Yosh! Ini FF pertamaku tentang Kuroshitsuji kepunyaan Yana Toboso. Dan tujuan mengeposnya hanya untuk kesenangan saya membuat cerita. Silahkan menikmati. *makan nasi kotak*
Mr. Pervert
.
.
.
"Sebastian, ini Ciel. Dia akan menjadi adikmu. Dan Nyonya Rachel akan menjadi ibumu."
Anak laki-laki bermata ruby itu menatap ayahnya bingung karena hari itu ayahnya tiba-tiba membatalkan semua jadwal dan mengajaknya lunch. Hal yang tidak biasa ayahnya lakukan. Dan tidak biasa lagi ketika pemilik rambut hitam pekat itu melihat bahwa ini bukan lunch biasa. Ini sepertinya lebih terlihat….pengenalan? Itu terbukti ketika ayahnya mengatakan 'akan menjadi ibumu' di awal tadi. Anak laki-laki itu agak kesal pada ayahnya karena dia sama sekali tidak diberi tahu soal ini sebelumnya.
Yang membuatnya lebih heran lagi, 'calon ibunya' itu juga memiliki seorang anak laki-laki -yang kelihatannya lebih muda dari dirinya- berambut grayish yang justru terlihat arogan. Sama seperti ayahnya. Sungguh seperti apa ya ... ummm mungkin bisa dibilang kalau anak itu mirip sekali dengan ayahnya. Entah itu rambut, kulit pucatnya, bahkan tingkat harga dirinya. Tapi ada perbedaannya ... anak itu terlalu manis untuk ukuran cowok!
"Ciel." Katanya tanpa ada basa basi sedikitpun.
"Aku Sebastian. Senang berkenalan denganmu, Ciel. Senang berkenalan denganmu juga, Nyonya." Anak laki-laki yang mengaku bernama Sebastian itu tersenyum.
Hari itu mereka ... ah tidak! Hanya ayahnya dan wanitanya itu yang terlihat bahagia. Sebastian dan Ciel hanya diam menikmati makan siang mereka dengan canggung. Sampai tiban saatnya mereka semua telah menyelesaikan lunch -nya, ayahnya tiba-tiba mengatakan jika Rachel dan Ciel akan tinggal dirumah mereka. What th-! Seperti tersambar petir, Sebastian semakin bingung dengan apa yang terjadi. Calon tapi akan tinggal dirumah. Itu berarti ... seketika anak itu ingat jika ayahnya hanya bilang 'akan menjadi' itu bukan berarti mereka masih PDKT alias pendekatan lagi! Dia sudah menjadi ibu tirinya!
Sebastian memandangi keluarga baru ayahnya, mereka seperti keluarga pada umumnya. Harmonis dan sangat membuatnya sakit Karena ayahnya tidak pernah sekalipun seperti itu kepadanya. Apa yang salah? Tapi Sebastian hanya tersenyum… Hatinya sedikit bercampur. Ada perasaan senang, sedih dan cemburu. Seorang ayah yang dia banggakan, sama sekali tidak membutuhkannya dalam hal apapun. Termasuk bermusyawarah tentang kepindahan mereka kerumah. Tapi sekali lagi, Sebastian hanya tersenyum dan hatinya seakan mengatakan 'aku rapopo'.
"Sebastian, tolong tujukan kamar baru Ciel." Pinta ayahnya.
"Ya, ayah."
"Oh dear, anakmu manis sekali, Vincent. Dia sangat dewasa."
Vincent dan Rachel tertawa bersama dan kemudian mereka pergi karena memiliki kesibukan yang anak kecil tidak bisa tahu. Karena itu, Sebastian mulai mengantar Ciel ke kamarnya. Anak berambut kelabu itu mengikuti si anak berambut hitam dengan diam. Meskipun si rambut hitam sedih, dia mencoba untuk tetap bersemangat. Dan tentunya semangat manly , bukan semangat seperti anak bocah pada umurnya. Sebastian memulai pembicaraan, tapi Ciel sepertinya tidak tertarik dan mengacuhkannya.
Begitu berulang-ulang, Ciel sama sekali tidak menanggapi. Sampai akhirnya….
"Hei pendek, mau mencoba masakanku?"
"AP-APPPPAAAA? Kau bilang apa?! Ayo Coba katakan lagi!"
"Errrr….mau mencoba masakanku?" Sebastian mencoba mengulang pertanyaannya lagi dengan tidak lengkap seperti yang disuruh bocah kelabu itu.
"Tidak! Tidak! Yang sebelumnya!" Perintah Ciel.
"Hei?"
"Kau ini bodoh, ya? Sesudah hei tadi apa kau bilang?" Tanya Ciel naik darah.
"Ah! Eh?" Sebastian terdiam mengingat kata-katanya barusan. "Pe-pen…dek?"
"Ya itu! Jangan mengtang-mentang kau itu jangkung jadi seenaknya memanggilku pendek! Ingat itu!" Maki Ciel.
Saat itu juga, Sebastian tau apa yang harus dia lakukan untuk membuat Ciel berbicara dan memperhatikannya. Yaitu membuatnya naik darah. Catat itu! Membuatnya naik darah!
