Halo, yg disana!

Selamat Datang di fanfict geje, abal, junk bin aneh ini!

Ini adalah cerita pertama aku untuk RoyAi ...

Maaf untuk tata bahasa yang buruk dan keburukan2 lain yang tanpa perlu disebutkan nanti juga akan keliatan,

Enjoy ~

Disclaimer: FMA dan lagu the way you look at me bukan punya saya!

No one ever saw me like you do

All the things that I could add up too

I never knew just what a smile was worth

But your eyes see everything without a single word

Roy menatap langit-langit. Dia menghindari tupukan dokumen yang sudah tergeletak dimejanya, tak tersentuh. Dia tersenyum sendiri. Dia sedang memikirkan, melamun, membayangkan (entah yang benar yang mana) tentang seorang letnan. LetnanNYA. Senyumnya yang langka dan kecil. Mata ambernya yang tajam dan indah. Hei, apa yang dia pikirkan? Dia menggaruk bagian belakang kepalanya kemudian menggeleng. Dia mencoba untuk menandatangani dokumen, tapi gagal total. Roy tersenyum, lagi. Dia terlalu banyak terserap dalam membayangkan mata letnan pertamanya. Seberapa dalam dan luar biasa mereka sehingga dia tidak sadar empat pasang mata yang menatapnya.

"Hei, Fuery. Apakah kolonel baik-baik saja?" suara yang dikenal sebagai Havoc bertanya pada rekannya. Suaranya seperti bisikan.

"Aku tidak tahu, Havoc Dia tersenyum tidak menyeringai.. Aku pikir ada sesuatu dalam pikirannya. Sesuatu yang... baik?" Fuery berkata kepada Havoc, masih menatap Kolonel. Dia takut atasannya mendengar apa yang baru saja dia katakan. maaf saja, tapi ia tak mau mati muda dengan cara yang sangat sadis, gosong.

"Hawkeye, kau tahu apa yang terjadi dengan Kolonel?" Havoc bertanya pada Riza yang sedang rajin bekerja pada dokumen-nya. Breda, Falman, Fuery, dan Havoc memalingkan pandangannya ke arah Riza. Riza mengangkat kepalanya, memindahkan arah pandangan matanya dari file yang ada di mejanya ke arah sang kolonel yang dari tadi senyum-senyum nggak jelas kayak orang di RSJ.

"Sir?" Roy tidak mmendengar suara Riza. "Sir?" Riza mencoba lagi, kali ini lebih keras. Dia menghela napas dan berdiri. Dia berjalan ke meja kolonel. "Sir?" suaranya tegas tapi ada sedikit kekhawatiran di dalamnya. "Dokumen tidak akan menandatangani dirinya sendiri, Sir." Dia berbicara lagi. Komentar ini mendapatkan perhatian sang atasan.

"Oh, maaf letnan. Aku ... aku hanya ..."

"Jangan melamun, Sir Anda tidak akan pulang lebih awal jika Anda melakukannya.." Riza berjalan kembali ke mejanya. Roy tersenyum kecil. Dia mengalihkan pandangannya dan melotot pada anak buahnya yang berusaha menyembunyikan tawa. Yang komandan sebenarnya siapa sih? Roy cemberut.

Waktu berlalu. Dia menandatangani dokumen ketika Havoc dan Breda berdiri diambang pintu, memberi hormat. "Chief, kami pulang." katanya sembari memberi hormat.

"Hn." Roy melambaikan tangannya santai ke arah Havoc dan Breda lalu kembali bekerja. Havoc dan Breda tidak terlihat ketika Fuery menghormat Roy dengan malu-malu dan keluar ruangan. Falman telah membereskan meja dan berjalan keluar dari ruangan, menghormat atasannya di ambang pintu. Falman berjalan keluar dari pintu tanpa suara. Riza masih bekerja pada dokumen-nya, begitu juga Roy. Riza selesai bekerja saat ia meletakkan dokumen terakhir untuk tumpukan dokumen itu.

"Selesai, Sir?"

