Dua puluh enam abjad. Dua puluh enam cerita.


ABJAD

A-E


Aib

"PARK JIHOON!"

Ah. Suara itu lagi.

Suara yang semenjak hari pertama tahun ajaran baru dimulai selalu menginvasi seluruh penjuru sekolah. Baik lelaki yang baru saja berteriak itu maupun sang objek penerima teriakanㅡPark Jihoonㅡtidak pernah absen dalam membuat keributan.

"PARK WOOJIN! BERHENTI BERTERIAK-TERIAK!"

"PARK JIHOON! BERHENTI BERLARI DI KORIDOR!"

Secara otomatis keributan yang mereka perbuat pasti langsung memancing perhatian para guru. Namun, setelah keluar-masuk ruang bimbingan konseling untuk ke-34 kalinya sepertinya kedua bocah tersebut sudah tumpul dengan segala teguran dan detensi yang dijatuhkan pada mereka.

"Park Jihoon, aku bersumpah kau akan menyesal telah bangun dari tidurmu pagi ini!" raung bocah yang sama tadi, diiringi oleh gelak tawa seorang Park Jihoon.

Yap. Jelas tidak mengindahkan segala ancaman guru sama sekali.

"Dan aku bertaruh kau menyesal sudah membiarkan laptopmu tetap menyala, Woojin!" balas Jihoon, gelak tawanya masih setia memenuhi lorong.

"Meoreojyeo man ganeun geudae you're the only one~"

"PARK JIHOON!"

"Apeugo apeujiman babo gatjiman good bye~"

"Dasi neol mot bonda haedo you're the only one~ Only One~"

"PARK JIHOON MATI SAJA KAUU!"

Ternyata,

aib seorang Park Woojin telah bocor kembali untuk yang kelimapuluh kalinya.

.

.

.

Bioskop

Seharusnya Jihoon tidak usah menuruti keinginan Woojin seperti ini. Seharusnya Jihoon menyadari kalau nachos dan popcorn gratis dari Woojin tidak sebanding dengan ketakutannya pada film horor.

"Jin..." rengek Jihoon. Tangannya menarik-narik kaos Woojin yang tetap fokus menonton disampingnya.

Woojin malah sok tidak mendengar dan semakin berusaha memfokuskan atensinya kepada film. Sesekali ia menyuapkan segenggam popcorn kedalam mulutnya sendiri.

Jihoon yang merasa kesal dengan Woojin yang tidak peduli dengan ketakutannya memasang wajah cemberut. Dia berencana untuk melakukan aksi ngambek, yang sudah pasti semakin tidak dipedulikan oleh Woojin.

"Woojin! Aku takut!" rengek Jihoon lagi. Suaranya terdengar keras di dalam bioskop. Kaos Woojin sudah hampir melorot akibat tarikannya.

"Ssst pelankan suaramu!" akhirnya Woojin merespon kesal. Kalau dibiarkan dia takut lama-lama mereka diusir dari bioskop.

"Kau mau aku harus bagaimana?" lanjut Woojin kemudian, sekarang sudah menoleh kearah Jihoon yang cemberut.

Seketika Jihoon merentangkan tangannya, masih dengan wajah cemberutnya yang selalu Woojin bilang mirip Jigglypuff.

"Peluk!"

Woojin hanya menggelengkan kepala melihat sikap Jihoon yang kekanakan. Ia kenal dengan nada bicara itu, finalitas. Artinya Jihoon tidak menerima penolakan.

Memilih untuk mengalah (seperti yang sebelum-sebelumnya), Woojin menarik tangan Jihoon yang terentang kearahnya dan merengkuh tubuh Jihoon ke dalam pelukannya.

Sebuah kekehan lolos dari mulut Woojin ketika Jihoon langsung menyembunyikan wajahnya di ceruk lehernya.

"Dasar bayi."

.

.

.

Cantik

Siapa yang tidak tahu kenyataan bahwa di sekolah (atau dimanapun Jihoon berada sebenarnya) Jihoon mempunyai banyak penggemar. Mulai dari perempuan hingga laki-laki seolah tidak bisa untuk tidak terjerat dalam pesona Park Jihoon. Katakan saja Woojin berlebihan, tapi rasanya setiap 10 meter dapat ditemukan penggemar dari lelaki maniak pink itu.

Pernah suatu kali Woojin bertanya apa istimewanya Jihoon.

Sebagian orang mengatakan itu dari matanya.

Hmm, memang benar. Banyak yang bilang Jihoon memiliki mata yang terlihat seperti memancarkan bintang Sirius didalamnya (Sumber: Guanlin). Namun Woojin pikir mata Jihoon lebih seperti bola disko daripada bintang. Bintang terlalu bagus untuk Jihoon, pikirnya.

Toh sama-sama terang.

Sebagian lagi mengatakan itu dari bibirnya.

