Chapter 1 :Something Not Right

Yuuki Hinata terbangun dari tidurnya, nafasnya terengah-engah dan tubuhnya mengeluarkan banyak keringat.

Hinata bermimpi, sesuatu yang tidak pernah ingin dia ingat, Hinata menutup mulutnya dengan kedua lengannya, menahan sesuatu yang ingin keluar dari tubuhnya melalui mulutnya.

Dia menarik nafas panjang dari lubang hidungnya, membuat tubuhnya dalam kondisi stabil.

Suara Ayam berkokok terdengar di telinganya.

Dia menutup matanya.

Dia masih mengingat dengan jelas—keputusasaan dan amarah yang sangat besar pada hari itu

Yuuki Hinata, bersiap untuk mengikuti pelajaran hari ini. Dia akan menemui guru privat nya sebentar lagi..

Tidak seperti anak lain pada umumnya, dia tidak pergi ke sekolah pada umunya. Dia melakukan home schooling. Setiap pagi sudah merupakan hal yang wajar dilakukan karena dia sudah hampir 4 tahun, semenjak kelas 5 SD dia sudah tidak bersekolah di sekolah normal.

Mimpinya di pagi hari membuat dia mengingat kembali sesuatu yang mengakibatkan Hinata tidak bisa sekolah dengan normal, karena bullying yang dilakukan oleh teman masa lalunya yang mengakibatkan dia seperti sekarang ini.

Setelah Siap, Hinata lalu bertemu dengan guru Privat nya dan memulai pelajaran-nya.

"Selamat pagi"

"Selamat pagi, Yuuki. Kau sudah siap dengan pelajaran SMA?"

SMA, seharusnya hari ini Hinata bisa menikmati masa-masa SMA nya. Dia mengalami PTSD dan sampai sekarang dia masih takut untuk masuk dan melanjutkan sekolah. Bullying yang dilakukan teman-temannya memang keterlaluan, hanya karena Hinata memiliki wajah dan tubuh seperti perempuan dia di ejek dan diperlakukan kasar oleh teman-teman masa lalunya.

"Apakah mereka bisa disebut teman?"

"Apakah tadi kamu mengatakan sesuatu Yuuki?"

"Saya hanya berbicara sendiri, maaf"

Dia melihat ke papan tulis dan dia pun mulai berkonsentrasi dengan apa yang ada di hadapannya sekarang, pelajaran SMA yang harus dia selesaikan sendirian, seperti biasa.

"Baiklah, semangat!"

"Oh iya Yuuki, Saya baru ingat hari ini kita belajar setengah hari."

"Ya, saya sudah mendapatkan informasi tentang hal itu dari Ibu."

"Keluarga jauh kamu akan datang hari ini kan?"

"Begitulah, dulu mereka dengan ibuku selalu main saat masa kanak-kanak. Jadi kangen begitulah katanya"

"haha, nostalgia berarti ya? "

Setelah berbincang-bincang dan mengikuti segelintir pelajaran, akhirnya sekolah privat Hinata selesai. Dia lalu keluar dari ruangan belajarnya dan menghirup udara segar dari balkon rumahnya.

Melihat kehalaman, Hinata menyadari ada sebuah Mobil yang dia tidak kenal, mobil van berwarna hitam. Disana terlihat Orang tua Hinata menyambut mereka. Keluar orang-orang yang belum pernah dia lihat sebelumnya, seorang laki-laki dan seorang perempuan dewasa. Lalu ada lagi, dan ada lagi. Ada 8 orang yang dia lihat sejauh ini.

"Apakah mereka yang dikatakan ibu dan ayah? Sebaiknya aku turun"

Mereka sudah ada di ruang tamu, 5 orang dewasa, 1 anak-anak dan 2 orang semuran Hinata. Hinata lalu mendekati kedua orang tuanya. Setelah itu mereka memperkenalkan diri mereka masing-masing. Saat semua mengenalkan diri Hinata tidak mendengar semua nama mereka, bukan tidak mendengar, Hinata mendengar mereka mengatakan sesuatu tetapi dia mengacuhkan dan tidak ingin mengingat nama mereka.

"Yuuki, sekarang giliranmu. Ini anak kami Yuuki Hinata"

"Yuuki Hinata, salam kenal"

"Wah Imutnya, memakai pakaian lelaki. Tomboy ya anak mu. Haha"

"Yuuki itu anak laki-laki dia bukan anak perempuan"

"Kamu bercanda?"

