"56,57,58…80… yatta, aku lulus."
Suara teriakan itu adalah awal dimulainya cerita ini. Disana seorang pemuda berusia lima belasan tengah melompat girang, menyorak riang, dan mengepalkan tangan ke udara—ya wajar saja sih, dia masuk sekolah impiannya.
Hari ini, kerja kerasnya selama tiga tahun di SMP terbayar sudah. Semuanya tuntas, dengan satu kata—LULUS.
Akhirnya, akhirnya, akhirnya.
Tidak akan lagi ada ejekan, tidak akan ada lagi senyum meremehkan. Dia adalah dirinya yang kini memasuki sekolah impian hampir seluruh pemuda seumurannya. Ahh, rasanya ingin meledak saking senangnya.
Yosh, mulai saat ini tidak ada lagi Kouki Furihata yang penakut, pengecut serta terlampau biasa-biasa saja. Yang kini ada adalah Kouki Furihata, siswa TEIKO GAKUEN.
"Selamat datang hidup indahhhh," serunya senang.
_-Burst of Confetti-_
Disclaimer : Fujimaki Tadatoshi
Genre: Friendship/Romance/Adventure/Mistery.
Pairing: akan ditampilkan seiring berjalannya cerita. KuroFuri & KagaTaka Friendship.
Warning standart applied. Banyak kata kasar dan perkelahian. Bromance dan Romance, Boy loves, Yaoi. Happy reading.
SMA itu adalah jenjang dari sekedar anak-anak menginjak remaja menjadi sosok yang nantinya akan dewasa. Ini bukan lagi mengenai permainan konyol dengan ingus meler di saat masih SD ataupun mempercayai hal-hal aneh sewaktu SMP. Disini setiap orang mulai memilih jalan untuk belajar menjadi mandiri, menjadi orang yang lebih baik—dan khususnya sebagai seorang lelaki –menjadi pria dewasa sejati. Dan masa ini, adalah dimana mereka bisa menemukan jati dirinya.
Dan Kouki Furihata juga ingin seperti itu, menjadi lebih baik, tidak lagi pengecut dan dapat memilih jalan hidup yang baik—pria sejati. Tapi, semangatnya yang tadinya membara langsung menciut ketika yang berada bersamanya dalam bis menuju Teikou Gakuen adalah orang-orang popular yang mondar-mandir di depan televisi. Dia yang sedari awal memang pengecut semakin minder dan rasanya menciut.
Di sebelah sana—di bangku depan, duduk dengan gaya aristocrat itu adalah anak seorang walikota. Wajahnya tegas, tampak angkuh, dan juga terlihat selalu meremehkan. Dan di sebelahnya lagi, seorang pria tinggi besar yang merupakan atlet angkat beban yang selalu langganan juara tingkat nasional. Wajah pria itu tidak kalah sangarnya. Belum lagi yang lainnya yang terlalu banyak untuk disebutkan.
Tapi yang membuatnya tertarik adalah seorang pria berambut merah kehitaman, tubuhnya tinggi besar, wajahnya tegas. Sepertinya orangnya pemarah, tapi entah kenapa ia merasa orang itu ramah disaat bersamaan. Di wajah orang itu tidak nampak keangkuhan malah tampak polos. Eh, apa yang dia pikirkan? Polos, nampaknya tidak cocok dipakai untuk orang sepertinya. Taruhan saja, orang itu sepertinya jenis manusia yang tidak mau kalah.
Nah, lebih baik beralih ke orang di sebelahnya. Pemuda itu lucu, selalu berguyon dan wajahnya selalu tersenyum riang. Haha, lucu sekali melihat pemuda dengan rambut belah tengah itu menggoda si merah dan membuatnya nampak kesal dan terganggu. Kelihatannya pemuda itu merupakan orang yang suka menganggap santai berbagai keadaan, yah sepertinya dia punya motto 'Enjoy your life'. Seandainya saja, ia juga bisa seperti itu. Padahal dia sendiri tidak yakin apa bisa memiliki teman nanti.
"Tidak baik memperhatikan orang seperti itu."
Sebuah suara datar menginterupsi pengamatannya. Ia tersentak sesaat—kaget jika ada orang di sebelahnya.' Sejak kapan pemuda ini ada disini, seingatnya ia sendirian saja sedari tadi?' batinnya takut-takut kalau yang di sampingnya itu hantu.
"Saya berada disini sedari tadi dan saya bukan hantu," tambah pemuda itu.
"Hieee, ka-kau juga bisa membaca pikiran." Kali ini Furihata benar-benar kaget, hampir terhenyak dari kursinya.
Meletakkan novel yang sedari tadi dibacanya, pemuda berambut baby-blue menatap si coklat datar. " Anda terlalu sibuk mengamati orang lain dan tidak, saya tidak bisa membaca pikiran tapi anda seperti buku yang terbuka lebar."
Sebegitu terlihatnya ya? Dia saja tidak tau jika ia benar-benar mudah dibaca. Tetapi pemuda di depannya ini membuatnya kagum, ia tampak sangat tenang dan sopan. Seperti air yang mengalir lembut. Ahh, kenapa hobi mengamatinya malah kambuh disaat seperti ini? Seharusnya ia memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari teman.
"Tetsuya Kuroko." Pemuda itu mengulurkan tangan dan Furihata kembali tersentak, dia membaca pikiran Furihata lagi.
Sedikit bergetar, pemuda itu membalas uluran tangan di depannya,"K-kouki Furihata, sa-salam kenal."
"Salam kenal Furihata-kun. Mulai sekarang kita berteman," ucap pemuda yang akhirnya diketahui bernama Kuroko itu sembari tersenyum tipis.
