Hermione mendengus kesal. Aah… detensi bersama Draco pasti tak pernah berjalan lancar dan menyenangkan. Sekarang, bukannya mengerjakan detensi, dia malah asyik membaca buku.

"Hei, Malfoy! Ayo kerjakan detensimu! Aku disini karena kau juga tahu!" sungut Hermione.

Draco hanya menatap malas. Lalu kembali membaca buku ditangannya.

Hermione yang kesal, akhirnya menghampiri Draco dan menjewer telinganya.

"Aww, sakit Granger!"

"Kau diam saja sejak tadi! Cuma aku yang mengerjakan detensimu, detensimu Malfoy!" seru Hermione. Dia pun menurunkan tangannya.

"Memang kau sedang membaca apa sih?" tanya Hermione.

"Lihatlah sendiri," ucap Draco cuek. Dia mulai mengerjakan detensinya.

Hermione menilik lembaran buku yang masih terbuka.

"Rahasia Hogwarts?!"

"Bisa kau pelankan suaramu? Telingaku hampir mau pecah mendengarnya," gerutu Draco.

Hermione menghiraukannya dan mulai membaca buku kusam dihadapannya.

"Pintu penjelajah waktu ada di Hogwarts?"

Draco menggerutu tak jelas mendengar ucapan Hermione.

"Ya, dan itulah yang sedang kubaca. Tapi kau malah menggangguku," kata Draco.

"Pintu ini dikabarkan tercipta tanpa sengaja oleh Rowena Ravenclaw. Rowena saat itu hanya sedang bereksperimen dan tanpa disadarinya, dia telah membentuk pintu yang persis seperti Pembalik Waktu," ucap Hermione mulai tertarik.

"Bagaimana kalau kita mencarinya?" usul Hermione.

"Kau gila? Aku sudah mencarinya selama sebulan ini dan tak ketemu," ucap Draco sarkastis.

Hermione tidak peduli. Dia hanya berpikir.

"Malfoy, siapa hantu tertua di menara Ravenclaw?" tanya Hermione.

"Hmm, setahuku Grey Lady—tentu saja! Kenapa tak terpikir olehku?" tanya Draco. Lebih kepada dirinya sendiri.

"Itu karena kau tidak pintar, Malfoy! Dengan kata lain, bodoh!"

"Granger!"

"Sakit, Malfoy! Jangan tarik rambutku!"

"Jangan lari Granger! Awas saja kau!"

Hermione berlari.

"Kau membuatku jatuh, nona," ucap seorang hantu. Berambut panjang. tersenyum geli. Bagaimana bisa, dia membuat Grey Lady jatuh. Disentuh saja dia tembus pandang.

"Tertangkap kau!" seru Draco yang sudah mengunci tangan Hermione. Tiba-tiba dia terdiam.

"Granger, itu Grey Lady," bisik Draco.

"Tentu saja aku tahu itu—apa?" Hermione terkejut.

"Nyonya, saya mau meminta suatu petunjuk yang mungkin anda ketahui. Apa anda tahu, Pintu Penjelajah Waktu di Hogwarts yang diciptakan tanpa sengaja oleh leluhur anda?" tanya Draco sopan.

"Maksudmu, Rowena Ravenclaw? Tentu. Aku pernah menggunakannya," ucap Grey Lady.

"Kira-kira dimana tempatnya?" tanya Hermione.

"Expecto Patronum!" seru Grey Lady. Terbentuklah sebuah patronus kucing betina berwarna orange. "Kalian bisa ikuti patronus-ku, kalau mau. Tapi jangan menyesal nantinya,"

"Baik, terimakasih, Grey Lady," ucap mereka berdua serempak.

Hermione dan Draco berlari berusaha mengejar patronus yang berlari sekencang angin dan lenyap pada sebuah pintu.

"Sampai sini? Hei, ini kan ruang bawah tanah Ravenclaw!" seru Hermione.

"Aku tak tahu. Tapi kurasa kita harus melewati pintu ini," ujar Draco sambil menyiapkan tongkat sihir miliknya.

"Jangan menggunakan sihir, Malfoy!" Hermione mencegahnya. Dia mendekati pintu itu dan mengetuknya perlahan.

"Apa menurutmu yang lebih baik, hidup atau dunia?" Terdengar suara mengalun dari balik pintu.

"Menurutku keduanya sama baiknya. Kita tak akan bisa hidup tanpa dunia kan? Begitupun sebaliknya," jawab Hermione.

"Cukup meyakinkan!" Pintu terbuka perlahan. Tetapi bukannya sebuah kamar atau apa yang terlihat, tapi sebuah lubang hitam yang segera menyedot Hermione dan Draco masuk ke dalamnya.

Mereka mendarat dengan tidak nyaman. Tapi Draco cukup beruntung karena terjatuh di karpet. Sementara Hermione harus terjatuh ditanah.

Hermione terdiam.