"Hanya satu lagi, Letnan, Satu lagi.." Matanya masih menatap menulis. Riza hanya tersenyum jawabannya. Roy menengadah dan melihat Riza tersenyum hangat padanya dan dia membalas senyuman itu, membuat sang Letnan memalingkan wajahnya.

"Nah, itu yang terakhir. Mari kita pulang, Letnan. Aku. Akan mengantarmu pulang malam ini." Riza melirik kolonel nya. "Itu tidak perlu, Sir."

"Aku memaksa. Ini sebuah perintah sebenarnya" Kata Roy. Riza hanya menghela nafas dan mengangguk. Dia berjalan menyeberangi ruangan. Dia mengambil jaket mereka dan mengenakan jaket kemudian memberikan kolonel jaketnya. Riza mengumpulkan semua dokumen dan menyimpannya di tempat yang tepat. Roy sudah menunggu di pintu gerbang Headquarters.

"Sir."

"Ayo, Letnan." Mereka berjalan dalam diam. Mereka tidak memecah keheningan sampai mereka mencapai tujuan mereka, hanya diam.

'Cause there's somethin' in the way you look at me

It's as if my heart knows you're the missing piece

You make me believe that there's nothing in this world I can't be

I never know what you see

But there's somethin' in the way you look at me

" Apa yang kamu lakukan?" Seorang gadis kecil berambut pirang bertanya anak laki-laki di sampingnya.

"Panggil aku Roy, Riza, mengapa aku perlu mengingatkan kamu tentang hal ini?." anak itu menjawab pertanyaan dengan yang lain.

"O-oke, R-Roy, apa yang kamu lakukan?" gadis itu bertanya lagi, agak malu-malu.

mahkota." Dia mengatakan, melihat kearahnya dengan tersenyum. "Nah, selesai." Anak itu meletakkan mahlota buatan sendiri di atas kepala gadis itu. "Kau tampak cantik."Kata Roy. Ada semburat merah samar di pipinya.

"T-terima kasih, Roy Tapi, untuk apa ini?." Riza bertanya lagi,menunjuk mahkota yang bertengger di kepalanya.

"Kita akan bermain aku seorang pangeran dan. Kamu akan menjadi seorang putri. Kamu akan di atas pohon dan aku akan menyelamatkan kamu. Pohon ini adalah sebuah menara. Kamu bisa naik kan?" Roy memberitahunya, menunjuk pada pohon di samping mereka.

"Y-ya Tapi, aku memakai rok sekarang.."

"Kamu naik saja ke pundakku." Dia ragu-ragu, tetapi melakukannya juga. Dia membungkuk diatas satu lutut di depan pohon. Riza menginjak bahunya dan naik ke pohon dengan aman. Roy berlari ke arah lain, mengambil dua tongkat kayu. Salah satu menjadi kuda dan yang lain menjadi pedang. Roy berlari kembalike 'menara', memegang kuda dan pedang di masing-masing tangannya. Dia berjuang melawan 'naga', alias semak-semak di dekat pohon. Roy telah memenangkan pertempuran, ia menyelamatkan Riza dengan menurunkan dia dari pohon. Diamengangkat Riza dan mendudukannya di atas rumput.

"Kamu baik-baik saja, putri?" Pangeran duduk di samping sang putri.

"Um, y-ya." Riza menjawab, tersenyum lembut menghiasi bibirnya.

"Kapan akan diadakan pernikahan?" Tanya Roy terus terang Riza.

"P-pernikahan?" Riza bertanya dalam kebingungan.

"Apakah Kamu bergurau? Pernahkah Kamu membaca sebuah dongeng tentang pangeran dan sang putri?" Riza menggeleng, melihat ke pangkuannya.

"Eh, sebenarnya... Dalam dongeng, pangeran akan menikahi sang putri danhidup bahagia selamanya di istana besar mereka.. Aku akan bercerita tentang semua dongeng yang aku tahu setiap malam, mulai hari ini." Gadis itu hanya menatap temannya takjub lalu mengangguk.

"Di mana kita? Ah, pernikahan, benar? Tunggu sebentar." Roy berdiri dan berlari ke suatu tempat. Beberapa menit kemudian, ia kembali ke pohon itu,membawa sebuah cincin yang terbuat dari rumput, sebuah cincin yang dibuat oleh dia sendiri. Dia terengah-engah dan membungkuk pada satu lutut.