Mata Furihata berbinar. Seaneh apapun orang di depannya ini dan selalu berhasil mengejutkannya sepertinya dia adalah orang yang baik. Akhirnya, ia mendapatkan teman pertamanya. Kehidupan di asrama nanti sepertinya takkan seburuk pikirannya.
"Hai'," serunya semangat.
.
.
.
Deru mesin bus terdengar semakin pelan seiring melambatnya kecepatan. Pepohonan yang tadinya terlihat sekilas mulai nampak jelas, dan semakin jelas ketika laju bus benar-benar berhenti. Furihata mengerutkan alis, bingung sendiri dengan kenyataan dimana kiranya lokasi sekolah Teikou Gakuen yang terkenal itu berada.
AS—TA—GA.
Pikirannya sedari tadi mencoba mencerna semua fakta, berpikir berulang-ulang dan hanya dapat keputusan final, sekolah ini memang terletak di hutan—di tengah tepatnya. Ia benar-benar tak bisa menerima fakta ini, sama sekali jauh dari apa yang dia bayangkan selama ini. Dia pikir, Teikou Gakuen itu akan terletak di tengah pusat kota dengan segala kemewahan serta kemudahan akses ke berbagai tempat hiburan. Kalau seperti ini, lebih pas di sebut kemah, penjara atau apalah. Melirik Kuroko, ia hanya melihat pemuda itu memasukkan novel tebal itu ke dalam ransel dan mulai beranjak. Ah benar juga, sudah sampai tujuan.
"Kuroko-kun, apa kau sudah tahu bahwa letak sekolah kita di tengah hutan?" Furihata membuka pembicaraan disaat langkahnya sudah menyamai pemuda berambut biru muda—agak susah, mengingat hawa keberadaan orang itu yang tipis membuatnya beberapa kali salah mengenali orang. Untung saja ia suka memperhatikan sekitarnya sehingga ia dapat mendapat clue mengenai tampilan Kuroko hari ini—memakai syal warna biru dengan motif kotak-kotak.
Yang ditanyai berhenti melangkah dan Furihata ikut terdiam, siswa-siswa lainnya tampak mendahului mereka menuju gerbang."Aku tidak tau," gelengan menyertai." Bukannya lokasi sekolah ini memang tak pernah dipublikasikan?" lalu ia kembali melangkah pelan.
Mengingat sebentar, ia memang tak pernah tahu dimana lokasi sekolah tersebut. Dari media internet manapun dan dari website sekolahnya sendiri hanya ditampilkan bagaimana isi sekolah tersebut dan berbagai fasilitas yang diberikan."Benar juga ya, kalau dipikir-pikir sekolah ini misterius sekali."
Kuroko menjawab dalam anggukan, ia dan Furihata memelankan langkah ketika semua murid lainnya kini bergerombol—tanda mereka telah di depan gerbang. Berhubung badan mereka yang memang bisa dikatakan tak terlalu tinggi namun juga tidak terlalu pendek itu mereka hanya dapat melihat kepala-kepala lainnya yang mengisi seluruh pandangan mereka.
Furihata dan Kuroko bisa melihat pintu gerbang yang terbuat dari pipa besi panjang berukir—yang tampak sangat mewah—Itu terbuka perlahan, menjadi jalan masuk siswa baru dari sekolah tersebut. Bagai gerombolan semut, semua siswa berjejer masuk. Tak jarang menoleh ke kiri dan kanan namun ada satu hal yang dibingungkan. Kenapa hanya ada hutan? Dimana sekolahnya?
Pertanyaan dari semua murid yang mulai berbisikpun sama saja dengan kedua pemuda itu, semua ini membingungkan, benar-benar kacau. Pikiran terburuk merajai seluruh pikiran, bagimana jika ini suatu konspirasi untuk menghacurkan sekolah Teikou Gakuen? Dengan di sanderanya seluruh murid baru bukankah akan benar-benar menghancurkan sekolah. Atau sebenarnya Teikou Gakuen itu tak pernah ada? Tapi, kalau itu kenyataannya tak mungkin selama ini ada pejabat pemerintah ataupun orang kaya yang merupakan alumni dari sekolah itu.
Sebenarnya apa yang terjadi? Bahkan di depan gerbang tadi tidak ada penjaga sekolah. Furihata kembali merasakan dirinya menjadi pengecut ketika badannya terus-terusan bergetar memikirkan semua hal ini.
"Kuroko-kun apa benar ini konspirasi?" Furihata bertanya bertanya dengan semua keberaniannya yang tersisa.
Pandangan Kuroko masih tetap datar, ia masih memperhatikan pemandangan di depannya."Sepertinya tidak, dari keadaan di bus tadi semuanya normal." Ia menjawab tanpa menoleh.
"Ta-tap –
"Jika memang ada konspirasi seharusnya mereka melakukannya sejak di bus tadi. Akan lebih mudah untuk mengkoordinir para sadera di ruang lingkup sempit yang membuat pergerakan tidak leluasa. Sedangkan jika mereka melakukannya disini, bukankah akan lebih mudah bagi kita kabur. Di sekeliling kita adalah hutan, Furihata-kun."
Furihata memberikan paru-parunya oksigen baru, ia sedikit menghela nafas lega dengan alasan logis yang Kuroko kemukakan, tapi ia masih bingung dengan keadaan yang sedang terjadi saat ini.' Kenapa rasanya menakutkan?'
Kriet, bums.
Semua kepala menoleh ke belakang hanya untuk menemukan pintu gerbang yang telah ditutup—sepertinya terbuka dan terkunci secara otomatis. Semua murid semakin panik, ini benar-benar penyambutan yang tidak logis untuk ukuran suatu sekolah. Apalagi dengan hawa mencekam yang entah kenapa semakin kuat.
