Author's Notes: Huzzaahhhh...sudah lama nggak nulis fanfic di Naruto fandom. Biasanya sih cuman nulis one-shot tapi...well, kita coba saja yang satu ini. OC author yang bernama Shana Sumeragi ada di sini! Yeah, soalnya ini cerita tentang Itachi gitu loh...anggota Akatsuki lainnya juga ada. Read and enjoy deh!

Disclaimer: Masashi Kishimoto own Naruto characters, and I own this story and the OC, thank you.


Uchiha Itachi. Seorang figur lelaki tampan dengan rambut hitam panjang bak sutra, mata hitam mempesona, dan perawakan yang tinggi serta berbobot sedang-sedang saja. Terkenal karena tak hanya wajahnya yang rupawan, tetapi juga kecerdasannya dan statusnya sebagai penerus keluarga milyuner Uchiha. Dengan data seperti itu, bisa kita anggap bahwa Itachi adalah manusia yang sangat sempurna.

Tapi tidak, pernyataan itu salah. Bahkan seorang Itachi-pun memiliki kekurangan. Dan kekuarangan itu adalah...

...Adalah...

...Adalah...

...Adalah...

(Orochi-ojiisan dateng trus ngegeplak kepala author pake harisen: kelamaan, dodol!!!)

...Kenyataan bahwa dia tidak memiliki satupun teman. Itu disebabkan oleh sorot matanya yang dianggap terlalu dingin, dan sikapnya yang anti-sosial itu. Lalu, beberapa orang menyebarkan rumor aneh bahwa Itachi mudah tersinggung dan nantinya orang yang membuat ia marah akan diteror oleh bodyguardnya. Makanya, teman sekelasnyapun menjauhi Itachi dan hanya bicara dengannya seperlunya saja.

Hari inipun tak jauh berbeda dari hari-hari itu. Itachi sedang membaca buku TOEFL ketika seorang siswa masuk dengan riang gembira, tapi berubah kikuk ketika melihat Itachi ada di kelas. Siswa itu buru-buru menaruh tasnya dan menyeret teman bicaranya keluar kelas, supaya Itachi tidak bisa melihatnya.

Itachi mengeluh. Kenapa mereka harus takut padaku? Aku ini bukan binatang buas yang akan menggigit siapapun yang mendekatiku...

Bel masukpun berbunyi dan para murid menghambur memasuki kelas. Setelah menunggu beberapa menit, yang muncul bukanlah guru mata pelajaran pertama hari ini, melainkan sang ketua kelas Sasori dan ketua OSIS Pein.

"Perhatian sebentar, semuanya," suara Pein berkumandang. "Dalam rangka ulang tahun sekolah minggu depan, kita akan mengadakan festival. Semua kelas akan membuka toko, pertunjukan, atau hal semacamnya. Maka dari itu, sekarang saya akan mendata rencana kalian untuk festival nanti."

"Apa ada yang punya rencana bagus?" tanya Sasori.

Seorang gadis berambut hitam pendek mengancungkan tangan ke udara. Sasori dan Pein mempersilahkan dia untuk berbicara. "Gimana kalau kafe? Kita bisa jualan makanan ringan seperti kue, es krim, pudin, dan lain lain. Soalnya saya tahu, banyak murid kelas ini yang pintar memasak."

"Hmm... ide bagus. Tapi sudah ada beberapa yang mengusulkan untuk membuka kafe. Mungkin kalau tema atau nuansa kafe-nya berbeda bisa kita realisasikan..." kata Pein.

"Hmm...kalau pakai kostum bisa tidak? Jadi pelayan dan staff-nya memakai kostum misalnya kelinci atau peri atau penyihir atau semacamnya begitu?"

"Boleh, boleh. Tapi dana dari OSIS hanya bisa digunakan untuk membuat dekor dan bahan-bahan makanan," jelas Sasori.

Si gadis berhenti sebentar, kemudian menoleh dan menunjuk ke arah Itachi yang ada di barisan belakang. "Bagaimana kalau Uchiha-kun jadi panitia utama sekaligus investor? Kan dia bisa jadi pemberi modal yang baik."

