Rating: T

Ringkasan: Kalau Kalifa tiba-tiba muncul di bar Blueno tanpa Iceburg, pasti ada apa-apanya. KalifaxLucci. No yaoi.

Disclaimer: Apa aku harus menuliskan ini di setiap fic? Karena jelas-jelas One Piece itu punya Oda-sama! Apa ada yang nggak tahu? Kebangetan!

A/N: Aku jarang bikin pairing di CP9, soalnya nggak banyak pilihan di sini. Apalagi aku NGGAK bikin yaoi, jadilah Kalifa sasaran utama (maafkan aku Kalifa nee-chan!). Kalian nggak berharap kalau aku buat het JyaburaxGatharine kan? Hum... kalau iya, bilang aja. Aku pasti mau bikin, hahahaha...

Undangan Pesta

Bar Blueno tidak pernah terlihat sepi. Apaladi di malam hari, ketika para tukang kayu Galley-La telah selesai bekerja. Dan karena tempat yang bisa di kunjungi di Water7 tidak banyak, mereka akan berkumpul di Bar Blueno, tempat mereka minum-minum dan mempermalukan diri sendiri begitu mulai mabuk. Paulie adalah salah seorang dari mereka. Dia sering minum banyak sampai setengah sadar. Jadi harus ada yang menjadi sukarelawan untuk menyeretnya pulang nanti. Biasanya sih sukarelawan itu adalah Lucci.

Singkatnya, ini bukanlah tempat yang tepat untuk dikunjungi perempuan seperti Kalifa. Untuknya, tempat yang cocok adalah sebuah cafe yang bersih dan tenang. Sesuai pembawaannya yang kalem. Tapi, malam itu dia ada di depan meja bartender, meminum birnya dari mug besar. Dia melihat sekeliling bar dengan dahi berkerut. Ada begitu banyak pelecehan (dalam kamus kategori Kalifa, melirik sudah berarti pelecehan) di sana, mungkin sebaiknya dia tidak datang pada jam-jam begini. Sayangnya, malam itu adalah salah satu malam ketika Iceburg membebaskannya pergi. Bukannya Kalifa suka malam bebasnya, tapi saat dia bersama Iceburg, dia selalu disibukkan dengan urusan-urusan bisnis. Intinya, tidak ada waktu untuk bersantai.

"Mengapa kau ada di sini, Kalifa? Ouch… Mengapa kau memakai pakaian seksi begitu? Dasar tidak tahu malu!" sebuah seruan datang dari punggungnya. Tidak salah lagi, pasti Paulie. Kalifa bahkan tidak perlu menoleh untuk memastikan.

"Lupakan saja Paulie, kau tidak perlu melihat," Sebuah suara yang terdengar tua dan aneh menjawab Paulie. Itu adalah tukang kayu termuda di Dock 1, Kaku. "Aku tidak menyangka akan melihatmu di sini, Kalifa. Jadi, kau sendiri? Dimana Iceburg-san?"

"Dia berkeras sedang tidak membutuhkan aku. Dia mengunci dirinya sendirian di kamar untuk alasan yang tidak aku tahu." Kalifa menjawab, meminum birnya.

"Dan kau meninggalkannya begitu saja? Maksudku, kau tidak mencoba mencari tahu apa yang dia lakukan di sana?" dia bertanya lagi, heran. Jika ini berhubungan dengan Pluton, seharusnya itu adalah kesempatan yang bagus untuk mencari tahu, tapi Kalifa menggeleng.

"Percayalah, Kaku, kau tidak ingin tahu. Lagipula ini tidak ada hubungannya dengan 'hal' itu," kata Kalifa, mengisyaratkan senjata yang sedang mereka buru. "Jadi, di mana Lucci?"

Ada jeda waktu beberapa saat ketika agen termuda itu mencoba mencerna informasi yang dia dengar, baru kemudian dia menjawab. "Aku tidak tahu. Di flatnya mungkin? Tapi tidak mungkin kalau dia tidak datang." Pemuda itu menghela napas. 'Kalau Lucci tidak ada, berarti aku yang harus menyeret Paulie pulang.' Dia melihat sahabat karibnya itu dengan sedih. Meski dia kadang minum, Kaku tidak begitu suka dengan bau orang-orang yang mabuk berat. Dan Paulie? Paulie pasti akan muntah setidaknya sekali dalam perjalannya pulang. Sehingga dia kadang-kadang heran, bagaimana Lucci bisa terus-terusan menjadi sukarelawan. Maksudnya, tanpa mematahkan leher Paulie.