"My,my. Selamat datang di Teikou Gakuen." Suara berat itu berasal dari atap pos jaga. Disana berdiri tiga orang pemuda dengan perawakan berbeda. Satu orang memakai kacamata membingkai mata sipit hitam, berbadan tinggi. Satu orang di sebelahnya berperawakan tinggi seperti model dengan rambut pirang yang berantakan serta seorang lagi berperawakan kecil dengan rambut coklat yang membingkai wajah manis.
Ini pasti murid kelas dua atau tiga di sekolah ini kalau dilihat dari seragam sekolah yang mereka kenakan. Tapi yang membingungkan adalah kenapa yang menyambut mereka bukanlah kepala sekolah atau dewan sekolah melainkan pemuda-pemuda yang—sepertinya urakan.
Berdiri dari atap sekolah yang terbuat dari beton—ini baru disadari Furihata kalau bangunan tersbeut malah nampak seperti trapesium— pemuda berkacamata itu nampak memberikan senyum ramah.
"Ah, aku lupa membenarkan Gakuranku. Ah,gomenne. Memalukan sekali menyambut dalam keadaan seperti ini." Yang berkamata membenarkan gakurannya yang tidak terpasang sempurna sembari berucap." Hey, dan kau juga Kise. Haduh, memalukan sekali."
"Ah iya, aku lupa-ssu." Pemuda yang dipanggil Kise menggaruk kepalanya kemudian membenarkan gakurannya dengan terburu-buru.
Saat kedua temannya sibuk dengan gakuran masing-masing, si pemuda berambut coklat tampak menatap dengan pandangan bersalah sebelum membungkuk berulang-ulang.
"Go-gomenasai-gomenasai. Gomen, aku lupa mengingatkan mengenai gakurannya, gomen karena aku baru saja bisa menemukan kalian. Gomen,gomene."
Melihat komedi yang ditampilkan oleh ketiga orang di depannya membuat semua murid baru hanya bisa sweatdrop, apa semua orang yang sekolah ini adalah orang aneh. Lalu dimana label yang mengatakan sekolah ini merupakan sekolah elit terbaik se-Jepang? Ini, benar-benar keluar jalur dari apa yang mereka bayangkan.
"Ah, gomenne untuk kejadian barusan. Sekarang kami akan memperkenalkan diri dengan formal sebagai dewan siswa sekolah ini."
Dewan siswa? Yang benar saja, wajah mereka tidak tampak menyakinkan. Itu adalah bisik-bisik yang kembali terdengar oleh Furihata dan Kuroko. Sebenarnya mereka juga bingung, ada apa sebenarnya dengan sekolah ini? Semua yang terjadi, boleh dibilang—konyol.
"Pekenalkan saya adalah Souichi Imayoshi, wakil dari dewan siswa Teikou Gakuen. Di sebelah kanan saya Ryouta Kise merupakan bendahara lalu di sebelah kiri saya Ryou Sakurai merupakan sekretaris. Salam kenal minna."
Pemuda-pemuda tersebut sedikit membungkuk, sebelum seseorang yang bernama Sakurai lebih dulu bangkit dan membuka sebuah map yang sedari tadi dipeluknya.
"Gomenasai, karena sekarang sudah jam satu siang tepat. Gomenasai,tapi kita sudah harus memulai tes masuk gomenasai."
Semua murid sweatdrop lagi, apa benar mereka ini merupakan dewan siswa—apalagi yang berambut coklat itu benar-benar tidak meyakinkan dengan permintaan maafnya yang berulang-ulang itu.
"Ah, ya benar. Kita akan melakukan tes-ssu. Baiklah, saatnya mulai."
Ctak
"A-awww, sakit-ssu. Imayoshi-senpai hidoi-ssuuu. Hiks."
Pemuda berambut hitam hanya menatap datar Kise yang mengelus-elus kepalanya sakit."Baka-Kise, Kau pikir tes akan mulai jika tidak ada penjelasan. Dimanapun semua tes itu dimulai dengan prosedur pelaksanaannya dulu."
Murid-murid ternganga. Ini benar-benar konyol.
"Baka."
"Eh?" Baik Kuroko maupun Furihata sama-sama menolehkan kepala mereka kearah sumber Geraman. Seorang pemuda dengan tubuh kekar, tangan kedua pemuda itu bersilangan di depan dada dan ia menatap jengkel kepada ketiga orang pemuda yang sama sekali tidak ada serius-seriusnya.
"Ini benar-benar konyol dan tidak masuk akal. Cepat selesaikan ini semua. Kalian benar-benar membuat semua orang ingin muntah. Memuakkan."
"Ah pemuda itu,"refleks Furihata,ia mengingat pemuda itu adalah orang yang duduk dengan anak walikota.
"Ada apa Furihata-kun?"
Merasa malu karena ketahuan, Furihata hanya bisa menggaruk belakang kepalanya—salah tingkah." Ah, bukan apa-apa. Ehehehe."
Kuroko mengangguk, tak ingin memperpanjang masalah. Keduanya kembali fokus ke depan. Anehnya, suasana yang tadinya konyol sekarang terasa mencekik mereka.
"Ah, padahal kami hanya ingin memberikan sedikit hiburan,"ucap wakil ketua dengan senyum di wajahnya.
"Apanya yang hiburan bego. Ini memuakkan tahu. Bilang saja kalau kalian ini pembohong, kalian tidak nampak sama sekali sebagai dewan siswa. Kalian itu, hanyalah badut-badut menjijikkan."
"Wah, wah. Tidak baik berkata seperti itu pada para senpai-ssu." Aura bodoh yang dipancarkan pemuda tadi berubah dingin namun masih terpasang senyum riang di wajah pemuda berambut pirang itu.
