"Hoam, udah pagi ya," ujar seorang gadis muda yang bermahkotakan rambut blonde kontras sambil mengucek matanya. Ia pun berlari menuju ruang makan dilantai 1.
"Kaa-san, hari ini sarapan apa?" tanya Naruto-gadis itu dengan nada manja.
"Naru, kau sudah mandi?" tanya Kushina aka kaa-sannya Naruto.
"Hehe, belum," jawab Naruto sambil tersenyum lima jari.
"Mandi dulu gih, baru sarapan,"
"Baik kaa-san," Naruto yang tadinya duduk di kursi meja makan, langsung berdiri dan bergegas menuju kamar mandi. Setelah mandi, ia mengenakan baju mainnya, celana jeans diatas lutut dan baju kaosnya. Tak lupa rambut sepundaknya diikat satu dan menyisakan poninya.
"Ayo sarapan," ujar Naruto senang, ia pergi lagi menuju ruang makan. Disana, keluarganya sudah duduk rapi untuk sarapan. Narutopun duduk di salah satu kursi yang kosong. Ia melihat Minato aka tou-sannya yang sedang menyeruput kopinya, Deidara yang merupakan kakak perempuan Naruto yang sedang sibuk dengan ponselnya. Dan naruto dengan tenang menunggu sarapannya.
"Nah, ini sarapannya," kata Kushina mengantar sarapan untuk keluarganya
You'll always be My Moon
Naruto belong to Masashi Kishimoto
#Sakura belong to Ikimono Gakari#
This fic belong to 'Cha' Yami no Hime
Genre : Romance, & Friendship
Rate T
Warning : Typos, EYD, tanda baca berantakan & ide pasaran
Don't like don't read
Have enjoy ^_^
"Kaa-san, Naru main dulu ya," teriak Naruto.
"Ya, jangan main jauh-jauh ya sayang," respon Kushina. Naruto mengambil topi birunya dan langsung keluar dari rumahnya. Ia pergi kerumah tetangganya.
"Oba-san," Naruto mengetok pintu kediaman Uchiha. Tak berapa lama kemudian, kenop pintu itu berbunyi dan terbuka.
"Naru-chan," kata Mikoto melihat gadis kecil nan lucu seumuran anak bungsunya didepan pintu.
"Oba-san, Sasuke ada?" tanya Naruto.
"Ada, masuk aja kekamar ya," kata Mikoto.
"Baik," kata Naruto dan langsung nyelonong masuk kekamar Sasuke. Sesampainya didepan pintu kamar Sasuke, Naruto langsung membuka pintu tanpa permisi.
"Sasuke, main yuk," katanya. Ia mendapati Sasuke sedang mengerjakan sesuatu dimeja belajarnya.
'Sekarang kan libur, dia masih belajar?' batin Naruto.
Sasuke yang baru menyadari keberadaan Naruto, dengan panik menyembunyikan apa yang ia kerjakan.
"Eh, kamu masih belajar? Main yuk," ajak Naruto, ia mendekati Sasuke dan duduk di tempat tidur Sasuke.
"Main apa?" tanya Sasuke dengan nada datar, ia berbalik dan melihat paras imut sang Uzumaki.
"Sepak bola?"
"Bosen."
"Main kasti?"
"Baru kemaren."
"Kejar-kejaran?"
"Nggak."
"Main boneka?" pertanyaan Naruto yang barusan sukses membuat Sasuke mengerinyit.
"Udah balik jadi perempuan?"
"Ah,.. yang itu lewatkan. Petak umpet?"
"Kita kan bukan anak kecil lagi," Naruto menyerah. Ia memilih diam dan menggemungkan pipinya. Sasuke mendekat dan duduk disamping Naruto.
"Jangan begitu," kata Sasuke mencubit pipi Naruto. Dan sukses membuat Naruto merengek kesakitan. Tanpa sepengatahuan Naruto, ada sebuah senyuman dari wajah Sasuke. "Baiklah, kali ini aku yang mengajakmu," katanya masih dengan nada yang datar.
"Kemana?"
"Jalan, lagian bosan main mulu," jawab pemilik iris onyx ini. Ia berdiri dan memegang tangan Naruto dan dengan paksa membuat Naruto berjalan.
"Sasuke, kamu megang masih pakek tenaga dalam ya, sakit nih," kata Naruto. Sontak Sasuke melepaskan pegangannya. Mereka keluar dan melihat Mikoto yang sedang mengurusi tanaman di halaman rumah.
"Kaa-san, aku dan Naruto pergi dulu ya," pamit Sasuke. Naruto hanya tersenyum melihat Mikoto.
"Ya, hati-hati ya Sasuke," kata Mikoto. Mereka pun keluar dan menuju tempat tujuan mereka.
"Sasuke, aku nggak bawa uang," kata Naruto yang berjalan mengekor Sasuke. Sasuke berhenti melangkah mundur.
"Dasar," gerutu Sasuke. "Kita takkan belanja yang aneh-aneh, temani aku saja ke toko buku," lanjutnya. Naruto menoleh kearah Sasuke dan menunjukkan ekspresi terkejutnya.
"Hah? Kesana?"
"Iya, aku tahu kamu bakalan bosan, nanti aku traktir es krim,"
"Baiklah," kata Naruto mengalah dengan nada lemas.
Naruto`s pov
Hai semua, aku Naruto, Uzumaki Naruto dan yang disebelahku adalah Sasuke, Uchiha Sasuke. Kami sedang dalam perjalanan menuju toko buku. Aku sih nggak mau, bosen disana. Tapi karena Best Friendku ingin kesana apa boleh buat. Lagipula aku nanti ditraktir es krim. Jika kalian bertanya mengapa kami tidak sekolah, itu karena kami sedang libur kelulusan. Biar kuberi tahu, kami baru lulus sekolah dasar.
"Sasuke, emang kamu mau beli apa?" tanyaku.
"Liat aja nanti," jawabnya. Nyebelin kan? Nggak dimana-mana, dia itu paling nyebelin, irit kata dan cuek. Tapi aku bingung, kenapa aku bisa temenan ama dia. Keluargaku dan keluarga Sasuke bertetangga. Sejak kakak-kakak kami kecil juga kami sudah bertetangga. Kalo soal nyelonong masuk kekamar itu sudah biasa, kami kan masih polos.
"Nar," panggilnya singkat.
"Ya," jawabku singkat juga.
"Kamu suka pakek gaun?" tanyanya. Nani! Dengernya aja ngeri.
"Enggak, emang kenapa?"
"Kalo aksesoris?" tanyanya lagi.
"Nggak juga, makek yang begituan mah ribet," jawabku. Kulihat Sauke hanya ber-oh-ria. "Kan kamu udah lama temenan ama aku Sasuke,"
Yah beginilah aku, Sasuke bilang aku ini tomboy, cuma rambutku yang mastiin kalo aku cewek. Aku nggak suka gaun, perhiasan, make up kan nggak boleh jadi lewatkan. Tapi aku suka make aksesoris yang agak cowok gitu, soalnya keren. Aku juga suka makek topi. Anehnya, warna kesukaanku selain biru adalah pink. Tapi jangan salah, orang yang suka warna pink itu nggak selalu girly, tapi bisa jadi misterius, itu yang kubaca di internet. Masalah tomboy, mungkin harus kuakui. Soalnya dulu pernah waktu aku masih kelas lima ada yang ngajakain berantem di tengah jalan. Aku sama Sasuke. Dia mau mukulin aku tapi nggak kena, yang nyebelin Sasuke cuma ngeliatin. Tapi dia nggak penakut, waktu aku yang kena, dia yang turun tangan. Dia emang best friend aku deh, dia juga nggak peduli amat kalo aku duduk ama dia disekolah.
