Disclaimer: Riichiro Inagaki and Yusuke Murata

Warning: OOC, Typo, dll


Takdir

"Mamo-chan! Cepat kemari!"

"Baik Kaa-sama, tunggu sebentar", ku perhatikan sekali lagi bayanganku di cermin besar yang terletak di dalam kamarku, kubenarkan letak tiara yang agak miring, perfect. Di mana pelayan itu meletakkan sepatuku tadi ya?

Ah! Itu dia, astagaaa, aku menutup mulutku saat mataku menangkap sepatu kaca cantik yang disiapkan khusus oleh tou-sama untuk ulang tahun ke 17 ini.

"Cantik", bisikku pelan sambil memakainya. Ku arahkan pandanganku ke cermin, di sana nampak pantulan seorang gadis remaja berambut auburn sepunggung dan memiliki mata berwarna biru, mengenakan gaun putih mengembang berhiaskan mutiara yang menutupi hampir seluruh permukaan gaun, sepatu kaca dan tiara bertahtakan berlian mempercantik penampilannya. Satu kata yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan penampilannya, sempurna.

Normal POV

Sambil menghela napas, Mamori –nama gadis tadi– berjalan perlahan bersiap keluar menyambut para tamu yang pasti sudah menunggunya di ballroom, sebenarnya dia tidak begitu menyukai keramaian –seperti pestanya ini– tapi apa mau dikata, ulang tahun ke 17-nya sebagai satu-satunya putri keluarga Anezaki, keluarga bangsawan yang menguasai hampir seluruh Tokyo, sudah pasti akan di hadiri berbagai keluarga bangsawan yang ada di Tokyo. Itu artinya dia harus bersikap seanggun mungkin agar tidak mempermalukan keluarganya.

Menghela napas sekali lagi, Mamori pun meraih pintu kamarnya dan berjalan seanggun mungkin menyusuri lorong panjang yang mengarah ke arah ballroom tempat di mana pestanya diadakan. Tepat saat tangannya menyentuh pintu ballroom, tiba-tiba Mamori menghentikan langkahnya dan menatap jendela kaca besar yang ada di sebelah kirinya.

"Sepertinya tadi aku melihat sesuatu", gumamnya. Tak mau ambil pusing, Mamori memilih meneruskan langkahnya memasuki ballroom yang sudah dipenuhi para tamu tanpa mengetahui bahwa semak-semak di luar jendela yang tadi dia pandangi bergoyang-goyang.

Suasana pesta yang ramai dalam sekejap menjadi sunyi, mata mata para tamu tertuju ke arah pintu ballroom, dimana Mamori berdiri dengan anggunnya. Sang ayah, Tateo Anezaki menghampiri putrinya dan membimbingnya ke tengah ruangan di mana ibunya Mami Anezaki, berdiri di sebelah kue ulang tahun yang berukuran sangat besar, sambil terus menerus menyunggingkan senyumannya tanpa henti. Mamori berjalan dengan anggun menghampiri ibunya, mengundang decak kagum para tamu yang terpesona akan kecantikan dan keanggunannya.

"Baiklah, Ladies and Gentlemans, karena tuan puteri kita sudah ada disini, mari kita mulai pestanya!", suara MC yang menggema disambut oleh tepuk tangan para tamu.

Pesta berlangsung dengan meriah, para tamu yang datang terlihat sangat antusias. Begitupun dengan Mamori meski ia tidak begitu menikmati pestanya ini, tapi melihat senyum yang seakan enggan meninggalkan wajah kedua orangtuanya membuat Mamori ikut tersenyum pula.

"Baiklah! Sekarang kita menuju acara puncak! Nah, Tuan Puteri, silahkan tiup lilinnya, jangan lupa make a wish terlebih dahulu", besamaan dengan itu, muncul para pelayan yang mendorong sebuah cake ekstra besar dengan 17 buah lilin di atasnya.

PETS!

Begitu lampu dipadamkan, Mamori menutup mata membuat sebuah permintaan, lalu...

FUUH...

