Naruto belongs to Masashi Kishimoto

A SasuSaku's Fanfiction by

Bang Kise Ganteng

Warning!

Au, ooc, typo, misstype, hurt/comfort, romance, etc.

Say Hello to Destiny

(remake)

.

.


^^Happy Reading^^


.

.

Narita Arp. Terlihat ramai dengan hilir mudik orang yang berlalu lalang. Di tengah hiruk-pikuk orang-orang, terlihat seorang pria bermasker sedang mengangkat papan putih dengan nama 'Uchiha' lengkap dengan lambang kipasnya.

Seorang lelaki dengan tubuh jangkung melangkah dengan ringan menuju pria bermasker tadi. Dari mana saja dia, fikirnya. Masalahnya, pria ini sudah menunggunya selama dua jam penuh di sini. Dan yang paling menyebalkan adalah sang Pria masih bisa tersenyum damai setelah membuatnya menunggu lama.

"Lama.," gumamnya lantas pergi meninggalkan pria tadi dengan supirnya yang tengah mengangkat koper-koper miliknya.

0O0

"Okaerinasai, Sasuke-kun."

Wanita paruh baya dengan wajahnya yang awet muda tengah menyambut putra bungsunya yang diketahui bernama Sasuke tadi dengan hangat. Tak lupa ia memeluk erat serta mencium sang Anak dengan penuh haru guna melepas rindu. Wajar saja, karena mereka sudah tujuh tahun tak bertemu. Ya, itu disebabkan Sasuke yang tinggal di London bersama kakeknya, Madara.

"Kaa-san, berhenti menciuminya terus," tegur seorang laki-laki berambut raven, berbeda dengan adiknya yang mencuat bak chiken butt, yang satu ini lebih panjang dan diikat di sisi bawahnya.

"Ah, maafkan, Ibu," Mikoto—ibu dari Uchiha bersaudara—terlalu terbawa suasana sampai-sampai tak melepaskan pelukan mautnya dari sang Buah hati sedari tadi. Saking senangnya, ia sampai lupa bahwa putra bungsunya itu perlu istirahat setelah sampai ke Jepang. Membersihkan tenggorokannya, Mikoto lanjut berbicara, "Ayo, ayo, Sasuke-kun. Sebaiknya kau istirahat dulu. Ibu akan buatkan makanan kesukaanmu nanti."

"Hn," jawab Sasuke dengan gumamannya yang memiliki sejuta arti. Sedangkan Mikoto dan Itachi hanya bisa geleng kepala melihat perubahan Sasuke. Ya, Sasuke sudah berubah. Dia sudah bukan bocah kecil yang manja dan riang seperti dulu.

.

.

Sasuke masuk ke kamarnya. Masih tetap sama, batinnya. Wanginya, warna dindingnya, bahkan foto-fotonya tujuh tahun silam masih terpajang rapi di dinding kamarnya. Ibunya pasti rajin menyuruh orang untuk membersihkan kamarnya secara rutin.

Tungkainya berjalan mendekat ke ranjang king size miliknya. Bahkan ibunya masih menggunakan bed cover dengan gambar Barcelona. Ia terkekeh dalam hati. Itu adalah klub sepak bola yang ia sukai. Bahkan ia sampai rela terlambat pergi kesekolah karena menonton bola sampai jam empat pagi bersama Itachi dan Fugaku.

Sasuke rebahkan tubuh kekarnya di kasur. Memandangi plafon kamar miliknya. Itu dulu. Dulu. Sebelum ia ikut dan tinggal bersama kakeknya di Inggris.

Uchiha itu adalah tipe orang-orang berperangai keras, termasuk Madara. Dia diajarkan disiplin dan pekerja keras. Saat Sasuke mengeluh tentang sesuatu yang memberatkannya, maka Madara selalu memutar otak untuk membuatnya melakukan apapun. Termasuk bagaimana caranya egois.

Ia lelah dengan semua itu. Jadi, pemuda itu memilih menutup matanya dan terlelap ditelan mimpi baru yang mungkin akan lebih menyenangkan dari mimpi sebelum-sebelumnya.

=0=0=0=

Hening.

Di ruangan itu hanya terdengar dentingan logam yang beradu dengan piring. Salah satu peraturan tak tertulis di keluarga Uchiha; berbicara ketika sedang makan adalah hal yang tabu.

Selesai makan, Mikoto pergi ke dapur untuk mengambil beberapa makanan pencuci mulut yang telah ia buat. Sedangkan para pelayan di rumahnya mulai mengutipi piring kotor dan segera kembali ke dapur setelah memberi hormat kepada majikannya.

Tak lama kemudian Mikoto datang dengan dua orang pelayan dengan nampan di tangan mereka. Sasuke mendengus ketika melihat beberapa aneka pencuci mulut yang ada dimeja makan.

"Ibu terlalu berlebihan," ujarnya sambil mencomot pie-apple-susu di depan Itachi.

"Hm, ini tak berlebihan, kok," ucap Mikoto sambil melihat aneka pencuci mulut yang ada di atas meja. "Ini juga 'kan untukmu, Sasu-chan. Ayo dimakan."

