"Pokoknya aku gak mau tau. Saat bulan Ramadhan nanti, kita harus masuk pesantren."

Sebuah perintah mutlak dari Akashi Seijuurou berhasil membuat ketiga pemuda yang sedang bersantai malas di kediaman Akashi, terlonjak kaget.

"Oi, Akashi! Apa yang barusan kau katakan itu, hah?!" seru Aomine, tidak terima dengan perintah dari pemuda beriris heterochrome.

Akashi hanya menyilangkan kedua tangannya didepan dada saat mendengar seruan Aomine. Ia menghela nafas. "Ada apa Daiki? Tidak terima dengan perintahku, hm?" tanya Akashi dengan tenang seraya mengeluarkan gunting kesayangannya.

Aomine menggeleng dengan ekspresi takut saat melihat Akashi mengeluarkan benda itu.

"H-hei, Akashi! Kenapa kau tiba-tiba memberi perintah seperti itu?" Midorima juga tak terima. Sementara itu Murasakibara tampak tenang-tenang saja seraya memakan snacknya.

"Memangnya ada apa, Shintarou? Aku hanya ingin merasakan suasana baru saja," jawab Akashi dengan asal seraya memainkan guntingnya. Aomine memasang wajah masam.

"Terus kita mau masuk ke pesantren mana Aka-chin?" Murasakibara bertanya dengan nada malas.

Akashi menyeringai. "Pesantren Teikou."

..

..

..

Cintaku Bersemi di Pesantren

..

Kuroko no Basuke (c) Fujimaki Tadatoshi

This fiction is MINE

Genre: Humor, Friendship, Family, Romance. (borong/?)

Pair: AkaxFem!Kuro; AoxFem!Kise; MidoxFem!Taka; MuraxFem!Himu; and others

WARNING: OOC, AU, genderbend chara, Humor gagal total, garing, dan hal absurd lainnya.

KALAU GAK SUKA JANGAN DIBACA ^^)b

..

..

..

Selamat Datang di Pesantren Teikou

..

..

..

"Hoo... jadi ini ya Pesantren Teikou..." komentar Aomine. Midorima membetulkan letak kacamatanya seperti biasa. "Pokoknya selama sebulan ke depan kita akan tinggal disini. Jangan norak, nanodayo."

"Aka-chin, apa disini banyak makanan?" tanya Murasakibara. Akashi menggeleng, sweatdrop mendengar pertanyaan itu.

"Kita tinggal disini selama Bulan Ramadhan, Atsushi. Sudah pasti tak akan ada makanan sampai waktu berbuka tiba."

Dan disinilah mereka berempat, berdiri di depan gerbang sebuah bangunan bertuliskan Pesantren Teikou di samping gerbangnya. Dan sesuai perintah Akashi tadi, mereka akan tinggal disana selama sebulan, hingga Lebaran tiba.

"Selamat datang di Pesantren Teikou." Seorang lelaki dewasa yang memakai baju koko berwarna putih, serta sarung dan sebuah peci menghampiri ke empat pemuda yang sedang berdiri di depan gerbang.

"Nama saya Kiyoshi Teppei," ucap lelaki tadi. Aomine sweatdrop. Siapa juga yang nanya nama dia. Dasar aneh. Kayaknya dari ustad sampai santrinya bakalan gak waras kayak orang ini.

Jahat sekali pikiranmu, Aomine.

"Kami datang untuk mendaftarkan diri menjadi santri disini." Akashi mengatakan tujuan mereka pada Kiyoshi. Kiyoshi tersenyum, "ayo ikut aku."

Mereka berempat mengikuti Kiyoshi ke suatu ruangan. Ketika melewati halaman pesantren itu, para santriwati yang melihat mereka berbisik-bisik.

"Kyaa, ada calon santri yang kece-kece nih! Puasa bakalan lancar kalau ada mereka!"

"Iya bener, apalagi yang kacamata itu tuh~"

"Iih, yang matanya merah-kuning itu kok kece ya~?"

"Eh, sejak kapan ada raksasa masuk kesini?"

"Beneran tuh yang kulitnya item itu bakal jadi santri disini? Mukanya gak cocok jadi orang alim!"

Aomine hanya bisa menangis dalam hati ketika mendengar komentar itu.

..

..

..

"Hmm, kalian benar ingin mendaftar jadi santri disini?"

Ke empat pemuda itu duduk berhadapan dengan seorang ustad berkacamata. Kiyoshi mendampingi mereka. "Bagaimana, Imayoshi? Mereka sudah mengisi data kan?"

Imayoshi Shouichi, ustad tadi, tersenyum seperti biasa. "Tapi kita belum tahu alasan mereka masuk ke pesantren ini, Kiyoshi." Ucap Imayoshi. "Wajah mereka tampak mencurigakan, apalagi kau yang bernama Aomine Daiki," komentarnya seraya tersenyum pada pemuda yang dimaksud, membuat Aomine bergidik ngeri.

Ini ustad masih normal kan?! Plis, pesantren ini isinya orang-orang aneh!

"Kami tidak berniat jahat, pak ustad," ucap Akashi dengan rendah hati. Agak terpaksa juga sih rendah hatinya.

