Disclaimer : Semua Character milik Mom J.K Rowling. Jika tak mengenal Character, itu berarti milikku.
Warning : Newbie Author! OOC. OC. Typo
Chapter 1.
~0~
Memutuskan untuk menjadi seorang penulis bukanlah kesalahan yang besar, melainkan keputusan yang tepat. Memutuskan untuk berbagi kisah, berbagi rasa, kemarahan, senyum, tawa, bahkan air mata. Aku Emely Schuyler March dan aku seorang penulis cerita Fiksi. Aku mengenal banyak peri, berpuluh-puluh raksasa besar, manusia berbadan kuda, kurcaci-kurcaci kecil, penyihir-penyihir dengan tongkat sihir mereka dan masih banyak mahkluk-mahkluk ajaib yang tak akan pernah mengunjungi pikiran wanita dewasa normal kebanyakan. Aku menciptakan mereka. Aku menanamkan mereka dalam setiap pikiran seseorang yang membaca ceritaku. Dan aku menyukainya, sangat sangat menyukainya.
Aku tinggal di London, kota padat di Brytania Raya. Tinggal di sebuah tempat bernama Spinix Hills, tentu saja tanpa orang lain. Aku seorang yang penyendiri, berteman dengan kertas dan pena. Bukan seorang kutu buku, hanya saja seperti seseorang yang mengasingkan diri pada dunianya sendiri. Setidaknya sampai keluarga kecil pindah pada sebuah rumah tepat di sebelah rumahku, keluarga yang banyak sekali merubah hidupku—tunggu sampai aku menceritakannya. Keluarga Weasley, itulah yang mereka katakan dalam surat undangan pesta penyambutan rumah baru yang kutemukan pada kotak suratku. Aku belum pernah datang ke—pesta—penyambutan—rumah—baru, tapi tak ada salahnya mencoba.
Undangannya mengatakan bahwa pestanya akan berlangsung malam ini. Dan editorku—Si—Bapak—Tua—Harland—meminta ceritaku besok pagi. Aku bisa saja menyelesaikan cerita ini hingga larut malam, tapi bagaimana dengan pestanya? Tidak datang? Mana mungkin. Jadi, mau tak mau aku harus meminta setidaknya uluran beberapa jam untuk menyelesaikan ceritaku. Memasukkan suapan besar Banana Ice Cream ke dalam mulut sebelum meraih Handphone yang sebelumnya ku letakkan di atas meja makanku. Aku penggemar Ice Cream, by the way. Terutama Banana Ice Cream. Jangan pernah tanya berapa ratus suapan Banana Ice Cream yang dapat masuk kedalam mulutku dalam seharinya! Karna aku tak akan bisa menjawab.
Melirik sekilas kearah jam dinding bundar berwarna hijau yang melekat pada dinding dapurku, pukul 01.10 P.M. Waktunya matahari mencapai puncak kejayaannya. Entahlah, aku hanya merasa tubuhku bermandikan peluh meski aku sudah mengenakan pakaian seminim mungkin—tolong jauhkan pikiran kotor kalian. Aku menggenakan kaus tanpa lengan, celana jeans pendek dengan surai cokelat menyala menyatu dengan pita membentuk sebuat ikatan asal. Membawa handphone—ku menuju halaman belakang, berharap aku mendapat udara segar yang akan membuatku sedikit merasa nyaman. Sebelum keluarga Weasley datang, kehidupan taman belakangku begitu mati. Aku tak pernah mendengar suara keriuhan yang timbul selain dari batang-batang Dandelion liar yang saling bergesek akibat hembusan angin. Namun sekarang, alih-alih mendengar suara batang-batang Dandelion yang saling bergesek, aku mendengar banyak sekali tawa dari balik pagar kayu pendek yang memisahkan rumah kami saat ini, suara gadis kecil. Entahlah, mungkin anak mereka.
Aku menekan tombol search pada handphone—ku, mencari sesuatu yang dapat membawaku berkomunikasi dengan Harland. Aku sengaja tak menghubungi nomor pribadinya agar Harland tak menganggapku seorang penjilat. Aku menghubungi telepon kantornya.
"Halo, ini aku." Ucapku sambil menaruh gagang telephone pada telinga kiriku.
"Aku? Aku siapa? Banyak sekali orang yang menelephone dan mengatakan 'ini aku' siang ini." Ucap suara serak pria tua kelahiran Scotlandia berpuluh-puluh tahun silam ini. Harland, siapa lagi?
"Baiklah, Aku March Emely, gadis malang yang diundang ke acara kepindahan keluarga baru dan tak bisa menyelesaikan tulisannya besok pagi. Maukah kau memberiku waktu—setidaknya—sampai besok malam?" Oh! Kurahap ia mau berbaik hati kali ini saja.
