggir lapangan dan mengejek Naruto. Anak ini adalah Hyoujiro, cucu dari salah satu elder(tetua) klan Namikaze. Usianya sebaya dengan Naruto.
"Tekanan sihir bisa berkembang seiring berjalannya waktu dan seberapa besar usahamu. Aku akan membuktikan kalau aku bisa melampaui kalian semua dengan kerja kerasku!" Ucap Naruto mantap membalas hinaan Hyoujiro.
Memang beberapa hari yang lalu ketika pemeriksaan tekanan sihir di adakan. Tekanan sihir Naruto adalah yang paling lemah di antara anak-anak yang lain, yaitu Basic tahap 1. Itu adalah tingkatan yang paling rendah. Dan biasanya orang-orang seperti itu di anggap tidak berbakat dan akan sulit untuk menumbuhkan tekanan sihirnya lebih jauh. Namun Naruto adalah anak yang pantang menyerah dan juga tekun. Ia tak peduli itu semua dan terus berlatih dan berlatih.
"Cih, kakek Arashi hanya bisa menghasilkan keturunan lemah seperti ini. Tunggu saja kelak posisi kepala klan akan jatuh ke keluarga kami." Hyoujiro tertawa mengejek.
Kakek Hyoujiro –Hyouji- dan kakek Naruto –Arashi- adalah saudara. Dulu mereka bersaing untuk memperebutkan posisi kepala klan. Namun, pada akhirnya posisi kepala klan jatuh ke tangan Arashi. Hal ini menimbulkan dendam dan sakit hati pada Hyouji. Akibatnya anak keturunan mereka selalu berseberangan satu sama lain. Dalam klan Namikaze, posisi kepala klan adalah berdasarkan yang terkuat, paling banyak kontribusinya, dan di pilih oleh mayoritas anggota klan Namikaze. Kekuatan selalu menduduki tempat pertama dalam persyaratan, siapa yang terkuat maka dia layak untuk menjadi kandidat kepala klan selanjutnya.
"Keturunan kakekku bukan orang yang lemah. Tekanan sihirku mungkin lemah saat ini, tapi bukan berarti kau lebih baik dariku dalam segala hal!" Nada Naruto agak tinggi ketika Hyoujiro menyinggung keturunan kakeknya sebagai orang yang lemah.
"Cih, sekali sampah tetap sampah." Hyoujiro mendecih lalu mencoba menendang dada Naruto.
"Tap!" Namun sayang Naruto dengan sigap menangkap kaki Hyoujiro yang hendak bersarang di dadanya dan sebagai gantinya lalu melayangkan pukulan lurus ke perut penuh lemak Hyoujiro.
"Buaagh!"
"Aargh!" Hyoujiro terjatuh dan menjerit kesakitan di tanah. Mendengar suara ribut-ribut anak-anak lain yang sedang berlatih lalu berhenti dan berkerumun di sekitar Naruto dan Hyoujiro. Seketika suasana menjadi lebih ramai.
"Apa yang terjadi, -astaga! Hyoujiro, apa yang terjadi padamu?!" Seorang anak laki-laki bertubuh tinggi tegap menghampiri Hyoujiro.
"Kakak Hyouren, Naruto yang melakukan ini padaku." Seru Hyoujiro sambil mengadu kesakitan. Laki-laki yang menghampiri Hyoujiro ini adalah Hyouren, kakak Hyoujiro. Usianya saat ini adalah 12 tahun.
"Sialan kau, Naruto. Kau sampah berani melakukan ini pada adikku. Rasakan ini!" Hyouren meraung marah, lalu melancarkan serangan taijutsu yang dilapisi dengan sihir penguat tubuh.
"Bak!"
"Buk!"
Naruto menangkis serangan demi serangan yang dilancarkan oleh Hyouren. Namun karena perbedaan postur tubuh serta Hyouren yang melapisi setiap serangannya dengan sihir membuat Naruto kewalahan.
"Braak!"
"Ugh!" Naruto melenguh dan terdorong jatuh ke tanah. Sekujur tangannya membiru, sementara setitik darah keluar dari sudut bibirnya. Sementara itu tak ada satupun anak-anak lainnya yang berani melerai perseteruan ini.
Ketika Hyouren hendak melancarkan serangan lagi, sebuah seruan menghentikannya.
"Cukup, hentikan!" Sosok perempuan berambut pirang di ikat ekor kuda berdiri di hadapan Naruto, menghalangi Hyouren yang hendak melancarkan serangan selanjutnya. Perempuan ini adalah Naruko, sepupu dekat Naruto. Usianya sebaya dengan Hyouren.
"Cih, minggir Naruko! Atau aku akan menghajarmu juga!" Seru Hyouren pada sosok perempuan di hadapannya yang tak lain adalah Naruko, sepupu dekat Naruto.