Sang Kepala keluarga, Fugaku hampir saja terkekeh geli melihat tingkah istrinya yang tak berubah, padahal mereka sudah berumur kepala lima. Namun tetap saja ia harus menjaga image seorang kepala keluarga Uchiha, apalagi didepan ke dua putranya yang sudah beranjak dewasa.

Berdehem sejenak, Fugaku menatap Sasuke. Mematri lekat-lekat sang Anak yang kini sedang dimanjakan oleh istrinya.

"Ayah sudah mendaftarkanmu di sekolah baru. Kau bisa langsung masuk besok."

"Kurasa Sasuke masih perlu istirahat, Ayah," Itachi menyahut. "Ah, maaf aku selesai lebih dulu. Masih ada beberapa tugas yang harus aku kerjakan." Fugaku mengangguk singkat.

"Kurasa Itachi-kun benar. Sasuke masih perlu banyak istirahat," Mikoto menatap wajah putra bungsunya yang tengah memakan salad buah. "Sebaiknya kau masuk lusa saja, ne, Sasuke-kun. Ibu 'kan masih kangen~" Lanjutnya kemudian sambil mengelus kepala putranya.

"Baiklah."

"Hn," Ia memberikan senyum tipis kepada Ibunya. "Kalau begitu aku mau tidur dulu. Selamat malam," ujarnya sambil berlalu.

=0=0=0=

Tokyo sudah banyak berubah semenjak terakhir kali ia meninggalkannya. Jika dulu kota ini tak begitu dipadati dengan gedung-gedung pencakar langit maka sekarang di setiap jalan yang ia lalui maka akan ditemukan gedung-gedung besar.

Ia tak menggunakan mobil mewahnya saat ini. Ia hanya berjalan kaki. Ini sudah pukul tiga sore, dan langit tampak tak bersahabat lagi.

Ke mana perginya matahari yang memayungi kota Tokyo tadi?

Karena tak kuat menahan dahaganya, Sasuke memilih mampir ke minimarket terdekat. Membeli minuman dan beberapa soda untuk simpanannya di rumah. Entah berapa lama waktu yang dihabiskannya, sehingga tak sadar di luar hujan mulai mengguyur kota kelahirannya. Sasuke berdecak kesal, seharusnya ia tadi langsung pulang ke rumah.

Jadi Sasuke memilih menunggu di depan emperan minimarket tadi. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Banyak orang yang singgah di tempat yang sama dengannya guna berteduh dari guyuran air hujan. Sasuke mulai merasa tak nyaman dengan sekitarnya, tentu saja. Ia sangat tak suka keramaian, apalagi sekarang ini banyak gadis-gadis yang menggerling genit kepadanya lalu terkikik tak jelas. Sasuke mendengus kesal. Tidak di London tidak di Jepang, semua gadis pasti akan begitu.

Lalu matanya bergulir memandang seorang gadis yang baru saja berdiri di sampingnya. Dia melirik sang Gadis melalui ekor matanya, gadis itu tampak sedang mengibaskan rambut panjangnya yang sedikit lepek karena air hujan. Pink, huh. Sasuke mendengus. Tak menyangka jaman sekarang masih ada saja gadis dengan rambut nyentrik begitu. Norak!

Ia melirik sedikit ke arah gadis tadi dan tertegun. Gadis di sampingnya ini begitu cantik, dengan bulu mata lentik, hidung mancung dan bibir mungilnya yang berpoles lipgloss sewarna dengan rambutnya. Tidak norak juga, batinnya sekali lagi sambil tersenyum kecil.

Tapi ada yang aneh dengan dirinya saat ini, gadis itu seolah menjadi magnet, yang membuat ia terus menerus menarik perhatian Sasuke untuk menatapnya. Dadanya sedikit berdegub, ketika melihat penampilan gadis ini. Dress putih selututnya dengan sepatu pants. Sangat cocok dikenakannya. Pandangannya naik, mematri wajah gadis itu. Kulitnya yang seputih porselen, dengan manic viridian yang tampak kosong. Eh?

Belum selesai dengan keterkejutannya, sebuah limousine hitam berhenti di depannya. Seorang pelayan— kalau ia tidak salah—ke luar membawa payung untuk gadis di sampingnya. Sang Gadis hanya diam dan berjalan pelan ke arah pintu penumpang. Lalu mobil tersebut membelah jalanan di bawah tetes-tetes air hujan yang mulai reda.

Sasuke kembali memacu langkah, mengerahkan dengan pelan kakinya menuju rumah sambil mengingat setiap detail wajah gadis tadi. Dan kini baru dia sadari satu hal. Gadis itu tak menatapnya sepanjang ia berdiri di samping Sasuke.

Tidak, walau hanya sekejap. Entah mengapa Sasuke sedikit kecewa dengan kenyataan itu.

=0=0=0=

"Sasuke Uchiha, desu."

Sasuke memperkenalkan diri di depan seluruh murid yang akan menjadi teman sekelasnya mulai dari hari ini. Onyx-nya menatap satu persatu siswa sampai berhenti karena mendapati makhluk orange yang begitu bersemangat menatapnya.

"Kau bisa duduk di depan Uzumaki, Uchiha-san."