"Maukah kau menikah denganku, putri Riza?"

If I could freeze a moment in my mind

It'll be the second that you touch your lips to mine

I'd like to stop the clock, make time stands still

'Cause, baby, this is just the way I always wanna feel

Sebuah ciuman tidak akan menyakitkan, kan? Roy bertanya pada diri sendiri dalam pikirannya. Dia menggigit bibir bawahnya. Dia tidak tahu apa yang terjadi padanya yang membuatnya berpikir tentang hal ini. Tidak waras. Ya, itulah yang membuatnya berpikir tentang hal ini. Pikirannya membuatnya gila, sinting, tak waras. Dia tidak menyadari tatapan khawatir yang diarahkan tepat ke arah nya.

"Sir? Apakah Anda baik-baik saja? Ada apa?"

"Hah? Tidak apa-apa, Riza. Tidak ada." Detak jantungnya bertambah kencang. Sangat tepat untuk menyebut namanya, ia tidak tahu mengapa. Rasanya seperti mulutnya dibuat untuk mengatakannya.

"Yang benar, Sir?" Riza mengangkat salah satu alisnya mendengar atasannya memanggilnya dengan nama depannya.

"Ya. Tidak ada apa-apa. malam.."

"Good night, Sir. Jangan membunuh diri anda sendiri dalam perjalanan pulang,Sir.." Roy menyeringai dan mundur selangkah, Riza berpaling untuk membuka pintu.

"Hawkeye?"

"Ya, Sir?"Riza berbalik kembali ke pintu. Roy mengambil langkah maju untuk Riza, dua, dan tiga. Sekarang, dia benar di depannya. Riza bergerak dengan tak nyaman, punggungnya menyentuh pintu. Oke. Ini dia. Jika aku akan mati karena peluru, ya sudahlah. mati sih mati saja. Aku tidak akan merasa sakit, kan? tapi nanti aku tidak bisa melihat rok mini dong? duh. tak peduli lah. Roy berkata kepada dirinya sendiri. Dia menatap Riza di matanya, membiarkan nola mata amber itu menyerap dirinya dari realitas. Ia membungkuk dan mencium Riza pipi kanannya. Dia membisikan 'selamat malam' dan berjalan menjauh. Riza tertegun, tidak tahu apa yang harus dilakukan atau apa yangharus dikatakan.

"Kolonel!" Teriak Riza. Itulah satu-satunya yang bisa mengatakan.

"Huh?A-ada apa,Letnan?" Roy berbalik, ia takut. Dia berpikir bahwa Riza akan mengacungkan pistol ke arahnya. Tapi, ia menemukan bahwa ia tidak mengarahkan pistol itu, menyentuhnya saja tidak.

"Masuklah, punya coklat hangat untuk kita.." Roy tersenyum Riza dan berjalan ke arah apartemen.

'Cause there's somethin' in the way you look at me

It's as if my heart knows you're the missing piece

You make me believe that there's nothing in this world I can't be

I never know what you see

But there's somethin' in the way you look at me

"A-apa yang harus aku katakan?" Riza tergagap.

"Kau seharusnya mengatakan, ya, Riza." Roy merengut.

"Eh, y-ya, aku akan melakukannya." Roy tersenyum jawabannya. Dia mencium pipi kanan Riza dengan ragu-ragu kemudian menarik diri. Pipinya memerah. Roy menatap cincin di tangannya dan memasangkannya ke jari Riza, di tempat di mana sebuah cincin pertunangan harus ditempatkan. Mata Riza melebar, Riza bingung. Roy meletakkan tangannya ditangan Riza dan meraih tangan gadis itu.

"Mari kita pulang, Riza."

"Uh-huh." Dia memberinya jawaban. Dia membawanya masuk ke rumah, masih memegang tangannya. Ketika mereka melewati ruangan Berthold, Berthold melangkah keluar dari ruangannya.