"Ibuku Tidak sedang bercanda Aku ini memang anak laki-laki"

"Ah, maaf haha, soalnya wajah mu dan tubuhmu itu lho"

"Sudah selesaikan perkenalannya, kalau begitu saya permisi"

"Yuuki, Hei!. Aduh sudah kubilang kan di pesan jangan menyebut Yuuki seperti perempuan"

"Eh, Aku tidak tahu hal itu"

"Lagi-lagi ibu kau tidak mendengar percakapan kami sebelumnya ya"

Hinata mendengar percakapan setelah dia angkat kaki dari tempat itu. sepertinya kedua orang tuanya tahu kalau hal itu akan membuat dia marah dan mengingatkan sebelumnya kalau mereka tidak boleh mengatakan Hinata itu seperti perempuan tetapi ada orang yang tidak peduli dengan sekitar sehingga menjadikan atmosfer keadaan menjadi berat. Ejekan itu, hal yang membuat Hinata putus sekolah, hal yang membuat dia harus merasakan hal pahit saat masih berada disekolah.

"Maafkan aku, seharusnya aku tidak mengatakan hal tersebut"

"Haah, bibi ijinkan aku menemui Hinata. Bolehkan?"

"Ya, Kamarnya ada di lantai 2, ada papan nama di depan pintunya. Kau bisa menemukan Hinata disana, Rika"

Pintu kamar Hinata bersuara, Hinata tidak tahu siapa orang yang berada dibalik pintu tersebut dan dia pikir itu adalah ibunya yang mengkhawatirkan dia.

"Masuklah, pintunya tidak dikunci"

Suara pintu terbuka terdengar. Saat Hinata melihat seseorang yang berada di depan pintu masuk kamarnya bukan orang yang dia kenal dia, sedikit terkejut. Matanya terlihat membesar dan mulutnya terbuka sedikit. Beberapa detik kemudian Hinata bisa mengatasi kondisinya dan mulai berpikir tenang.

"Apakah ada yang bisa kubantu?"

"Hinata, bolehkah aku memanggilmu dengan sebutan itu"

"Ya tentu, sesukamu saja"

"Baiklah, Hinata salam kenal namaku Yukizome Rika, panggil saja aku Rika"

"…."

"hm?"

"… jadi ada apa Rika?"

"hehe.. maaf perkataan ibuku barusan, dia tidak bermaksud jahat"

"Ya aku tau. Maaf, kalau sudah soal itu, tempramenku akan sedikit naik"

"Tidak perlu minta maaf seperti itu, bolehkah aku masuk?"

"Ya tentu"

"Jadi, apa yang membuatmu datang kemari? Tidak perlu basa basi"

"haha.. kau benar-benar tidak ramah"

Hinata tidak tahu dia harus melakukan apa. Baru hari ini dia kembali berkomunikasi dengan seseorang yang seumuran dengannya setelah 4 tahun. Dia hanya bisa berpikir bahwa anak ini menginginkan sesuatu darinya, ingin menjahili dia, karena teman memang seperti itu dimata dia.

Rika lalu duduk disebelahnya.

"Cepatlah katakan apa maumu, dan langsung pergilah dari sini"

"Uh, jahatnya. Kalau kau seperti ini kau tidak akan punya teman lho Hinata"

"Bukan urusanmu"

"Haha, baiklah aku tidak akan basa-basi lagi. Jadi apa yang membuatmu mengalami trauma seperti sekarang ini?"

Hinata benar-benar terkejut karena pertanyaan yang dilontarkan oleh Rika pada dirinya. Baru kali ini ada seseorang yang berani bertanya kepadanya soal masalah dimasa lalunya. Dia tidak bisa menjawabnya dia takut dan teringat kembali dengan masa lalunya yang kelam. Perasaan berkecamuk didalam hatinya pun mulai terasa dan akhirnya dia tidak bisa mengkontrol dirinya sendiri.

"Kau..!"

Hinata mendorong tubuh Rika, Tubuh Rika berada dibawah tubuh Hinata, Hinata menggengam bahu rika dengan sangat keras dan membuat Rika kesakitan.

"Au.."

Hinata sadar karena melihat ekspresi Rika, Dia mulai panik dan membawa tubuhnya mundur menjauh dari tubuh Rika. Baru saja bertemu dan baru saja berkenalan, Hinata sudah melukai gadis itu.

"Hehe…"

Rika tertawa dan tersenyum sinis pada Hinata.

"Kau… ada apa denganmu!"

"Ternyata, Bullying kah, reaksimu berubah menjadi ketakutan ketika melihatku kesakitan"

"Kau… "

"Jangan salah Hinata, Orang tua mu tidak pernah mengatakan masalahmu pada kami apalagi aku, kau yang mengatakan hal itu padaku, dengan kelakuanmu"

"Eh?"