"Peduli setan dengan senpai. Cepat katakan dimana dewan siswa yang sebenarnya berada."Murid berbadan besar itu masih saja mengoceh.
"Gomenasai, tapi kami memang dewan siswa."
"Omong kosong, kalau begitu dimana Presiden siswa-nya hah?"
Beberapa murid mulai berbisik, antara mendukung dan tidak mendukung. Mau bagaimanapun, mereka hanyalah murid baru dan di depan mereka itu adalah senpai mereka.
"Kalian akan menemui Presiden siswa dan ketua asrama setelah tes ini. Jadi, bisakah anda tenang." Senyum masih tercetak di wajah Imayoshi namun gaya bicara menjadi lebih datar.
Keheningan mengambang di antara murid baru dan dewan siswa. Furihata entah kenapa merasakan firasat buruk.
"Testnya sederhana, kalian hanya perlu mengisi pertanyaan-pertanyaan yang kami sediakan."
Senyum miring tersampir di wajah itu," Pertanyaan tersebut telah dimasukkan ke dalam botol dan disembunyikan disekitar hutan ini. Yah seperti permainan mencari harta karun. Ini mungkin akan terdengar mudah tapi usahakan sudah berada di gedung sekolah pada jam lima sore nanti. Kalian cukup menemukan satu saja. Ahh, kejutan memang selalu menjadi bagian yang menarik. Kalau begitu sampai jumpa di sekolah."
Keheningan masih melingkupi seluruh murid ketika ketiga pemuda itu membalikkan badan—meninggalkan mereka dengan tes sekolah yang tidak masuk akal. Beberapa menggumamkan kata menarik namun sebagian besar mengatakan betapa konyolnya sekolah ini.
"Minna, aku lupa memberitahu satu hal. Lakukan apapun agar lulus tes. Ini akan menjadi penilaian kalian pantas masuk sekolah ini atau tidak ssu." Cengiran terpasang di bibir pemuda berambut blonde, ia melambaikan tangan riang seolah kalimat terakhirnya bukanlah sesuatu yang penting.
"Ku-kuro-kun bagaimana ini?" tanya Furihata frustasi, ia sama sekali tidak mengerti sistem sekolah ini. Seharusnya mereka sudah diterima sejak hasil ujian masuk itu diumumkan? Tapi kenapa harus ada tes lagi?
"Saya juga tidak tahu, yang jelas kita harus menyelesaikan tes ini." Kuroko menjawab dengan nada datar yang disertai kekalutan serta tanda tanya yang besar—namun berhasil ia tutupi dengan wajah datar. Sejujurnya, ia juga sangat bingung sedari tadi.
Memutuskan bahwa semuanya sudah kepalang tanggung—ia sudah tidak bisa mundur—Furihata menganggukkan kepalanya lalu tersenyum. Lagipula hanya satu kan?
" Osh, ayo kita lakukan bersama, Kuroko-kun."
.
.
.
"Hosh,hosh."
Deru nafas Furihata dan Kuroko sedari tadi sudah tak lagi beraturan, mereka hanya bisa mengelilingi hutan tanpa menemukan apapun. Bahkan setelah tiga jam berputar yang mereka lewati hanya pepohonan dan semak-semak. Kepala mereka berdua terkadang menengadah ataupun memutar Sembilan puluh derajat hanya untuk memastikan dimana letak botol tersebut. Tapi nihil, tidak ditemukan dimanapun—benar-benar tersembunyi.
"Kuroko-kun bagaimana ini?" Furihata menjerit frustasi, ia tidak mau usahanya masuk kesini selama tiga tahun harus berakhir dengan permainan konyol dari dewan siswa.
Kuroko menatap Furihata prihatin, ia sendiri juga tidak tahu apa yang terjadi." Saya juga tidak tahu Furihata-kun. Setidaknya kita masih mempunyai waktu satu jam."
Wajah Furihata memendung, ia menurunkan pundaknya seolah lelah. Kuroko menatapnya bersalah. " Kuroko-kun…"
Kuroko merasa tidak enak hati. Apa kata-katanya tadi terlampau meruntuhkan motivasi Furihata."Ya.. Furihata-kun," ia berucap dengan nada sedikit turun.
Kedua bola mata memandang Kuroko memelas,"Bisakah-
"Ya?"
"Bisakah…
"Ya, Furihata-kun?"
"Bisakah kau tidak menggunakan bahasa formal?"
Furihata menampakkan senyum riang, Kuroko sweatdrop. Astaga orang ini, Kuroko sudah khawatir tapi malah berakhir seperti komedi.
"Err, sa—ah, aku kira Furihata-kun ingin mengatakan 'Bisakah kita menyelesaikan tes ini dengan kempuan kita yang hanya begini?'" Kuroko mengucapkan sambil membuat gerakan tangannya menekan udara sebatas dada.
Si coklat tertawa hambar." Ah-ah, entah kenapa aku merasa begitu lemah. Tapi walaupun begitu, sepertinya mengikuti tes ini bukanlah hal yang penting lagi. Toh punya teman saja sudah cukup bagiku."
Kuroko tertegun sebentar sebelum menatap ke arah Furihata."Furihata-kun –
"Ya-ya." Raut wajah Kuroko yang berubah entah kenapa membuat Furihata gelapan, apa kata-katanya ada yang salah?
"Di belakangmu –
Coret kata-kata, jelas bukan. Lalu yang dimaksud dengan 'di belakangmu' itu apa? Ini hutan dan hari sudah mulai gelap. Dan Furihata takut hal yang berbau horror.