"Roy Mustang." Roy dan Riza membeku di tempat mereka. Mereka berbalik tubuh mereka untuk menghadapi Berthold. Berthold sedang melihat mereka, tangan mereka yang berpegangan,sebenarnya. Roy melihat ke arah Berthold memandang, begitu juga Riza. Mereka menarik tangan mereka dan menempatkannya di belakang punggung.

"Waktu bermain kamu berakhir, Roy. Masuk kembali ke laboratorium sekarang.. siapkan makan malam, Riza." Berthold melangkah kembali ke ruangannya dan Roy mengikuti di belakangnya. Riza hendak pergi ke dapur ketika ia mendengar Roy menyebut namanya.

"Riza, aku akan menceritakan sebuah cerita untuk Kamu malam ini. Jangan pergi tidur sebelum aku datang, oke?." Riza mengangguk dan beranjak pergi ke dapur untuk membuat makan malam.

Ada ketukan di pintu. Riza berlari menuju pintu. Dia membuka pintu dan menemukan Roy berdiri di ambang pintu.

"Hei, Riza." Dia tersenyum dan dia tersenyum kembali. Riza membukapintu lebih luas sehingga Roy bisa masuk ruangan.

"... Sang pangeran dan sang putri menikah dan mereka hidup bahagia selamanya."

"Apakah cerita itu selalu berakhir dengan happy ending?"

"Ya. Aku ingin hidup kita juga seperti itu." Dia tersenyum pada Riza. Mereka duduk ditempat tidur Riza. Riza menguap.

"Aku akan pergi ke kamarku kalau begitu. Kau tampak lelah. Good night Riza..." Roy bangkit dari tempat tidur dan hendak pergi ketika ia mendengar Riza memanggil namanya.

"Roy?"

"Hm?" Mendengar namanya dipanggil, Roy memutar tubuhnya menghadap iRiza.

"kamu mau tidak menemaniku malam ini? Aku ... Aku takut ..."

"Apa yang kamu takutkan?"

"Para penyihir dan hantu." Dia berkata jujur.

"Oke." Roy kembali ke tempat tidur dan duduk di samping Riza. Riza berbaring di tempat tidurnya, begitu juga Roy. Hanya beberapa menit kemudian, Riza sudah pergi ke alam mimpinya. Roy tersenyum pada gadis itu diletakkan di sampingnya lalu mengangkat selimut hingga lehernya. Dia mencium keningnya dan memeluk tubuhnya erat-erat. Roy mengecup keningnya dan hanyut ke dalam tidur. Dia tersenyum, berpikir bahwa ia akan memiliki mimpi yang paling indah malam itu.

I don't know how or why I feel different in your eyes

All I know is it happens every time

"Cokelat panas Anda, Sir." Dia berkata, memberi kolonel cangkirnya.

"Roy. Kita sedang bebas tugas,Riza.."

"Ya, Sir maksudku. Roy." Roy tersenyum pada dirinya sendiri."Di mana Hayate?"

"Dia tidur." Riza mengatakan, melihat anjing nya.

"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya letnan itu.

"Saya tidak tahu. Mungkin, Anda bisa ceritakan salah satu dongeng Anda." Riza berkata.

"Hmm, ide yang bagus." Roy berbalik menghadapi letnan dan memulai cerita.

'Cause there's somethin' in the way you look at me

It's as if my heart knows you're the missing piece

You make me believe that there's nothing in this world I can't be

I never know what you see

But there's somethin' in the way you look at me

Roy menandatangani dokumen ketika Riza pintu masuk. Riza terkejut saatmelihat kolonel yang terkenal pemalas itu menandatangani dokumen-nya ini lebih awal. Sejak kapan dia datang begitu pagi?

"Hei, riz-maksudku letnan." Roy melambaikan tangannya pada Riza.

"Morning, Sir." Dia memberi hormat kepadanya. "Apa yang Anda lakukan ini pagi-pagi begini,Sir?" Roy mengerutkan kening pertanyaannya.

"Apakah kau pikir aku tidak mampu datang awal, Hawkeye?"

