Pain

Chapter one

Vocaloid Yamaha

Twincest (Miku x Mikuo)


"Mikuo.. Ayo makanlah.."

"Tidak ingin. Aku ingin muntah.."

Aku menghela nafas. Sejak dulu selalu begitu.

"Segitu buruknya masakanku ya? Sampai kau tidak ingin memakannya. Padahal masih kuingat jelas saat kamu ketagihan makan bubur negi buatanku..", kataku sambil sedikit bernostalgia.

"Bodoh. Tentu saja, karena dulu aku masih 'sehat', Miku..", sambil memberi penekanan pada kata 'sehat'.

Sudah dua bulan Mikuo terbaring lemah di ranjang karena penyakitnya yang tidak jelas itu. Aku tidak bisa membawanya ke rumah sakit, karena memang tidak mampu bayar. Sejak berumur delapan belas tahun, kami hidup sebatang kara. Dan sejak itu juga, penyakit mulai menggerogoti tubuhnya..

"Karena itu. Makanlah! Agar kamu menjadi sehat kembali. Dan kita akan bersenang-senang bersama lagi..", aku nyaris menangis.

"Aku tidak mungkin sembuh.."

Benar-benar perkataan yang membuat beberapa tetes air mata keluar dari mataku. Sudah sering aku menangisi keadaan Mikuo, dan aku tau hal itu membuatnya tidak tega. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana jika Mikuo tidak bisa sembuh, sehingga hal itu membuatku menangis.. Walau sebenarnya, hal itu kulakukan tidak dengan sengaja.

"Ssshh. Baiklah, baiklah. Mana, berikan padaku. Aku akan memakannya sendiri", katanya sambil berusaha mengambil mangkuk dari tanganku.

"Tidak. Biarkan aku yang menyuapimu. Kau harus banyak istirahat.."

"Hei hei. Tulang-tulangku sudah kaku, badanku tidak lentur lagi kelamaan diam di atas ranjang ini. Tidak bisakah kau biarkan aku bergerak sebentar saja?", tanya nya dingin namun agak memelas.

Aku tetap menggeleng. Yang benar saja, mana ada adik yang akan membiarkan kakakmu yang sedang sakit makan dengan usahanya sendiri?

"Cepat buka mulutmu, Mikuo..", perintahku.

Akhirnya Mikuo membuka mulutnya. Aku tersenyum karena berhasil memasukkan satu sendok bubur kedalam mulutnya. Setelah itu perlahan-lahan akhirnya habis juga. Aku tertawa senang sekaligus lega.

"Jika kau ingin masakanmu di makan sampai habis, berikan saja kepada busung lapar. Senang sekali kalau makanan buatanmu dihabiskan. Ckckck," katanya. Aku hanya tertawa mendengarnya. Dasar, Mikuo bodoh!

Aku melirik jam. Sebentar lagi waktunya aku bekerja. Aku segera bersiap-siap untuk bekerja. Walau dengan berat hati, aku meninggalkan Mikuo sendirian di rumah.

"Kenapa kau terus bekerja keras sih? Hanya memberiku sarapan dan obat, pulang malam dan memberiku makan malam dan obat lagi..", katanya kesal.

"Bagaimana lagi Mikuo? Aku hanya ingin kau sembuh. Yang paling kuinginkan di dunia ini adalah kesembuhanmu, tidak ada yang lebih dari itu!", kataku tegas.

Aku memang melakukan semua ini demi dirinya. Demi orang yang kucintai..

"Terserahlah.", dan Mikuo membalikkan badannya. Aku hanya tersenyum tipis melihat itu.

"Sampai jumpa Mikuo, aku pergi dulu. Aku akan meminta tolong Luka untuk kemari membuatkan makan siang untukmu. Byee~", dan aku segera pergi meninggalkannya.

Memang, selama ini jika aku bekerja, aku selalu meminta bantuan tetanggaku untuk mengurusnya. Mereka benar-benar orang yang baik, hingga mau menyempatkan waktunya untukku.

Sebenarnya aku lebih senang jika aku sendiri lah yang merawat Mikuo, namun bagaimana lagi? Tuntutan pekerjaan yang sungguh sibuk dan berat ini. Hanya demi Mikuo.

Aku tau jika aku tidak mampu membayar jika Mikuo dirawat di rumah sakit, namun aku tetap berusaha mendapatkan obat-obatan untuknya. Dan hasilnya, lumayan.. Mikuo masih bisa bertahan hidup untuk dua bulan.

"Selamat pagi Luka. Hari ini, bisakah aku meminta tolong padamu lagi? Aku sudah membuatkan bubur negi untuk Mikuo, tolong panaskan dan suapi dia ya..", kataku meminta tolong pada Luka.

