DON'T TALK ANYMORE
.
One
.
.
Kim Mingyu
Jeon Wonwoo
.
M-Preg
.
Semua ini pemikiran Kim Mingyu, coba bayangkan kalian ada diposisinya. Lalu rasakan apa yang Mingyu rasakan.
.
.
.
Dikhianati. Sungguh sebuah keadaan yang sangat dihindari oleh semua orang. Tidak ada yang ingin merasakan dikhianati.
Perih.
Sesak.
Marah.
Aku juga tidak pernah ingin dikhianati.
Tapi empat tahun lalu secara mendadak aku merasakan itu. Dikhianati seseorang yang sudah sangat aku cintai dan sangat aku percaya.
Kekasihku meminta mengakhiri hubungan yang sudah kami jalani selama hampir tiga tahun. Miris. Apalagi saat mendengar alasannya yang sungguh menyayat ke jantung.
"Aku akan dinikahkan dengan seorang pengusaha kaya oleh ibuku dua minggu lagi.."
Suara rendah dan tertahannya masih sangat ku ingat hingga saat ini. Pria yang begitu ku cintai sudah mengkhianatiku. Demi sebuah kata yang akhirnya ku kejar dengan tidak tahu malu.
Kekayaan.
Aku, Kim Mingyu. Baru kembali dari Washington setelah empat tahun menjadi budak dari dunia bisnis. Mengejar-ngejar kekayaan yang sesungguhnya sudah ku miliki sejak lahir.
Ayahku seorang konglomerat kelas atas di Korea Selatan. Memiliki lebih dari satu perusahaan sukses yang bergerak di berbagai bidang.
Aku tidak bersombong diri.
Dulu aku membenci kekayaan orang tuaku. Aku pemberontak yang ahli saat usia sekolah. Aku dididik untuk menjadi penerus keluarga Kim yang kaya raya. Digelimangi harta yang begitu banyak. Tapi sungguh aku tidak pernah mendapat kebahagiaan atas itu semua. Aku menginginkan kebahagiaanku sendiri.
Hingga aku bertemu dengan pria itu. Pria manis dengan suara rendah yang begitu mempesona. Seniorku di high school yang terkenal pendiam dan penyendiri. Aku terlarut kedalam kehidupannya selama berbulan-bulan hingga aku menyadari bahwa aku menemukan kebahagiaanku pada dirinya.
Dia yang seorang perantau, hidup sendiri di kota sebesar Seoul. Hidup sederhana di sebuah flat yang ia sewa dengan uang yang ia dapat dari bekerja paruh waktu. Dia sangat pintar dalam pelajaran kala itu. Ia bersekolah hingga kuliah dari hasil kemampuannya mendapatkan beasiswa. Dia kebanggaanku.
Aku berdiri di depan flat yang penuh kenangan itu saat ini. Semuanya berbeda. Gedung kecil tempat kami bercengkrama dulu sudah hangus menghitam ditelan api. Ku dengar telah terjadi kebakaran besar disini setahun lalu. Menyisakan puing-puing yang berserakan rapuh.
Pria itu sudah pindah dari sini sejak sehari memutuskan hubungan denganku. Dia kembali ke kota kelahirannya, Changwon. Mengajukan cuti kuliah untuk satu semester.
Dia benar-benar menikah dengan pria kaya itu. Pikirku. Mungkin dia sudah bahagia sekarang. Memiliki putri yang manisnya menyerupai dirinya. Mungkin.
Aku tersenyum kecut mengingat hal itu. Hey, dia cuma masa lalumu, Kim Mingyu.
Masa lalu.
Aku menyukai musik saat usia sekolah. Bermimpi menjadi idol terkenal. Menjadi kaya dan bahagia karena usaha dan impian ku sendiri.
Kekasihku itu selalu ada disampingku. Mendukung setiap langkah yang aku pilih untuk meraih impian. Membantuku mengikuti audisi diberbagai agensi. Memberi banyak inspirasiku dalam bermusik. Mengatakan aku harus bersemangat dan tidak berhenti berjuang meraih impianku. Aku sungguh mengaguminya.
Tapi apa guna dukungannya itu kalau dia berpaling dariku? Apa guna semangat itu kalau dia mengkhianatiku?
Tidak bisakah dia bersabar sebentar menungguku sukses?
Tidak bisakah dia memberiku waktu malam itu untuk mengatakan aku baru saja diterima menjadi trainee di sebuah agensi besar?
Jika dia mendengarku kala itu, aku yakin aku sudah berdiri diatas panggung sekarang. Mengucapkan beribu terimakasih setelah menyebut namanya. Orang yang selalu mendukungku.
Mantan kekasihku.
Aku memasuki sebuah supermarket yang buka dua puluh empat jam. Tidak jauh dari flat kecil yang terbakar itu. Biasanya kami akan berkencan disini dimalam buta seperti sekarang.
Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih beberapa menit.
Memesan dua buah ramyun pedas yang diseduh dan dimakan ditempat. Itulah kencan romantis kami waktu itu.
Hari ini semuanya sudah berubah. Penjaga toko yang biasanya seorang berjanggut tebal sudah berganti dengan seorang pria muda. Dengan senyum yang menawan dia menyerukan selamat datang padaku.
