Gadis itu hanya bisa menutup kedua matanya dengan semburat merah di kedua pipinya ketika sang kekasih mengecup keningnya dan beranjak mengecup lembut bibirnya. Gadis berambut lavender itu kemudian membuka kedua matanya ketika merasakan wajah kekasihnya yang menjauh dari wajahnya. Wajah gadis itu merona, manis sekali. Membuat sang kekasih memeluk erat gadisnya.
"Sa-Sasuke-kun...," lirih gadis itu memperingati. Ia, gadis berambut indigo itu harus segera pulang karena waktu telah menunjukan pukul tujuh malam, jam malam yang ditentukan oleh kakaknya yang selalu menjaganya dengan ketat. Pemuda bernama Sasuke itu, dengan enggan melepaskan pelukannya dari gadis itu, namun tangannya masih menggenggam erat telapak tangan sang kekasih. Pemuda itu memang enggan berpisah mengingat besok sudah masuk libur musim panas dan besar kemungkinan Sasuke tidak bisa bertemu dengan kekasihnya selama sebulan.
"Aku ingin mengantarmu sampai ke depan rumah," ucap Sasuke pelan dan datar. Namun Hinata menggeleng dengan raut wajah tak enak.
"Ma-maaf Sasuke-kun. Ta-tapi a-aku ta-takut Neji-nii akan marah," ucap Hinata lirih. Sasuke mendengus. Sebenarnya sih dia tidak peduli jika kakak yang sangat menyayangi Hinata itu mendampratnya karena berani-beraninya mengajak kencan adik kesayangannya. Tapi jika Hinata enggan diantar olehnya, meski berat, maka Sasuke tidak akan memaksa. Lagipula jarak dari gang dan rumah Hinata dapat ditempuh sepuluh menit jalan kaki dan mengingat sekarang masih jam tujuh malam, Sasuke bisa bernafas lega dan tidak terlalu mencemaskan keadaan Hinata.
Sungguh Sasuke tidak merasakan firasat buruk apapun yang akan terjadi pada diri kekasihnya ini.
"Baiklah." Akhirnya setelah jeda yang cukup lama, Sasuke setuju. Hinata tersenyum senang dan mengucapkan terima kasih karena sudah mau menuruti permintaan gadis itu. "Telepon aku kalau kau sudah sampai," ucap Sasuke sambil mencium kening Hinata kembali. Hinata mengangguk setuju.
"O-oyasuminasai, Sasuke-kun," ucap Hinata sebelum membelakangi Sasuke dan pergi memasuki gang rumahnya. Uchiha Sasuke hanya tersenyum melihat punggung kekasihnya. Pemuda itu kemudian berbalik ke arah berlawanan dengan kekasihnya.
Ah, seandainya malam ini saja Sasuke mengantarkan gadis itu sampai ke depan rumahnya, mungkin takdir yang berbeda yang akan menghampiri mereka berdua.
Another Fict from me
... W I S H...
.
Disclaimer
Naruto (c) Masashi Kishimoto
Secret (c) Reiko Momochi
.
Warning: Semi M(?), OOC, Sad (?) Hinata, Typo dan warning lainnya berlaku di sini.
.
Pair: Always SASUHINA dong~ #siul-siul
.
Ok, Happy reading...
Semoga fanfict ini gak mengecewakan semuanya... :D
.
Langkah Hinata terhenti ketika melihat beberapa preman yang berdiri tak jauh di depannya, sedang merokok dan berbincang dengan suara yang cukup keras. Sejenak gadis itu ragu untuk terus melanjutkan perjalanannya. Untuk sampai ke rumahnya, gadis bersurai indigo itu harus melewati empat preman di depannya dan entah kenapa Hinata merasakan akan terjadi sesuatu yang buruk jika gadis itu melewati preman-preman itu.
Tapi jika tidak melewati preman-preman itu, Hinata tidak akan bisa sampai ke rumahnya.