Keasikan jelasin nggak kerasa udah nyampe. Sasuke masuk duluan, aku hanya mengekor dibelakangnya. Dia menuju ke tempat buku pelajaran. Emang kutu buku nih anak. Kulihat dia mengambil beberapa buku dan pergi lagi menuju tempat komik. Hah, cuma ini yang kusuka. Sasuke mengambil sebuah komik remaja. Emang dia mau baca tuh buku. Selesai memilah-milih buku, aku mengekor lagi dia pergi kekasir dam membayar buku-buku yang dibelinya.
"Sasuke, es krim?" tanyaku. Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ayo," katanya. Benarkan, dia irit kata. Ia membawaku pergi membeli eskrim. Dia membeli dua buah eskrim cone.
"Kamu mau makannya juga? Seingatku kau tidak makan yang manis-manis,"kataku. Dia tidak mengubris kata-kataku. Kemudian ia mengajakku ketaman agar enak untuk makan.
"Sasuke, disini sejuk ya," kataku. Aku duduk disebuah kursi dibawah pohon, disebelah Sasuke.
"Hn," jawabnya. Aku pun langsung membuka eskrimku dan memakannya. Lumayan untuk menyegarkan panas-panas begini.
"Naruto," panggilnya. Tumben dia mau memanggil namaku lengkap.
"Ya, ada apa Sasuke," jawabku. Aku tidak serius melihatnya.
"Aku mau bilang sesuatu," katanya. Aku mengerinyit heran.
"Ya, silahkan,"
"Besok, keluargaku akan pergi ke Suna," katanya. Aku terdiam, menghentikan acara makanku. Entah mengapa rasanya sakit sekali. Ditambah angin berhembus setelah dia bicara.
"Sokka?" tanyaku memastikan.
"Hn," jawabnya. Aku menatap eskrimku sedih. Sekarang suasananya sangat berbeda. Aku merasa tidak ingin melepaskan Sasuke pergi.
"Kau tidak menangis?" tanyanya. Aku membendung air mataku.
"Kau menghinaku? Aku takkan menangis cengeng dihadapanmu," kataku. Kusadari suaraku parau. "Kenapa kau pergi?" tanyaku.
"Kantor tou-san disana bermasalah, ditambah aku sudah didaftarkan sekolah disana," jelasnya. Aku hanya ber-oh-ria. Tak kusangka teman terbaikku akan pergi. "Kurasa malam ini keluargaku akan berkunjung kerumahmu,"
"Kau ikut kan, datanglah kebalkon kamarku nanti," aku memalingkan wajahku. Tak ingin bulir-bulir air mataku diketahui oleh Sasuke. Aku berpura-pura memakan eskrimku. Tapi apa yang kumakan terasa pahit. Jantungku berdebar kencang, terasa ada yang hilang nantinya.
"Aku akan kesana," katanya. Kami terdiam lagi tak ada yang ingin mengatakan sepatah katapun. Begitupun aku. Aku tak ingin menangis dihadapannya. Aku terus mencoba membendung air mataku, walaupun itu sulit.
"Sasuke, habis ini kita pulang ya," ajakku, suaraku masih parau. Dia mengangguk, sekali lagi walaupun ditaman banyak yang berisik, bagiku hanya hembusan angin yang menyelimuti kami. Waktu terasa bejalan lama sekali, rasanya aku tak sanggup mengabiskan eskrimku. Pikiranku entah kemana, aku tak tahu apa yang kufokuskan untuk melihat.
'Sasuke, apa kau merasa kehilangan sepertiku?'
Kamipun pulang. Sepanjang perjalanan, kami hanya terdiam, hanyut dalam pikiran masing-masing. Sepatah katapun tak ada yang keluar dari mulut kami. Aku hanya menghela nafas panjang.
"Ne, Sasuke. Nanti jika kau pergi, tak ada lagi ya yang menemaniku melihat bulan," aku tersenyum miris. Mengingat apa yang sering aku lakukan dengannya. Sasuke tersenyum. Jarang aku melihat senyumannya.
"Pasti ada," katanya singkat. Aku tersenyum lagi.
"Jarang-jarang loh, aku melihatmu tersenyum," kataku. Dia tidak bereaksi apa-apa.
'Dan itu sangat indah' entah kenapa, dibenakku aku mengingat hal-hal manis bersama Sasuke. Mungkin karena aku sudah lama bersamanya, aku tak ingin kehilangan teman laki-laki terbaikku, Sasuke. Lalu aku melepaskan topiku dan memakaikannya ke rambut raven Sasuke.
"Kenang-kenangan dariku," ujarku singkat.
"Dasar," gerutunya. Lama rasanya aku bisa sampai kerumah. Karena tadi aku hanya memikir sebuah kenangan dari seorang yang bernama Sasuke. Sakit dan manis untuk sekarang.
"Janji ya kebalkon nanti," kataku. Aku tak berani menatap iris onyxnya.
"Hn," katanya singkat.
"Baiklah, jaa ne Sasuke," aku masuk kedalam rumahku, berlari menuju kamar dan berbaring di tempat tidurku. Aku mengambil bantalku dan menangis, seingatku aku hanya menangis jika aku kalah dari Dei-nee yang berkelahi denganku. Kudengar pintu yang kututup berbunyi dan terbuka, aku mencoba mengintip dan ternyata itu adalah Dei-nee. Aku mencoba menghapus airmataku.
"Hei,imouto-chan,kau kenapa?" tanyanya. Aku menghirup nafas panjang.
"Tidak, aku hanya terharu membaca buku," jawabku bohong.
"Bohong, sejak kapan kau mau membaca dan sampai menghayati begitu?" tanya Dei-nee.
"Baiklah, aku tidak tahu mengapa aku menangis," jawabku lagi.
"Huh, imouto-chan kau sangat aneh," ujarnya.
"Biarin, kan aku imoutomu, week" aku mengeluarkan lidahku.
"Dasar kau ini," ia menghampiriku dan mengalungkan lengannya dileherku. Akupun duduk ditepi ranjangku. "Kau tahu kabar tentang Sasuke dan keluarganya?" tanyanya.
"Tidak,"
"Mereka akan pindah besok," kata Dei-nee.
"Bagaimana pacarmu nee-chan?" tanyaku. Ia terdiam, dan menunjukkan wajah sedihnya. Karena pacarnya adalah Itachi aka kakak Sasuke.
"Huh, kau ini," dia mengacak poniku. Dia melepaskan lengannya dari leherku, berdiri dan berjalan keluar.
"Jangan nangis ya Nee-chan," kataku setengah berteriak. Raut wajahku bisa tidak sedih lagi, tapi pikiranku,
"Kini sudah siang ya, makan dulu ah," akupun pergi menuju ruang makan untuk mengisi perutku yang sudah lapar. Setelah itu aku hanya mengurung diri dikamar. Aku tak tahu apa yang ingin kulakukan. Aku berbaring diranjangku, menatap langit-langit kamarku.
Sang mentaripun dengan cepat berlalu menuju ufuk barat dan perlahan tenggelam digantikan oleh bulan yang muncul. Aku menatap sang bulan yang ditemani oleh banyak bintang disekelilingnya. Aku terduduk di balkon dan menatap langit.
'Kenapa hari ini sedih banget ya, sampai bulan pun tidak seterang sebelumnya'
Aku ingin melihat De-nee, lagi apa ya dia sekarang. Aku mengalahkan kakiku keluar kamar menuju kamar Dei-nee. Pintunya tertutup, aku mencoba membuka pintunya dan berhasil. Kudengar isakan tangis dari dalam kamar Dei-nee. Karena penasaran, aku masuk dan melihat Dei-nee menangis. Aku berjalan kearahnya, duduk di tepi ranjangnya dan mengusap pelan bahunya.