"Ku-kuroko-kun. Ja-jangan membuat aku takut." Tubuh si coklat bergetar tidak karuan, ia mulai takut-takut ke belakang. Dan yang dia temukan –
"Eh, tidak ada apa-apa?" tapi kenapa rasanya ada yang kurang yah, bukannya seharunya di sebelahnya ada Kuroko? Matanya melebar shock, jangan-jangan Kuroko dimakan hantu.
Tug
"Gyaaaa, setaaaannnnnn." Hampir saja Furihata lari terbirit—Ia sungguh takut dengan apapun berbau mistis—kalau saja tidak ada tangan yang memegangnya, namun hal itu membuatnya berakhir dengan ia yang makin ketakutan dan terduduk di tanah. Memejamkan matanya rapat, ia—terpaksa—siap dengan kenyataan bahwa nyawanya akan di ambil oleh setan. Kakinya bahkan terasa mati rasa.
"Furihata-kun kenapa kau bersikap seperti itu?"
E-eh , itu suara Kuroko atau hantu?
Tug.
"A-aw. Hwaaa, Kuroko-kun kau mengagetkankuuuu." Furihata berseru kalap antara bersyukur bahwa orang yang di depannya bukanlah setan tapi juga tiba-tiba merasa terancam serangan jantung. Ia berucap bahwa Kuroko menyebalkan karena membuatnya terkejut sekaligus ketakutan.
Pemuda bersurai baby blue itu hanya menggumamkan kata maaf. Tanpa diketahui Furihata, Kuroko tersenyum kecil. Ia tak meyangka jika mempunyai teman itu rasanya selalu hangat.
.
.
.
Beberapa cahaya yang mulai berwarna jingga mengenai botol yang Furihata angkat tinggi-tinggi. Botol itu berwarna bening, berisi sebuah gulungan kertas. Mata Furihata tidak bisa berhenti berbinar melihat bagaimana perjuangannya selama tiga jam—walaupun bukan ia yang menemukannya—akhirnya terbayar. Botol kini dalam genggaman sekarang tinggal membuka dan menjawab soalnya lalu tes selesai. Yatta.
"Ne, Kuroku-kun. Bagaimana kalau kita menjawab tesnya sekarang?" Furihata menoleh ke arah Kuroko, menggoyang-goyangkan botol itu di depan wajah si pemuda bersurai biru muda—Kuroko mengangguk sebagai balasan.
"Yah, sebaiknya cepat. Satu jam selanjutnya bisa kita gunakan untuk mencari lokasi sekolah."
"Ah, iya," Furihata menepuk jidatnya, lupa akan satu hal hal penting lainnya." Tapi bagaimana kita bisa menemukannya?" jeritnya frustasi.
Ini benar-benar percuma, jika pada akhirnya semuanya sia-sia karena mereka juga harus menemukan lokasi sekolah. Argh, kakak kelas sialan, kenapa tidak mengatakan dimana letak sekolahnya. Di hutan seluas ini, menacri sekolah dalam waktu satu jam—mana bisa. Ini sih sama saja dengan ingin mendiskualifikasi seluruh murid.
Plek
"Eh, ini apa?"
Wajah Kuroko yang datar semakin datar. Kenapa dia harus punya teman yang telat mikirnya luas biasa? Menghela nafas, ia menatap Furihata,"Ini GPS Furihata-kun, jika kau tidak tahu."
Anggukan sebagai balasan namun sebelum Furihata kembali menanyakan hal yang absurd Kuroko melanjutkan." Tadi iseng untuk membukan GPS, dan setelah di cek Teikou Gakuen sudah masuk ke dalam daftar peta."
Prok,prok,prok.
Kedua pasang kepala berbeda warna rambut menoleh cepat, dari balik semak-semak muncul dua orang berbeda postur tubuh. Satu orang berbadan besar dan satu orang lagi memiliki tubuh standar, kedua tangan mereka bersidekap. Di tambah wajah-wajah angkuh itu membuat otak Furihata memproses cepat—mereka adalah orang-orang yang ia amati di bus.
"Wah, wah, wah. Sepertinya tikus-tikus kecil sudah mendapatkan apa yang kita cari. Bukankah begitu ,Eikichi-kun." Suara meremehkan meluncur mulus dari pemuda berpostur standar, ia menatap remeh kedua pemuda yang mulai merasa terancam.
"Ya. Melelahkan sekali menunggu kalian mendapatkan botol tersebut. Tapi sekarang bukankah mengambilnya semudah merampas permen dari bocah kecil? Nah, karena anak-anak dilarang melihat dan merasakan tindak kekerasan, bagaimana kalau botol itu menjadi milik kami?"
Furihata menggeram dalam diam, ia tak suka ini. Dikalanya dirinya dilanda rasa takut dan sama sekali tak bisa melindungi dirinya sendiri apalagi orang lain. Botol dalam genggamannya ia genggam erat.
"Tidak akan. Kalian bisa mencarinya sendiri kalau mau." Furihata menoleh cepat, di sampingnya ada Kuroko yang menatap kedua orang perusuh itu dengan determinasi tinggi.
Tawa membahana memecah kesunyian yang sempat terjadi, orang berbadan besar itu sampai harus memegangi perutnya."Manusia selemah kalian, mana bisa mengalahkan kami," senyum remeh terpajang sebelum berubah menjadi sinis."Cepat berikan kepada kami botol itu."
"Walaupun kami lemah, setidaknya kami masih punya harga diri. Tidak seperti kalian." Ada jeda panjang, Furihata hanya bisa menghirup nafas dalam atas perkataan yang terlontar dari bibir Kuroko. Ia tak tahu lagi apa mereka berdua bisa selamat.
Kretak,kretek.
Gigi Furihata serasa ngilu, ia merasa semakin menciut namun di sisi lain ia kagum dengan Kuroko yang tetap berdiri tegap—wajah itu nampak tetap datar. Pada setiap langkah pemuda berbadan besar itu ciptakan Furihata merasa dia semakin mengecil dan mengecil lalu menjadi bakteri yang tidak terlihat.
