Title: Danchou no Omoi (断腸之思)
Disclaimer: Gintama ©Hideaki Sorachi; Danchou no Omoi © Kao'Ru'Vi
Rating: T
Summary: Siapa wanita itu? Dari mana asalnya? Kenapa ia bisa terluka? Dan yang terpenting..kenapa ia mirip sekali dengan Mitsuba?
Spesial thanks to: Ninja-edit
.
Prolog
Saat Hijikata merasakan hawa membunuh muncul dari belakangnya dan menoleh, detik berikutnya yang ia sadari adalah punggungnya sudah menyentuh tanah. Hanya gerak refleks yang membuatnya menempatkan pedangnya di tempat yang tepat, menahan pedang yang nyaris menebas lehernya.
Ia berusaha keras mempertahankan pedangnya sementara anak laki-laki yang kini duduk di atas tubuhnya juga tidak mau kalah mendorong pedangnya lebih kuat, berusaha menyentuh leher sang fukuchou.
Dalam posisi itu, Hijikata menatap wajah lawannya lekat-lekat, agak terkejut dengan ekspresi yang ia lihat di sana; ekspresi yang belum pernah ia lihat sebelumnya.Ia tahu ini bukan main-main. Ia harus melakukan sesuatu kalau tidak mau berakhir di tempat ini. Ia harus mencoba bicara baik-baik dengan lawannya kali ini.
"Kau harus dengarkan aku!" katanya di sela usahanya mempertahankan diri. "Dinginkan kepalamu, Sougo!" Ia berseru lebih keras.
Dapat ia lihat raut wajah lawannya melunak sebelum kemudian menampilkan raut wajah yang dingin. "Kau berisik.. Hijikata-san."
.
Danchou no Omoi(断腸之思)
*Heartbreaking Grief*
© Kao'Ru'vi
.
Chapter 1
Petang itu, hujan tiba-tiba saja turun. Okita Sougo, ketua divisi satu Shinsengumi, serta Yamazaki Sagaru, mata-mata Shinsengumi, baru saja kembali dari patroli dan harus berlari-lari untuk mencapai markas. Jarak mereka hanya tinggal dua blok dari markas Shinsengumi, tetapi derasnya air hujan cukup untuk membuat mereka basah kuyup sebelum dapat mencapai markas.
Okita sedang memikirkan betapa nyamannya berendam di ofuro saat mereka mulai melihat gerbang kayu markas Shinsengumi. Ekspresi lega menghiasi wajahnya sebelum tergantikan dengan ekspresi heran.
"Yamazaki…"
Yamazaki mengangguk. Ia juga heran melihat pemandangan di depannya. Keduanya pun mempercepat lari mereka, mendekati objek yang telah membuat mereka mengernyit heran.
Beberapa meter dari pintu gerbang markas Shinsengumi, sesosok tubuh tergeletak dalam posisi menelungkup. Saat mereka mendekat, mereka dapat melihat bahwa sosok itu adalah seorang wanita dengan kimono biru panjang yang sudah basah kuyup karena hujan. Okita menatap bawahannya, mengangguk memberi tanda agar sang mata-mata mengecek keadaan wanita itu.
Yamazaki segera berjongkok dan membalikkan tubuh wanita itu. Saat itu juga, Okita merasa jantungnya berhenti berdetak selama berapa detik. Kepala wanita itu terluka, menciptakan genangan merah yang samar karena tersapu air hujan. Tetapi, bukan luka itu yang membuat jantung Okita berhenti. Wajah wanita itu….mirip sekali dengan wajah kakaknya yang telah meninggal.
'Bagaimana mungkin…?'
"Taichou! Dia masih hidup!" Suara Yamazaki menyadarkan Okita. Mendengar itu, Okita segera mengambil alih tubuh wanita itu dari pangkuan Yamazaki dan menggendongnya masuk ke dalam markas Shinsengumi.
Yamazaki sempat terdiam sejenak. Bukannya ia tidak menyadari betapa miripnya wanita itu dengan Mitsuba-dono, kakak dari Okita-taichou. Tetapi yang dipikirkannya sekarang adalah, diantara sekian banyak wanita, kenapa harus wanita itu yang pingsan di depan markas Shinsengumi? Kenapa harus di depan markas Shinsengumi?