Semuanya terkaget-kaget mendengar keputusan si gadis nekat itu. Itachi sendiri melongo mendengar ucapannya yang seenaknya sendiri. Pein dan Sasori berdiskusi di depan dengan suara pelan. Si gadis pemberi ide dan teman sekelasnya menunggu keputusan dengan tak sabar. Sebagian besar berharap supaya keduanya menolak usulan si gadis, sementara dia sendiri memohon supaya permintaanya disetujui.

"Baiklah. Kurasa Uchiha-san bisa jadi panitia utama untuk kelas ini," kata Pein akhirnya. Semuanya mengeluh tak bersemangat sementara si gadis tersenyum lega. "Tapi dengan syarat bahwa kau, Sumeragi-san, bersedia menjadi asisten panitia untuknya."

Si Sumeragi itu terdiam sebentar. Itachi bisa melihat bahwa dia ragu-ragu dan, mungkin, takut menerima syarat itu. Tapi sesaat kemudian dia tersenyum penuh percaya diri dan mengangguk. "Oke! Siapa takut!"

"Baiklah kalau begitu. Sasori, saya permisi dulu karena Hibiki-Sensei sudah siap mengajar. Permisi," dan Pein pun meninggalkan kelas.

Hibiki masuk dan Sasori duduk di bangkunya, pelajaranpun siap di mulai. Itachi langsung membuka bukunya dan melihat halaman terakhir yang mereka pelajari kemarin. Saat sedang serius-seriusnya mengajar, sebuah bulatan kertas mendarat di kepalanya dengan empuk. Itachi menangkapnya dan mendongak. Ia bisa melihat Shana menoleh ke arahnya dan tersenyum, mengisyaratkan agar Itachi membaca isi kertas itu. Dengan malas, ia membuka bulatan itu dan membaca apa yang tertulis di sana.

Istirahat nanti kita makan bareng di atap yuk, sambil mendiskusikan rencana tentang kafe tadi.

Itachi melihat Shana lagi, tapi gadis itu sudah memperhatikan papan tulis yang sekarang dipenuhi rumus Matematika. Itachi melempar kertas tadi dan tepat mengenai kepala Shana, membuat gadis itu menoleh. Tanpa suara, ia membuka mulutnya dan mengucapkan, "Apaan sih?"

Itachi menyilangkan tangannya di depan dada dan menggeleng, mengucapkan "Nggak mau," tanpa suara.

Shana melotot. "Harus mau!" desisnya pelan.

"Nggak," balas Itachi keras kepala.

"Harus!"

"Nggak!"

"Harus!!"

"Nggak!!"

"Harus!!!"

"Nggak!!!"

"Kalian berdua!!!"

Spontan Itachi dan Shana melihat ke depan, ke arah Hibiki-sensei yang rupanya sudah selesai menulis rumus. Matanya menatap dingin kedua remaja itu.

"Kalian...kalau mau pacaran di luar!" omelnya seenak hati.

Spontan yang lainnya menertawakan Shana dan Itachi yang malu berat dibilang pacaran.

"Semuanya diam!" teriak Hibiki. Semuanya langsung diam dan berpura-pura serius layaknya murid yang baik. Sang guru masih menatap marah Itachi dan Shana. "Atau saya keluarkan saja kalian, supaya tidak usah mengikuti pelajaran saya lagi dan bisa bebas mengobrol di luar, hah?"

"M-maaf, sensei..." Shana menunduk.

"Ya sudah. Awas kalian ngobrol lagi," dan Hibiki-sensei berbalik, sekali lagi menulis di papan tulis, kali ini menulis soal.

Shana menoleh dan memberi tatapan tajam kepada Itachi. "Pokoknya kamu harus mau. Titik, tanpa koma."

Itachi terdiam terpaku. Baru kali ini ada yang seberani itu bicara padanya. Dia bahkan berani mengancam Itachi. Sambil memperhatikan pelajaran, Itachi tersenyum seraya berpikir, Yah...kurasa tidak ada salahnya makan siang bersama sambil berbicara tentang tugas dengan gadis itu. Siapa namanya? Oh ya...Sumeragi Shana.


Author's Notes: Oke, itu tadi prolog. Berikutnya lebih fluff. Akan kulanjutkan kalau ada sedikitnya...er...1 review? Review plisss?