Mitarashi Anko, menunjuk salah satu bangku kosong di depan pria yang masih menatap Sasuke. Pemuda tersebut mengernyit heran saat melihat Sasuke duduk di bangku depannya dengan wajah tak acuh.

Baru saja ia ingin bertanya, namun suara Mitarashi Anko sang Guru biologi kembali mengudara.

0O0

Sasuke menatap jengah pria bersurai nyentrik di depannya. Bel istirahat telah berbunyi sekitar 10 menit yang lalu, dan selama 10 menit itu pula pemuda di hadapannya ini menatapnya.

Kadang ia mengernyitkan alis, mengelus dagu dan bla bla bla…Semua gerak-geriknya terlihat konyol di mata Sasuke.

"Kau tidak mengenalku?"

"Tentu, baka-dobe," ucapnya ketus.

"Hwaa… benarkah? Benarkah?"

Sasuke lebih memilih membuang pandangannya ke luar jendela, membiarkan pertanyaan Naruto Uzumaki menguap entah ke mana. Dan itu merupakan hal yang tepat, karena sekarang ia melihat sosok pink diantara hijaunya daun.

Itu gadis yang ia temui kemarin sore.

Tak tahu kenapa Sasuke sangat senang menerima kenyataan bahwa gadis itu bersekolah di tempat yang sama dengannya. Di Konoha Gakuen.

Ia terus menatap gadis itu sampai sadar bahwa sang Gadis tidak sendirian. Ada gadis lain yang menemaninya. Gadis berambut merah darah dan menggunakan kacamata berframe senada dengan warna rambutnya.

"Kau tertarik dengannya?"

Naruto berkata tanpa mengalihkan perhatiannya dari Sasuke, membuat Sasuke sadar bahwa ia tidak sendirian di kelas ini.

"Yang berambut pink? Atau merah?" Pemuda di depannya lagi-lagi bertanya walau masih tak diacuhkan Sasuke.

"Jangan mendekatinya!" Sasuke terkejut saat tiba-tiba suara Naruto naik beberapa oktaf.

"Apa urusanmu?" Sasuke bertanya sarkastis sambil bersedakap dada. Ia belum mengalihkan pandangannya dari gadis berambut pink di luar sana.

"Aku hanya memberi tahu," Naruto kembali menyandarkan punggung pada kursi, "Dia gadisnya Gaara. Kau akan mendapat masalah jika berurusan dengannya."

Sasuke mengangkat sebelah alisnya. Tampak tertarik. Sudut bibir pemuda itu terangkat sedikit. "Mungkin kau benar, aku tertarik dengannya," Naruto sedikit kurang mengerti maksud teman lamanya itu. Ia menatap Sasuke yang masih tidak mengalihkan pandangannya dari gadis berambut pink di luar sana. "Jadi siapa namanya?"

"Namanya Sakura Haruno dan kuingatkan jangan mendekatinya apalagi jatuh cinta padanya. Aku berbicara sebagai seorang sahabat. Aku tak ingin kau berada dalam masalah," Sasuke mengernyitkan alis ketika mendengar nada tidak suka dari perkataan sahabat lamanya itu.

"Aku hanya bilang tertarik dan bukan mencintainya," ucapnya. Tapi aku rasa aku sudah jatuh cinta padanya sejak saat itu.

Jadi… Apa sebutan yang tepat untuk itu? Cinta pada pandangan pertama? Atau, cinta di bawah hujan!

Hei, Sakura Haruno?

Sakura bukannya tidak sadar bahwa dua orang pria yang di atas tadi terus-menerus menatapnya. Ia hanya pura-pura tidak tahu. Beruntunglah Karin langsung menariknya pergi dari tempat itu beranjak ke kelas.

=0=0=0=

Sasuke membolak-balikan buku fisikanya. Pemuda itu telah mempelajari setiap bab dalam buku ini sebelum ia masuk ke sekolah KoGa. Madara dengan rutin membelikannya buku pelajaran agar cucunya tersebut juga bisa belajar layaknya anak sekolah pada umumnya.

Di London, Sasuke hanya home schooling selama beberapa bulan setelah ia mengusai semua materi dengan baik.

Pikiran pemuda itu sedang tidak berada di tempatnya sekarang. Mengawang-awang entah ke mana. Ada sesuatu yang mengganggunya karena perkataan Naruto tadi siang.

"Aku hanya tak ingin kau berada dalam masalah, Sasuke."

Sasuke benar-benar tidak mengerti atas perkataan sahabat lamanya itu. Lelaki itu beranjak dari meja belajarnya. Membuka pintu yang menghubungkan kamarnya dengan balkon. Pikiran-Pikiran aneh tentang gadis yang beberapa hari lalu ia temui berseliweran di benaknya.

Sasuke menutup dengan kasar pintu balkon sebelum merebahkan diri di kasur. Lebih memilih untuk tenggelam di alam mimpinya.

.

.

.

"Gaara-kunh~"

Sakura melenguh saat Gaara tak henti-hentinya melumat bibirnya. Gadis itu sedikit menepuk bahu Gaara agar setidaknya kekasihnya itu melepaskan tautan bibir mereka barang sejenak.

