.
.
Easy Love
.
.
by Lion Honey
.
.
Cast : Baek Juho SF9 and 'You' as Fantasy
.
.
Note :
Dear Reader, fanfic ini hanya fiksi belaka milik saya dan nama tokoh adalah milik orang tua idol tersebut.
.
Happy Reading
Hari minggu waktunya santai, bangun siang sudah menjadi kebiasaanku. Tapi tidak untuk hari ini.
"Haloooo selamat pagi nona muda. Cepat bangun, mandi dan berpakaian yang rapi jangan lupa touch up yang cantik. Hari ini kita kedatangan tamu."
Itu ibuku, wanita berusia 46 tahun yang masih terlihat cantik masuk ke kamarku dan langsung membuka tirai jendela kamar.
"Mama, ini kan hari minggu." Aku kembali merapatkan selimutku untuk berlindung dari sinar matahari yang mulai masuk ke dalam kamarku.
"Hei! Anak gadis jangan malas! Cepat mandi, nanti papa marah."
"Hnggg, memang mau ada siapa sih ma? Aku sangat lelah baru juga pulang dari luar kota semalam."
"Kejutan buat kamu sayang. Ayo cepat sebelum papa marah."
Mama keluar dari kamarku, sementara aku masih terlalu malas untuk bergeser dari tempat tidurku. Mengecek ponsel menjadi kebiasaanku saat baru bangun, tidak banyak chat penting hanya notif grup saja yang penuh. Aku hanya tersenyum miris melihat diriku sendiri diumurku yang ke 25 tahun belum mempunyai kekasih.
"Ah menyebalkan!" Aku terpaksa bangun dan masuk ke kamar mandi yang letaknya didalam kamarku ini.
Setelah mandi, aku berpakaian seperti yang dianjurkan. Aku memakai pakaian yang terbilang biasa saja hanya dress selutut dengan lengan pendek, make up tipis dan urusan rambut aku biarkan digerai biasa.
"Parfum? Ah tidak perlu. Memang dia tamu agung?" Aku menaruh kembali botol kaca parfum favorit ke meja rias.
Terdengar suara agak gaduh dari lantai bawah rumahku, yang aku yakin tamu yang dimaksud ibuku sudah sampai.
"Fan! Cepat turun!" Teriak ibuku memanggil. Dengan langkah malas aku menyusuri anak tangga turun ke lantai 1 rumahku.
"Nah ini dia, lihat. Fan, beri salam pada tante Baek."
"Kenapa tante? Panggil saja mama. Sudah besar ya dan cantik."
Aku hanya tersenyum dan mengangguk hormat pada wanita yang kira-kira umurnya sebaya dengan ibuku.
"Sampai lupa, itu Juho. Kamu masih ingat? Ah kalian pasti lupa karena dulu saat kalian bertemu masih umur 3 tahun bukan?"
'Oh jadi ini tamunya?' Didepanku tampak seorang lelaki dengan wajah tampan namun terkesan dingin. Matanya yang kecil, hidungnya yang mancung dan rambutnya yang dicat putih. Aku tersenyum geli kenapa ia memilih warna itu mungkin untuk menutup uban, tapi dia masih terlihat sangat muda untuk mempunyai uban. Kesan pertama, ia terkesan angkuh dan arogan. Dia pun hanya terdiam dan hanya menatapku sekilas. Dingin.
Aku tidak tahu harus berbuat apa, aku tidak tahu apa tujuan mereka datang.
"Jadi bagaimana? Untuk lokasi kita sudah survey dan segalanya sudah diatur." Ucap seorang pria paruh baya yang duduk di depan orang tuaku, yang aku tahu ia adalah ayah dari Juho, lelaki dingin yang duduk didepanku.
"Wah sudah mencuri start calon besan." Ucap papaku.
'Tunggu! Besan? Apa aku tidak salah dengar? Maksudnya apa? Aku seorang putri tunggal dan apa maksud dari kata Besan?'
"Haha aku tidak sabar keluarga kita menjadi satu." Ayahnya Juho tertawa dan yang lain ikut tertawa namun tidak berlaku bagi Juho yang sedari tadi hanya diam.
"Bagaimana Fan? Kamu siap kan?"
Semua mata memandang ke arahku setelah pertanyaan yang dilontarkan oleh ayahnya Juho.
"Mmmaksudnya apa ya?"
Aku menjadi grogi sementara kulihat sekilas Juho menyeringai dengan sinis setelah mendengar pertanyaanku.
"Tentu saja, kamu menikah dengan Juho. Umurmu sudah cukup untuk menikah."
"Ma..." Aku mencoba protes. Ini apa? Jadi ini pertemuan untuk perjodohan? Kenapa tidak membicarakan denganku sebelumnya? Aku hanya bisa protes dalam hati.
Seketika kepalaku menjadi pusing, karena baru mengetahui akan hal ini sementara ia? Kulihat ia begitu tenang seolah tidak peduli akan perjodohan ini. Yang aku yakini hanya aku saja yang baru mengetahui perjodohan ini. Gila!
"Papa, mama tolong jelaskan ini semua." Aku menunjukkan rasa protesku setelah keluarga Baek pergi.
"Sayang, persiapkan diri kamu. Sebentar lagi kamu akan menikah. Juho bukan calon yang buruk, ia tampan, pebisnis muda, lulusan universitas luar negeri dan yang terpenting ia tidak punya kekasih begitu juga sebaliknya dengan kamu."
"Pa, tapi..."
"Sudah sayang, ini sudah disepakati saat kamu masih kecil. Sebaiknya kamu istirahat, besok kamu kerja."