"Granger! Kau tak apa kan? Apa kau masih sakit?" tanya Draco sambil mengayun-ayunkan tangan didepan wajah Hermione.

Hermione tak bergeming.

"Granger?"

"Malfoy, kupikir kita harus berganti nama belakang dan mulai memanggil dengan nama depan," ucap Hermione.

"Jadi kau memikirkan itu? Baik, Hermione,"

"Namaku sekarang, Hermione Florida. Tidak terlalu buruk,"

"Kalau begitu namaku, Draco Veela,"

"Kau masih percaya kalau didalam tubuh laki-laki keturunan Malfoy memiliki darah Veela yang membuatnya nampak sempurna?" Hermione memutar bola matanya.

"Tentu. Tapi kuganti deh, jadi Draco Weather, lebih keren."

Hermione mengerang. Dia mau menjawab. Tapi terdapat oranglain yang menghampiri mereka berdua. Seorang perempuan berwajah oriental bermata hijau.

"Halo, ada yang bisa kubantu?" tanya Gadis itu. Mata hijaunya menatap ramah.

"Kami ingin ke ruang kepala sekolah. Bisa tunjukkan jalannya?" tanya Hermione ramah.

"Tentu, ikuti aku," jawabnya sambil berjalan pelan.

Hermione dan Draco mengikuti.

"Omong-omong, namaku Lily Evans. Kalian?" tanya Lily sambil terus berjalan.

Hermione membelalakkan mata. Lily Evans? Ibu Harry?!

"Aku Hermione Gran—Florida," ucap Hermione. "Ini Draco Weather," sambung Hermione saat mengetahui bahwa Draco tidak mau membuka mulut.

Lily mengangguk ramah. Mereka sudah sampai di ruangan Dumbledore.

"Silahkan!" seru Lily.

Hermione mengetuk pintu.

"Apa yang lebih berharga, kehidupan atau cinta sejati?"

"Cinta sejati. Karena kita tak bisa hidup tanpa cinta sejati. Dan cinta bisa bersatu dimana saja kan? Tak harus didunia. Di alam mimpi, alam kematian? Mungkin saja kan?" sanggah Draco.

"Jawaban tak terduga dengan alasan yang cemerlang!" Pintu bergerak membuka.

"Kau dapat kata-kata itu darimana, Draco?" tanya Hermione penasaran.

Draco mengangkat pun masuk sementara Lily menunggu di luar.

"Malam, Profesor Dumbledore," sapa Hermione dan Draco.

"Malam. Ada masalah apa?" tanya Dumbledore ramah.

Hermione menceritakan semuanya. Terkadang Draco juga menimpali pertanyaan dari Dumbledore

"Jadi begitu," Dumbledore mengangguk-angguk. "Tapi mungkin, waktu menjadi tak beraturan di zaman ini. Tapi tenang saja, apapun yang kalian perbuat di sini tak akan berpengaruh apa-apa pada masa depan," sambungnya.

"Baik, Profesor Dumbledore. Tetapi, kami ingin tahu, kami disini sampai kapankah?" tanya Draco.

"Tidak ditentukan. Kalian bisa kembali sesuka kalian,"

"Terimakasih Profesor. Kami permisi," ucap Hermione. Lalu dia dan Draco pun menjauh.

***

Bagaimana?" tanya Lily.

Hermione dan Draco mengangkat alis berbarengan.

"Maksudku, dimana asrama kalian? Kalian kompak sekali sih. Jangan-jangan…" Lily menatap Hermione dan Draco bergantian dengan pandangan menyelidik dan bibir yang tersenyum menggoda.

"Aku Gryffindor dan Draco Slytherin. Jangan pikir macam-macam antara aku dan Draco. Aku tak akan mau berhubungan lebih dari sekedar teman bersama ferret pirang itu," ucap Hermione.

"Apa? Kau mengatai ku ferret Hermione? Dasar berang-berang!" balas Draco.

"Musang!"

"Rambut semak!"

"Rambut beruban!"

Lily tertawa terpingkal sambil memisahkan mereka berdua.

"Sudah, sudah. Kalian itu lucu sekali! Bahkan kalian saling memanggil nama depan," ujar Lily sambil mati-matian menahan tawa.

"I-itu karena…" Hermione ragu. Dia menimbang-nimbang alasan apa yang cocok diutarakan didepan Lily.

"Karena kami teman masa kecil," sanggah Draco.

Lily mengangguk mengerti walaupun dia masih tersenyum menggoda mereka berdua.

"Seperti aku dan Severus," ucapnya. Dia mengantarkan Draco dan Hermione ke asrama masing-masing.

"Hermione, bagaimana kalau kita sekamar saja? Aku kesepian sendirian," ucap Lily.

Hermione mengangguk saja. Karena sejujurnya dia sudah sangat lelah.

—TBC—

Halo! Ini my first fanfiction! ^_^/

Tadinya aku mau bikin dengan words lebih dari ini. Karena aku udah bikin chapter satunya. Tapi yang muat segini doang! :D

RnR Please? :D