"Kalau begitu rasakan in –
Kuroko tadinya tak terpikir bahwa orang itu akan menyerang mereka. Ia pikir ia bisa menggunakan kemapuannnya selama ini dalam hal bertutur kata. Tapi ia benar-benar salah ketika sosok tinggi besar di depannya berjalan dengan tangan mengepal dan tidak nampak sama sekali bahwa orang itu sedang menggertak. Kuroko sebenarnya tak peduli dengan keadaan dirinya sendiri karena ia bisa dengan mudah melarikan diri dengan hawa keberadaannya yang tipis. Yang menjadi masalah adalah, bagaimana dengan Furihata? Sial, ia lupa mengenai pemuda itu. Kalau begini jelas saja mereka berdua akan kalah telak. Tapi walau bagaimanapun ia tidak akan mundur dengan mudah. Apapun untuk melindungi sahabatnya.
Bugh
"Ugh, Sialan, Siapa kau hah?" orang bernama Eikichi memegangi lehernya sakit, benar-benar hampir lumpuh. Ia menatap tajam dua orang pria yang salah satunya membawa potongan kayu berukuran cukup besar.
"Siapa aku itu tidak penting. Poin utamanya adalah aku tidak suka orang yang berbuat curang."
"Yang kau maksud curang itu siapa, hah? Bukannya kau tidak kalah buruknya menyerang orang dari belakang dengan kayu seperti itu?" Pemuda yang sedari tadi hanya menunggu pekerjaan rekannya berkomentar tajam. Matanya memicing.
Senyum meremehkan tersungging di bibir pemuda berambut merah." Bukankah sesuatu yang curang harusnya dibalas dengan hal setimpal."
Pemuda di sebelahnya terkekeh, melihat dengan semangat kedua tokoh antagonist numpang lewat yang kini terintimidasi. Pukulan telak tadi cukup untuk melumpuhkan seorang berbadan besar itu, biar bagaimanapun tengkuk adalah titik kelemahan manusia.
"Apa kau juga ingin mengalami apa yang temanmu rasakan. Jujur saja, ku akui kau sangat hebat jika bisa mengalahkan kami saat kondisi saja sudah miring sebelah." Jeda panjang terjadi, pemuda berambut merah menjilat bibir." Kau sudah kalah jumlah, 4 lawan 1 bukan lawan yang seimbang. Jadi lebih baik pergi."
Langkah kaki di sertai geraman perlahan menjauh dari tempat ke empat pemuda itu kini berpijak. Kuroko dan Furihata masih tersihir dengan apa yang ada di depan mereka. Kuroko tersedar lebih dahulu, dengan agak sungkan ia mengucapkan terimakasih. Mau bagaimana lagi, setelah kejadian tadi mereka benar-benar harus melakukan antisipasi.
"Apa kalian juga ingin mengambil botol ini dari kami?" Aura Kuroko kembali penuh determinasi, dia tidak akan membiarkan untuk kedua kalinya ia dan Furihata ditekan. Kali ini ia harus bisa menyelesaikan semuanya dan mengakhiri tes dengan kata lulus bersama Furihata."Walaupun kalian sudah menolong kami. Aku tidak akan berterimakasih dengan memberikan botol ini kepada kalian."
Wajah pemuda berambut merah berubah kesal."Hey, brengsek. Kami disini benar-benar berniat menolong tahu," ucapnya ketus.
"Maa,maa. Jangan seperti itu datar-san, kami benar-benar ingin menolong kok tak ada maksud buruk." Pemuda berambut belah tengah menyertai ucapannya dengan kibasan tangan serta cengiran.
Twitch
Datar-san?
Dia pikir Kuroko jalanan. Datar,mulus, dan mudah untuk diinjak serta dilalui.
" Maaf saja berisik-san, saya manusia dan tidak ada satupun anatomi di tubuh saya berbentuk datar."
"Bhuahahahahaa, wahhhh datar-san punya selera humor yang baik." Bukannya menjauh pemuda berambut belah tengah itu malah memepet pada Kuroko dan menepuk pundak pemuda itu ringan."Ah, ngomong-ngomong. Beku-san di sebelahmu belum berbicara sedari tadi."
Di belakang sana, pemuda berambut merah berusaha keras menahan tawanya.
Furihata mengerjap, ia menatap wajah pemuda belah tengan yang kini sudah tepat—di depan wajahnya. Meloncat kaget, ia mundur beberapa langkah ke belakang. Mulutnya membuka-tutup namun tak ada kata yang berhasil ia keluarkan.
"Hai Beku-san." Dengan innocent pemuda itu melambaikan tangan, Furihata hanya bisa mengangguk kaku-kaku.
"Hahaha, jangan sungkan-sungkan Beku-san." Kali ia giliran Furihata yang ditepuk-tepuk pundaknya sedangkan yang bersangkutan mulai kambuh sifat pengecutnya—badannya gemetar ketakutan."Oh iya, kita belum kenalan. Kazunari Takao."
Furihata melarikan pandangan dari wajah yang terlampau riang ke tangan yang kini terjulur di depannya. Lalu kembali ke wajah dan kemudian ke tangan, wajah lagi, tangan lagi, terus menerus seperti itu. Ia tidak mengerti kenapa orang di depannya berikap baik, apa ini hanya tipuan? Apa nanti dia dan Kuroko akan diserang lagi. Walau wajahnya ramah, bagaimana kalau nanti saat ia membalas jabatan tangan itu Furihata malah dibanting. Ia hanya takut dengan semua hal setelah kejadian yang belum sampai semenit lalu dialaminya.