Aku merasa sangat kesal langsung berlalu ke kamarku. Percuma kalau berdebat dengan ayahku. Dia orang yang keras, bahkan ibuku saja tidak berani melawannya.
.
000
.
Aku hanya tiduran dimejaku, kepalaku masih pusing rasanya saat mengingat tentang perjodohan kemarin. Seharian aku tidak bersemangat kerja.
'Bip'
Aku meraih ponselku menandakan notif pesan masuk yang ternyata dari ibuku. Ia mengabarkan kalau sore ini aku harus pulang cepat untuk fitting gaun.
"Aaarggghh! Oh astaga!" Ingin rasanya aku membanting ponselku namun aku mengurungkannya. Aku langsung menyambar tas dan ponsel berjalan keluar ruanganku dan tak mempedulikan beberapa pasang mata teman sekantor yang melihat dan bertanya aku akan kemana. Aku merasa suntuk dengan ini semua. Masalah ini sangat menyebalkan, melebihi tugas dari atasanku yang selalu menyuruh gerak cepat saat deadline.
Aku berjalan tanpa tujuan, waktu baru menunjukkan pukul 13.30 sementara waktu yang janjikan oleh ibuku bertemu di butik jam 16.00.
Langkahku terhenti di depan bangunan dengan warna cat mencolok, entah dorongan darimana aku masuk kedalam sana. Kulihat pegawai wanita berpakaian ketat dengan rok mini dengan stocking berdiri dimeja resepsionis.
"Selamat datang, berapa orang?"
"Satu untuk dua jam."
"Ya? Berapa orang?"
"Satu." Jawabku dengan memberikan tatapan sinis karena aku paling benci saat orang bertanya untuk kedua kalinya.
"Ah iya atas nama siapa?"
"Fan."
"Ah iya, baik silahkan ke ruangan 407."
Aku langsung berjalan mengikuti lorong dengan lampu yang redup menuju ruangan yang dimaksud.
Duduk seorang diri diruangan yang kecil dengan lampu yang terlihat remang-remang, aku menyetel lagu rock dan mulai berteriak meluapkan segala kekesalan yang bersarang sejak kemarin.
Sungguh! Bisa dibilang aku ini gila, melepas penat dari kantor menuju tempat karaoke seorang diri. Ditengah musik yang keras aku menangis, meratapi nasib yang harus menerima perjodohan dengan orang yang tidak aku cintai. Bagaimana bisa cinta? Kalau kenal saja tidak. Tak peduli dengan masa lalu dimana sudah pernah bertemu saat masih kecil. Tidak ada momen kenangan yang membekas dalam ingatan. Bagaimana bisa orang tuaku tega seolah menjual anak perempuan satu-satunya tanpa memberitahu sebelumnya.
Ponselku bergetar dengan tampilan nomor yang tidak aku kenal. Aku malas mengangkatnya, paling hanya telemarketing yang menawarkan kartu kredit, dana pinjaman atau asuransi.
Ponselku terus bergetar menandakan panggilan masuk dengan nomor yang sama.
"Hah! Kamu cari gara-gara! Baiklah selagi aku masih kesal jadi bisa sebagai pelampiasan amarah."
"Hallo! Kenapa kamu menelepon terus hah? Mengganggu saja! Tidak mengerti orang sedang sibuk! Saya tidak butuh kartu kredit atau asuransi atau dana pinjaman! Silahkan hubungi orang lain!
...
"Fan... ini mama..."
"Eoh?" Aku terdiam sambil mengecek tampilan layar.
"Mama? Mama pakai nomor siapa? Jangan bercanda sekarang banyak penipuan."
"Fan, ini mama mertua kamu. Pakai nomor Juho. Kamu dimana? Kenapa sangat berisik? Kamu di kantor kan?"
...bong... seketika aku langsung lemas entah harus berbuat apa sambil menatap layar ponsel yang masih menyala. Aku buru-buru mengecilkan volume tv.
...
"Fan? Kamu dimana? Mama sama Juho mau jemput kamu di kantor, kita sama-sama ke butik. Kamu sudah diberitahu oleh mama kamu kan?"
"Fan? Fan?"
"Mmmaaff... Iiiiiyaaa... jangan ke kantor, aku aku diluar kantor. Kita bertemu di butik saja."
"Oh kamu diluar kantor? Lokasi dimana? Biar Juho jemput ya?"
"Jjjaangan jangan, aku aku langsung kesana sekarang. Ini sudah selesai."
"Benar tidak mau dijemput? Ya sudah hati-hati ya. Ini mama dan Juho juga sebentar lagi berangkat."
"Iya."
(Telepon terputus)
...
"Oh astaga!" Aku hanya bisa mengacak rambutku, kenapa ini terjadi padaku.
"Oh ya ampun bagaimana ini?"
"Eommmaaa... Mamaaa... bagaimana ini?"
Aku memukul-mukul sofa tempatku duduk, mondar-mandir sendiri bingung harus apa.
Setelah cukup lama berpikir akhirnya aku putuskan untuk menghadapi kenyataan yang ada.
"Ayolah Fan! Hadapi saja! Semangat! Lagipula ia sangat tampan! Tapi? Oh apa yang aku lakukan tadi? Mengomel pada ibunya? Oh ya ampun aku sangat malu."
Aku bergegas keluar dari ruangan gelap itu dan langsung menuju toilet untuk merapihkan diri sebelum ke butik.
.
000
.
TBC
Salam Kenal, mencoba membawakan ff SF9. Barangkali ada yang berminat membaca dan memberi review.
Note : pernah dipublish di akun WP saya sebelumnya
Terima Kasih