"Ah! Emely. Emely. Kau sudah ku beri banyak sekali waktu. Banyak sekali."
"Ayolah, kumohon. Sekali ini saja." Rengekku padanya. Aku tahu ini tak akan berhasil, tapi aku harus mencobanya.
"Tidak, tidak! Kau sudah kuberi banyak sekali toleransi anak muda." Ucapnya dengan aksen british yang kental.
"Oh! Tolonglah. Aku tak mungkin melewatkan acaranya. Bagaimana jika besok malam?"
"Tidak!"
"Kumohon."
"Baiklah. Baiklah. Besok malam, atau ceritamu tak akan terbit sama sekali." Ucapnya yang akhirnya mengalah. Terima kasih Tuhan!
"Aku janji. Besok malam. Aku mencintaimu. Daaa." Aku menutup telephonenya tanpa menunggu lagi apa yang akan dikatakan Harland, sebab aku tak peduli dengan balasannya. Aku hanya pedulikan pada kesepakatannya. Smirk—
Berlari menuju kamar mandi dengan maksud membersihkan diriku dari peluh serta mengganti bajuku yang sudah tidak layak pakai. Setelah aku yakin bahwa tubuhku benar-benar bersih, aku menuju Walk-in Clothes room, mengenakan setelan dengan warna tidak senada—baju berwana merah muda dan celana berwarna hijau—dan rambut dibiarkan tergerai. Mematut sebentar diriku didepan cermin, meraih sebuah tas kecil, menuju bagasi mobilku dan melajukannya menuju sebuah supermarket. Kupikir memberi tetangga baru itu sedikit hadiah tak ada salahnya. Aku akan membuatkannya setidaknya sesuatu yang mirip cake untuk mereka. Tentu saja dengan hiasan-hiasan dari mahkluk imajinasiku. Kuharap mereka suka. Setelah semua yang kuperlukan masuk ke dalam kereta dorongku, aku menuju kasir untuk membayar semuanya.
"Semuanya menjadi £28, Miss. Ada lagi yang bisa kami bantu?" Ucap seorang wanita penjaga kasir dengan ramah.
"No, Thanks. Aku bayar semuanya dengan ini." Aku memberikan sebuah Credit Card padanya dengan senyum yang tak kalah ramahnya.
Selesai dengan keperluan membuat Fairy Cake, aku meninggalkan supermarket. Berjalan menuju kedai Ice Cream dan sepertinya aku akan membeli beberapa potong baju setelah ini.
"Satu Chocochip lagi, dan semuanya selesai."
Tinggal beberapa sentuhan terakhir Fairy Cake—ku akan selesai. Ku harap mereka menyukainya. Dan kuharap ini tak terlalu berlebihan. Aku tak tahu seperti apa keluarga baru yang akan tinggal di sebelah rumahku. Aku tak pernah melihatnya. Rumahnya memang tepat di sebelah rumahku, tapi bukan berarti aku akan terus menemuinya, kan'? Oh! Dan semoga saja, yang tinggal di sana bukan nenek-nenek tua yang tak pernah berhenti mengomel dan mengganggu pekerjaan menulisku.
Setelah menyelesaikan Fairy Cake buatanku tepat waktu aku segera bersiap menuju kediaman Keluarga Weasley. Mematut diriku kembali di depan cermin. Merapikankan sedikit kepangan rambutku dan segera berjalan keluar menuju rumah mereka dengan berjalan kaki. Aku tak mungkin terlihat bodoh dengan mengendarai mobil menuju rumah tepat disebelah rumahku.
Teeeng Teeeng
Aku menekan bell rumah mereka, menunggu beberapa saat sampai seseorang membukakannya tak lama setelahnya. Oh! Coba lihat! Syukurlah! Bukan seorang nenek tua! melainkan seorang wanita belia cantik dengan surai cokelat berombak, kulit yang terawat—sudah pasti Ia merawatnya dengan sangat teliti—serta perilakunya yang terkesan cerdas.
"Ah! Kau pasti Mrs. March. Nice to meet you." Ucapnya ramah seraya menyambutku dalam pelukannya.
"Oh!," Sedikit terkejut dengan perlakuannya aku membalas pelukannya. "—panggil saja Emely. Nice to meet you too. Dan terima kasih telah mengundangku." Ucapku ramah dengan senyum menyembang berusaha semanis mungkin.
"Emely, baiklah aku Hermione. Ayo sila-" Kata-kata Hermione terpotong oleh perkataan seorang gadis kecil berambut merah yang cantik. "Apa itu untukku? Woo..bolehku lihat?" Sontak aku menatap lekat-lekat pada gadis kecil ini. Mungkin Ialah yang mengeluarkan suara tawa yang kudengar siang tadi di halaman belakang. "Ro-Rose!" pekik Hermione terkejut.