"Yamazaki! Panggilkan dokter!" Sebelum menjauh, Okita sempat memberi perintah.
"Baik, Taichou!" Yamazaki segera menurut. Instingnya mengatakan akan ada sesuatu yang terjadi, tetapi mungkin ia bisa memikirkan itu nanti.
.
.
Saat Yamazaki tiba di kamar Okita dengan seorang dokter, wanita itu terbaring tidak sadarkan diri di futon dengan yukata tidur milik Okita sementara Okita duduk di sampingnya. Yamazaki ingin bertanya siapa yang menggantikan pakaian wanita itu, tapi rasanya ini bukan waktu yang tepat.
Sang dokter memeriksa wanita itu sementara Okita menatap semua yang dilakukan sang dokter lekat-lekat.
Berbeda dengan sang taichou, Yamazaki lebih tertarik kepada wanita itu dibandingkan dengan pekerjaan sang dokter. Semakin diperhatikan, Yamazaki menyadari bahwa wanita itu memang mirip sekali dengan Mitsuba. Mereka bagai pinang dibelah dua, kecuali rambutnya. Rambut wanita itu panjang sepunggung dan agak ikal, juga berwarna coklat tua.
Ketika sang dokter selesai melakukan pemeriksaan, Okita segera bertanya, "Bagaimana keadaannya, Dokter?"
"Lukanya tidak seberapa, jadi saya rasa tidak akan ada masalah. Saya siapkan obat pereda sakit kalau-kalau ia membutuhkannya. Kalau ada sesuatu, Anda bisa memanggil saya kembali." Sang dokter membereskan peralatannya dan bangkit untuk pamit.
Okita ikut bangkit, mengantar sang dokter hingga ke depan pintu. "Terima kasih, Dokter," katanya seraya membungkukkan badan.
Dokter itu mengangguk sepintas dan berjalan keluar dengan diantar kembali oleh Yamazaki.
Sepeninggalan Yamazaki dan sang dokter, Okita kembali menatap wanita yang terbaring di futonnya. Sejak tadi otaknya tidak berhenti bertanya-tanya. Siapa wanita itu? Dari mana asalnya? Kenapa ia bisa terluka? Kenapa ia pingsan di depan markas Shinsengumi? Dan yang terpenting, kenapa ia mirip sekali dengan Mitsuba?
"Taichou, apa yang akan Anda lakukan sekarang? Kondo-san dan Hijikata-san sedang tidak ada." Sebuah suara tiba-tiba menyadarkannya. Rupanya Yamazaki sudah kembali.
Okita terdiam sejenak, menimbang-nimbang. "Aku..."
Baru saja Okita bicara, perhatian mereka teralihkan oleh suara dari arah futon. Rupanya wanita itu sudah sadar.
Okita melupakan pertanyaan Yamazaki dan bergegas mendekati futon. "Anda tidak apa-apa?" tanyanya pada wanita yang baru saja membuka mata itu.
Wanita itu menatap Okita dengan wajah terkejut. Kemudian ia berusaha bangkit untuk duduk, yang segera dibantu oleh Okita. Ia memperhatikan seisi ruangan sebelum bertanya dengan raut wajah cemas, "Ini… di mana?"
"Kau ada di markas Shinsengumi. Kau pingsan di depan markas," jelas Okita.
"Anda kenapa? Apa ada yang mengejar Anda?" tanya Yamazaki.
Wanita itu tiba-tiba terlihat linglung. "Aku… Aku…." Ia memegangi kepalanya. "Aku tidak tahu…" katanya lirih.
"Nama Anda? Siapa nama Anda?" Yamazaki kembali bertanya. Entah kenapa ia merasakan firasat buruk.
Wanita itu menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Aku tidak tahu," katanya.
"Tidak tahu? Maksudmu…" Okita membiarkan kalimatnya menggantung. Jantungnya berdebar-debar. Mungkinkah….
"Aku tidak ingat siapa namaku, atau keluargaku, atau apapun," kata wanita itu lagi. Kali ini seperti ingin menangis.
Bingo. Dugaan Yamazaki dan Okita terbukti sudah. Tetapi, berbeda dengan Yamazaki yang kelihatan cemas, wajah Okita malah mencerah, meskipun ia tidak menunjukkannya secara terang-terangan.