"Dia datang tidak, ya?" Kalifa bertanya. Ada sedikit kekecewaan dalam suaranya. Tapi Kaku tidak memperhatikan ini.

"Tenang saja, dia biasanya datang sesudah... nah itu dia!" kata Kaku. Dia tersenyum pada partnernya. Lucci datang dengan pakaiannya yang biasa. Dia memakai celana panjang cokelat, suspender warna karamel di atas atasan putih tanpa lengan, dan sepatu hitam. Kaku memandang Lucci dengan lega. Kalau begitu sudah bukan tugasnya lagi untuk membawa orang-orang mabuk ini pulang.

"Kalifa, sungguh tidak disangka." Hatori mengoceh. Kalifa tersenyum tipis, lalu mengatur letak kacamatanya., kebiasaan kalau dia merasa gugup atau tidak tenang.

"Aku tahu, tapi aku tidak akan lama."

Lucci duduk di kursi sebelah Kaku. "Aku senang kau datang." kata Kaku, tapi segera berhenti ketika melihat pandangan mematikan Lucci. Biarpun telah cukup lama menjadi partner Lucci, atau paling lama yang mungkin orang harapkan, dia masih tidak menyukai pandangan itu, atau mungkin karena dia takut? Well, Lucci memang menakutkan, dan berbahaya dalam artian sebenarnya.

"Lucci! Ayo bergabunglah bersama kami!" sebuah seruan dari pojok Bar. Itu suara Paulie; tidak mungkin dia begitu kecuali... dia sudah mabuk.

"Tidak, Lucci tidak ingin minum dengan kalian malam ini." Hatori menjawab, mewakili tuannya Sebuah dengusan terdengar lagi dari pojok.

"Bir, Lucci? " Blueno bertanya.

"Baiklah, Lucci mau. Coo…."

Setelah mendapatkan birnya, Lucci minum dalam diam. Tapi Paulie datang dengan langkah yang sudah sempoyongan. Matanya merah, dan seperti biasa dia mudah sekali untuk mabuk. Dia menepuk bahu Lucci, bahu kiri tempat Hatori tidak bertengger, dengan keras. Dan hampir membuat Lucci tersedak, sementara birnya tumpah di atasan putihnya. Paulie tertawa melihat temannya terjahili, sementara Kalifa dan Kaku melihat Paulie dan Lucci dengan horor.

"Paulie, itu tidak sopan!" sergah Kaku said, melirik Lucci yang secara ajaib masih tidak mengucapkan sepatah katapun dari mulutnya. Satu hal yang Kaku herankan. Karena sulit sekali untuk bisa tetap tenang di tempat yang tidak bisa diprediksi seperti bar. Entah mengapa kecelakaan selalu terjadi di sini.

"Itu pelecehan, Paulie." kata Kalifa khas. Dia mengatur kaca mata di hidungnya untuk menyembunyikan senyum pengkhianatannya. Ini jarang sekali terjadi; melihat ada orang yang cukup berani untuk menjahili Lucci. Menjahili pemimpin mereka dalam misi kali ini berarti tidak sayang dengan nyawa.

"Lucci… jangan bilang kau jadi marah karena hal sepele begini." kata Paulie di tengah tawanya. Lucci memandang Paulie dengan pandangan yang mematikan, tapi tentu saja Paulie terlalu mabuk untuk memperhatikan atau memahami maksud dari pandangan ini.

"Cukup, Paulie. Kaku akan pergi denganmu." katanya kemudian, lewat ventriloquistnya.

"pa? Aku?" kata Kaku, kaget.

"Terserahlah. Tapi pasti akan lebih menyenangkan kalau kau bergabung juga." Paulie menyeret Kaku bersamanya ke pojok bar, di mana para chief dari Dock 1 dan tukang kayu tukang kayu lain berkumpul dan membuat kehebohan.

Kalifa mengeluarkan sapu tangannya dari manapun dia menyimpan benda itu sebelumnya lalu mengulurkan benda itu pada Lucci.

"Ambillah." Lucci memandang Kalifa dengan pandangan yang bisa dikategorikan sebagai pandangan berterimakasih, kalau kau bisa bilang begitu, tapi dia tidak mengucapkan apapun. Lucci menerimanya dan membersihkan atasan putih yang ia kenakan sebisanya, sementara Kalifa meminum birnya.

"Lucci, aku kesini karena ada yang ingin kubicarakan denganmu." Nada suaranya menjadi serius. Lucci langsung memandangnya dengan intens, memberinya semacam sinyal ' Jika ini penting, jangan katakan di depan umum'.