Aku berjalan melewati dua rak besar setelah tersenyum. Dulu disini letak deretan berbagai macam ramyun instan. Sekarang sudah berganti jadi deretan minuman kaleng. Aku jadi harus berjalan lebih sambil mencari dimana letak makanan favorit pria manisku. Ah, mantan.
Aku meletakkan sekaleng bir di samping cup ramyun yang sudah ku seduh air panas di atas sebuah meja panjang. Bagian ini tidak berubah. Masih tetap menghadap jendela kaca terbuka. Aku mendudukan diriku. Mengingat detil apa saja yang selalu kami lakukan kala itu.
Aku tersenyum sendiri menyadari sebuah tulisan usang di ujung meja. Tulisan yang digores dengan tinta hitam oleh pria itu.
'Aku mencintaimu, Kim Mingyu bodoh'
Dimana cintamu itu sekarang?
Impianku hancur setelah tak ada lagi pria itu. Aku marah. Aku kesal setengah mati menyadari aku telah dikhianati.
Apa kekayaan itu bisa membuat dia bahagia?
Apa aku harus jadi kaya untuk bisa bersama dia?
Aku terus memikirkan hal itu. Merutuki diriku sendiri dengan ketidak-berdayaanku. Dengan segala benteng harga diri yang aku atasnamakan mimpi.
Aku menolak kekayaan orang tuaku agar bisa bersamanya yang mendukung impianku. Tapi kenyataannya dia malah meninggalkanku. Demi kekayaan yang sedikit lagi aku raih. Dari impianku.
Dia picik sekali.
Dia membuatku hancur berkeping-keping saat itu. Bahkan aku tak berharap hidup lagi jika tanpanya. Itulah hari-hari terburukku. Hari-hari tanpa dirinya.
Aku berteriak dan berlutut tak tahu malu keesokan harinya. Menghancurkan benteng harga diri yang aku bangun sejak lama.
Aku harus mendapatkan kekayaan. Meski harus mengemis belas kasihan dari ayahku sendiri. Ya. Aku berlutut dihadapannya, memintanya memberikan barang sedikit kekayaannya agar dapat ku banggakan dihadapan pria itu.
Aku ingin membuatnya malu telah mencampakan aku.
Aku ingin melihatnya juga berlutut dan menangis memohon aku agar menerima dia kembali.
Aku sadar. Aku terobsesi padanya.
Sekarang sudah berlalu empat tahun. Aku sudah kaya. Aku sudah sukses. Kesuksesan yang mirisnya aku dapat dari menukarkan harga diri dan impianku.
Dia harus tahu. Ini semua demi dirinya.
Aku kembali. Kekota besar ditempat kami bertemu pertama kali. Di tempat kami bersatu pertama kali. Di tempat aku mendapatkan cinta pertamaku. Ditempat aku mendapatkan ciuman pertamaku.
Aku mencari dirinya lagi. Setelah empat tahun berlalu. Aku ingin membuat dia bertekuk lutut dihadapanku. Menyesali tingkah materialistis-nya yang lebih memilih kekayaan.
Sekarang aku yakin aku lebih kaya. Belum ada yang bisa menandingi kekayaanku. Bahkan pengusaha Changwon yang katanya kaya itu. Atau aku harus menyebut suaminya sekarang.
Aku bersombong diri. Dan aku menikmatinya.
"Selamat datang, Direktur Kim. Selamat atas penempatanmu di cabang penerbit Kcrea Idea. Aku dari divisi editing. Senang bertemu anda."
Dia tidak berubah. Tetap mempesona. Manis walau lengkungan senyum tidak tercetak dibibirnya. Suaranya masih saja rendah dan menggoda. Matanya masih saja khas pria pendiam dan penyendiri. Tajam dan menghanyutkan.
Rambutnya sedikit berantakan hari ini. Menjuntai ringan hampir menyentuh matanya.
Aku bertemu dengannya lagi. Pria manisku. Pria yang sudah menghancurkanku. Pria yang sudah membuatku berdiri disini. Sebagai budak bisnis.
Dia menampilkan senyum yang dipaksakan untukku. Mungkin dia terkejut sama sepertiku. Tidak menyangka bertemu dalam keadaan seperti ini.
Dia bukan lagi seniorku. Dia bawahanku. Karyawanku.
Dia bukan lagi kekasihku. Dia mantan kekasihku. Obsesiku.
"Senang bertemu denganmu lagi, Wonwoo-hyung"
Aku tidak bisa memanggilnya dengan sebutan 'sayang' lagi. Dia. Jeon Wonwoo. Aku menyebut namanya lagi setelah bertahun-tahun.
Ijinkan aku memilikinya lagi. Meski harus menghancurkan kebahagiaannya. Ijinkan aku mendapat cintanya lagi. Meski harus memisahkannya dari pria pengusaha kaya itu. Suaminya.
Dia impianku yang baru.
Jeon Wonwoo.
.
.
.
To be continued
.
.
.
Hai, Noona bawa fiksi kegalauan Mingyu. Dia lagi baper tuh. Pengen curhat. Dibaca ya curhatan Mingyu.
Silahkan direspon. TBC atau END?
Kim Noona
Tue, 13th Sept 2016