Ya, ya. Bibir Jihoon memang tampak selembut kelopak bunga dan merekah seperti mawarㅡkata penggemarnya ya, ingat. Woojin sedikit takjub bagaimana orang-orang mendadak bertransformasi menjadi Shakespeare hanya untuk mendeskripsikan bibir Jihoon.

Namun semua itu tidak cukup kan untuk membuat orang-orang terjatuh terlalu dalam pada Jihoon hingga sampai sejauh menyebutnya cantik? Jujur, Woojin benar-benar tak habis pikir.

Maksudku, Jihoon kan lelaki sepertiku, pikir Woojin

ㅡDulu.

Karena entah mengapa, pemandangan Jihoon yang tertidur dengan memakai hoodie buluk miliknya dan kacamata yang masih bertengger di hidungnya membuat Woojin berpikir kalau mungkin...

ㅡyah, ucapan penggemar Jihoon sedikit benar adanya.

.

.

.

Daehwi

Awal mereka bertemu, Daehwi kira Woojin dan Jihoon itu bersama.

"Daehwi, aku tahu kita baru bertemu tapi kurasa kau harus coba mengecek matamu ke dokter." Ucap Jihoon. Wajahnya tampak terkejut dan hampir seperti tersinggung. Daehwi kira itu sangat lucu.

"Aku benci harus sepakat dengan Jihoon tapi kurasa dia benar." Timpal Woojin. Ekspresinya hampir sama seperti Jihoon.

Daehwi mendecakkan lidahnya kesal dengan reaksi berlebihan oleh dua orang di depannya itu. Intuisinya itu tidak pernah meleset tahu!

Lagipula apa salahnya sih?

Daehwi menopang dagunya dengan kedua tangannya dan mengamati dua orang yang sedang duduk di depannya.

Mereka memang terlihat seperti pasangan yang sudah 10 tahun menikah kok, pikir Daehwi pada Woojin dan Jihoon yang sedang berebut kulit ayam yang terakhir.

.

.

.

Enigma

Bagi Jihoon, Woojin itu bagaikan sebuah enigma.

Sebuah teka-teki, misteri, sulit untuk dipecahkan.

Padahal selama ini yang dicap sebagai pribadi yang sulit ditebak itu Jihoon. Dia paham dimana pemikiran orang-orang itu berasal. Golongan darahnya bermain peran penting disana, ditambah lagi dengan sifat zodiaknya.

Namun Woojin... merupakan misteri yang lebih besar bagi Jihoon.

Ia merasa sudah lama berteman dengan Woojin, tetapi masih ada saja hal yang Woojin lakukan yang membuatnya terkejut. Hampir sepuluh tahun selalu bersama dan masih ada hal yang tak dapat ia pahami.

Woojin itu anak yang baik dan tidak egois. Bahkan mungkin, Woojin itu orang paling tidak egois yang ia kenal. Woojin rela mengajari gerakan tari pada Hyungseob atau Guanlin hingga berjam-jam padahal besok ada ulangan. Woojin rela ketinggalan bus demi menemani Daehwi yang belum dijemput pulang sehingga Woojin harus jalan kaki ke rumah.

Woojin rela ini. Woojin rela itu.

Namun kenapa?

Jihoon mendengus dan mengacak rambutnya sebal.

kenapa Woojin selalu jahat kepadaku? T.T

Jihoon masih larut dalam pikirannya dan juga hampir menggumamkan lagu dari girlband kesukaan Daniel hyung ketika pintu kamarnya terbuka.

"Kau sedang apa?" tanya Woojin di ambang pintu. Matanya memicing ke arah Jihoon yang tergeletak di lantai.

"Kau sedang apa?" tanya Jihoon balik, seolah invasi rutin yang dilakukan Woojin ke kamarnya selama 10 tahun masih membutuhkan alasan yang relevan.

"Aku mau makan." jawab Woojin cuek, mengedikkan bahunya dan berjalan menghampiri Jihoon yang masih berbaring.

Saat itulah Jihoon baru sadar kalau Woojin membawa semangkok ayam goreng. Matanya langsung berbinar senang.

Celakanya, Woojin langsung mengenali tatapan itu. "Tidak."

Binar di matanya langsung redup. Jihoon mengernyit, "Tidak?"

"Tidak."

"Kenapa?!"

"Kau bilang kau diet kan."

"Kan sudah kemarin!"

"Ya lanjutkan, bodoh!"

Sekarang Woojin sedang memakan ayam gorengnya dengan lahap. Sengaja ia keraskan suara kecapannya.

"Woojin..." Jihoon bersiap dengan jurus aegyo-nya.

"Tidak mempan."

"PARK WOOJIN JAHAAAT!"

.

.

.


Note:

Finally aku bikin 2Park. Padahal masih ada hutang fic lain T_T

Review? :)