"Dei-nee, kenapa nangis? Terharu juga ya baca buku?" tanyaku. Ia melihat kearahku.
"Dasar baka-imouto," gerutunya dengan suara yang parau. Aku tersenyum lima jari.
"Ya sudah nih," aku memberikan sehelai tisu. Tiba-tiba Dei-nee memelukku dan menangis. "Coba Itachi-nii aja ya yang meluk nee-chan," godaku.
"Kau ini," ia melihatku sambil menangis. Tak sengaja, aku melihat seseorang berdiri didepan pintu, ya itu adalah Itachi-nii.
"Aku pergi dulu ya nee-chan,"
"Hei, kau jahat sekali imouto-chan," katanya sambil melihat aku pergi dan menemukan Itachi-nii disana, selamat bersenang-senang. Jika Itachi-nii ada disana berarti Sasuke,,. Aku berlari menuju kamarku dengan penuh harap, aku melihat pintu kamarku yang telah terbuka. Aku mencoba memastikan jika Sasuke ada disana, dan aku melihat bayangan seseorang dari balkonku.
"Sasuke," panggilku. Dia menoleh dan ternyata benar.
"Aku telah menepati janjiku kan," katanya. Aku tersenyum.
"Ne, apa yang kita lakukan?" tanyaku. Kamipun duduk bersila dilantai balkon.
"Melihat bintang mungkin," katanya dan menatap langit.
"Yang terakhir," lanjutku.
"Naruto,"
"Iya,"
"Saat aku pergi apa yang kau harapkan jika aku pulang?" tanyanya.
"Kau selamat," jawabku singkat. Ia mengernyit heran. "Agar kau bisa memberikanku oleh-oleh, hehe" jawabku. "Sasuke, kau tak memberikanku kenang-kenangan?" tanyaku.
"Untuk apa?" tanyanya singkat.
"Huh, kau ini supaya aku bisa mengingatmu," jawabku. Ia mendekatkan wajahnya kearahku.
"Kuyakin kau tak akan melupakanku," katanya. Dia menempelkan jidatnya kejidatku, membuat rona merah dipipiku.
"Sasuke,"
"Hn,"
"Apa ini tidak terlalu dekat?" tanyaku.
"Mungkin,"
"A..." aku menoleh kearah lain dan sedikit membuat jarak dengannya. "Lihat, bintang itu, terang sekali," kataku, aku duduk didekat pembatas balkon. Dan disusul oleh Sasuke. Aku mengalihkan pandanganku kearah langit dan melihat Sasuke lagi.
"Itu apa?" tanyaku menunjuk sesuatu yang dipegang oleh Sasuke. Terlihat seperti kalung.
"Ini untukmu," katanya memberikanku kalung dengan manik-manik bulan ditengahnya.
"Ada dua, itu untukmu?" tanyaku lagi menunjuk kalung yang memang untuk cowok ditangannya.
"Hn," aku melihat ada dua benda langit yang menjadi manik-manik kalung itu, bulan untukku dan bintang untuknya.
"Ne, Sasuke, kenapa harus bulan?" tanyaku.
"Agar kau tidak mencari bulan yang lain," jawabnya. Jawaban yang aneh, aku tidak mengerti maksudnya.
"Dan mengapa kau bintang?" tanyaku lagi.
"Karena bulan dan bintang selalu bersama,"
"Mengapa tidak matahari, kan warnanya sama dengan rambutku," kataku dengan wajah polos.
"Entahlah, aku bingung," jawabnya.
"Jangankan kau, aku saja bingung," ujarku lagi. Aku berdiri menatap senang hamparan bintang. "Sasuke, pasangin, nggak nyampe," kataku. Yah, aku berusaha memakai kalung yang bermode cowok itu. Dengan malas, ia berdiri dan memakaikan kalung itu.
"Sasuke, takdir ya kalo kamu harus pergi?" tanyaku, aku berusaha lagi membendung air mataku. Aku memegang erat pembatas balkon, entah kenapa ada tiga rasa yang bercampur menjadi satu, gelisah, takut dan sedih. Karena tidak puas, aku meremas bajuku sendiri dan terduduk.
"Kenapa?" tanyanya singkat.
"Tidak, hanya ini sangat menggangguku," jawabku. "Sasuke," aku melimpahkan perasaanku dengan air mata.
"Hey, ada apa?" tanyanya lagi. Ia duduk disebelahku.
"Entahlah, rasanya begitu mengerikan," kataku. Aku yang menunduk, tidak tahu apa reaksi Sasuke. Memang, rasanya begitu mengerikan, aku tak tahu apa ini.
"Sasu.. ke," aku merasakan dekapan hangat, mungkin ini yang pertama aku dipeluk oleh seseorang selain keluargaku. Dia memelukku dan tak sadar, wajahku ada dipundaknya.
"Kupikir, kau menangis karenaku," ujarnya. Aku menangis, membuat bajunya basah.
"Dasar kau teme," kataku. "Sasuke, apa kau tidak marah jika bajumu basah?" tanyaku.
"Dasar baka. Dobe aku takkan marah, menangislah," mendengar itu, tangisanku semakin deras.
"Hwwa, Sasuke kau jahat. Dasar kau teme kau jahat,"
"Iya, emang," katanya membuat isakan tangisku makin menjadi.
"Kau sudah selesai menangis?" tanyanya melihatku yang berhenti berteriak dan menatapnya.
"Ya." Aku mendongak dan tersenyum lima jari padanya.
"Kau aneh dobe," katanya lagi, ia tersenyum melihat kearah langit.
"Aku sering begitu, tiba-tiba aku menangis dan diam dengan sendirinya," kataku menjelaskan. Sasuke melihat kearahku dan tekekeh juga menghapus air mata yang masih ada dipipiku.
"Jika kau berani lagi menangis didepanku, berarti kau cengeng," katanya.
"Dasar kau ini teme, aku kan hanya melampiaskan perasaanku yang aneh tadi," aku memalingkan wajahku kearah lain.
"Dobe," aku melihat lagi kearahnya, raut wajah datar yang selalu aku hadapi.
"Sejak kapan kita punya panggilan baru?" tanyaku dengan wajah innocent.
"Jika aku kembali, apa yang kau ingat dariku?"
"Rambut chikenbuttmu," jawabku menunjuk rambutnya.
"Tak ada yang lain?" tanyanya.
"Mungkin kalungmu, dan sesuatu darimu," kataku dan memelankan kata-kata terakhirku.
"Nani?"
"Lupakan saja," kataku. "Teme, aku tak ingin waktu berjalan," gumamku.
"Karena kau ingin bersamaku?" tanyanya.
"B..bukan," kataku. Dia kembali medekatkan wajahnya. "Karena aku ingin selalu melihat langit malam," aku tersenyum. Dia membalas senyumku dengan senyuman smirknya.
"Jangan begitu, kau membuatku takut," kataku menutup wajahnya dengan tanganku. Dan dia memegang tanganku.
"Dobe, kau terlihat pucat," katanya. Aku melihat kearahnya.
"Itu karena kau menakutkanku dengan smirkmu tadi," kataku melihat sinis padanya. "Dan kau mendekatkan wajahmu, itu membuatku takut, teme," Sasuke terkekeh. Ia berdiri lagi, disusul oleh aku.
"Kau akan masuk Konoha High School nanti?" tanyanya.
"Hei, aku saja belum masuk SMP, kau sudah bertanya tentang SMA," kataku. Aku melihat dia tersenyum smirk lagi. "Teme! Mengerikan melihatmu seperti itu," kataku. Aku mencoba berfikir sejenak. "Hei, apa yang kau pikirkan?" tanyaku dengan nada menyelidik.
