Disclaimer : Masashi Kishimoto

***

Ibu

Hari ini aku berkencan dengan Hinata di sebuah restoran romantis bergaya Italia.

Dan saat aku sedang menikmati hidangan ibuku menelepon. Dia mengatakan kalau dia sangat merindukanku.

Yah, aku adalah eksekutif muda yang hidup mapan, jadi aku tinggal terpisah dari orang tuaku, dan terus terang aku memang jarang pulang ke rumah orang tuaku tetapi ibu selalu menelepon setidaknya seminggu sekali.

Sebenarnya telepon dari ibu ini sangat menggangguku apa lagi saat ini aku sedang makan malam bersama Hinata. Aku tidak mau Hinata menganggapku anak kecil yang selalu di cemaskan ibunya, huh! Benar-benar menjengkelkan.

***

Seminggu kemudian ibu menelepon lagi, seperti biasa dia mengatakan rindu padaku, tapi aku tak terlalu menanggapi kata-kata ibu, karena aku sibuk bekerja dan juga sibuk bercinta tentu saja. Aku sudah berencana untuk bertunangan dengan Hinata namun kami belum memberitahukan rencana ini pada orang tua kami karena kami ingin menikmati masa-masa berpacaran lebih dahulu.

***

Satu minggu kemudian, ibu lagi-lagi meneleponku, namun kali ini aku tidak mengangkatnya karena aku sibuk mengurusi Hinata yang sedang sakit, sudah tiga hari ini dia demam, sungguh membuatku khawatir.

***

Seminggu kemudian, ibu tidak meneleponku. Apakah dia marah karena aku tidak mengangkat teleponnya minggu lalu? Entahlah, tapi kurasa ibu bisa menerima alasanku yang tidak mengangkat teleponnya. Yang kucemaskan saat ini adalah kondisi Hinata, dia memang sudah sembuh tapi perlu beberapa waktu untuk pemulihan kondisinya. Aku bahkan rela cuti kerja hanya untuk menjaga kekasihku ini, ya semua demi Hinata.

***

Sudah beberapa minggu ini ibu tidak meneleponku lagi, aku sebenarnya tidak peduli dan ambil pusing, karena aku lebih sibuk memikirkan kekasihku, Hinata, sampai akhirnya ayah meneleponku dan mengabariku bahwa ibu, telah meninggal...

***

Hari ini adalah hari pemakaman ibuku. Ayah menceritakan padaku, bahwa sebenarnya ibu telah lama mengidap sakit parah tapi beliau tidak melarang ayah untuk memberitahukannya padaku karena takut aku cemas.

Dan akhirnya aku tahu, kenapa ibu meneleponku setiap minggu, mengatakan bahwa dia merindukanku, akhirnya aku tahu, ibu ingin aku pulang ke rumah, menemaninya sampai saat-saat terakhirnya tapi aku malah tidak bisa menangkap maksud ibu, aku malah sibuk dengan urusanku sendiri, tanpa pernah perduli dengan ibu.

Ya, aku malah lebih mementingkan Hinata, wanita yang baru kukenal beberapa bulan, dari pada ibuku, wanita yang sudah kukenal bahkan saat aku masih di dalam kandungannya.

Di depan nisan ibu ku tanpa aku sadari air mataku jatuh. Menyesal, itu yang kurasakan saat ini, penyesalan yang sangat menyesakan.

***

Tiap hari kita selalu memikirkan pacar atau kekasih kita.

Kita sering bertanya apakah pacar kita bahagia? Dia sedang apa? Sudah makan atau belum? Dan selalu memikirkannya tiap saat.

Tapi..

Apakah kita berbuat hal yang sama dengan orang tua kita? Apa kah kita sering memikirkan orang tua kita sesering memikirkan kekasih?

Fin

***