"Ini tidak ada kaitannya dengan 'itu'." Kalifa menambahkan cepat-cepat, pipinya tiba-tiba merona, meski itu bisa dicurigai sebagaiiefek dari bir yang dia minum.

"Coo, jadi ini tentang apa?"

Kalifa, lagi-lagi mengeluarkan sebuah benda dari manapun ia menyimpan benda itu sebelumnya. Kali ini benda itu adalah sebuah kartu undangan berukuran sedang.

"Akan ada pesta yang harus Iceburg-san hadiri. Sebenarnya sih ini tentang bisnis, tapi dia menginginkan seorang bodyguard untuk menemaninya." Dia tersenyum. "Hal-hal bisnis begini pasti sangat membosankan. Aneh sekali, kali ini dia ingin datang."

"Kalau begitu ajak saja Kaku."

"Kaku?" Kalifa mengangkat bahu, memandang pemuda yang sedang dipaksa minum bir dari mug kayu besar ukuran standar Tyrestone. Dia menaikkan sebelah alisnya. " Mungkin sebaiknya jangan. Lagipula Iceburg-san ingin kau yang pergi."

"Bagaimana kalau Paulie? Kita tahu kalau Iceberg-san sangat mempercayainya."

"Dia akan meneriaki setiap perempuan di pesta karena pakaian yang mereka kenakan. Iceburg-san merasa lebih baik tidak memberitahunya tentang hal ini."

Lucci mengambil kartu itu dengan jijik. Tepat saat Kaku kembali dari tempat Paulie dan yang lainnya. Pipinya bersemu merah dan dia tersenyum lebar, sementara bau bir tercium lumayan menyengat dari jaketnya.

"Paulie kelihatannya sedang senang. Aku penasaran, berapa lama gajinya akan bertahan." katanya. Dia duduk di kursinya yang tadi dan melihat kartu di tangan Lucci."Apa itu?"

"Undangan." kata Kalifa kalem.

"Undangan?" Kaku bertanya, heran.

"Ya." Kalifa meminum sisa bir di mugnya sampai habis, lalu bangkit. "Kurasa sekarang sudah cukup larut. Aku harus kembali ke tempat Iceburg-san." Kalifa bangkit dari tempat duduknya dan mengangguk pada Blueno. Tapi dari pertama ia melangkah, Kaku langsung tahu kalau Kalifa, meski tidak kelihatan mabuk, sudah minum cukup banyak. Terlihat dari langkah anggun dan kokoh yang biasa, saat itu Kalifa agak tidak stabil.

"Ah, kau sudah mau pergi? Kau mau aku mengantar...?"

"Kami antar kau pulang." Lucci tiba-tiba bicara, atau Hatori? sebelum Kaku menyelesaikan kalimatnya.

"Eh? Lucci?" Kaku bertanya, heran. Meski tidak dikatakan, dia tahu kalau 'kami' yang dimaksud Lucci tidak melibatkan dirinya. Karena Lucci harus menampakkan kesan kalau Hatori yang bicara, jadi kata ganti 'kami' mengarah pada Lucci dan Hatori sendiri.

"Sampai ketemu di tempat kerja besok." kata Kalifa dengan senyum sopan sekretarisnya.

Kaku tidak tersenyum. Kalau Lucci tidak di sini, berarti... Dia melihat ke arah pojok bar, tempat dia tadi diseret Paulie. Tempat itu penuh dengan onggokan tubuh yang tidak beraturan. Tyrestone ada di paling bawah, kemudian Paulie melintang aneh di atasnya, sementara Lulu sepertinya tidak cukup sadar tentang keadaan sekitarnya. Kaku melihat ke arah Blueno, yang menyembunyikan senyum pengkhianatan. Dia menghela napas.

"Baiklah, aku akan membawa mereka pulang., puas?"

Pie njuk kan? Gimana ini? Kuharap, bagi para CP9 lover di luar sana, atau siapa saja yang udah baca fic ini, review please? CnC are welcome! Aku nggak keberatan (atau nggak peduli?) flare. Jadi flamer di luar sana... siapkan flaremu!

Hai...hai... Aku cuma penasaran, kenapa kalau fic bertema CP9 sama Water7 jarang di review, apa karena nggak banyak yang suka ya? Padahal arc itu keren banget! Villain-villainnya juga cakep(lho?). Jadi aku mohon kesediannya buat para pembaca sekalian (aku matur tengkyu!) untuk review, sepedes apapun itu, aku sangat menghargainya!

Thanks for reading by the way. Hope you enjoy :D .