"Kau masih polos ya," katanya.
"Hei, hei kau memikirkan apa?" tanyaku. "Kutebak pasti yang berhubungan dengan sesuatu dengan rate T+ ya?"
"Kau tahu itu?" tanyanya.
"Aku hanya menebak," kataku. Kuyakin ada semburat merah dipipiku.
"Jika itu benar?" aku menelan ludah, ternyata Sasuke suka baca yang begituan. Pantas dia beli komik remaja ditoko buku tadi.
"A.. aku keluar dulu ya," kataku gugup. Aku berusaha masuk kekamarku, tetapi Sasuke memegang lenganku dan menarikku kearah pembatas balkon, kami berdua berdiri didekat pembatas balkon dengan posisi pembatas balkon, aku dan Sasuke.
"Jika aku kembali lagi, aku akan mengambil first kissmu," katanya mendekatkan wajahnya denganku dan tersenyum smirk yang kubenci. Aku menelan ludah lagi, aku mencoba memundurkan wajahku darinya. "Aku mau jus tomat," katanya. Dia memberikan celah dan dengan refleks aku berlari.
"Baiklah," aku berlari keluar kamarku, jantungku berdebar kencang. Gila banget tuh anak. Aku pergi kedapur, mencuci mukaku dan bernafas lega. Ketika jantungku sudah tidak berdebar kencang lagi, aku mengambil jus tomat untuk si teme dan jus jeruk untukku dikulkas, menuangkannya kegelas. Aku berjalan kembali kekamarku lagi.
"Sasuke, apa yang kau lakukan?" tanyaku ketika melihat Sasuke duduk ditepi ranjangku.
"Tidak." Jawabnya singkat. Aku ber-oh-ria dan mengambil kursi belajarku, menyeretnya kedekat tempat tidurku didekat Sasuke duduk.
"Nih, jus tomatnya," aku menyodorkan gelas yang berisi jus tomat.
"Kenapa kau tadi gugup?" tanyanya. Aku menghela nafas panjang.
"Berapa kali aku bilang, smirkmu itu menakutkan," kataku. Aku menyeruput jus jerukku, mencoba menstabilkan detak jantungku lagi ketika aku mengingat apa yang dilakukan Sasuke.
"Sasuke, beneran kamu mikir yang aneh tadi?" tanyaku.
"Hm," katanya. Ia menyeruput jus tomatnya.
'Mengapa kau mengerikan Sasuke?'
"Ne, teme jika kau pergi siapa yang membantuku melawan Gaara cs?" tanyaku.
"Hinata," jawabnya.
"Jangan dia deh, tampang lucu gitu diajak berantem,"
"Kenapa kau tidak berubah menjadi cewek?" tanyanya. Aku menggembungkan pipiku.
"Aku ini cewek teme,"
"Kenapa gayamu tidak kau ubah saja?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya dari gelas minumannya.
"Ribet, lagian susah kayak gitu," kataku.
"Kau mau berubah karena aku?" tanyanya, udah kayak reporter nanya mulu.
"Nggak," kataku. Aku mengahabiskan sisa jus jerukku dan meletakkan gelasnya dimeja dekat tempat tidurku.
"Kau bisa mulai dari ini," kata Sasuke meletakkan gelasnya dan mengambil sesuatu dari kantongnya, sepasang jepit berwarna biru langit dengan hiasan kupu-kupu. Aku mengambil jepit itu dan memandanginya.
"Baiklah, kau ingin aku memakainya?" tanyaku. Dia mengangguk dan mengambil jus tomatnya.
"Kau bisa geledah kamarku, aku tak punya yang beginian, tahu makeknya aja nggak," kataku.
"Kau bohong," katanya, "Aku melihat ini," katanya mengambil sebuah bendana dari mejaku.
"I..itu punya Dei-nee," kataku.
"Kurasa sudah larut malam, kau tak ingin menangis lagi?" tanyanya.
"Untuk apa?" tanyaku balik.
"Menangisi kepergianku," katanya singkat, kau belagak dewasa teme.
"Tidak, aku tak ingin kau peluk lagi," kataku.
"Ge-eran kau dobe," ia meletakkan gelasnya ke mejaku dan bergegas pergi.
"Kau mau pulang?" tanyaku.
"Iya, besok kami pergi pagi," ia berjalan dengan santai menuju pintu. Dengan tak sadar, aku berlari kearahnya.
"Kuharap, nanti kau bisa mengingatku," kataku memeluknya dari belakang. Sasuke berbalik dan melepas pelukanku.
"As your wish," ujar Sasuke. "Aku pulang dulu," katanya mengacak rambutku.
"Ya, jaa ne Sasuke," kataku.
"Dimana kamar Dei-nee?" tanyanya.
"Oh iya, aku mau lihat, lagi ngapain ya mereka?" aku mengajak Sasuke kekamar Dei-nee. Pintu kamarnya tertutup. Aku dan Sasuke membuka pintu kamarnya dan masuk tanpa permisi.
"Hei, aniki ayo pulang," kata Sasuke.
"Eh, baiklah," kata Itachi-nii yang sepertinya tidak tega meninggalkan Dei-nee. Iapun keluar dari kamar Dei-nee disusul oleh nee-chan sendiri.
"Jaa, Itachi," kata Deidara-nee. Huh dasar, orang yang pacaran itu. Kedua Uchiha bersaudara itu pergi keruang tamu. Sedangkan aku hanya pergi lagi kekamarku, males turun.
"Apa ini?" tanyaku ketika aku melihat buku atau yang lebih tepatnya komik diatas tempat tidurku. "Ini kan yang dibeli teme tadi di toko buku," ujarku. Aku tersenyum, katanya nggak mau ngasih kenang-kenangan, nggak tahunya dia yang ngasih banyak, dari kalung cowok yang pastinya aku suka, jepit ama komik, dasar kau teme. Aku menyimpan barang-barang itu di dalam laci meja belajarku, dan berbaring ditempat tidur, ngantuk banget nih, oyasumi semua.
End of Naruto's pov
^SasuFemNaru^
Pagipun menjelang, seiring dengan terbitnya sang mentari pagi yang cerah, secerah mahkota blonde kontras milik gadis yang beririskan safir ini. Ia terbangun karena jam wekernya berbunyi. Ia duduk ditempat tidurnya, menguap dan merenggangkan otot-ototnya. Kemudian ia membereskan tempat tidurnya dan berjalan malas kearah kamar mandi.
"Ohayou, imouto-chan," sapa Deidara ketika Naruto keluar dari kamarnya.
"Ohayou nee-chan," kata Naruto singkat. Iapun berjalan lagi menuju kamar mandi. Kemudian ia bersiap-siap dikamarnya. Tetapi ada yang aneh pada Naruto, ia tidak seceria sebelumnya.
"Hei, imouto-chan, ayo sarapan," Ajak Deidara yang berdiri didepan pintu kamar Naruto.
"Baiklah." Katanya sambil tersenyum. Mereka pun pergi kerang makan untuk sarapan.
"Eh, mana tou-san ama kaa-san?" tanya Naruto. Deidara mengangkat bahunya.
"Mungkin mereka ketempat Mikoto oba-san," jawab Deidara. Naruto hanya ber-oh-ria.
"Yok, sarapan" ajak Deidara. Deidara dan Naruto duduk ditempat biasa mereka duduk. "Imouto-chan, habis ini kita kesana ya," kata Deidara dengan jurus puppy eyesnya.
"Kemana nee?" tanya Naruto.