Luka mengangguk dan tersenyum. "Serahkan padaku, Miku. Selamat bekerja."

Aku tersenyum lalu melambai. Kalau tidak Luka, aku akan meminta tolong Rin atau Len, bahkan kadang si bodoh Kaito atau orang antik yang bernama Gakupo itu. Semua mengurus Mikuo dengan sabar, walau Mikuo seringkali berbicara kasar dan dingin pada mereka.

Sejak penyakit itu muncul, Mikuo berubah..

Dari Mikuo yang ceria, pekerja keras, idola siapapun, ramah dan supel, menjadi penyendiri dan pemurung. Aku tau hal itu karena dia terus berada didalam kamarnya, tetapi sungguh, aku lebih menyukai dirinya yang dulu.

Wajahnya yang tampan dan keren, berubah menjadi pucat. Badannya yang bagus itu, berubah menjadi kurus dengan kulit yang kering. Bahkan nyaris tulang-tulangnya menonjol dibalik kulitnya itu.

Keadaan Mikuo sungguh menyedihkan. Terkadang aku berpikir, mengapa ini semua harus terjadi pada Mikuo? Kenapa tidak aku saja? Kenapa bukan orang lain? Kenapa harus Mikuo yang kucintai?

Flashback

Hari ini adalah hari ulangtahunku yang ketujuh belas. Lebih tepatnya, hari ulang tahunku dan Mikuo. Aku tidak merayakan sweet seventeen seperti yang lainnya, hanya merayakan secara sederhana dengan teman-teman dekatku. Dan Mikuo..

Kami adalah saudara kembar walau Mikuo lebih tua beberapa menit dariku(kata ibuku). Kami akrab sejak kecil, dan selalu bersama. Mikuo selalu menjagaku, merawatku ketika aku sakit, bahkan mengajarkan hal-hal yang tidak pernah kuketahui.

"Selamat ulangtahun, Miku,Mikuo!"

"Selamat bertambah dewasa Miku dan Mikuo!"

"Happy birthday Mikuo dan Miku!"

Hal itu yang diucapkan teman-temanku pada saat mereka datang ke rumahku untuk merayakan ulang tahun kami berdua. Mereka membawa kue tart berwarna putih dan hijau, dengan dua lilin diatasnya. Yang satu untukku, dan yang satu tentu saja untuk Mikuo.

Kami meniup lilin bersamaan. Dengan harapanku untuk hal-hal yang baik terjadi pada kami semua.

Setelah itu kami makan dan bersenang-senang. Semua terlihat ceria dan sangat gembira, bahkan Mikuo..

Setelah selesai, semua pulang ke rumah masing-masing. Aku dan Mikuo yang memang serumah, atau bisa dibilang di rumah ini hanya ada kami berdua (karena orangtua kami sudah meninggal), membereskan hal-hal yang dipakai untuk pesta kecil tadi.

"Miku.."

"Ada apa, Mikuo?

Kutatap wajahnya. Dan wajah Mikuo, menunjukkan wajah yang serius.

"I-iya?"

"Apa yang kamu pikirkan tentang diriku?",tanya Mikuo.

Aku bingung. Maksud dari perkataannya?

"Apa maksudmu Mikuo?"

Mikuo menghela nafas. "Sepertinya aku tidak bisa berbasa-basi lagi. Nggg, Miku. Kau adalah saudara kembarku, dan aku menyayangimu. Dan untuk sekarang, rasa sayang itu sepertinya lebih dari sekedar sayang pada saudara. Aku... Menyukaimu, bahkan mencintaimu Miku.."

Aku shock. Jadi selama ini Mikuo menyukaiku? Walau sebenarnya, aku juga menyukainya. Apakah twincest diperbolehkan di dunia ini?

"Mikuo..."

"Aku tau, kita tidak akan pernah bisa bersatu. Tetapi aku mohon, Miku. Jangan tinggalkan aku, sampai tiba waktunya seorang pria lain menjadikanmu miliknya..", kata Mikuo pasrah.

Wajahku memerah. Disamping senang, aku sebenarnya juga sedih. Senang jika Mikuo juga menyukaiku, namun sedih karena kita adalah saudara kembar. Tidak pernah dilegalkan yang namanya twincest bukan?

"Mikuo.. Aku juga.. Aku menyukaimu,-"

Dan kami berpelukan.

"Apakah.. Sampai kau ditangan pria lain, kau mau menjadi kekasihku, Hatsune Miku?", tanya Mikuo.