* 09 *
6 tahun berlalu, Sebastian tumbuh bersama Ciel sebagai adik-kakak. Sebastian juga sangat menyayangi Ciel, tapi itu bukan perasaan sayang dari seorang kakak. Tapi perasaan cinta. Kadang Sebastian mengutuki dirinya sendiri karena mencintai adiknya sendiri yang bahkan mereka sesama jenis! Ini seperti menambahkan aibnya sebagai pedofil , incest , dan ... ah sudahlah! Dan jika ini ketahuan, maka perusahaan Funtom dan nama besar Phantomhive akan tercemar! Sudah cukup dengan skandal tentang Vincent Phantomhive yang akhirnya menikahi selingkuhannya, Rachel Phantomhive. Tapi meskipun Sebastian uring-uringan, dia pintar menyembunyikan perasaannya. Hanya saja ... karena itu Ciel tidak mengerti, bahkan dia sepertinya tidak punya perasaan yang sama pada Sebastian. Meskipun begitu, dia sangat supel dan memiliki banyak orang disampingnya, yang di sebut teman.
Lain lagi dengan Ciel. Sekarang umur Ciel 13 tahun, umur yang sudah cukup untuk mengerti apa itu rasa suka. Tapi…sejauh ini Ciel tidak menampakan tanda-tanda bahwa dia jatuh cinta pada seseorang. Teman dekat saja tidak punya! Jelas, harga dirinya yang tinggi dan kata-kata tajam miliknya membuat dia di segani –atau ditakuti—oleh orang disekitarnya. Begitu pula efek nama besar Phantomhive di namanya dan wajah manisnya, membuatnya menjadi orang yang sering di incar penculikan. Akhirnya dia pun memilih untuk membuang kata teman dari kamus hidupnya.
Hari itu Sebastian membaca buku di perpusakaan miliknya sehabis pulang kuliah dengan ditemani secangkir Earl Grey dan coffee nuts cake di meja. Dia sangat menikmati teh dan hidupnya sebentar dari penyakit 'jantung berdebar tiap kali dekat Ciel'. Tapi itu tidak berlangsung lama ketika suara bocah kecil itu meneriaki namanya dengan marah berjalan kearah pria tampan itu.
"Hei Sebastian!"
"Haduh-haduh…bocah ini sama sekali tidak berubah. Tidak sopan seperti biasanya. Susah ya ber-etika sedikit?" Kata Sebastian sambil tertawa.
"Diam kau! Dimana buku bisnis yang kau janjikan untuk dipinjamkan kepadaku?! Ini sudah 1 bulan dari hari aku memintanya!" Sebastian terdiam sambil terus membaca bukunya pura-pura tak mendengar dengan muka innocent-nya. "Hei Sebastian! Kau tuli ya? Kenapa diam?"
"..."
"SEBASTIAN!"
"Oke-oke-oke… tadi kamu menyuruhku untuk diam, bukan? Aku diam kamu tetap marah." Sebastian kembali tertawa melihat tingkah adiknya yang bad temperament itu. Tapi itu justru membuatnya terlihat manis. Semanis jembatan an-eh umm semanis cinta Sebastian pada Ciel.
"Grrrr! Buruan!"
"Menggeram seperti itu membuatku mengingat kucing hitam yang sering kemari jika buntutnya di pegang. Hahaha.."
Ciel yang kesal yang dari tadi dialihkan terus pembicaraannya semakin naik darah. Dia menarik nafas panjang mencoba mendinginkan kepalanya yang sudah berasap. Mungkin jika ingin barbeque-an, tinggal panaskan Ciel dan langsung mateng. #plaakk
"Sudah, beri tahu tempatnya dan aku akan mengambilnya sendiri. Menunggumu hanya membuatku emosi."
"Hoo…" Sebastian mendekatkan wajahnya ke Ciel sambil jari telunjuknya mengelus dagu Ciel seperti kucing. "Manisnyaaa…"
Dan itu sukses membuat Ciel blushing seketika. Tapi karena sifat tak mau kalahnya, dia tetap pada pendiriannya bertanya dimana buku itu. Sebastian menunjuk rak paling atas perpustakaannya yang sangat tinggi. Ciel sweat drop, tapi itu langsung iya sembunyikan dengan tampang stoic-nya. Sebastian hanya tertawa melihat Ciel yang menarik tangga lipat dengan kesal. Ciel manis sekali!
Setelah menarik tangga lipat itu, dia menaikinya dan mencoba meraih buku yang ia inginkan. Tapi tubuh pen—ah kecil nya tidak dapat meraihnya. Sesekali ia berjinjit dan akhirnya terlunjuk mungilnya menyentuh buku itu. Sadar jika Ciel sudah dalam posisi mengerikan, Sebastian bangun dari kursinya dan berdiri dekat tangga lipat itu. Dan benar, Ciel terjatuh bersama buku yang ia sentuh tadi. Dengan sigap Sebastian menangkap tubuh Ciel. Bersamaan mereka jatuh. Tapi posisi Ciel sangat aman karena dia menindih Sebasian.
"Se-sebastian?" Ciel terlihat panik melihat Sebastian tak sadarkan diri. "Sebas—"
Tiba-tiba tergurat warna merah muda di pipi Ciel karena kini tangan kiri Sebastian yang pura-pura pingsan dengan nakal mengusap-usap bongkahan daging kenyal a.k.a bokong Ciel dan yang satu lagi mendekap Ciel ke dadanya. Jantung Ciel berdebar cepat, dia juga mendengar jantung Sebastian yang berdebar dan itu membuat wajahnya memanas seketika.
" Pervert! "
Ciel mengambil buku yang tadi membuatnya terjatuh dan berlari kencang ke kamarnya meninggalkan Sebastian yang benjol akibat pukulan maut Ciel.