"Ketempat Itachi, ya, ya" kata Deidara lagi. Naruto mengangguk dan memakan sarapan yang sudah disiapkan oleh Kushina sebelum dia pergi. Setelah itu, mereka bergegas pergi ketempat keluarga Uchiha yang berada disebelah rumah mereka, mungkin hanya Deidara yang bergegas, karena Naruto yang berjalan mengikuti Deidara. Disana, mereka menumak kedua orangtua mereka yang lenyap, kata Naruto.
"Kalian sudah sarapan?" tanya Kushina.
"Ya," jawab Deidara dan Naruto kompak. Naruto pun duduk disebelah Kushina.
"Kenapa kaa-san pergi nggak ngajak-ngajak?" tanya Naruto.
"Karena kamu belum bangun sayang," jawab Kushina.
"Terus, kenapa Kaa-san nggak ngajak Dei?" tanya Deidara kemudian.
"Karena kamu belum sarapan, Dei," jawab Minato.
"Oba-san, Itachi mana?" tanya Deidara kepada Mikoto.
"Ada diatas," Deidara pun langsung pergi keatas.
"Nee-chan, tunggu," kata Naruto menyusul Deidara yang pergi kekamar Itachi.
"Hei, kenapa kau ikut?" tanya Deidara.
"Omongan orang dewasa seperti Kaa-san dan tou-san itu tidak dapat kumengerti," jawab Naruto dengan tangannya menyilang didepan perutnya.
"Betul itu, ya sudah, kau ketempat Sasuke saja" kata Deidara mencubit pipi Naruto.
"Aww, sakit, nee," kata Naruto. "Baiklah," Iapun turun lagi menuju kamar Sasuke.
"Naru-chan, kenapa?" tanya Mikoto.
"Dei-nee nggak mau diganggu, Oba-san, Sasuke ada kan?"
"Ya, dia lagi siap-siap, bantuin ya Naru-chan," kata Mikoto. Naruto mengangguk dan pergi menuju kamar Sasuke yang berada dilantai satu.
"Sasuke,"
"Hn, ada apa?" tanya Sasuke meihat gadis seusianya didekat pintu kamarnya.
"Aku disuruh bantuin kamu," jawab Naruto polos.
"Nggak usah," kata Sasuke singkat. Naruto melihat Sasuke yang sedang membereskan bajunya. Iapun duduk ditempat meja belajar Sasuke.
"Ne, Sasuke, ada yang bisa kubantu?" tanya Naruto.
"Hn" jawab Sasuke. Yang mungkin artinya diantara ya dan tidak. Tetapi Naruto menanggapi itu dengan arti tidak. Selama Sasuke membereskan pakaiannya, Naruto hanya bersenandung kecil dan mengayun-ayunkan kakinya.
"Dobe," kata Sasuke yang sudah selesai dengan pekerjaannya.
"Hm?" tanya Naruto.
"Tidak,"
"Aneh, oh ya teme, aku memakai jepit yang kau berikan, gimana?" tanya Naruto menunduk dan menunjukkan poninya yang ia sepitkan jepit dari Sasuke. Sasuke mendekat.
"Ini terbalik," katanya. "Masa kau tidak tau?" Sasuke membenarkan posisi jepit itu. Sedangkan Naruto hanya diam dan ber-oh-ria. "Makanya, jangan teralu tomboy," seteah itu Sasuke duduk di kursi beajarnya.
"Sasuke, kau terihat keren dengan kalung itu," ujar Naruto.
"Nih," kata Sasuke memberikan kertas yang sudah ia gulung.
"Ini apa?" tanya Naruto mengambil gulungan kertas itu.
"Entahlah," jawab sasuke.
"Huh, kau ini teme," kata Naruto. Ia mengacak-acak isi kantongnya. "Wah, ada yang ketinggalan," kata Naruto panik.
"Apa?" tanya Sasuke dengan nada datar.
"Teme, temanin aku kerumah yuk, ada yang tinggal nih," kata Naruto. Ia turun dari meja dan menarik Sasuke keluar kamar.
"Kaa-san, Naru pulang dulu ya, nanti balik lagi," Naruto dan Sasukepun pergi kerumah Naruto. Naruto berlari menuju kamarnya, mengobrak-abrik isi laci belajarnya.
"Emang apa, dobe?" tanya Sasuke.
"Ini," Naruto menunjukkan sebuah gelang yang ia buat sendiri.
"Kau buat sendiri?" tanya Sasuke. Naruto mengambil telapak tangan Sasuke dan meletakkan gelangnya ditelapak tangannya.
"Iya," kata Naruto sambil tersenyum lima jari.
"Arigatou," kata Sasuke. Naruto tercengang, tak percaya apa yang ia dengar. Dan pipinya pun berwarna merah.
"Teme, kau tidak sakit kan?" tanya Naruto. Ia memegang kening Sasuke dengan punggung tangannya. "Tidak panas," ujar Naruto.
Walaupun nadanya datar, dan terkesan tidak ikhlas, Naruto masih tidak percaya dengan yang ia dengar.
"Ayo pergi, keluargaku sudah keluar semua," kata Sasuke yang tidak menggubris apa yang ditanyakan Naruto. Ia meletakkan gulungan kertas yang diberikan Sasuke dan berjalan mengikuti Sasuke yang sudah berjalan dahulu.
"Sudah selesai?" tanya Sasuke pada Itachi.
"Ya, tinggal menunggu kau saja, outoto," jawab Itachi.
"Sudah mau pergi ya?" tanya Naruto.
"Hn," kata Sasuke. Dan, kedua keluarga ini mengucapkan kata-kata perpisahan. Mikoto dengan Kushina, Minato dengan Fugaku, Deidara dengan Itachi, dan Sasuke dan Naruto.
"Hati-hati ya Mikoto," kata Kushina.
"Ya, kau juga," jawab Mikoto. Keluarga Uchiha pun masuk kedalam mobil mereka.
"Maaf ya kami tidak bisa mengantar sampai bandara," kata Minato.
"Tidak apa-apa," jawab Fugaku.
"Sayonara teme," kata Naruto. Dan hanya direspon dua kata darinya 'Hn'.
^SasuFemNaru^
Naruto's PoV
"Naru kekamar dulu ya, nee-chan," kataku sembari berjalan kearah tangga. Aku tidak mendengar respon dari Dei-nee atau mungkin aku yang tidak terfokus dengan apapun saat ini.
Dengan langkah malas, aku menaiki anak tangga dan sesampai dikamar, aku hanya merebahkan tubuhku ke tempat hampir lima tahun aku tidak bertemu dengan Sasuke, bagaimana ya dia sekarang. Apa rambutnya masih bermode chikenbutt, apa dia masih lebih tinggi dariku. Tapi, apa dia masih mengingatku, kurasa tidak dan juga kurasa dia tak akan datang lagi ke Konoha. Untuk apa coba. Di Suna kan fasilitasnya lebih lengkap dari pada di Konoha, walaupun bedanya tipis. Aku beranjak menuju balkon, menatap langit indah yang tak berawan hari ini.
"Bulan sabit ya, indah sekali," gumamku sambil melihat indahnya langit malam ini. Aku melepaskan kalungku yang diberikan oleh Sasuke. Liontin lingkaran yang terdapat bulan sabit didalamnya. Aku berjalan kedalam kamarku. Yah, hanya sekedar untuk mengecek pelajaran besok dan memastikan apa bukuku lengkap. Aku membuka laci meja belajarku.
"Ah, ini kan gulungan yang waktu itu, isinya apa ya?" tanyaku. Aku mengambil gulungan itu dan kembali kebalkon kamarku. Duduk di kursi yang aku letakkan disana. Aku membuka gulungan kertas yang digulung dengan pita biru. Mirip surat cinta. Aku membuka dan membaca gulungan kertas itu, hanya ada sehelai kertas.
