Anu... halo. Saya sedang mencoba menyembuhkan penyakit writers block saya dengan ikut nyumbang fanfiksi di fandom Touken Ranbu. Saya baru maen beberapa minggu lalu karena temen-temen FB saya lagi hype sama Touken Ranbu Hanamaru. Akhirnya setelah nonton anime nya, saya tertarik maen. Dengan kemampuan bahasa Jepang yang nyaris nil, sekaligus bantuan berharga dari wikia nya... well, bisa dibilang, I already had general knowledge about this DIY sword-husbando game haha.

Semoga Papa-Ishi sama Jiji bisa cepet pulang... Kabar baiknya baru tadi pagi saya dapet Kane-san, dan sekarang saya tempatkan dia di sisi istri tercintanya Hori~ ^^ #plak

Disclaimer: Touken Ranbu is the property of DMM and Nitro+. All rights reserved.

Warning! Contains yaoi/sho-ai, a male OC Saniwa, canon-divergence (probably Alternate-Reality), probably some OOCness! Please, please, if you're uncomfortable with these, I suggest you to turn back and never scroll past this. Saya ga mau flamers bertebaran di kotak review saya dan menyebabkan saya mengeluarkan kata-kata yang akan saya sesali nantinya. Terima kasih!


OC Saniwa

Name : Ashiya Satoru

Base of Operation : Iwami no Kuni

Age : ?

Date of birth : ? (he said he was born around Nara period, but he doesn't remember very well)

Appearance : Tinggi 173 cm, berat badan 60 kg. Iris mata cokelat kemerahan, rambut berwarna putih keabu-abuan. Terlihat seperti pemuda berusia 20-an. Biasanya mengenakan yukata hitam dengan obi merah tua. Saat di front lines mengenakan hakama abu-abu, chest armor, pedang Uchigatana, waraji hitam tanpa tabi.

Personality : Berusaha terlalu keras untuk menyenangkan para TouDan-nya, terkadang sampai membahayakan nyawanya sendiri. Prinsipnya adalah 'lindungi para TouDan sampai titik darah penghabisan'. Depresif. Mengaku sebagai Uchigatana supaya diperbolehkan ikut berperang. Hanya Konnosuke saja yang tahu bahwa ia adalah Saniwa. Kelakuannya terlihat agak maho (?), tapi sebenarnya cuma kelewat sayang dengan pedang-pedangnya. Senyumannya mengindikasikan seberapa banyak emosi yang disembunyikan, semakin lebar senyumannya, berarti semakin banyak emosi yang berusaha ditekan. Paling over-protektif dengan Gokotai.

Ilustrasi Ashiya Satoru menyusul. Saya akan post di akun DA saya, nanti saya tulis linknya.


Prologue


Bunyi tapak kaki menggema di koridor sepi. Terkadang dapat didengarnya derit kayu yang protes akibat berat tubuhnya di atas bidang datar itu. Ia melihat sekelilingnya, sembari menghirup udara segar di pagi hari.

Ia mungkin masih belum terlalu mengerti konsep tentang Saniwa atau melawan para revisionis yang berusaha mengubah sejarah -karena semua dongeng dan cerita penuh fantasi ini sangatlah tidak masuk akal, namun apa yang bisa ia perbuat untuk membantah sang 'Pemerintah'? Ia tahu diri, ia dilahirkan di keluarga yang sudah menjadi penjaga kuil turun temurun, dan kekuatan spiritualnya tidaklah main-main. Mungkin juga, hidup abadinya yang selalu dikutuki setiap hari bisa jadi adalah pertanda bahwa memang dirinya lah yang berkewajiban menjalankan misi mulia ini.

'Pemerintah' bilang ia tidak perlu khawatir akan pekerjaan barunya ini, karena nantinya ia akan ditemani oleh seekor tsukumogami rubah. Konnosuke, nama rubah itu, akan menjadi pembimbing sekaligus asistennya di citadel ini. Tsukumogami itu jugalah yang saat ini sedang berjalan di depannya, menerangkan seluk beluk citadel tempat tinggal barunya ini, cara menempa pedang baru, bagaimana melaksanakan ekspedisi untuk memperoleh koban serta material tambahan, dan sebagainya, dan sebagainya.

Satoru bukanlah orang yang memiliki tingkat fokus yang rendah, namun semua penjelasan Konnosuke saja bahkan sudah membuat kepalanya pusing. Namun demikian, ia tidak mengeluh dan membiarkan Konnosuke terus mengoceh tentang tugas-tugas rumahan yang juga harus dikerjakan guna membangun citadel ini.