"Tidak, aku tidak bermaksud begitu, Sir." Riza berjalan ke mejanya dan duduk. Dokumen-dokumen yang dia harus kerjakan ada di sudut mejanya. Dia menatap ke arah kolonel-nya dan menemukan dia tersenyum padanya. Apa yang terjadi? Dia kembali menatap kertas kerja dan mulai bekerja dengan kertas-kertas itu.

Pada tengah hari, Roy dan Riza sudah selesai dokumen mereka. Roy bosan dan mencoba untuk tidur. Riza mulai membaca bukunya, tidak peduli melihat kolonel yang sedang tidur. Maes Hughes mampir di kantor Mustang. Dia masuk dan berjalan ke meja temannya.

"Dia tidur." Maes cemberut. "Mengapa kau tidak membangunkan dia, Letnan?"

"Dia sudah selesai mengerjakan tugasnya." Riza menjawab tanpa menatap Maes, masih membaca bukunya.

"Hei, dia menggumamkan sesuatu." Maes mengatakan kepada bawahan Roy. Fuery, Havoc, Breda, dan Falman menatap kolonel. Semua orang diam,menunggu kolonel mengatakan sesuatu. Riza masih membaca.

"Maukah kau menikah denganku, putri Riza?" Maes mencoba menyembunyikan tawanya, begitu juga semua bawahan sang colonel. Riza mendongak dari bukunya, menatap kolonel dengan bingung. Ada sedikit semburat warna merah di wajahnya.

"Apa?" Dia memelototi semua orang di ruangan itu.

"Dia melamar kamu, Hawkeye. Apa jawaban kamu?." Maes menatap Riza, menyeringai lebar.

"Dia tidak melakukannya, Letnan Kolonel."

"Bagaimana kalau iya?"

"Dia tidak akan pernah melakukan hal itu." terdengar seseorang menguap dari arah meja sang kolonel.

"Apa yang kau lakukan di sini, Maes?" Tanya Roy dengan ekspresi mengantuk. Matanya setengah terbuka.

"Aku menontonmumu melamar Hawkeye." Maes kembali menatap Roy.

"Apa? Jenis apa? "

"Pernikahan. Apa lagi?." Maes menjawab dengan singkat. mata Roy sekarang terbuka lebar, rahangnya jatuh ke lantai. Havoc dan semua bawahan yang menatapnya, berusaha menghentikan tawa mereka tetapi mereka tidak bisa menahannya. Mereka tertawa begitu keras. Tetapi tatapan letnan satu dan kolonelnya itu menutup mulut merekai.

"Cari seorang istri, Roy. Tanya dia yang serius lain waktu, oke?" Maes berbisik ke telinga Roy dan berlari keluar kantor. Semua orang tertawa, kecuali letnan satu dan kolonel tentu saja.

"Maes!" Roy menjerit. Semua anak buahnya lari dari kantor, takut akan peluru dan api.

The way you look at me

"Selamat pagi, Riza." Roy menyambut Riza ketika ia bangun.

"Pagi." Dia menjawab dengan tenang, ragu-ragu tentang sesuatu. "Umm, Roy, apa yang kamu ingin lakukan bila kamu sudah besar? Eh, ini cuma sebuah pertanyaan ngawur. Kamu tidak perlu menjawab itu .."

"Hmm, aku ingin menghentikan perang, aku tidak ingin melihat orang-orang kesakitan.." Riza tersenyum padanya, ia tersenyum lembut dan hangat. "Semoga berhasil." Riza berkata kepada Roy, senyum masih menghiasi bibirnya.

"Terima kasih. Bagaimana dengan kamu, Riza?" Roy bertanya."Hmm, aku akan membantu kamu untuk mengejar impianmu, aku akan berada disisi kamu dan membantu.." Dia menjawab dengan manis.

"Sekali lagi, terima kasih, Riza. Ah,. Jika aku menjadi Fuhrer, Kamu akan menjadi ibu negara, oke?"

"Oke, tapi jenis pekerjaan apa itu?"

-Owari-

Selesai? Aku hampir tak bisa percaya! Bagaimana? Review, kumohon .. :D

Tidak ada hubungan antara cerita dan lagu ya?

yasudahlah, Bondan berkata.

Terima kasih untuk membaca :D