Imayoshi tersenyum lagi. "Benarkah?"

Midorima gugup. "K-kami disuruh masuk pesantren, nanodayo!" ucapnya seraya mengalihkan pandangannya kearah lain dan membetulkan letak kacamatanya. Orang ini sepertinya tidak waras nanodayo.

Pikirannya Midorima sama kayak Aomine ternyata.

"Hee~? Siapa yang menyuruh kalian?" Imayoshi bertanya, masih dengan senyuman. Dia kepo ceritanya. Midorima, Aomine, dan Murasakibara melirik Akashi.

"Aku," jawab Akashi singkat. "Kenapa kau niat masuk ke pesantren ini, hm?" tanya Imayoshi lagi.

Akashi mulai kesal. "Jangan banyak bertanya, atau nyawamu akan berakhir di atas benda ini," ancam Akashi seraya menodongkan guntingnya tepat di depan kacamata Imayoshi. Ustad itu memucat. "I-i-iya, baiklah!" ucapnya panik. Akashi tersenyum penuh kemenangan.

Kiyoshi merinding, walau bukan dirinya yang ditodong. "Baiklah, kalian diterima di pesantren ini. Kalian bisa mulai masuk dan menjalani kehidupan kalian sebagai santri lusa nanti saat hari pertama puasa."

..

..

..

Kini mereka berempat sudah kembali ke rumah Akashi untuk merencanakan keperluan yang akan mereka bawa untuk ke pesantren nanti.

"Jangan memakai kekerasan seperti tadi, nanodayo! Untung kita diterima, bagaimana kalau tidak? Dan kenapa harus pakai cara seperti itu, nanodayo?!" Midorima mengomel kepada Akashi.

"Karena aku selalu menang, Shintarou." Jawab Akashi dengan tidak nyambung.

"Lagian kenapa kita harus masuk ke pesantren sih, Akashi?!" Aomine masih protes dengan perintah Akashi yang menyuruh mereka masuk ke pesantren dan menjalani kehidupan sebagai santri selama bulan Ramadhan berlangsung.

"Supaya kau lebih alim, Daiki." Aomine facepalm. 'Lebih alim' katanya? Alim sebelah mana coba si Aomine selama ini.

Akashi menghela nafas. "Baiklah, ayo kita rencanakan apa saja yang harus dibawa untuk ke pesantren nanti," ujarnya mengawali rapat apa-yang-harus-dibawa-nanti. Midorima menyiapkan sebuah notes kecil dan pensil.

"Pertama, sudah pasti kita harus membawa baju. Selain itu juga sarung, sajadah, peci atau kopiah juga boleh." Midorima mencatatnya.

"Yang kedua, bawa Al-Qur'an. Meski di pesantren nanti ada, (-Tunggu Akashi, kenapa kau bisa menyimpulkan kalau di pesantren PASTI ada Al-Qur'an?) (Aku selalu benar, Daiki) tapi kita bawa untuk jaga-jaga saja." Midorima mencatatnya.

"Ketiga, bawa baju untuk lebaran." Midorima mencatat- "Tunggu, kenapa harus bawa? Puasanya saja belum, nanodayo."

"Kita akan merayakan lebaran disana." Midorima mengangguk tanda mengerti, lalu mencatatnya.

"Baiklah," Akashi mengatupkan kedua tangannya. "Jangan lupa untuk membawa keperluan yang menurut kalian penting. Kita berkumpul lagi disini lusa jam 9 karena kita akan berangkat bersama-sama. Telat semenit, dan kalian akan berbuka dengan guntingku. Mengerti?"

"Iya, iya~" ucap Aomine malas. Ngapain sih pakai acara berangkat bareng? Dikira mau wisata apa?! Lagian apa dia mau batal puasa di hari pertama puasa? Lebay banget, Cuma telat semenit doang. Kalau dia batal tau rasa! Aomine mengomel sendiri di pikirannya.

"Baiklah, nanodayo."

Murasakibara mengangkat tangannya. "Aka-chin~ berapa banyak maiubo yang harus ku bawa?"

Err, kita lupakan saja pertanyaan yang sudah jelas jawabannya itu.

"Bagus," Akashi tersenyum penuh kemenangan mendengar teman—anak buahnya menurut. "Kalian boleh pulang sekarang, dan siapkan apa yang ku katakan tadi."

..

..

..

To Be Continued

..

..

..

Kembali lagi dengan saya, Kuroyuki, di ff bernuansa Ramadhan ini~ /o/

Gimana chapter 1 nya? Bagus gak? Kalau bagus mau saya lanjut~

"Sunflower" saya hiatusin dulu ya~ hehe, saya takut dosa waktu puasa bayangin Shonen-ai ("_ _) ini aja charanya di genderbend, sengaja biar ada pairing nya \m/ tapi setelah bulan puasa nanti tetap saya lanjut kok "Sunflower" nya~

Ide ini sebenernya ngambil drama saya waktu kelas 8, tapi setting waktu sama plotnya diubah /gananya

Saa, mind to review~? ^^

-Kuroyuki-