Mengerti bahwa temannya masih mengenai tremor hebat, Kuroko merangkup tangan itu dalam jabatannya." Tetsuya Kuroko."
Wajah Takao bertambah cerah," Whoaaa, ternyata datar-san tidak sabar berkenalan denganku atau jangan-jangan…." Takao berhenti berbicara dengan wajah ' aku tahu kenapa kau begitu'. Tersenyum jahil," Tet-chan tertarik padaku ya?" putusnya dalam tawa.
Kuroko tersentak, segera menarik tangan jauh-jauh dari pemuda yang memiliki kesimpulan terlalu jauh.
"Ahaha, Bercanda." Wajah pemuda belah tengah itu menunjukkan pengertian."Kau pasti tidak suka kalau aku mengganggu Beku-san? Tak kusangka, kau pacar yang protektif Tet-chan."
Telak. Tepat mengenai ulu hati Kuroko, tapi yang ujungnya itu JELAS TIDAK BENAR.
Bagaimanapun, sampai kapanpun, dan apapun yang terjadi dia tetap tidak akan pernah jadi gay, titik tanpa tanda koma. Berusaha tidak mengeluarkan amarah, Kuroko mendekati Furihata dan menepuk pundaknya.
"Furihata-kun, ayo kita pergi dari sini," ucapnya sambil menatap sinis Takao. Furihata hanya menurut, berjalan di belakang Kuroko yang memimpin perjalanan. Dalam hatinya, Kuroko merutuki pemuda menyebalkan, hiperaktif, dan berisik itu. Huh, semoga saja tidak bertemu lagi.
"Hoy, Bakao. Bukannya tadi kita kemari untuk mengembalikan novel si, ah siapa itu yang berambut biru muda itu?"
Takao menoleh, agak berpikir lama setelah menghentikan tawa."Tet-chan maksudmu?" tanyanya memastikan.
"Ya-yah mungkin dia. Kau sendiri kan tadi yang bilang kalau novel itu mungkin penting baginya sampai-sampai ia harus menamai buku itu."
"Iya juga ya."Takao manggut-manggut paham.
Pemuda berambut merah berdehem bangga, merasa bahwa ia berhasil membuat Takao paham. Tapi kedutan tersampir di wajahnya." LALU KENAPA DARITADI TERUS-TERUSAN MENGGODANYA DAN MEMBIARKANNYA PERGI LAGI BAKAO," teriak Pemuda itu nyaring, nafasnya tersengal-sengal.
"Ehehe, aku lupa,Tai-chan," jawab Takao tanpa rasa bersalah.
Wajah Pemuda merah berkedut-kedut parah, ia sama sekali tak mengerti bagaimana pemuda di hadapannya ini berpikir."SUDAH BERAPA KALI KUBILANG JANGAN MEMANGGILKU DENGAN PANGGILAN MENJIJIKKAN SEPERTI ITU . TAIGA KAGAMI, BAKAO. TAIGA KAGAMI."
.
.
.
Belum sempat kedua pemuda berpostur agak pendek menghela nafas santai, di kejauhan mereka mendengar suara teriakan memanggil mereka. Kedua pemuda itu hapal betul suara siapa itu karena belum sampai beberapa puluh menit lalu orang itu mengoceh panjang lebar di depan mereka.
"Huaaa, Kuroko-kuunnn. Sepertinya mereka memang mengincar botol kita," seru Furihata panik, ia beberapa kali menoleh ke belakang hanya untuk memastikan bahwa dua orang di belakangnya semakin mendekat.
"Tetap tenang, Furihata-kun. Tetap Tenang." Kuroko memberikan instruksi, walaupun ia merasa badannya tidak nyaman ketika mendengar suara itu makin mendekat. Secara otomatis, langkah kaki keduanya mulai melaju.
"Furihata-kun, dalam hitungan ketiga," ucap Kuroko dengan mata terarah ke depan. Furihata menggangguk mengerti. Entah kenapa, dalam beberapa jam mereka seolah sudah bisa mengerti bagaimana pola pikir temannya berjalan.
"Oeyyyy, Tungguuuuuu."
"Satu." Furihata dan Kuroko berpegangan tangan.
"Woyyyyyy."
"Dua." Pandangan kedua pemuda itu lurus ke depan, langkah kaki mereka sudah setangah berlari.
"Oeyy, kaliaaan. Diam disanaaa." Langkah kaki mulai terdengar sangat dekat.
Furihata dan Kuroko berpandangan, mengangguk serius. Kali ini mereka akan berjuang sekuat tenaga, mereka harus menang."Tiga."
Keduanya berlari cepat, mencoba mempercayai satu sama lain bahwa mereka akan saling melindungi dan terus melangkah ke depan. Setelah pukulan telak bagi hati mereka sebagai laki-laki untuk pertama kali tadi, untuk yang kedua mereka takkan menyerah dengan mudah. Mereka sudah sejauh ini, dan takkan mereka biarkan usaha mereka untuk masuk sekolah ini terbuang sia-sia. Pokoknya kali ini harus.
"Furihata-kun/Kuroko-kun, awas." Dengan sigap mereka melepaskan pegangan dan melompat ke samping. Tepat di hadapan mereka ada sungai yang membatasi kedua sisi jalan setapak. Kedua menghela nafas lega—refleks mereka cukup bagus untuk menghindari jebakan alam seperti ini.
Byuuuurrrr
Sayangnya hal tersebut tak berlangsung sama untuk dua orang di belakangnya. Saat mereka hampir mencapai tubuh Kuroko dan Furihata, kedua pemuda itu sudah melompat ke sisi berlawan. Jadinya mereka tak sempat menyadari bahwa di depan mereka ada sebuah sungai.