Kau akan selalu menjadi matahari dan bintang yang menemaniku
Kuharap aku akan selalu menjadi bulanmu.
Yah begitulah isi surat ini. Singkat banget. Aku terkekeh. Tak kusangka Sasuke yang dingin bisa menlis ini. Tapi, apa dia sedang tidak enak badan ya, waktu nulis ini.
"Sasuke, you'll always be my moon," aku mengambil bulpenku dan menulis kata-kata dikertas itu. Setidaknya, aku bisa menulis dalam bahasa inggris dengan kalimat sederhana.
"Naru-chan!" teriak seseorang. Aku sedikit terkejut dan mencari darimana asal suara itu.
"Eh, Hina-chan, ada apa?" teriakku balik. Dan itu adalah Hinata, Hyuuga Hinata yang menjadi tetanggaku ketika Sasuke pindah. Kamarnya berhadapan dengan kamarku. Dia tidak menjawab, dia berlari kedalam kamarnya. Dan, ponselku berbunyi, aku mengambil ponsel flipku yang berwarna biru di tempat tidurku.
"Moshi-moshi, kenapa Hina-chan?" tanyaku.
"Maaf ya Naru-chan, habisnya aku nggak kuat kalo harus teriakan mulu,"
"Dan caramu tepat Hina-chan," kataku. "Kamu kebalkon aja ya," pintaku.
"Baiklah," akupun pergi kebalkon lagi. Sedikit menyeret kursiku kedekat pembatas balkon. Dan aku melihat Hinata juga ada dibalkonnya.
"Ne, Hina-chan, ada apa?" tanyaku.
"Naru-chan, kamu lagi ngapain?" tanyanya. Aku tersenyum.
"Hm, lagi ngeliatin bulan," jawabku. Aku melihat langit yang sedang tidak berawan.
"Oh ya Naru-chan, kamu sering ngeliatin bulan, emang ada apa?" tanyanya dengan suara khasnya yang lembut.
"Aku, aku hanya melampiaskan sesuatu,"
"Melampiaskan kerinduan ya Naru-chan?"
"Ah, Hina-chan, kau bisa membaca pikiranku ya?"
"Tidak, soalnya aku sering begitu jika rindu dengan Kaa-san," jawabnya. "Kalau Naru-chan rindu ama siapa?" tanyanya lagi.
"Hmm, aku sedang rindu kepada seseorang." Jawabku.
"Pacarnya Naru-chan ya?" tanya Hinata lagi.
"A.. bukan, dia cuma sahabatku, dia juga bulanku," jawabku.
"Maksudnya dengan bulanmu, ah kau ini Naru-chan," godanya yang sukses membuat mukaku merah. "Bukan pacar tapi pacar kan Naru?" tanyanya lagi.
"Bukan, Hinata-chan," jawabku.
"Ne, Naru-chan, kenapa kamu rindu dengannya?"
"Karena, dia sekarang jauh, aku tak bisa lagi melihatnya,"jawabku. "Ne, Hina-chan, menurutmu Kiba itu gimana?" tanyaku.
"A... e..mang ke..kenapa Naru-chan?" tanyanya balik dengan gugup.
"Kurasa kalian serasi," jawabku. Aku melihatnya, wajahnya memerah. Karena memang jarak balkon kami tidak terlalu jauh dan juga tidak terlalu dekat.
"Mana mungkin serasi, Naru-chan besok ada pr nggak?" tanyanya untuk mengalihkan topik pembicaraan.
"Hmm, tidak. Hina-chan, kau mengalihkan pembicaraan. Ngomong-ngomong, kau suka kan dengan Kiba?" tanyaku menggodanya.
"Tidak Naru-chan, aku dan Kiba hanya berteman," katanya. "Ne, Naru-chan. Sudah larut nih, sudah dulu ya, oyasumi Naru-chan,"
"Oyasumi Hinata-chan," dan Hinata memutuskan panggilannya. Ia tersenyum kearahku dan masuk kedalam kamarnya. Akupun masuk kedalam kamarku.
"Eh? Udah jam 10?" kataku kaget melihat jam wakerku dimeja disebelah tempat tidurku. Biasanya aku tidur sekitar jam setengah 10. Dan sekarang waktunya untuk tidur.
Akupun berbaring ditempat tidurku yang paling nyaman. Dengan sprai kuning bermotif rubah ekor sembilan. Aku mencoba memejamkan mataku, aku ingin tertidur lelap sekarang. Kegiatan klub basket tadi sudah membuat badanku remuk semua, huh. Tapi, aku belum bisa terlelap,entah kenapa aku kembali teringat dengan Sasuke. Mengkhayal tentangnya, sebelum pikiranku menyerah dengan alam mimpi. Sasuke, kenapa harus kau yang kuingat sekarang. Mungkin pikiranku tentang Sasuke akan terbang melayang kealam mimpi karena pikiranku sudah hampir ingin mengalah. Oyasumi semua.
End of Naruto`s PoV
^SasuFemNaru^
Author`s PoV
'Bentar lagi, bentar lagi,' batin seorang siswi yang sedang berlari menuju gerbang sekolahnya.
"Yey, nyampe," katanya girang ketika ia telah masuk kedalam sekolahnya. "Pak, saya tidak telat kan?" tanya Naruto-siswi itu kepada Satpam.
"Kamu tidak telat," kata satpam itu.
"Arigatou," kata Naruto sambil berojigi. Iapun pergi kekelasnya dilantai dua.
"Ohayou Naru-chan," sapa seorang siswi berambut indigo yang merupakan teman Naruto.
"Ohayou, Hinata-chan, kekelas bareng yuk," ajak Naruto.
"Ne, gomen Naru-chan, aku mau pergi ke perpus," jawab Hinata.
"Oh, baiklah, aku pergi kekelas dulu ya," kata Naruto sembari tersenyum dan melangkahkan kakinya kekelasnya yang berada diujung koridor.
"Ohayou semua!" teriak Naruto yang tiba-tiba membuka pintu kelas yang tertutup. Sontak seisi kelas memberikan deathglare mereka dan ditambah tatapan horor karena sudah mengusik kegiatan mereka ditambah suara Naruto yang bisa membuat tuli mendadak.
"Naruto!" teriak Sakura. Naruto hanya cengengesan dan memegang belakang kepalanya. Iapun berjalan ketempat duduknya yang berada di barisan ketiga dari depan.
"Ino-chan, Ten-ten belum masuk ya?" tanya Naruto kepada Ino yang duduk dibangku didiepan Naruto.
Ino menoleh kebelakang, "Ten-ten sakit, dia nggak masuk hari ini," jawab Ino.
"Oh, gitu ya," ujar Naruto lesu memandangi tempat duduk disebelahnya yang merapat kedinding.
"Naru-chan, Gaara titip salam tadi," kata Ino tersenyum menggoda.
"Apaan sih," kata Naruto. Ia berusaha mengontrol emosinya agar mukanya tak kelihatan merah.
"Kayaknya Gaara suka deh ama kamu Naru-chan," timpal Sakura yang tiba-tiba ikut dalam pembicaraan Naruto dan Ino.
"Nggak mungkin Ino-chan, Sakura-chan," elak Naruto.
"Kenapa nggak mungkin? Kamu kan cantik, imut dan ceria," kata Sakura.
"Udah, udah, udah. Aku nggak mau bahas itu lagi," kata Naruto.
"Ah, Naru-chan nggak seru. Emang ada yang Naru-chan suka selama ini?" tanya Ino.
"Emm.. enggak," jawab Naruto santai.
"Nah kalo gitu ama Gaara-kun aja," kata Sakura. Naruto langsung mendelik tajam Sakura.