Gaara memeluk penuh protektif tubuh mungil kekasihnya setelah sebelumnya melepaskan ciuman mereka. Pemuda itu menumpu dagunya di bahu Sakura yang masih tertutupi seragam sekolah.

"Aku merindukanmu! Kau jadi gadis yang baik 'kan selama aku pergi?" Gaara melepaskan pelukannya dan menatap tajam manik viridian di depannya. Sakura memaksakan seulas senyum sambil mengangguk pelan. Gadis itu menggeliat tak nyaman saat Gaara memeluknya lagi.

"Gaara-kun, aku harus pulang."

"Kau akan menginap di sini!" Sakura tahu perkataan Gaara adalah mutlak untuknya. Jika pria itu telah mengeluarkan perintahnya, maka tidak ada jalan lain selain menurutinya.

=0=0=0=

Mentari pagi mulai menyembul malu-malu dari peraduannya. Kicauan burung-burung ikut menandakan bahwa hari ini adalah hari yang baik untuk memulai aktivitas.

Namun sepertinya tidak untuk pemuda yang masih bergelung nyaman dalam selimutnya saat ini. Uzumaki Naruto tampak tidak memerdulikan teriakan sang Ibu yang sudah memanggilnya sejak tadi. Malah remaja berumur 17 tahun ini makin mengeratkan bungkusan selimut pada tubuh tegapnya. Suara Kushina yang sejak tadi berteriak bagaikan suara music yang semakin menenggelamkannya dalam mimpi.

"Sudahlah. Mungkin hari ini dia libur," Minato —ayah tercinta Uzumaki Naruto— telah biasa mendengar teriakan pagi-pagi seperti ini. Ia dengan santai membaca koran sambil sesekali menyesap kopi hitam buatan istrinya.

"Ini masih hari kamis, tidak mungkin libur," Kushina menggeram sebentar sebelum melangkahkan kakinya dengan cepat kearah kamar putra semata wayangnya. "Naruto! Cepat bangun atau kau akan terlambat."

Kushina menggedor pintu Naruto tanpa ampun, seperti ingin merobohannya dengan kepalan tangannya, membuat sang Empunya merasa terganggu.

"Naruto!"

"Yaa… menyebalkan sekali-dattebayo!" gumamnya seraya mengambil handuk lantas berjalan dengan gontai ke kamar mandi.

.

.

.

Naruto datang ke sekolah dengan mata yang sedikit terpejam. Semalaman suntuk pemuda itu menonton bola di kedai paman Takeuchi bersama Kiba dan Chouji. Dan, beginilah akhirnya. Ia harus tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang pelajar walaupun tidak ingin.

Naruto menutup mulutnya dengan telapak tangan ketika ia menguap. Rasa kantuk itu tak juga hilang walaupun ia sudah membasuh wajahnya berkali-kali.

Naruto tidak akan takut dengan nilai akademiknya jika ia sejenius Shikamaru. Biarpun tukang tidur akut, namun anak Nara itu merupakan makhluk paling jenius yang dikenalnya. Ia terkadang iri dengan kapasitas otak pemuda berambut nanas itu.

Dan lagi, Naruto harus mempercayai bahwa ada sejuta keajaiban diantara kekurangan. Contohnya, ya seperti Shikamaru itu.

Ia melirik bangku di depannya. Sasuke duduk di sana dengan earphone yang menyumpal telinga-nya. Matanya terpejam menikmati alunan music yang terdengar dari i-Pad miliknya.

Naruto memilih ke luar dari kelasnya. Lelaki itu berjalan dengan langkah gontai menuju atap sekolah. Bolos beberapa mata pelajaran sekali-kali tidak apa-apakan?

.

.

Sasuke membuka matanya. Lantunan nada yang ada di i-Pad miliknya sudah berhenti dari tadi. Masih ada sekitar lima menit lagi sebelum bel masuk. Ada sesuatu yang mengganjal di pikiran remaja berumur 17 tahun ini.

Bunyi deritan besi dengan ubin menarik perhatian seluruh siswa yang berada di kelas XII IPA4. Sasuke mengacuhkan semua pandangan itu, melangkah dengan santainya melewati Shizune yang baru masuk.

"Uchiha-san, kau ingin ke mana?"

"Maafkan saya, Sensei. Saya merasa tak enak badan dan ingin beristirahat di UKS."

.

.

.

Sasuke sangat beruntung, karena saat dia memasuki ruang UKS tempat ini sangat sepi. Tapi sepertinya ia harus membuang segala macam khayalannya tatkala indra pendengarnya menangkap keributan di luar pintu masuk UKS.

"Untung ada kau, Sakura-san! Kau memang malaikat penyelamat!"

Sasuke sedikit menyingkap tirai yang menghalangi pandangannya ketika mendengar nama 'Sakura' disebut. Lelaki itu hanya ingin melihat dengan jelas bahwa 'Sakura' yang barusan didengarnya adalah Sakura yang selama ini dikaguminya.

Dan terlihatlah dua orang berbeda gender yang satunya sangat familiar di mata Sasuke. Gadis berambut pink.