"Coba saja kalau kau berani. Apa kau lupa siapa yang terluka ketika menantangku terakhir kali?" Balas Naruko tak kalah sengit.
Mendengar ini wajah Hyouren tampak tidak enak untuk di lihat, namun itu tak lama sebelum ia berseru. "Tapi Naruto telah menyerang adikku!" Hyouren masih tak mau kalah.
"Itu karena adikmu menyerangku duluan!" Naruto berseru.
"Bohong kak, Naruto-lah yang menyerangku terlebih dulu." Sementara Hyoujiro menampik.
"Kenapa tidak kita tanyakan saja pada yang lainnya. Hei, kau, Apa kau tahu siapa yang menyerang duluan?" Naruko bertanya pada salah satu anak.
"I-itu, aku tidak melihatnya. Naruko-neesan." Jawab anak tersebut dengan terbata-bata, sepertinya dia takut akan sesuatu.
Naruko lalu menanyai anak-anak lainnya, namun semuanya menjawab sama.
"Cih, mereka pasti tidak berani menjawab jujur." Batin Naruko kesal.
"Begini saja, karena kita tidak tahu siapa yang jujur atau dusta. Kita akhiri permasalahan ini sampai di sini." Hyouren menyeringai licik, ini bagian dari taktiknya untuk melepaskan diri setelah puas menghajar Naruto.
"Cih, ini pasti hanya akal-akalanmu saja untuk melarikan diri setelah menghajar Naruto, iya kan? Apa kau tidak malu, Hyouren. Menghajar anak yang usianya lebih muda darimu?!" Naruko tak mau melepaskan masalah ini begitu saja setelah adik sepupunya di hajar seperti ini.
Tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundak Naruko. "Sudahlah, kak Naruko. Masalah ini biarlah sampai di sini, percuma kita berseteru dengan duo racun itu." Naruto bergumam lembut, lagipula ia juga tak enak apabila Naruko terus-terusan membelanya.
Naruko yang mendengar ini ragu-ragu sejenak, sebelum kemudian mengangguk lalu berbalik dan berkata ke arah Hyouren. "Kali ini aku akan melepaskanmu, Hyouren. Tapi lain kali kau memperlakukan Naruto seperti ini lagi, aku akan membuatmu menyesal seperti sebelumnya!"
"Tunggu saja suatu saat aku akan mengalahkanmu, Naruko! Dan untukmu, Naruto. Apa kau tak malu berlindung di balik punggung seorang gadis. Cih, memang dasar sampah!" Setelah berkata demikian Hyouren lalu berbalik sambil membawa Hyoujiro pergi.
Setelah Hyouren dan Hyoujiro pergi, kerumunan itupun bubar sedikit demi sedikit. Namun samar-samar terjadi perbincangan di antara mereka.
"Iya-ya, apa Naruto itu tidak malu ya berlindung di balik punggung seorang perempuan?"
"Dia kan, lemah. Wajar saja demikian."
"Sungguh memalukan klan kita saja."
Walau ucapan tersebut di ucapkan secara bisik-bisik, namun tetap saja Naruko dan Naruto masih dapat mendengarnya. Namun tak ada yang dapat mereka lakukan. Sebagai gantinya Naruto berjalan cepat meninggalkan lapangan latihan, meninggalkan Naruko di belakang.
"Tunggu, Naruto!" Seru Naruko ketika melihat Naruto yang berjalan cepat meninggalkan lapangan latihan. Namun Naruto tak mengubrisnya dan terus berjalan.
Tujuan Naruto saat ini adalah rumah. Untungnya, rumahnya saat ini sedang sepi. Kelihatannya semua penghuni rumah sedang beraktivitas di luar. Naruto segera menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya yang kotor, setelah berganti baju ia lalu merebahkan tubuhnya di kasur dan merenung.
"Kenapa? Kenapa aku sangat lemah?" Naruto terus menerus memikirkan hal ini dalam hatinya. Awalnya ia menerima dengan lapang dada ketika mengetahui bahwa tekanan sihirnya sangat lemah bahkan merupakan tekanan sihir yang paling rendah. Namun lama kelamaan ia tak tahan dengan segala hinaan dan cacian yang ia terima. Puncaknya adalah yang terjadi pagi ini, kalau saja ia tak lemah mungkin Hyoujiro tak akan menghinanya dan dia tak akan memukulnya yang mengakibatkan Hyouren menghajarnya habis-habisan.
"Kuso..kenapa!" Saking kesalnya tanpa sadar Naruto berteriak sambil memukul-mukul kasur.
Tap
Tap
Tap
Suara derap langkah kaki berjalan cepat menuju kamar Naruto.
"Naruto-niisan, ada apa? Kenapa kau berteriak tadi?" Suara melengking gadis kecil yang khas terdengar di telinga Naruto.