Hinata kebingungan dengan apa yang dikatakan Rika. Yang dia rasakan sekarang hanyalah ketakutan, siapa orang ini sebenarnya.

"Pertama aku melihatmu aku tahu kau benar-benar seseorang yang special. Matamu menunjukan kalau kau penuh dengan keputusasaan. Ketidakpercayaanmu pada orang lain. Ataukah PTSD?"

"eh…"

"Oh PTSD kah?"

"Kau ini tidak waras!?"

"Aduh, Hinata. Bukan kah begitu juga denganmu?"

"Pergi dari tempat ini, Pergi dari kamarku!"

"Hey Hinata, Apa kau yakin mengusirku seperti ini? Apa kau tahu aku bisa menyembuhkan PTSD milikmu itu lho bahkan mengembalikan kamu ke sekolah lagi"

"Kau bercandakan, mana mungkin kau bisa melakukan hal itu!"

"Aku bisa"

"….."

"Jadi apa kau tertarik?"

"…"

"Tenanglah aku akan bersamamu"

"Ini aneh.. aneh! Kenapa kau melakukan hal ini ketika kita baru saja pertama kali bertemu! Lagi pula kenapa kau begitu peduli."

"hehehe… jadi kau pikir hari ini adalah hari pertama kita bertemu?"

"…."

Hinata hanya bisa terdiam mendengar semua perkataan Rika, dia berpikir apakah mereka berdua pernah bertemu sebelumnya. Perasaan dan ingatan Hinata mengatakan mereka memang baru pertama kali bertemu.

"kau berbohong, kita memang baru pertama kali bertemu."

"Apakah aku terlihat berbohong?"

Rika mendekat dan wajahnya tepat berada didepan wajah Hinata. Hinata benar-benar dalam kondisi yang sangat sulit. Dia tidak bisa terima dan tidak percaya dengan orang yang sekarang berada di depan wajahnya. Rika Sepupu jauh Hinata memang sesuatu pikirnya.

"Jadi apa kau tertarik untuk sembuh dari trauma milikmu?"

"…."

"Jawab ya atau ya, karena kau tidak akan mungkin bilang tidak"

"Kenapa kau yakin sekali aku akan berkata Iya. Kenapa kau…"

"Stt… coba lihat foto ini"

Hinata terdiam dengan apa yang dia lihat. Wajahnya datar tidak mengeluarkan ekspresi sama sekali. Foto yang di bawa oleh Rika mengingatkan dia dengan hal lain yang tidak ingin dia ingat.

"Darimana kau mendapatkan Foto itu?"

"Sudah kubilangkan, aku itu sudah pernah bertemu denganmu. 4 tahun lalu"

"Jadi kau akan menggunakan ini untuk memaksa aku"

"Bukan hanya ini tetapi hal lain, aku juga ingin kamu sembuh dari trauma yang kau miliki. Jadi aku ini orang yang baik lho, Bukan berarti kau takut dengan orang disekitarmu atau temanmu kan, tetapi yang kamu takutkan adalah Bullying nya itu sendiri. Jadi apa kau ingat sekarang?"

"Apa jangan-jangan… kau itu adalah?"

"Hehehe…."

Senyum diwajah Rika terlihat sangat menakutkan. Hari itu dikamar Hinata kejadian yang merubah 180 derajat hidup Hinata akan dimulai. Senyum dari Rika dan Wajah Dingin Hinata menghiasi dan mewarnai kegelapan kamar seorang laki-laki muda.

Suasana gelap dengan atmosfer yang sangat berat, sangat terasa.

"Jadi kau tidak bisa menolakkan"

"Baiklah aku mengerti"

"Ayo pergi temui orang tuamu dan kau bilang ke mereka akan pergi kesekolah lagi denganku"

"Tunggu sebentar, jadi maksudmu aku akan menghadapi traumaku dengan kembali ke sekolah!"

"Ya"

Hinata benar-benar tidak bisa melawan Rika, karena foto yang dimiliki Rika merupakan rahasia yang tidak ingin dia ingat apalagi kalau Rika sampai menyebarkan hal itu ke dunia luar. Hinata cukup pintar dengan mengetahui kalau Rika pasti memiliki lebih dari 1 foto dan tidak melakukan hal bodoh seperti merebut foto tersebut.

Saat mereka berdua turun kebawah dan menemui orang tua mereka. Orang tua Hinata benar-benar terkejut melihat anaknya Hinata bersama dengan Rika, mengobrol dengan tenang dan terlihat akrab.