"Uhm, kau bisa obati lukamu sendiri, Lee-san?"

Sakura memberi cairan antiseptic kepada Lee agar lelaki itu mengobati luka lecet di kakinya. Pria berambut bob itu dengan senang hati menerimanya. Sasuke masih memperhatikan ke duanya dari tempatnya, memperhatikan Sakura.

Gadis itu terkadang ragu-ragu dalam gerakkannya. Ia bahkan tak sedikitpun menyentuh Lee. Saat pria berambut bob itu meringis sakit, Sakura akan mengulurkan tangannya untuk membantu sebelum menariknya cepat.

Entah mengapa, kemisteriusan yang ada pada gadis itu menjadi daya tarik sendiri untuknya. Sasuke ingin mengenalnya lebih dekat. Ingin berbicara dengannya. Dan ingin dipandang dengan emerald teduhnya.

"Lee-san, aku harus kembali ke kelas. Sepertinya jam olahraga sudah usai," suara Sakura mengalun pelan. Lembut dan nyaring seperti bunyi gemerincing lonceng di telinga Sasuke.

Rock Lee menundukkan kepalanya sedih. Jarang sekali ia bisa berbicara dengan gadis impiannya dan sekarang, ketika saat-saat yang dinanti itu telah datang, gadis itu malah menjauh.

Sakura mengerti perubahan raut wajah Lee yang berubah drastis. Ia hanya bisa menghela nafas pelan. Tidak ada yang bisa dilakukannya. Ia tidak boleh sering-sering melanggar aturannya sendiri.

Jangan pernah mendekati laki-laki lain apalagi jatuh cinta padanya. Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang dikepalanya. Hanya aku yang boleh kau lihat.

Sakura menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, mencoba mengusir ingatan tentang kata-kata yang Gaara ucapkan padanya dulu.

Sakura dengan cepat meninggalkan ruangan bernuansa putih itu tanpa menoleh kearah Lee yang kini menatap kecut punggungnya. Dan—

….tanpa tahu bahwa ada sepasang mata lain yang sedari tadi mengawasinya.

=0=0=0=

Naruto tak pernah menyangka bahwa orang seperti Sasuke bisa tidur nyenyak dan bermalas-malasan di UKS sana. Ceruleannya menatap bangku tempat Sasuke duduk dengan penuh dendam sebelum mengambil tas pria itu dan menemui si Empunya.

Beberapa menit berjalan, akhirnya ia telah sampai di ruangan serba putih itu. Segera saja ia masuk ke dalamnya dan melihat Sasuke yang kini tengah berdiri tepat di depan jendela.

"Teme," Ia menggeram rendah, mencoba menggertak lelaki berhelaian raven itu. Naruto sedikit mengernyit saat tidak mendapatkan respon apa-apa dari sahabat karibnya tersebut. "Hei, Sasuke-teme. Enak sekali kau bersantai sedangkan aku menyalin—"

"Naruto!" Panggilan Sasuke kepadanya memotong muntahan kalimat yang akan diucapkan pria bermata biru jernih itu. "Bisakah kau ceritakan padaku, bagaimana Sakura Haruno itu."

Naruto berjalan ke arah Sasuke. Kepalanya sedikit ia julurkan kearah jendela, dan akhirnya pemuda berkulit tan itu tahu siapa objek perhatian Sasuke sejak tadi.

Sakura Haruno.

Naruto sedikit menatap Sasuke, sebelum bersuara. "Untuk apa? Bukankah sudah kubilang jangan tertarik apalagi jatuh cinta padanya."

Sasuke menoleh ke arah Naruto sebentar, sebelum kembali lagi melihat Sakura yang sedang bercengkrama dengan temannya di bawah sana.

"Mungkin kau terlambat mengatakannya," Sasuke bekata pelan. Bibirnya tertarik, membentuk satu senyuman simpul. "Dia sudah menyeretku lebih dulu dalam pesonanya sebelum kami saling mengenal."

Sasuke menghilangkan senyumnya saat Sakura menaiki sebuah mobil yang sama seperti malam itu dan menghilang beberapa saat kemudian. Sasuke kemudian berbalik dan mendapati Naruto yang kini tengah menatapnya tak percaya dengan mulut ternganga lebar.

"Kau terlihat menjijikkan berekspresi seperti itu," Sasuke tak bisa menahan mulutnya untuk berkata sarkas ketika melihat wajah Naruto yang belum berubah juga sejak pria itu membalikkan badannya.

Naruto merengut imut, sebelum memasang wajah serius ketika ia tiba-tiba mengingat perkataan Sasuke barusan. "Tadi… kau mengatakan bahwa kau jatuh cinta pada Sakura-chan?"

Alis Sasuke menukik tajam saat mendengar embel 'chan' dari bibir pemuda jabrik satu ini. Entah mengapa ia tidak suka saat Naruto menambahkan kata itu di belakang nama Sakura. Namun, pemuda emo ini hanya diam saja dan menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Naruto tadi.

Tak lama kemudian helaan nafas berat terdengar darinya, seolah-olah apa yang akan dikatakannya kepada Sasuke adalah hal yang paling sakral dan tidak boleh diketahui siapapun.