"Tentu. Kau suka cake?" Ucapku seraya membungkuk menyetarakan tinggi badanku dengan tubuh mungilnya dan memberikan cake buatanku tanpa mengindahkan keterkejutan Hermione. "Waaa.. apa ini peri hutan? Mom lihat! Aunty ini memberikanku cake peri hutan." Ucapnya penuh antusias. Aku melihat raut wajah Hermione berubah, seperti kekhawatiran sedang merayapi tubuhnya. Cepat-cepat aku berusaha membalikkan suasananya, meski aku tak tahu apa yang membuatnya seperti itu. Apa ada yang salah dengan Cake buatanku? Semoga mereka tidak alergi terhadap gula.
"Peri hutan? Oh ya! Kau benar! Kau suka?" Ucapku dengan senyum mengembang meski aku tak tahu apa yang dimaksud dengan peri hutan. Aku sudah mencoba membuatnya sama seperti Tokoh kartun—Tinkerbells, tapi mungkin aku penghias kue yang payah. Gadis kecil itu hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum kearah ku. Manis sekali. Setidaknya Ia terlihat sangat senang.
"Siapa namamu?"
"Aku Rose. Rose Nympedora Weasley. Aunty?" Ucapnya dengan suara yang sangat membuatku ingin mencubit pipinya.
"Emely. Senang berkenalan denganmu, Rossie."
"Kau sama seperti Dad, selalu memanggilku Rossie." Rose mencoba mengeluarkan argumennya yang malah membuatku semakin ingin mencubit pipinya.
"Tapi itu membuatmu tampak lebih manis." Ucapku menahan geli.
"Tapi aku bukan gula-gula. Panggil aku Rose. Hanya Rose."
"Baiklah, baiklah, Rose."
"Baiklah, Ayo semuanya masuk. Udara malam tak baik untuk kalian." Ucap Hermione dengan lembut,
"Al! coba lihat! Coba lihat! Apa yang aku dapat? cake! Dan lihat! Ini peri hutan, sudah ku bilang peri hutan itu masih ada." Ucap Rose antusias seraya membawa kue buatanku masuk kedalam rumah. Aku semakin tidak mengerti dengan perkataannya. Apa yang ia maksud dengan 'peri hutan masih ada'? memangnya seseorang bernama Al itu menganggap peri hutan sudah punah? Tuhan! Aku bahkan menganggap mereka semua hanya hidup dalam buku-buku fiksiku. Dan lagi, ini bukan waktunya berdebat dengan kepercayaan anak berusia tujuh tahun.
"Berhentilah membahas tentang peri hutan dan berikan kuenya pada kami." Balas seorang anak laki-laki. Aku tak melihat wajahnya, tapi mungkin itu adik, kakak, atau sepupu Rose. Atau mungkin seseorang yang bernama Al yang disebut-sebut rose.
"Tidak akan! Ayo Vic." Balas Rose lagi, dan setelahnya aku tak dapat mendengarnya lebih jelas, suaranya mulai samar-samar sampai akhirnya menghilang. Aku hanya mengeluarkan kurva curam di bibirku mendengar kelakuan mereka. Dan syukurlah mereka menyukai Fairy Cake-ku.
"Oh! Maafkan Rose." Hermione menampakkan wajah bersalahnya padaku.
"KupIkir aku menyukainya." Ucapku dengan senyum mengembang selebar yang aku bisa. Aku tak sedang menunjukkan wajah penjilat. Aku memang menyukai anak kecil. Lagi pula, sebagian dari mereka adalah costumer tetap untuk tulisan-tulisan fiksiku. Raut wajah Hermione seketika berubah menjadi seperti pertama kali menyambutku beberapa menit yang lalu. Syukurlah, aku tak mengancurkan pestanya.
"Baiklah." Hermione mengeluarkan tawa renyahnya untuk beberapa saat dan segera menyelesaikan kaliamatnya. "—Berniat untuk masuk? Aku tidak main-main dengan udara malam yang dapat membuatmu sakit."
"Ya, tentu." Sedikit ikut tertawa dengan Hermione aku berjalan mengikutinya masuk kedalam rumah sampai suara lain terdengar dari belakang tubuh kami.
"Apa aku sudah melewatkan banyak hal?"
Suara seorang laki-laki dewasa.
~0~
To Be Continue~
Akhirnya bisa datang lagi ^0^ setelah sekian lama Hiatus #sebenarnyatidakpunyaide.
Aku mau coba buat FanFiction tentang pandangan seorang Muggle pada dunia sihir. Semoga suka.
Oya, sebelumnya, mau terima kasih dulu sama yang udah Review First Fiction ku (yang abal). Doumo! Doumo! Minna ^.^
Jaa!
Selamat membaca dan minta Reviewnya..
~Ameru~
