Menghapus Jarak
Haikyuu © Furudate Haruichi
{hearty's kurotsuki festival week – day 7: gratitude}
.
Seperti ombak yang menghantam mukamu sekian tahun lalu, pada suatu hari di musim panas, ketika semestinya kau berbahagia.
Ombak itu menelan habis orang-orang terkasihmu. Tapi kau tetap berdiri, di antara keributan dan tangis yang pecah—di antara riuh-rendah suara-suara keluar masuk telinga, mendengung panjang, seperti akhir hidup dalam tanda detak jantung. Garis lurus. Horison. Matahari pamit tidur dan kau tetap tidak memahami segalanya; ada apakah gerangan, kenapa langit begitu hitam di saat seharusnya oranye (atau biru?). Bulan menggantung bulat. Kau melihatnya, malam itu.
Pulanglah aku pada perut laut.
Kau menghapus, menyunting.
Pulanglah pulang. Hari sudah malam.[*]
Kau menyeduh kopi. Lagi.
Duduk, mengambil napas dalam-dalam, mengembuskannya perlahan melalui mulut. Kau tahu kau harus bernapas agar otakmu tetap bekerja. Namun, kau singkirkan pula benda-benda itu. Dalam bayangan, tergambar jelas masa lalu—menciptakan adegan-adegan lama yang terus diperbaharui, menolak lupa. Ayah, Ibu, saudara sepupu … selamat jalan. Inilah kehidupan; tak pernah jauh dari takdir bernama kematian (tapi juga perjalanan: hidup adalah angka paling besar sedangkan mati ialah nol dan jarak di antara keduanya merupakan perjalanan).
Dalam perjalanan itu, sekian kali, kau diselamatkan. Entah oleh Tuhan, entah oleh keberuntungan. Kau tetap ada dan hidup (dan menulis serta menyeduh kopi). Mengingatkanmu pada pertemuan tak sengaja di kedai kopi—saling menatap, bertanya-tanya; di manakah aku pernah bertemu denganmu, kenapa kau terasa sangat familier bagiku. Terjerat, kau tahu … inilah kali pertama dirimu mengenal istilah cinta (perasaan semacam itu, ya, ya, semacam itu, terasa sangat ganjil dan menggelikan—tapi kau menyukainya; perasaan semacam itu).
Kau tidak lagi diselamatkan oleh Tuhan ataupun keberuntungan. Kali ini manusia. Dan kau bersyukur karena kau juga manusia (di zaman sebegini sinting, adakah manusia yang manusia bukan manusia separuh binatang atau malah lebih buruk dari itu). Kau akhirnya belajar memeluk bulan. Karena Tsuki adalah bulan dan adalah manusia.
Kaukah yang aku lihat waktu itu?
Bulan.
Seperti kehidupan yang perlahan tergerus dari sisimu, pada akhirnya kehidupan itu kembali datang, sekian tahun setelah kau kehilangan alasan.
Kembali, kau menulis:
Kau datang ketika matahari hilang, Bulan.
Aku sudah mati sekian ribu hari yang lalu.
Tapi kau tetap datang, merengkuhku tanpa ragu.
Aku hidup kembali karena kau abadi.
(Seperti lukaku yang juga abadi.)
Kau lalu menghapus jarak;
Antara langit dan bumi.
Untukku. Untukmu jua.
Pulanglah pulang.
(Kegundahan, resah dan gelisah. Putus asa.)
Aku ingin abadi bersama Bulan.
.
Kau mengatakan sesuatu pada kekasihmu. Bahwa dalam hari-hari yang menyedihkan, kau selalu melihat bulan (serta langit gelap—tapi kegelapan itu membuat bulan dan bintang terang). Tsuki bertanya kenapa. Kau menjawab sejujurnya: sebab, kau meyakini, suatu hari, bulan pasti benar-benar menghapus jarak antara langit dan bumi hanya untuk menemuimu. Sebagai bulan, sebagai Tsuki.[]
8:27 PM – June 30, 2017