"Ayah, Ibu. Ijinkan aku sekolah lagi. Apakah ibu dan ayah mengijinkanku untuk melakukan hal itu?"

"Eh? Apa yang terjadi sebenarnya denganmu. Apa yang kau lakukan padanya Rika?"

"Bibi, sedikit magic bisa merubah segalanya. Hehe…"

"Jadi apakah ibu dan ayah mau mengabulkan permintaan egoisku ini?"

"Tentu saja anakku, tentu, kau boleh sekolah lagi. Tapi apa kau yakin?"

"Tenang saja Ibu, Rika bersamaku"

"Oho…"

"Apa ayah?"

"Tolong jaga anak bodoh ini ya Rika"

"Tenang saja paman, aku pasti akan menjaganya"

"Hey, anak bodoh. Apa maksudmu ayah"

Orang tua Hinata terisak dan terharu, mereka tidak menanyakan lebih tentang apa yang terjadi antara Hinata dan Rika. Dengan keinginan Hinata masuk sekolah lagi itu sudah cukup bagi mereka.

"Baiklah Hinata, kita akan berbicara soal sekolahku. Agar kamu tidak bingung nanti saat sekolah disana"

"Rika, kerja bagus"

"Tentu Ibu"

"Hinata, maafkan aku atas apa yang aku katakan barusan"

"Tidak apa-apa aku tidak mempermasalahkannya kok"

"Ayo Hinata"

Setelah mengobrol sedikit dengan orang tua mereka akhirnya Hinata dan Rika berada di kamar Hinata kembali.

"Hehe… lihat ekspresi kedua orang tuamu"

"Ya, aku lihat. jadi idemu itu adalah ini.. "

"Bagaimana kalau kau sekolah di sekolah yang sama denganku tetapi dengan identitas perempuan."

"Baiklah.. Eh tunggu… Apa kau bilang, identitas perempuan?"

"Hinata, kamu tidak akan pernah bisa menolak ide ku ini, identitasmu sekarang adalah perempuan! Lagi pula kalau kau kesekolah dengan identitas laki-laki itu hanya akan memperburuk keadaanmu. Jadi untuk langkah pertama, gunakan alasan kamu trauma yaitu wajah dan badamu yang seperti perempuan itu untuk mengalahkan trauma milikmu.

"Jadi kau berkata, aku menjadi seorang perempuan?"

"Ya kau akan crossdressing sekarang. Kau harus melawan rasa takutmu dulu dan terbiasa dipanggil dengan sebutan imut oleh orang lain"

"Kau…"

"Hehe…sudah kubilangkan aku akan bersamamu"

Hinata sedikit kaget tetapi entah kenapa dia merasa tenang. Wajah Rika mendekat kearah wajah Hinata lalu ciuman tepat dibibirnya itu tidak membuat dia menolak atau melawannya, malah Hinata menerimanya dan membalas Ciuman itu.

"Apa kau tahu yang kita lakukan ini salah"

"Tidak kok, aku dengar menikahi sepupu-mu itu sah."

"Hehe.. jadi kau menerimaku sekarang, bahkan melamarku?"

"Ya aku menerimanya asalkan kau tetap berada disisiku"

"Tentu saja, aku akan berada disisimu"

"Kau harus bertanggung jawab soal ini"

"Padahal kau tadi menolakku dan berteriak padaku, dan harusnya aku yang mengatakan hal itu. Kaulah yang harusnya bertanggung jawab."

"Kalau kau memang benar adalah anak 4 tahun yang lalu…"

"Ya aku dia"

"Kenapa kau tidak bilang dari awal?"

"Aku hanya ingin memastikan, apakah orang itu adalah kamu atau bukan. Aku tidak percaya kalau orang itu adalah kamu"

"Aku juga malah tidak percaya kalau perempuan waktu itu adalah sepupuku"

"Hehe… "

"Tapi bgaimana kau ingat itu adalah aku?"

"Ketika Ayah mengatakan kondisimu dan saat aku melihat wajahmu dan luka dikeningmu itu yang membuatku ingat dan muncul lah ide gila ini"

"Kau.. benar-benar…"

Mereka akan menemui masalah yang tidak akan pernah mereka duga. Ide Rika akan membuat mereka berdua dalam masalah yang tidak akan penah dipikirkan oleh orang gila sekalipun.

Yuuki Hinata, dengan rahasianya dan mulai dengan hidupnya sebagai perempuan

Yukizome Rika dengan rahasianya dan mulai dengan hidupnya sebagai support moral Hinata

Chapter 1 (End)