"...selain memasak makanan, para Touken Danshi juga harus mencuci pakaian mereka sendiri. Selain itu mereka juga harus rutin melakukan perawatan agar performa mereka makin mantap saat pertarungan. Juga mereka harus berhati-hati dengan kesehatan tubuh mereka, mengingat raga mereka yang sudah sama seperti manusia. Artinya mereka bisa terkena penyakit seperti flu dan lain-lain..."

Satoru mengangguk paham, tersenyum kecil demi kesopanan.

"...mungkin hanya itu saja yang bisa kusampaikan pada Anda. Apa ada yang kurang jelas, aruji-sama? Barangkali ada sesuatu yang perlu kuulang?"

"Tidak perlu, terima kasih Konnosuke."

Konnosuke membungkuk hormat, dan kembali berkata, "aku akan kembali setengah jam lagi. Saat aku kembali, aruji-sama harus memilih salah satu pedang Uchigatana untuk memulai tugas Anda sebagai Saniwa. Mungkin aruji-sama ingin berkeliling di citadel ini sejenak selagi menunggu?"

Satoru mengangguk. "Itu ide yang tidak buruk. Bagaimanapun juga, aku harus membiasakan diri di tempat tinggalku yang baru ini, bukan begitu?"

"Jika itu keinginan aruji-sama," Konnosuke membungkuk sekali lagi sebelum menghilang dalam kepulan asap tipis.

Setelah Konnosuke pergi, Satoru menghela napas tajam. Walaupun ia berusaha bersikap sopan, tetapi ia tidak dapat memungkiri bahwa ia agak lelah juga dengan penjelasan setebal kamus ensiklopedi yang baru saja disampaikan Konnosuke.

"...tidak kusangka akan jadi begini hidupku. Aku cuma pengembara biasa yang berusaha menemukan cara untuk memutus tali kehidupanku sendiri, dan tiba-tiba saja aku diberikan tugas maha mulia begini. Nah, ini yang kubilang sungguh merepotkan."

Monolog singkat Satoru terbang dibawa angin, hanya untuk didengar dirinya sendiri. Ia benar-benar sendirian di citadel besar ini.

Tetapi Satoru sudah mulai menyukai tempat tinggalnya ini. Citadelnya seperti rumah penginapan Jepang kuno berukuran super besar. Ia bahkan memiliki onsen sendiri. Pekarangannya luas dikelilingi pohon-pohon rindang. Di halaman belakang citadel, terdapat ladang luas yang dikatakan Konnosuke sebagai tempat menanam segala kebutuhan pokok seperti sayur mayur atau rempah-rempah. Tidak jauh dari citadel, ada sebuah bukit kecil dengan pohon tak berdaun di puncaknya. Jika ia keluar dari area citadel, ia akan menemukan beberapa toko yang menjual kebutuhan lain-lain seperti sabun atau deterjen.

Baiklah, ia mengakui ia akan betah tinggal di sini. Lagipula ia tidak akan sendirian. Ia akan ditemani para TouDan, dan siapa yang tahu? Mungkin ini kesempatannya untuk membangun keluarga kecil.

Kata-kata itu membuatnya tersentak. Keluarga adalah orang-orang yang berharga baginya, mengingat keluarganya sendiri pergi meninggalkan dirinya terlebih dulu. Tentu saja pedang-pedangnya akan bahagia di sini, tidak perlu khawatir akan perang maupun permandian darah bengis yang biasa mereka hadapi.

Tetapi apa yang akan terjadi jika waktunya tiba, dan para revisionis sejarah itu menyerang? Haruskah ia mengirim pedang-pedangnya kembali ke medan perang? Dengan risiko mereka bisa patah atau hancur setiap saat?

Satoru tidak terima itu.

Ia harus mencari cara agar keluarga barunya tetap selamat, tanpa mengorbankan tugasnya sebagai Saniwa.

Tetapi bagaimana?

Dua puluh menit waktu yang tersisa dipakai oleh Saniwa baru itu untuk mencari ide yang bagus, sampai ia pada akhirnya mendapatkan pencerahan, tepat saat Konnosuke kembali.


"Aruji-sama, apakah Anda benar-benar yakin dengan keputusan ini? Maaf jika saya lancang, tetapi ide Anda ini benar-benar radikal."

Konnosuke nyaris tidak percaya dengan pemikiran Saniwa ini. Saniwa-saniwa lain yang ditugaskan oleh 'Pemerintah' lebih suka tinggal di citadel dan menugaskan pedang-pedang mereka untuk maju.

