Kagerou Days (c) Jin. Tidak mengambil keuntungan materiil dari fanfiksi ini. Bisa AU bisa canon tergantung bagaimana pembaca melihat.
a/n: Debut di kagerou days, salam kenal!
background music: The Tip of The Iceberg-Owl City


here
nabmiles


Ayano menautkan jemarinya dengan jari-jari Shintarou yang kaku akan suhu nol derajat tadi malam, membagi hangat pun sinyal aku di sini yang dibiarkan merayap lamat, namun nyata.

Di balik selimut membungkus hingga lutut, Shintarou sadar sentuhan literal itu—bukan bayang di antara gelap, bukan punggung Ayano yang begitu jauh dari jangkauan, bukan air mata Ayano, bukan syal merah Ayano yang tergeletak sendirian—namun sungguh Ayano.

Mata Shintarou terbuka dan manik coklat Ayano lah pengisi pandangan, menemukan iris Shintarou oleh kasih sayang sebagaimana gadis itu merawat burung kecil terluka di kamarnya. Shintarou terdiam sejenak, lalu tanpa sadar menggumamkan nama Ayano.

"Pagi, Shintarou-kun," Ayano menyapa. Dia membungkuk agar sejajar dengan mata Shintarou yang duduk di sofa tepat di bawah jendela yang kacanya bernoda salju. Shintarou tak bersuara alih-alih terus menatap netra bening Ayano. Selagi gadis itu melepas syal dan dililitkan pada lehernya, tangan mereka berpisah, jemari Ayano bersinggungan dengan kulit dan Shintarou suka sensasinya. Syal Ayano beraroma chamomile seperti gadis itu. "Kau kedinginan, Shintarou-kun. Diamlah di sini, kubuatkan sesuatu."

Badan Ayano tegak lalu ia berbalik, Shintarou mengangkat tangan dan ia dapatkan buku-buku jari Ayano yang tetap hangat. Ayano membatalkan langkah, menatap Shintarou.

"Jangan. Kau di sini saja."

—atau aku melihatmu pergi lagi.

Ayano tersenyum. Tawa gadis itu renyah, manis, enak didengar, mengimitasi kicau burung di pagi hari. "Aku tidak lama, Shintarou-kun."

"Dan aku tidak kedinginan," Shintarou tahu itu kebohongan bodoh, "kau bisa duduk di sini, itu cukup."

Netra Ayano berbias tanya beberapa saat, kemudian bersubstitusi dengan senyum—Shintarou tahu senyum itu melenyapkan ketakutan terbesarnya. "Baiklah," suara Ayano melantun ringan, mencapai gendang telinga Shintarou sementara ia duduk di sebelah si laki-laki. "Shintarou-kun ingin bercerita?"

"Untuk apa?" tanya Shintarou heran.

"Agar di sini tidak terlalu dingin," kepala Ayano bersandar di bahu Shintarou, anak-anak rambut menyapu tepi pipi, kelopak menyembunyikan sepasang manik coklat. Seulas senyum tipis dan lengkap sudah. "Lagipula Shintarou-kun jarang bercerita."

Tidak, tidak perlu, kata-kata tersebut cukup bergelung di ujung lidah—tak penting diucap, karena ia tahu Ayano tahu—kau di sini sudah menghangatkanku.