"Aku sudah memperingatimu tapi tetap saja 'kan?" Lelaki itu berjalan menuju pintu, lalu membalikkan badannya. "Akan aku beritahu, tapi traktir aku ramen sampai puas! Deal?" Sasuke hanya dapat memutar bola matanya bosan mendengar permintaan Naruto.


"Jadi cepat! Ceritakan padaku!" Perintah Sasuke ketika mereka telah sampai di kedai ramen yang tak jauh dari pekarangan Konoha Gakuen.

Wajah Naruto berkerut kesal, "Aku bahkan belum menyentuh ramenku sedikitpun."

Sasuke mendengus pelan, pria itu menopang dagu pada tumpuan tangannya dan menatap pantulan wajahnya pada kuah ramen. Naruto dengan santai melahap ramen dengan sesekali berdecak kagum saat merasakan kenikmatan dari makanan favorite-nya.

"Dulu, aku juga sempat tertarik dengannya," Naruto memulai ceritanya setelah ia selesai memakan habis miliknya. "Dia sangat cantik dan begitu lembut."

Sasuke masih mendengarkan dengan seksama setiap cerita Naruto. "Tapi kedatangan seseorang membuat semuanya berubah," Sasuke menatap Naruto namun tak diacuhkan pria itu. "Rei Gaara namanya."

"Siapa?" Sasuke bertanya ambigu, entah mengapa pria bernama Gaara ini sedikit mengusiknya hanya dengan mendengar nama pemuda itu dari Naruto.

Naruto mengangkat bahu, dahinya sedikit berkerut sebelum menjawab, "Kekasih Sakura. Aku juga tidak mengerti bagaimana hubungan mereka, tapi semenjak pemuda itu hadir Sakura menjadi berubah."

Sasuke masih diam mendengarkan, ia juga ikut penasaran dengan orang yang berstatus kekasih Sakura itu.

"Semua lelaki yang mendekati gadis itu perlahan mulai mundur. Termasuk aku!" Naruto menggeleng pelan sebelum melanjutkan lagi ceritanya, "Aku tidak menegerti mengapa, tetapi tatapan Gaara begitu dingin. Dia seperti… psikopat," lelaki itu kemudian bergidik sendiri.

Tangan Sasuke meraih segelas air yang berada di meja mereka, menegaknya sedikit sebelum menaruhnya kembali.

"Dia jadi gadis pendiam dan suka menyendiri. Oh tidak! Ada Karin bersamanya," Naruto dengan cepat meralat perkataannya kembali ketika kepala jabriknya mengingat Karin, gadis yang selalu bersama Sakura selama ini.

Pembahasan ini membuat Sasuke tambah tertarik ingin mengenal semua orang yang terlibat dengan Sakura, gadis yang diam-diam ia sukai.

"Kusarankan sebelum kau lebih jauh, sebaiknya berhenti memikirkan semua tentang Sakura."

Sasuke tersenyum tipis. Naruto serta-merta langsung menoleh ke arah samping saat mendengar suara bangku di sampingnya bergeser. "Justru ini semakin membuatku tertarik," pria itu mengambil dompetnya yang ada di saku celana dan membayar semua makanan mereka.

"Terimakasih untuk ceritamu, Dobe!"

=0=0=0=

Sasuke tidak mengerti ini hanya kebetulan atau sebuah takdir. Orochimaru selaku sensei kimianya menyuruh pemuda berdarah Uchiha itu mengambil beberapa buku untuk bahan observasi di perpustakaan. Dan, saat itulah ia melihat Sakura yang tengah berjinjit mengambil buku yanga ada di atas rak yang sama dengannya.

Sang Gadis tak menyadari tatapan pemuda itu padanya. Sakura malah berjalan ke sudut lain ruangan dan mengambil bangku dari sana sebelum menaikinya.

Sasuke masih melihatnya dari tempatnya berdiri, sebelum Sakura menoleh dan begitu terkejut melihatnya. Kursi yang dinaikinya sedikit bergoyang dan hampir membuatnya jatuh sebelum Sasuke dengan kecepatan cahaya berlari kearah gadis itu dan menggenggam tangannya.

Pertama kalinya….

Sasuke merasakan jantungnya terpompa cukup keras hanya karena bersentuhan dengan tangan putih yang menyadari dirinya baik-baik saja segera melepaskan tangannya dari Sasuke. Gadis itu sedikit membungkuk dan mengucapkan kata terima kasih dengan pelan.

Reaksi yang sangat berbanding terbalik dengan yang ada di pikiran Sasuke.

Sebelum Sakura benar-benar pergi dari hadapannya, pemuda itu tanpa sadar menggerakkan bibirnya, "Aku sedang mencari beberapa buku, bisa tolong bantu aku?"

Sakura menoleh menatap wajah Sasuke yang sangat tampan di matanya. Gadis itu tampak berpikir sejenak sebelum mengangguk dengan ragu, membuat seulas senyuman tipis terpatri di wajah Sasuke tanpa sadar.

"Terimakasih," ucapnya tulus.