Okita mengelus punggung wanita itu, menenangkannya. Ia terlihat berpikir selama beberapa saat sebelum berkata, "Kau bisa tinggal di sini sementara waktu."
Yamazaki sontak terkejut saat mendengar perkataan Okita. Ia menatap sang taichou dengan tatapan tidak percaya.
"Taichou! Kita tidak boleh memutuskan seenaknya saat Kyokuchou dan Fukuchou tidak ada!" tegurnya. Biar bagaimanapun, mereka belum tahu asal usul wanita itu. Sebagai mata-mata, ia harus selalu waspada.
"Selama mereka tidak ada, aku yang bertanggung jawab atas tempat ini. Lagipula mereka akan kembali tiga hari lagi," kata Okita tenang. Yamazaki sebenarnya masih tetap tidak setuju, tapi ia tidak bisa berkata apa-apa.
Melihat Yamazaki tidak berusaha membantah, Okita menatap wanita itu. "Setelah Kyokuchou dan Fukuchou pulang nanti, kita harus meminta izin pada mereka. Tapi selama tiga hari ini kau bisa tinggal di sini."
"Terima kasih," Wanita itu berterima kasih dengan canggung.
Okita tersenyum. "Aku Okita Sougo, ketua divisi satu Shinsengumi. Dan yang satu ini Yamazaki Sagaru."
"Dan kau…" Ia menatap wanita itu lekat-lekat, wajahnya terlihat serius. "Sampai ingatanmu kembali, kami akan memanggilmu 'Mitsuba'."
Yamazaki sudah menduga apa yang akan diucapkan oleh sang taichou dan ia tidak punya hak untuk memprotes. Yang ia tahu, akan ada kehebohan saat kyokuchou dan fukuchou kembali tiga hari lagi.
.
.
Kagura sedang berjalan-jalan seorang diri sambil mengunyah sukonbu saat melihat seseorang yang selalu berhasil membuatnya kesal―dengan atau tanpa alasan. Musuh bebuyutannya, Okita Sougo.
'Sedang apa dia di depan toko kue? Pasti mau memeras rakyat kecil,' pikir Kagura.
Kagura baru saja berjalan untuk menghampiri sang rival saat melihat seorang wanita keluar dari toko dan menghampiri rivalnya itu sambil tersenyum. Kagura nyaris menjatuhkan sukonbunya saat melihat si sadis balas tersenyum dan bicara pada wanita itu.
'Siapa?' pikirnya.
Okita tiba-tiba saja menoleh dan menyadari keberadaannya. Setelah menyeringai ke arah Kagura, ia kembali menatap wanita di sampingnya dan mengatakan sesuatu yang membuat wanita itu mengangguk dan berjalan meninggalkannya, masuk ke toko kue yang lain. Si sadis yang sekarang sendirian berjalan menghampiri Kagura.
"Sendirian?" tanya Okita saat sudah dekat dengan rivalnya.
Kagura bisa saja menjawab dengan kalimat pedas seperti 'memangnya kau tidak punya mata?' atau 'apa urusanmu?' seperti biasa, tetapi rasa penasaran mengalahkan egonya.
"Dan kulihat kau berduaan. Jangan bilang itu cewekmu karena cewek itu pasti menderita katarak atau semacamnya karena mau jalan denganmu." Rupanya egonya belum mau mengalah begitu saja untuk sekedar bertanya 'siapa yang berjalan denganmu?'.
"Ah, aku tidak tahu kalau kau sangat cemburu."
"SIAPA YANG CEMBURU PADAMU? !" Kagura berkata sengit, membuat Okita terkekeh.
"Dia kakakku," jelas Okita. Seringainya menunjukkan bahwa ia sengaja mengatakan kalimat itu. Mungkin untuk sekedar melihat reaksi si cewek Cina.
"HAH?" kali ini Kagura melongo. Kakak? Seingatnya, ia menghadiri upacara pemakaman kakak Okita. Tunggu, tunggu, tunggu. Ia memang tidak terlalu jelas melihat wajah wanita tadi, tapi rasanya memang mirip dengan wanita yang ada di foto saat pemakaman dulu. "Kau punya dua kakak?" tanyanya. Sepertinya egonya sudah benar-benar kalah dari rasa penasarannya.