Bersamaan dengan padamnya lilin-lilin itu, suara tepuk tangan terdengar menggema di ruangan yang gelap gulita itu.

PRANG! DORR!

Suara kaca pecah yang diikuti suara tembakan membuat semua orang dalam ruang itu terhenyak dan bertanya-tanya apa yang baru saja terjadi.

"NYALAKAN LAMPUNYA!", begitu lampu dinyalakan, mereka disambut oleh pemandangan yang mengejutkan. Di tengah ruangan itu, Tateo Anezaki tergeletak di lantai dengan tubuh bersimbah darah, nampaknya peluru itu tepat mengenai kepalanya sehingga membuatnya tewas seketika.

"TOU-SAMA!" "SAYANG!", Mamori dan Mami Anezaki berteriak bersamaan. Mami Anezaki berlari menghampiri tubuh suaminya yang sudah tak bernyawa, dia menangis sejadi-jadinya sambil merengkuh jasad itu dalam pelukannya. Sementara itu, Mamori masih berdiri membatu di tempatnya seakan tak percaya apa yang baru saja terjadi, tanpa di komando, air mata mulai berlomba menuruni pipi putihnya.

"KEKEKEKE!", belum pulih keterkejutan mereka, tiba-tiba terdengar suara tawa yang mengerikan, tawa dewa kematian.

Semua orang di ruangan itu menoleh ke arah sumber suara itu, di atas tangga yang menghubungkan ballroom dengan lantai 2 terdapat sosok mengerikan berambut spike hitam, bertelinga lancip, dan memiliki gigi yang seluruhnya berbentuk taring. Sosok manusia yang lebih tepat disebut setan itu memegang senapan laras panjang yang masih mengepulkan asap.

"SIAPA KAU! APA YANG KAU INGINKAN!", tanpa dikomando, para penjaga yang bekerja pada keluarga Anezaki memasang pose siaga.

Namun setan itu tidak bergeming sedikitpun, bahkan dengan santainya dia mengeluarkan sebuah benda dari sakunya, dengan malas-malasan dia membuka bungkus benda itu dan mengulumnya.

"Kekeke! Kalian orang-orang sialan benar-benar tidak sayang pada nyawa sialan kalian! KEMARILAH!"

"HORRAAA!" para penjaga itu menyerbu secara bersamaan.

"Keh", dengan santainya dia mengokang senjatanya.

RATATATATATA!

Dalam sekejap para penjaga itu ditemui oleh dewa kematian.

"KYAAAAAAAAAA!", para tamu berhamburan keluar dari ruangan itu seperti sekelompok semut yang diganggu sarangnya.

"Kekekeke!", sang jelmaan setan itu pun melompat turun dengan anggunnya, dan berjalan diantara kerumunan orang-orang yang panik itu, menghampiri ibu dan anak Anezaki yang masih terpaku.

"Nyonya! Pergilah bersama Nona muda, selamatkan diri kalian, kami akan mencoba menahan setan itu!", kepala pelayan melepaskan pelukan Mami Anezaki dari jasad tubuh suaminya dengan perlahan.

Mami Anezaki segera kembali ke alam sadarnya, tanpa banyak bicara dia segera menghampiri putri kesayangannya yang masih membatu, menggenggam tangannya lembut dan menyadarkan Mamori dari lamunannya, "Ayo sayang, kita pergi sekarang, Kaa-san tidak bisa menyelamatkan Tou-sanmu, karena itu, Kaa-san harus bisa menyelamatkanmu, meskipun nyawa Kaa-san taruhannya"

Mamori mengikuti Kaa-sannya dalam diam, mereka melarikan diri melalui tangga yang menuju lantai 2, karena pintu utama ballroom penuh sesak dengan para tamu yang berusaha menyelamatkan diri.

"Kekekeke! Kalian ibu dan anak sialan tidak akan pernah bisa lari dariku!"

To be continue


Note:

FF ke-dua, semoga gak se-abal yang pertama :)

Terus, kalau seperti ini masuk AU apa AT? bedanya AU sama AT itu apa ya?

Kritik dan sarannya Minna-sama (_ _)