Sakura tidak mengerti perasaan apa yang menghantuinya. Setelah perjumpaannya dengan pria yang bernama Uchiha Sasuke beberapa hari yang lalu, membuat harinya sedikit berbeda.

Karin —yang memang selalu bersamanya—hanya bisa mengernyit bingung melihat perubahan sikap Sakura. Sejak beberapa hari yang lalu, sahabat yang sudah ia anggap seperti saudara sendiri itu tampak berbeda.

Sakura lebih sering menutup mulutnya, ia lebih sering berdiam diri dan mendengarkan ocehan Karin. Biasanya, Sakura akan sesekali membalasnya dengan guyonan garingnya. Tapi kali ini, gadis cantik itu hanya diam saja, ia hanya berbicara seadanya atau dalam sesuatu yang benar-benar mendesak.

"Beberapa hari lagi, dia akan datang." Karin membuka obrolan, menghapus keheningannya ada. Sakura menoleh kearah sahabatnya yang duduk tepat disamping kanannya, "Tiga atau dua," tambahnya.

Sakura mengangguk pelan, jemari lentiknya mengambil sebotol air mineral yang ada di atas meja, membuka penutupnya dan meminumnya hingga tandas setengahnya.

Sakura hanya diam, membiarkan perkataan Karin menguap entah ke mana. Karin mendengus kesal, merasa tidak dipedulikan oleh Sakura. "Ada apa denganmu?"

Sakura menoleh dan memberi senyum terbaiknya kepada Karin, "Tidak ada."

"Aku tahu pasti ada sesuatu yang telah terjadi," tebak Karin, "Jadi katakan padaku, sebelum aku mencari tahunya sendiri," gadis berumur tujuh belasan itu menarik lengan seragam Sakura, membuat tubuh sangGadis sedikit terguncang.

"Baiklah. Hentikan Karin!" Sakura mencoba menghentikan kebrutalan Karin yang kini tengah mengguncang tubuhnya. Gadis itu tertawa pelan sebelum melepaskan tubuh Sakura dari kukungan tangan rampingnya.

"Cepat ceritakan padaku," paksanya kemudian.

Sakura mempertemukan alisnya, menatap wajah Karin yang kini menatapnya penuh penasaran, "Tapi janji ya, jangan ceritakan pada siapa pun."

Karin mendengar dengan seksama setiap rinci perkataan Sakura. Bagaimana pertama kalinya ia bertemu dengan pemuda bernama Uchiha Sasuke, membantunya mencari buku di perpustakaan. Dari segi cerita Sakura, pemuda itu termasuk orang yang menyenangkan.

Tunggu! Ada yang aneh di sini.

Setahu Karin, Sakura termasuk orang yang susah bergaul dan jarang menerima kehadiran lelaki lain di sekitarnya. Yah, apa sebabnya, ia juga tahu.

Tapi kali ini, Sakura berkata seolah-olah gadis itu… tertarik dengan seseorang.

"Kau menyukainya?" Karin bertanya serius. Sakura menoleh terkejut menatap wajah Karin yang kini sangat berbeda dari sebelumnya.

"Aku tidak bilang begitu," jawabnya cepat.

"Kau menyukainya, terlihat dari wajahmu," Karin menyentil dahi Sakura pelan membuat sang gadis mengaduh sakit. "Aku jadi penasaran dengan pemuda itu?"

"Mana mungkin aku menyukainya, saat ada Gaara di sampingku," lirihnya. Karin mengerti dengan maksud Sakura tentang Gaara. Pemuda yang selama tiga tahun menjadi kekasih sahabatnya dan mengurung Sakura dalam labirin gelapnya.

Hanya Karin dan orang-orang tertentu saja yang tahu bagaimana dunia hitam yang Gaara miliki. Pemuda berdarah dingin yang enggan menunjukkan emosi. Pemuda yang rela menjerumuskan orang tercintanya hanya demi obsesi. Bahkan Karin paham dengan sifat-sifat Gaara sampai ketulang-tulangnya.

Dan Karin hanya bisa menghela nafas pasrah, lebih membiarkan Tuhan yang menentukan takdir orang-orang tercintanya.

=0=0=0=

Sakura begitu terkejut saat keesokan harinya ia menemukan kekasihnya sedang duduk di di bangku miliknya. Sakura melangkah mendekati Gaara yang masih menatap ke luar jendela.

"Kau sudah datang?" adalah sapaan pertama Gaara saat merasakan Sakura telah duduk di sebelahnya.

"Iya," jawabnya pelan.

"Kau tidak bilang akan datang hari ini?" Sakura bertanya kepada kekasihnya yang masih saja menatap ke luar jendela kelas.

Gaara menarik sudut bibirnya, pandangannya kini lurus menatap Sakura yang tengah menatap meja. Tangan-tangannya melingkar di sekitar bahu gadis itu. Memeluknya dengan posesif seolah-olah takut akan ada orang lain yang merebut Sakuranya. Pemuda bersurai merah bata dengan tattoo kanji di dahinya itu menenggelamkan kepalanya di perpotongan leher dan bahu Sakura. Menghirup dalam-dalam wangi khas gadis itu.

Sakura mendesah geli saat merasakan hembusan nafas hangat pria itu di lehernya, "Uhm, Gaara-kun."