"Atau jangan-jangan, Naru-chan udah punya pacar ya?" tanya Ino.
"Ino-chan, kamu apa-apaan sih, enggak tahu," Naruto menggembungkan pipinya.
"Hayo, Naru-chan pacaran kan? Ama siapa? Kasih tahu dong," tanya Sakura bertubi-tubi.
"Sakura,"ujar Naruto memberikan deathglarenya kepada Sakura.
"Aku hanya aneh ama Naru-chan. Kita udah kelas 11 loh, kamu juga belum pernah pacaran. Kamu nunggu seseorang ya?"
"Ahh... kalian kok hobi banget sih ngomongin cowok," kata Naruto menaikkan suaranya satu oktaf.
"Karena itu wajar," respon Ino dan Sakura bersamaan.
"Terserah kalian deh," ujar Naruto menggembungkan pipinya dan membuat wajah sang Uzumaki itu menjadi tambah imut.
Bel masuk pun berbunyi, siswa-siswa yang masih sibuk dengan urusannya diluar kelas pun segera masuk kekelas mereka, begitu pula Hinata. Tetapi, dikelas 11-3 tidak terlihat tanda-tanda sedang belajar karena sensei mereka yang tidak kunjung datang.
"Kakashi-sensei lama sekai sih," gerutu Naruto. Walaupun ia mempunyai aktivitas sendiri, yaitu menulis, ia masih merasa bosan karena si wali kelas, Kakashi yang belum datang. Narutopun membaca hasil karyanya. Sesekali ia tersenyum gaje karena karyanya.
"Aku akan selalu mengingatmu," gumam Naruto membaca bukunya. Ia mengerinyit heran.
Dheg
Naruto menunduk, tangan kanannya meremas roknya dan tangan kirinya meremas kerah kemeja seragamnya. 'Perasaan ini datang lagi, apa lagi sekarang,' batinnya.
"Ohayou anak-anak," sapa seorang guru yang mengenakan masker yang menutupi hampir semua wajah selain sebelah matanya. Dan diikuti siswa yang berlari ketempat duduk mereka.
"Ohayou sensei," sapa siswa 11-3 dengan kompak. Perhatian semua kelas itu tertuju pada seorang siswa yang berada didepan kelas. Mata siswi-siswi disana menjadi blink-blink karena sisiwa baru itu bisa dibilang, menawan. Tapi berbeda dengan Naruto yang masih terusik dengan perasaan yang mungkin bisa membuatnya berteriak. Naruto tidak menggubris apa yang ada didepan kelas. Ia memilih menunduk dan memandangi kakinya yang bergetar.
"Perhatian semua. Kita kedatangan murid baru," kata Kakashi. "Silahkan perkenalkan namamu."
"Hajimemashita, boku wa Uchiha Sasuke desu, saya pindahan dari Suna," kata Sasuke sambil berojigi dan dengan nada yang datar.
"Hanya segitu?" tanya Kakashi dan dijawab 'Hn' dari Sasuke. Kakashi menatap seisi kelas. "Dimana Ten-ten?" tanya Kakashi lagi.
"Dia sakit sensei," jawab Ino.
"Sasuke, kau bisa duduk dengan Uzumaki Naruto," kata Kakashi. Tanpa diketahui, ada senyuman atau lebih tepatnya seringaian diwajah Sasuke.
"Baik," Sasuke berjalan menuju tempat duduk Naruto. Mungkin, banyak yang heran. Sasuke kan baru masuk, dan bagaimana dia tahu siapa orang yang dimaksud Kakashi. Sasuke melihat mahkota indah Naruto yang tertunduk. Ia bisa masuk ketempat duduknya karena ada celah yang cukup besar untuknya masuk. Naruto masih belum menyadari yang ada disebelahnya.
"Kau kenapa?" bisik Sasuke yang mendekatkan kursinya dengan kursi Naruto.
'Aku berimajinasi lagi,' batin Naruto. " Teme, kau pernah mengatakannya, kau tidak ingat?" gumam Naruto.
"A... perasaan mengerikan itu," bisik Sasuke lagi. Ia mendekatkan mulutnya ketelinga Naruto. "Perlu kupeluk lagi agar perasaanmu itu hilang?" tanyanya.
'Ini bukan imajinasi,' batin Naruto yang menyadari ada getaran dan suara yang menyentuh telinganya. Naruto membuka matanya yang sempat ia tutup, ia mencoba tegap dan melihat siapa yang ada disebelahnya.
"Waa!" teriak Naruto. "Aw, ittai," gumamnya. Ia terjatuh dari tempat duduknya. Dan semua perhatian kelas tertuju pada Naruto.
"Ada apa Uzumaki?" tanya Kakashi. Naruto berdiri dan membersihkan belakang roknya. Ia mengangkat tangan kanannya.
"Sensei, bukankah yang duduk disebelahku Ten-ten, kenapa dia?" tanya Naruto menunjuk Sasuke tanpa melihatnya.
"Ya, berhubung Ten-ten sakit, dia yang menggantikan Ten-ten, dan ketika dia masuk, dia duduk dengan Lee," jawab Kakashi. "Mengapa? Ada masalah?"
"Tidak sensei," jawab Naruto, ia kembali duduk.
"Kau tidak mau duduk denganku, dobe?" tanya Sasuke masih dengan berbisik.
"Bukan, hanya kau mengagetkanku, teme," jawab Naruto.
^SasuFemNaru^
Naruto`s PoV
"Sasuke,"
"Hn," kata Sasuke merespon panggilanku.
"Kenapa kau pindah?" tanyaku.
"Nepatin janji," jawabnya singkat.
"Eh, kamu janjian ama siapa?" tanyaku innocent.
"Nggak,"
"Kau masih menyebalkan, teme," kataku. Aku berdiri dan ingin pergi kekantin. Sekarang kan jam istirahat.
"Kau mau kemana?" tanya Sasuke. Aku kembali lagi ketempat dudukku.
"Rencananya sih mau kekantin. Tapi aku mau keatap aja deh," kataku. Aku mengambil kotak bento didalam tasku. "Kau mau ikut teme?" dia tidak menjawab dan hanya berdiri.
"Ayo," jawabnya malas. Kamipun pergi keatap. Melalui banyak lorong dan kelas. Seperti biasa, aku hanya bercerita disepanjang jalan. Aku tidak tahu apa dia bosan apa tidak.
"Teme," panggilku sambil melihat Sasuke.
"Hn," jawabnya singkat.
"Kau masih lebih tinggi daripada aku,"kataku yang mendongak untuk wajahnya. Tingginya tak berapa senti lebih tinggi daripada aku. Sasuke berdecih.
"Dasar kau dobe,"
"Rambutmu masih chikenbutt," ujarku innocent. Sasuke memberikan deathglarenya kepadaku.
"Kau ini," katanya mencubit pipiku. Dan membuat aku meringis kesakitan. Akhirnya, kami sampai ditempat yang sangat indah –bagiku.
"Ini dia, tempat favoritku. Tenang, pagi tadi sudah disapu," kataku menjelaskan ketika kami sudah tiba di atap. Jika dilihat seksama, tak ada yang menarik disini. Hanya ada sebuah bangku panjang yang sering kuletakkan didekat pembatas. Dan disini, hanya ada dua sisi yang berdinding dan diberi atap, sekitar dua pertiga bagian. Lantainya tak berubin. Kadang, aku sering repot jika hujan, soalnya aku yang sering berada disini dan membersihkannya. Tak banyak siswa yang kuketahui sering disini. Tapi aku senang disini, bisa melihat langit biru bersih jika cuaca cerah, disini juga anginnya sejuk, walaupun datang kesini aku harus menaiki anak tangga dan melewati kelas-kelas senior a.k.a kelas 12, tapi tak masalah. Aku kan nggak ganggu mereka.