Aku tersenyum. Memberikan senyuman terbaik baginya.

"Tentu saja, Hatsune Mikuo!"

Flashback end

Mengingat-ingat kenanganku dengan Mikuo, tidak sadar membuatku menangis. Hahaha. Aku merindukan Mikuo dimana dia masih sehat. Apakah penyakit Mikuo adalah karma dari hubungan terlarang kita? Namun kita pacaran tidak pernah melewati batas bukan? Tinggal serumah karena saudara, itu sudah pasti. Selain itu tidak ada hal ilegal yang kami lakukan.

'Aku akan berusaha semampuku agar kau sembuh, Mikuo..'

Kemudian aku turun. Aku bekerja menjadi seiyuu beberapa karakter figuran. Karena itu, gajiku tidak banyak. Setelah dari sini sampai sore, aku bekerja sambilan lagi menjadi maid cafe selama beberapa jam. Karena itulah aku sering pulang larut malam. Tapi ini semua kulakukan demi Mikuo..


Mikuo POV

"Aku pergi dulu Mikuo. Selamat siang..", dan gadis berambut pink itu keluar dari kamarku.

Sebenarnya aku masih kuat untuk makan sendiri walau aku merasa pusing dan lemas jika bergerak, namun saudara kembarku yang cerewet itu selalu melarangku.

Aku melihat kearah ponselku. Sudah puluhan pesan yang kukirimkan pada Miku, namun tidak kunjung dibalasnya. Hal ini sebenarnya terus terjadi setiap harinya. Aku tau Miku sibuk, namun entah kenapa aku selalu ingin mengiriminya pesan terus.

'Heeiiiii bakaaaaaaaaa?~~'

Aku mengiriminya pesan seperti itu untuk yang berapa kalinya, walau aku tau dia tidak mungkin sempat membalasnya. Paling-paling waktu pulang dia hanya meminta maaf tidak sempat membalas pesanku. Entah kenapa, aku selalu mengiriminya pesan meskipun dia sibuk..

Karena bosan, aku membuka browser dari ponselku saja. Hal-hal membosankan ini sudah kulakukan setiap harinya, dan tidak terasa sudah dua bulan aku seperti ini?

Hahahaha, menyediihkan...

Dokter tidak mengetahui penyakitku, apalagi aku? Tapi kurasa penyakit ini sudah setara dengan kanker. Yang berarti, akan menggerogoti tubuhku perlahan-lahan, dan membuat umurku semakin pendek.

Kemudian aku menyalakan TV yang kupikir mungkin bisa mengurangi sedikit rasa bosanku. Tapi, well... Kurasa jika bisa menonton TV dengan duduk di sofa, lebih menyenangkan dan nyaman daripada dengan terbaring lemah di tempat tidur begini.

'Heeii~ Hatsune Miku'

Aku mengiriminya pesan sia-sia lagi. Tetapi, aku tidak pernah lelah melakukan hal ini. Setidaknya, mengiriminya pesan membuatku sedikit terhibur.

Tiba-tiba ponselku berdering. Balasan sms? Apakah dari Miku? Cepat-cepat aku membukanya..

Oh, bakaito sialan.

Aku tidak ingin membalasnya. Seharusnya dia sudah tau jika pintu rumahku selalu terbuka untuknya, lebih tepatnya semua teman-teman kami. Kaito memang terkadang mengunjungiku dan berusaha menghiburku. Berusaha mengembalikan sisi Mikuo yang dulu.. Tapi konyolnya, hal itu tidak pernah berhasil. Bahkan diriku sendiri tidak tahu mengapa hal itu bisa terjadi.

Aku menghela nafas lagi. Sekarang apa yang sedang Miku lakukan ya? Apakah pekerjaannya berat?

"Yoo, Mikuo!", kata seseorang yang bersuara sedikit cempreng. Tedapat pemuda yang serba biru di depan pintu kamarku.

"Hnnn.."

"Bagaimana keadaanmu hari ini?"

"Tidak ada yang berubah..", jawabku datar.

"Hahahaha. Kau selalu judes.. Yaa, seperti biasa~", dia duduk di kursi sebelah tempat tidurku dan menaruh sebuah bungkusan.

Apa yang dia bawa memangnya?

"Kau melihat ini terus? Apa kau mau tau isinya?", katanya sambil membuka bungkusnya.

Jujur sebenarnya penasaran. Memangnya apa yang dibawanya? Dia selalu membawa hal-hal yang tidak normal saat menjengukku.

"Taraa~"

Apa ini? Benda yang aneh sekali? Aku memandanginya dengan heran. Memang barang bawaan Kaito tidak pernah ada yang normal..