Belum pernah seorang Saniwa mengajukan dirinya untuk ikut maju berperang! Ia akan menjadi target emas para revisionis, dan jika dewi fortuna sedang tidak berpihak pada mereka, kemunculan Kebishii tidaklah mustahil.

Seorang Saniwa maju dan ikut berperang? Demi Dewi Oinari yang Agung, ide yang sangat berbahaya sekaligus nekat.

"Tugas Anda hanyalah memimpin para Touken Danshi dan menyusun tim serta strategi. Bukannya ikut turun ke medan perang!"

"Konnosuke, aku tahu kau bermaksud baik. Tetapi menugaskan keluargaku sendiri untuk pergi melawan para revisionis itu? Dan kemudian mereka kembali dengan kondisi rusak atau lebih parah lagi, patah? Aku lebih baik memotong jariku sendiri," Satoru, dengan segala pendirian dan kekeraskepalaannya, dengan mantap mengesahkan keputusannya tanpa menerima protes ataupun keberatan.

Saniwa itu merasa bersalah juga karena harus membebani Konnosuke dengan tanggung jawab ekstra seperti ini, tetapi entah apa yang merasukinya, ia sudah bisa merasakan hubungan fraternal antara dirinya dengan pedang-pedang yang sebentar lagi akan menjadi sekutunya. Mungkin ini adalah insting dari seorang Saniwa? Ingin selalu melindungi dan menjaga para TouDan, walaupun bertalian darah saja tidak?

Ah, perasaan ingin melindungi ini... Satoru merasa senang. Setelah lebih dari satu milenia menghabiskan waktunya sendirian, baru kali ini ia kembali merasakan perasaan hangat ini. Ia sendiri bahkan berpikir emosi ini sudah mati dan dikuburnya dalam-dalam semenjak kematian keluarganya.

Kali ini, ia diberikan kesempatan untuk merasakannya lagi. Satoru takkan menyia-nyiakan kesempatan ini seperti dulu.

"T-Tetapi, aruji-sama..."

"Kumohon Konnosuke," Konnosuke terbelalak kaget ketika tuannya bersujud sampai ke tanah, menelungkupkan tangannya di hadapan tsukumogami rubah itu, tatkala ia memohon dengan sangat, "tolong bantu aku. Jangan katakan pada siapapun jikalau aku adalah Saniwa, dan tulislah namaku di bagian data Uchigatana. Keputusanku sudah bulat, aku akan ikut bertarung."


Sore itu, Satoru menyaksikan dengan jantung berdebar-debar dari balik shoji melihat Konnosuke meletakkan kertas segel bertuliskan 'Sa' di atas pedang pertamanya. Keluarga pertamanya.

Pemuda itu menyipitkan matanya sedikit tatkala cahaya terang menyelimuti pedang Uchigatana itu. Begitu cahaya sirna, sang Saniwa tersenyum lebar melihat pemuda yang terlihat semuda dirinya berdiri di tengah ruangan.

"Namaku Yamanbagiri Kunihiro," manifestasi pedang Uchigatana itu mengernyit ketika melihat mata kalkulatif Konnosuke di hadapannya, "...kenapa kau melihatku seperti itu? Apakah karena aku hanyalah sebuah duplikat, begitu?"

Ya, ya. Satoru sudah merasakan rasa sayang pada pedang barunya yang terbilang... ketus ini. Dengan perlahan, digesernya shoji ruangan itu dan tersenyum melihat Yamanbagiri.

"Selamat sore, Yamanbagiri-dono," mengabaikan Konnosuke yang melompat-lompat kaget ketika melihatnya membungkuk 90 derajat di depan Yamanbagiri (karena seharusnya, Touken Danshi-lah yang membungkuk pada Saniwa, bukan sebaliknya!), ia berkata lembut, "selamat datang di citadel. Namaku Satoru Ashiya, Uchigatana. Mohon bantuannya."


TBC


...sebelum ada yang mau protes karena fanfiksi lain saya yang belum dilanjutin, saya mohon maaf terlebih dulu. Saya baruuu aja kepincut game ini, dan ide ini udah lama bersarang di kepala saya. Tolong maafkan saya.

Mungkin ada yang berkehendak memberikan kritik dan saran? Mungkin juga ada yang mau menyumbang pair yaoi? Fyi, saya menerima semua pair yaoi di TouRan, se-absurd apapun itu.

Sampai ketemu chapter berikutnya.

05/01/2017

Rhymos Ethereal

(Ngomong-ngomong Selamat Natal 2016 dan Tahun Baru 2017 semuanya. Maaf karena baru ucapin sekarang.)