Gaara mengecupi dengan lembut leher putih milik kekasihnya sampai ke bahu. Lelaki itu tak peduli jika kelakuannya akan menjadi tontonan temannya.

"Masih terlalu pagi untuk bermesraan, oke!" Karin tiba-tiba berbicara ketus, melihat kelakuan Gaara sedangkan Sakura menunduk malu. Gaara hanya memandang datar ke arah Karin yang kini tengah melihat dirinya dengan perhatian penuh. Entah apa yang ada dipikiran gadis berambut merah nyentrik itu.

Seolah tak mendengar sindiran Karin barusan, Gaara kembali merengkuh tubuh mungil Sakura. Sedangkan Karin hanya bisa menatap prihatin pada Sakura yang kini tampak berusaha lepas dari Gaara.

Karin bisa menilai orang dengan cara melihat gerak-geriknya, tatapan matanya atau dari cara bicaranya. Namun, pada lelaki ini, kemampuannya itu hanyalah nol besar saja. Hanya ada satu yang bisa disimpulkan oleh gadis merah ini dari tatapan mata pemuda bernetra hijau teduh itu.

Ambisius, obsesi, dan… kesepian.

Dan untuk yang lainnya ia tak mengerti apa pun.


Sasuke duduk di meja kantin ditemani Naruto dan Kiba, teman sekelasnya. Di depannya ada sekaleng soft-drink yang masih dingin tak tersentuh. Matanya fokus menatap satu arah, di mana gadis yamg dicintainya duduk.

Duduk bersama seorang pria berambut merah yang terus menempel padanya seperti kucing.

"Kau harus menjaga tatapanmu darinya, Teme," Naruto yang sudah bosan melihat tampang bete Sasuke mulai buka suara, "Bisa gawat kalau sampai Gaara tahu kau sedang melihat milikknya," pemuda jabrik sengaja itu menekan kata 'miliknya', untuk menjauhkan Sasuke dari bahaya yang bisa datang kapan saja.

Sedang Kiba yang masih tidak mudeng dengan apa yang dikatakan Naruto barusan hanya bisa melirik ke arah dua temannya. Barulah ketika ia melihat tatapan Sasuke yang mengarah pada Sakura ia mengerti.

"Oh, Haruno ya?" katanya pelan. Sasuke dan Naruto langsung mengalihkan atensi mereka kepada Kiba. "Kau tertarik padanya, Sasuke?" tanya Kiba.

"Dia bahkan sudah jatuh cinta padanya," celetuk Naruto sinis.

"Tidak mengejutkan, sih, kalau ada yang menyukai gadis secantik dia. Tapi jika ada yang bertahan karenanya lah yang paling mengejutkan."

Sasuke mengerutkan dahi kurang paham dengan maksud Kiba, Naruto juga sama. Kiba melirik dua temannya sebelum kembali bercerita, "Kau pernah dengar kasus Hidan-senpai, Naruto?"

Naruto sedikit mengingat tentang senpai mesumnya saat mereka kelas satu tahun lalu, sebelum mengangguk. "Dia pernah mengalami patah tulang di bagian tangan, dan sempat koma selama seminggu gara-gara sebelumnya ia hampir memperkosa Sakura di toilet wanita," Kiba sedikit bergidik ketika mengingat bahwa ialah yang menemukan senpai-nya yang terbaring tak berdaya di halaman belakang sekolah lalu membawanya ke rumah sakit saat itu.

"Aku tidak tahu siapa pelakunya, tetapi semua bukti merujuk pada Gaara," Kiba menatap tiga orang yang tengah duduk di meja seberang sana. "Lalu kasus, Hozuki Suigetsu, atlit renang dari sekolah kita. Kabar burung yang kudengar, lelaki bergigi taring itu mencium Sakura di depan semua orang. Lalu, tiga hari setelah itu ia koma di rumah sakit dan langsung pindah sekolah."

"Kali ini, apa Gaara lagi pelakunya?" Naruto bertanya mewakili pertanyaan Sasuke.

Kiba mengangkat bahu, "Aku tidak tahu. Semua memang lebih condong ke arah Gaara karena ia terlihat terobsesi dengan gadis itu. Tapi tidak ada satupun bukti yang mampu memberatkannya."

Kiba masih terus bercerita tentang semua keanehan yang berhubungan dengan dua pasangan itu, sedangkan Sasuke kini tengah memperhatikan Sakura yang sama sekali tidak merasa bahagia ketika tubuhnya dirangkul mesra oleh pemuda berambut merah bernama Gaara itu.

Kemudian tatapan mereka bertemu. Emerald dan onyx. Permata emerald itu seperti ingin lari dari sana. Seolah-olah meminta Sasuke datang dan merebutnya dari tangan pemuda merah itu.

Tentu saja..

…tentu saja Sasuke akan merebutnya dari Gaara. Tidak perduli sebahaya apapun pemuda itu, Sasuke akan menyelamatkan Sakura dari lubang hitam di bawah pengaruh Gaara dan membuatnya bahagia. Bahagia bersama dengannya.

.

.

.

.

.

.

tbc