"Tidak. Cuma satu."
Kagura mengeryit. "Kakakmu kan sudah meninggal, Sadis Bodoh! Memangnya dia bisa bangkit dari kubur?"
Sebuah kalimat sarkastis yang anehnya dijawab santai oleh Okita. "Mungkin. Sepertinya Tuhan memang membangkitkannya kembali untukku."
Kagura semakin melongo parah mendengar jawaban itu.
'Oke, ini semakin aneh. Si Sadis pasti bukan cuma bodoh, tapi sudah menjadi gila.'
"Okita-san," Sebuah suara membuat keduanya menoleh. Wanita yang dibicarakan berlari kecil menghampiri mereka. "Aku sudah dapat kuenya." Ia menunjukkan kantong plastik yang dipegangnya.
Kali ini Kagura mendapat kesempatan untuk memperhatikan wanita itu baik-baik. Kagura tidak bisa mengingat jelas wajah kakak si sadis yang dilihatnya di foto, tetapi wajah wanita yang ada di hadapannya ini memang mirip dengan si sadis.
"Ah, ini teman Okita-san?" Wanita itu bertanya sambil tersenyum menatap Kagura. "Halo, namaku Mitsuba."
"Namaku Kagu…"
"Panggil saja dia 'Cina Sialan', Mitsuba-san," Okita memotong kalimat Kagura, membuat Kagura segera mendelik.
"KAU yang sialan, Bocah Sadis Sialan!" balasnya. Dan adu mulut diantara keduanya kembali berlanjut hingga mereka mendengar sebuah tawa. Mereka berdua menoleh dan mendapati Mitsuba sedang tertawa pelan.
"Kalian lucu," katanya.
Keduanya saling pandang sengit sebelum akhirnya membuang muka.
"Ayo kembali ke markas, Mitsuba-san. Tidak ada gunanya berbicara dengan orang bodoh," kata Okita seraya berbalik meninggalkan Kagura.
"SIAPA YANG ORANG BODOH, HAH?"
"Sampai nanti, Cina." Okita melambai sepintas, tidak menghiraukan ucapan Kagura sama sekali. Mitsuba tersenyum dan membungkukkan badannya sedikit kepada Kagura sebelum berjalan mengikuti Okita.
Kagura menatap punggung kedua orang itu, antara kesal dan penasaran. Dalam hati, ia masih bertanya-tanya, tapi akhirnya ia sadar bahwa siapapun wanita itu sama sekali bukan urusannya. Ia pun memutuskan untuk melanjutkan jalan-jalannya.
"AH!"
Baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba ia teringat.
Mitsuba.
'Tidak salah lagi. Itu adalah nama kakak perempuan Si Sadis. Gin-chan beberapa kali menceritakan tentang orang itu. Mungkinkah cewek tadi adalah orang mati yang bangkit dari kubur? Kakak Si Sadis?'
Bangkit dari kubur…
'Tunggu! Mana mungkin orang mati bisa hidup lagi? Memangnya Si Sadis berhasil mengumpulkan dragonboozu dan memanggil Shenlong?'
Kagura menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha untuk tidak memikirkan hal-hal aneh. Ia pun mengurungkan niatnya untuk berjalan-jalan. Diputuskannya untuk kembali ke Yorozuya untuk bertanya pada Gintoki.
.
_To be continued_
.
A/N:
Yo! Akhirnya setelah sekian lama ide fanfic ini mengendap di kepala, bisa Ru keluarin juga. Ini semua berkat Ninja-Edit yang udah mau Ru jadiin tempat konsultasi, terutama mengenai plot. Thanks a lot, Nee~ Selanjutnya pun Ru masih bakal tetep konsul kayaknya. Hihihi...
Ru sebetulnya agak enggan nulis multichapter. Paling banyak two-shot, soalnya Ru takut akhirnya berenti di tengah jalan. Tapi fanfic yang ini nggak mungkin cuma 2 chapter. Mungkin sekitar 5 chapter. Semoga bisa selesai. Aamiin.
Akhir kata, makasih buat yang udah baca. Review sangat amat ditunggu, terutama review yang membangun.
Sampai ketemu di chapter 2 :)