"Dobe," panggilnya. Akupun duduk dibangku panjang itu.
"Teme, kamu nggak mau duduk?" tanyaku. Dengan gaya coolnya, dia mendekatiku dan duduk disampingku. Aku melahap isi bentoku. Pagi tadi, karena waktu masih panjang -kukira, aku menyiapkan bentoku untuk disekolah. Ternyata rasanya enak. Aku melihat Sasuke, ia tersenyum. Mungkin karena cara makanku. Tapi, senyumannya mungkin bisa membuatku salah tingkah, senyuman yang tulus dan indah.
"Teme, kau mau?" tanyaku. Ia menyeringai. "Hei! Jangan tunjukkan smirkmu itu!" kataku. Memang seringaiannya mengerikan. Satu kalimat yang bisa kusimpulkan.
"Aku mau kau yang nyuapin," katanya.
"Ih, ogah! Nih ambil sendiri," kuyakin, mukaku sudah seperti buah kesukaan si Teme. Dia mengambil sumpit yang kupegang dan melahap isi bentoku.
"Gimana, enak kan?" kataku sambil tersenyum lima jari.
"Ada tomat," ujar Sasuke.
"Hah? Nani?"
"Kau tambahkan tomat?" tanyanya balik.
"Tidak, aku tidak menambahkan apapun," jawabku. Sasuke sepertinya tidak yakin dengan jawabanku. Dia mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Hanya kau berani begini, teme. Yang lain udah babak belur.
"Sokka?" tanyanya. Aku menelan udah. Jarak kami terlalu, dekat. Dengan tanganku yang sedikit bergetar,aku mencoba mendorong wajahnya dari wajahku.
"Iya! Kaa-san tadi yang nyiapin," jawabku untuk menghilangkan rasa gugupku. Ayolah Naruto. Kau tidak selemah itukan! Dia mengambil isi bentoku lagi. "Hei, hei, teme, aku juga ingin makan," kataku. Dia melihatku dan memberikan sumpitku.
"Rasanya enak, tapi bukan Kushina Ba-san kan, yang buat?" ujar Sasuke. Huh, lidahmu terlalu sensitif, teme.
Aku melihat Sasuke dengan raut wajah tak percaya. "Kok, kamu tahu, teme?" tanyaku. "Kau kan sudah lama di Suna?" dia tidak menjawab dan hanya terkekeh.
"Hei! Jangan buat aku penasaran!" teriakku.
"Daripada kau mengomel tak jelas, mending kau habiskan bentomu, dobe," katanya memasukkan isi bentoku kedalam mulutku. Yah, cara yang tepat untuk menyumbat mulutku. Aku hanya memasang muka kesal. Dasar kau teme.
"Cobalah untuk makan dengan baik," katanya memegang kepalaku. Wah wah, sudah susah payah aku mengikat rambutku. Aku menghabiskan makanan yang ada dimulutku.
"Teme! Jangan diberantakin!" teriakku. Lagi-lagi dia hanya terkekeh.
"Kenapa? Takut rambutmu rusak?" tanyanya.
"Bukan begitu, aku sudah susah payah mengikatnya." Kataku. "Mengikat rambutku perlu usaha yang besar," gumamku.
"Kau masih tomboy ya" katanya. Dengan tidak sadar aku mengangguk. Rasanya aku menyesal karena sudah memanjangkan rambutku ini, panjang rambutku antara punggung dan pinggangku, cukup panjang kan?
Aku menghabiskan bentoku, kenyang rasanya. Aku membereskan tempat bekalku.
"Sudah selesai?" tanya Sasuke yang bersandar didinding.
"Ya, sekarang waktunya kekelas," jawabku gembira. Aku bangkit dari tempat dudukku dan berjalan menuju pintu atap. Tapi, lengan tanganku tertarik, memaksa punggungku sedikit menabrak dinding. "Hei, teme, kau mau ngapain?" tanyaku dengan nada yang datar. Dia menunjukkan smirknya lagi.
"Dobe, kau masih ingat apa yang kukatakan?" tanyanya. Aku menelan ludah lagi. Jika dengan Sasuke aku sering menelan ludah.
"E..emang yang m..mana teme?" tanyaku dengan suara terbata-bata.
"Kau tidak ingat?" tanyanya lagi. Ia menunjukkan smirknya lagi dan mendekatkan wajahnya. "Yang kukatakan ketika aku berada dibalkonmu, kau masih tak ingat?" aku mencoba berfikir.
"Hei, hei," ujarku saat melihatnya. Sasuke menempelkan jidatnya dengan jidatku, persis dengan apa yang ia lakukan dulu. Jika sedekat ini, aku baru tahu bagaimana wajah mulusnya. Dan aroma mint yang menyeruak dari tubuhnya.
"Aku akan mengambil ciuman pertamamu, kau ingat itu?" dan sekali lagi, aku menelan ludah. Dia memperkecil jarak antara kami. Dia juga memengang sebelah tanganku.
"K..kau me..mesum, teme," kataku. Jantungku, berdetak sangat cepat, mukaku juga rasanya sudah sangat merah. Aku tidak bisa menggerakkan kepalaku karena pas dibelakang dinding. Sampai hidung mancungnya menyentuh hidungku. Kami-sama, mengapa jadi begini, padahal ada celah, tapi kok kakiku gak bisa gerak ya.
Kotak bentoku terjatuh, karena tanganku terlalu bergetar untuk memegang kotak itu.
"Kau sudah tahu itu kan, dobe?" oke, memang aku sudah tahu. Jarak kami sangat dekat, yah seperti cerita-cerita yang kubuat, dan seperti yang akan dibilang oleh teme, pasti dia akan mengambil first kissku. Ah! Aku bisa gila, baru juga masuk si teme.
"T..teme, kau ya..kin?" tanyaku. Pasti dia menertawaiku didalam hati karena mukaku yang sangat merah. "Bahkan, aku tidak tahu apa kau sudah punya pacar atau belum, kau juga kan?" kataku yang mungkin bisa dibilang cerewet.
"Kuyakin, kau menungguku," katanya, hembusan nafasnya bisa kurasakan. Kurasakan, jantungku berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Aku juga tidak bisa berkata apa-apa. Aku memejamkan mataku, entah apa yang akan terjadi. Hembusan nafas Sasuke semakin kuat, arggh. Kenapa aku tidak bisa keluar dari situasi ini?
"Ehem,"
-To Be Continued-
Hola semua...
Arigatou sudah membaca fic gajenya Cha.
Terimakasih untuk semua member SafOnyx lover, karena kalian Cha bersemangat buat publish fic. Cha juga berterima kasih kepada teman-teman yang udah nyemangatin buat bikin first ficku ini. Terutama buat my best friend, Hime Yumi Titania aka Tiara-chan yang sering ngasih masukan tentang kelanjutan ficnya cha. Dan juga my Nee-chan, Miyako Shirayuki Phantomhive, arigatou gozaimasu deh buat mereka. Ahh, Cha bisa gila kalo nginget gimana rasanya waktu mau publish. Aneh sih, tapi barengan ama Yumi-chan, alhamdulillah Cha berhasil, yeey ^o^.
Fic ini, masih prolog sih, belum ada konfliknya kan?. Dan kebanyakan karater Naru-chan, Cha bikin mirip ama Cha –sifatnya doang.
Sekali lagi, Arigatou Gozaimasu untuk yang mau mampir, dan jika tidak keberatan, boleh dong, review :3.
Domo Arigatou Gozaimasu, minna ^^