"Astaga, Karin! Apa yang kau lakukan di sini?" Naruto tergagap kaget ketika Karin membuka pintu kamarnya dengan tiba-tiba dan berteriak nyaring.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, Naruto-niisan. Aku sejak tadi ada di rumah. Bukankah tadi niisan sedang berlatih di lapangan, kenapa kembali begitu cepat?" Karin bertanya balik.
"Aah, itu. Kakak tadi sedikit ceroboh dan mengalami kecelakaan saat berlatih. Makanya kakak pulang terlebih dahulu." Naruto membuat alasan untuk menutupi kebohongannya.
"Lalu, kenapa kakak tadi berteriak?" Karin kembali bertanya.
"Itu.. kakak hanya sedang kesal saja." Gumam Naruto pelan, ada nada sedih di dalamnya. Naruto lalu merebahkan kembali tubuhnya di kasur, sementara Karin duduk di sebelahnya.
"Apa yang membuat kakak kesal?"
"Ugh, soal itu.." Naruto berhenti sejenak, sebelum memutuskan untuk menceritakan tentang masalah yang selama ini menganggunya. "Kau tahu kan kalau tekanan sihir kakak ini lemah sekali, bahkan merupakan tekanan sihir yang paling rendah."
"Um, Karin tahu. Jadi apa itu yang membuat kakak bersedih? Karena tekanan sihir kakak yang lemah?"
"Ya, itulah yang membuat kakak kesal dan sedih akhir-akhir ini."
"Kakak, kakak tidak usah terlalu bersedih. Tekanan sihir yang lemah bukan berarti kita lemah. Lagipula dengan usia kakak sekarang tekanan sihir kakak masih bisa berkembang. Bukankah itu yang selalu di katakan ayah dan ibu kepada kita?" Karin perlahan-lahan mengingatkan Naruto akan nasihat yang selalu di berikan oleh Minato dan Kushina.
"Kau benar, Karin. Tapi tetap saja, terkadang kakak selalu kepikiran. Apalagi anak-anak di luar sana sering menghina kakak." Naruto membalas dengan lesu.
Karin diam sejenak, kemudian mengeluarkan sebuah buku. "Kak, aku ada sesuatu yang bagus untukmu. Ini ambillah!"
Naruto lalu bangkit dari tidurnya lalu menerima sebuah buku yang di sodorkan adiknya tersebut.
"Buku apa ini, Karin?"
"Hehe, itu adalah buku yang sangat menginspiratif. Aku menemukannya di kolong meja saat bersih-bersih rumah. Di dalam buku itu terdapat berbagai kisah tentang orang-orang yang awalnya lemah menjadi kuat karena gigih berlatih. Cobalah kakak baca, aku saja sampai termotivasi oleh buku ini." Jelas Karin panjang lebar.
"Apapun yang terjadi Karin akan selalu menyayangi Naruto-niisan." Ujar Karin lalu memeluk Naruto. "Jadi Karin harap Naruto-niisan tidak akan pernah menyerah demi Karin, ayah, serta ibu. Karena pantang menyerah adalah motto kita sebagai klan Namikaze." Lanjutnya lagi.
Mendengar kata-kata Karin entah mengapa kesedihan yang semula bercokol dalam hati Naruto lenyap seketika dan tergantikan oleh sebuah semangat yang baru.
"Hn, niisan berjanji tak akan pernah menyerah. Walau saat ini niisan lemah, tapi dengan kerja keras dan ketekunan niisan pasti akan berhasil. Terima kasih Karin telah membuat niisan tidak bersedih lagi." Naruto mengangguk mantap penuh keyakinan.
"Tentu, niisan. Bukankah itu yang seharusnya di lakukan oleh sesama saudara. Saling mendukung satu sama lain. Baiklah kak aku pergi dulu, ibu tadi menyuruhku untuk mempersiapkan bahan masakan di dapur." Karin lalu pamit dan meninggalkan kamar Naruto.
"Baiklah."
Setelah kepergian Karin, Naruto beranjak dari tempat tidurnya dan menuju meja baca yang terletak di sudut ruangan. Ia melirik sekali lagi judul yang tertera di sampul buku yang di berikan Karin tersebut sebelum membacanya. Di sana tertulis 'Legenda penyihir pemberani by Jiraiya'.
"Heh, judulnya cukup menarik." Naruto lalu menghabiskan hari itu dengan membaca sampai habis buku tersebut. Kali ini tidak ada lagi kesedihan dan raut putus asa di wajahnya, tergantikan oleh tekad dan semangat yang kuat.
.
.
.
TBC
Hai para pembaca, ini adalah fanfic pertama saya di fandom crossover Naruto + High School DxD. Semoga kalian menyukainya :D. Saya mengharapkan review dari kalian, serta kritik dan saran(terutama dari segi alur cerita, ejaan dan tata bahasa, dll). Semoga kalian suka dan selamat menunggu untuk chapter selanjutnya :).