"Apa ini?"

"Coklat bentuk negi~ untukmu dan Miku-chan", katanya sambil menunjukkan senyum bodohnya.

Benda seperti ini dibilang coklat? Astaga. Tetapi ternyata memang benar ini coklat! Benda yang antik sekali..

"Kau tidak pernah membawa benda yang normal ya?"

"Dan kau juga tidak pernah merespon dengan tertawa atau apapun pada benda-benda unikku~ hikss"

Hahahaha aku tersenyum sedikit. Ya usahanya kali ini tidak sia-sia lah. Dia melakukan semua ini untuk menghiburku.

"Oke okee. Terimakasih, bakaito", jawabku sambil tersenyum.

"Wow. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama Hatsune Mikuo tersenyum! Luar biasa!"

Berlebihan sekali satu orang ini. Tapi entah kenapa, aku sedikit terhibur..

Aku melihat ponselku lagi. Masih belum ada balasan dari Miku.. Aku mulai mengetik untuk mengiriminya sms sia-sia..

"Hei Mikuo.."

"Apa?", kataku sambil tidak konsen karena aku mengetik pesan untuk Miku.

"Bagaimana hubunganmu dengan Miku-chan?", tanya Kaito.

"Hnn.. Biasa saja..", kataku kemudian aku meminum obat.

"Dia benar-benar berusaha keras.."

"Agar aku dapat sembuh kan? Dan sebenarnya semua itu sia-sia saja..", potongku.

Kaito menaikkan alisnya. "Maksudmu?"

Aku menghela nafas..

"Bakaito.. Aku tidak mungkin sembuh. Disini aku hanya menunggu ajal menjemput..", kataku pasrah. Aku memang tidak terlalu peduli dengan penyakit ini. Namun sebenarnya hatiku sakit terkadang melihat Miku menangisiku.. Padahal yang sakit kan aku?

"Hhhh~ tidak heran jika kau berkata seperti ini, pantas saja Miku-chan sering menangis. Kenapa pesimis sekali kau, Mikuo.."

"Karena penyakitku parah. Bahkan dokter tidak tau sebenarnya penyakit apa ini. Yang bisa mereka lakukan hanya memberikan obat agar badanku sedikit kuat dan mengurangi rasa sakit. Tetapi tetap saja...", kataku malas jika membicarakan penyakit ini. Aku tau memang aku tidak peduli dengan penyakit ini, namun penyakit ini membuat Miku menangis! Sial!

"Hahhhh.. Dasar kau. Jangan berkata seperti itu. Berjuanglah Mikuo! Anggap saja bukan berjuang untuk dirimu sendiri, namun untuk Miku-chan! Kau menyayanginya bukan? Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya dia tanpa dirimu..", dan kemudian Kaito pergi.

Demi Miku?

Hnnn..

Tapi penyakit ini sudah terlanjur parah. Benar-benar kau Kaito, datang kemari hanya untuk mengatakan itu. Hahahaha..

Aku merasa bertambah pusing setelah mendengar ceramah dari Kaito. Apa segitunya hingga aku memikirkannya dan membuat kepalaku pusing?

Aku mengirimi Miku sms sia-sia lagi. Hal yang sudah menjadi kebiasaanku memang. Andai saja Miku bisa membalasnya, walau hanya sekali.

Aku lebih ingin Miku disampingku saja. Tanpa harus bersusah payah bekerja keras demi aku. Miku selalu pulang malam, belum lagi terkadang lembur. Dia mengatakan melakukan ini demi kita. Tetapi aku tau, yang dipikirannya dia melakukan ini untukku. Untuk kesembuhanku yang sepertinya sia-sia saja..

Aku masih ingat jelas Miku tiga kali bekerja sambilan dan tiga kali juga langsung dipecat pada hari pertamanya. Ya, Miku memang ceroboh. Dan sepertinya dulu dia tidak berbakat kerja. Bakatnya hanya menyanyi mungkin?

Tetapi sekarang berubah. Miku menjadi pekerja keras, bahkan sampai rela tidak kuliah demi merawatku. Padahal kami berdua mendapatkan beasiswa untuk kuliah jurusan musik..

Semua gara-gara aku memang. Andai saja aku tidak merepotkannya, Miku bisa menikmati hidupnya sebagai mahasiswa kampus yang menyenangkan. Maafkan aku, Miku.. Aku sungguh kakak yang tidak berguna bagimu.

Aku membolak-balikkan badanku lagi. Aku bosan dengan semua ini. Tidak ada yang benar-benar bisa kulakukan setiap harinya.


to be continued

Mind to review?