"Huaaaa, tolong kami tenggelam." Takao berteriak heboh sembari menggapai-gapai udara.
"Siapapun tolong akuuuuuuuu." Pemuda satunya tak kalah heboh, ia berusaha menyeimbangkan dirinya agar tak sepenuhnya tenggelam di air.
"Huaaa. Tet-channnnn , beku-chaaannn. Tolong kami." Takao memohon dengan muka yang setengah timbul tenggelam di air.
"Iya benar, toloonnggg." Tangansi rambut merah bergerak-gerak seolah berenang namun tak kunjung bergerak.
Kuroko dan Furihata hanya bisa menatap keduanya speechless, bingung mau berkomentar apa. Masalahnya, bukankah mereka mengincar botol itu? Ini mungkin saja sebuah jebakan.
"Tai-channnn. Aku tidak mau mati mudaaaa. Hidupku belum bahagiaaaa."
"Kau pikir aku mau, Bakaooo. Aku jadi belum menjadi yagng terbaik di Teikou Gakuen."
"Lebih-lebih aku belum punya pacar Tai-channnn."
"Aku juga samaa begooooo."
Keduanya berhenti berteriak ketika nafas mereka mulai tersengal. Melirik pada wajah lawan bicara, mereka berdua menggangguk.
"Tai-chan. Kalau aku mati disini, aku hanya ingin mengucapkan. Terimakasih karena sudah menjadi temanku," ucap Takao tulus.
Kagami menggangguk."Yah, walaupun kau bukan teman yang bisa diandalkan dan juga bodoh—Takao membalas dengan'Tai-chan juga'—tapi kau tetap teman terbaikku."
Pemuda biru muda-coklat yang sedari melihat adegan dramatis itu hanya bisa salah tingkah. Benar-benar adegan yang bagus jika keadaanya bukan seperti ini –
"Ano, Tai-san dan Takao-san. Bukannya tidak mau menolong, tapi bukankah sungai itu hanya sebatas pinggang," ucap Furihata takut-takut—ia merasa perlu bicara, setelah Kuroko menolak untuk memberitahukan mereka fakta yang sebenarnya.
' Dua orang bodoh yang sama-sama tertipu dengan sungai dangkal.' Kuroko membatin di dalam hati. Merasa bahwa ia tak perlu berbaik hati dengan dua orang yang bahkan anehnya bisa merasa tenggelam di saat bersamaan. Bahkan tidak ada satupun dari mereka yang menyadari fakta itu.
Absurd. Sumpah, kejadian ini benar-benar absurd. Kuroko dan Furihata hanya bisa memandang mereka berdua—yang kini sudah mulai saling berteriak dan menyanggah—dengan sikap yang hampir faceplam. Mana adegan drama persahabatan tadi?
"Ne, Furihata-kun. Sebaiknya kita tidak mengganggu kemesraan mereka." Kuroko berujar dramatis. Furihata hanya menggangguk, kemudian mengendap-endap menuju pangkal sungai. Walaupun harus melihat hal yang membuat perut mulas, setidaknya—botol itu selamat.
"Ngomong-ngomong Kuroko-kun, jam berapa sekarang?"
Yang ditanyai merogoh kantongnya cepat, memencet beberapa tombol sebelum mata itu membulat."Furihata-kun, gawat. Tinggal limabelas menit lagi."
.
.
.
Sial, ini benar-benar sial. Ketika mereka harus bergegas mereka malah beberapa kali terkena jebakan. Beruntungnya keduanya membawa gunting—walau tidak cukup efektif untuk memotong tali, setidaknya bisa membuat mereka meloloskan diri dari jebakan.
"Kuroko-kun sedikit lagi, bertahanlah." Furihata memandang nanar Kuroko yang berjalan dengan agak terseok. Ini karena saat terkena jebakan—yang kesekian—tak sengaja kaki pemuda itu malah mengenai batang pohon dengan keras. Sepertinya kakinya terkilir, jelas dari warna biru yang kini mulai berubah keunguan.
Furihata kembali menatap Kuroko, di depan sana gerbang sekolah tapi di depannya temannya sedang terluka. Walau ia ingin untuk cepat sampai, tapi ia tak akan mau pergi sendiri kesana ataupun memaksakan Kuroko.
"Tetap berjalan Furihata-kun, masih ada waktu satu menit lagi," sugesti Kuroko memberi semangat."Kita tidak berjuang hanya untuk berakhir sampai disini Furihata-kun." Sorot mata Kuroko nampak penuh ambisi.
Furihata menggangguk, mengeratkan gengaman tangannya pada lengan Kuroko yang ia papah. Mereka berdua melangkah pelan tapi pasti, mencoba terus optimis disaat harapan hampir saja meninggalkan mereka. Walaupun kali ini mereka gagal, tapi mereka sudah berjuang bersama dengan teman mereka.
Tepat saat pintu gerbang tertutup, mereka berhasil memasuki gerbang. Keduanya terduduk menatapi bangunan megah yang berdiri jauh di seberang lapangan luas, sementara gerbang di belakang mereka menutup otomatis—sama seperti gerbang awal. Disana banyak siswa yang juga tampak sama kacaunya dengan mereka.
"Kuroko-kun, kita berhasil."
TBC
Hai minna, saya author baru pendatang lama di fandom ini. Salam kenal.
A\N
Akhirnya kesampaian juga untuk nulis di fandom ini, setelah berpuluh cerita saya buat ada juga yang berani saya publish buat fandom KnB. Tokoh utama awal ini Uke favorit saya semua/nyolong curhat. Pair-pairnya akan saya umumkan seiring berjalannya cerita, tapi yang jelas bukan KuroFuri, mereka hanya friendship. Saa, ada yang mau menunggu cerita ini dilanjut?
review?