"Ah, sudahlah," gumam Hinata sembari melanjutkan berjalan. Toh sekarang masih jam tujuh malam dan Hinata meyakinkan dirinya bahwa preman-preman di depannya tidak akan macam-macam dengannya. Ya, Hinata tidak boleh berpikiran buruk kepada mereka hanya karena status mereka yang merupakan seorang preman.
Ah, Hinata memang terlalu polos, menganggap semua orang adalah orang baik. Apakah Hinata tidak diajari bahwa bersikap waspada kepada orang yang belum dikenal itu perlu untuk menjaga dirinya sendiri?
GREP!
Langkah Hinata terhenti ketika merasakan lengan kirinya digenggam oleh seseorang, seorang dari empat preman yang kini telah mendekat ke arahnya. Gadis itu dengan secepat kilat memberontak. Pikiran bahwa dia akan baik-baik saja dan firasat buruknya yang tadi diabaikan oleh gadis itu mulai muncul ke permukaan. Apalagi ketika melihat seringai yang ditunjukan oleh empat preman dihadapannya.
"Non, temani kami 'bermain' ya?" sebuah kalimat pertanyaan yang terlontar yang terkesan memaksa dan membuat hati Hinata berdebar ketakutan. Dan Hinata merasakan tubuhnya tertarik kasar menuju sebuah gudang sampah yang berada tidak jauh dari tempatnya tadi.
SASUKE-KUN!
#WISH (c) Fuyu-yuki-shiro#
Pemuda berambut raven itu menoleh ke belakang. Entah kenapa tiba-tiba saja perasaannya tidak enak dan meski tidak jelas, Sasuke merasa seseorang memanggilnya. Tidak. Bukan seseorang melainkan Hinata yang tadi memanggilnya. Secepat kilat pemuda itu berbalik dan berlari menuju gang tempat dia dan gadisnya berpisah, berbelok memasuki gang dan berhenti sembari terengah ketika melihat sudah tak ada siapa-siapa di gang tersebut. Sasuke menghembuskan nafas pelan. Apa sih yang dipikirkannya? Jarak waktu dari Sasuke dan Hinata berpisah sudah lebih dari sepuluh menit. Tentu saja Hinata sudah sampai ke rumahnya.
"Bodoh," Sasuke merutuki tindakannya yang menurutnya konyol. Terlalu menyayangi Hinata membuat pemuda itu selalu mengkhawatirkan gadis itu. Sasuke berbalik meninggalkan gang tersebut.
Ah, seandainya Sasuke masuk sedikit lagi saja, setidaknya sampai ke belokan yang ada di depannya tadi, maka Sasuke akan melihat sebelah sepatu yang tadi digunakan Hinata tergeletak beberapa senti dari pintu bertuliskan gudang sampah...
#WISH (c) Fuyu-yuki-shiro#
Hinata meringis ketika merasakan punggungnya membentur dinding dan berakhir di tumpukan plastik-plastik hitam berisi sampah. Tubuhnya gemetar ketika siluet bayangan berada tepat di depannya, dengan tatapan liar yang menuju ke arahnya dan decakan kagum karena lekuk tubuh Hinata yang menggoda. Hinata ciut. Wajahnya pucat. Ekor matanya melirik ke samping, tak jauh darinya tas mininya tergeletak di sana. Tangannya terkepal erat, menghimpun kekuatan akan satu tindakan yang ingin dilakukannya sekarang.
"Biar aku yang mulai duluan!" suara bernada datar itu berasal dari laki-laki berambu orange menyala dengan banyak tindikan di wajahnya. Hinata bergidik mendengar itu, apalagi ketika orang yang ada di hadapannya mulai membuka jaket miliknya.
Tidak! Tidak! Hinata tahu apa yang akan dilakukan oleh pemuda dihadapannya ini.
Dan Hinata tidak mau hal itu terjadi padanya.
Dugh!
"Agh!" Pemuda itu kesakitan ketika Hinata menendang selangkangannya. Tiga orang temannya mendekat ke arah si pemuda berambut orange dengan khawatir dan hal itu tidak disia-siakan oleh Hinata. Hinata segera berlari, melupakan tas mini berisi ponselnya dan memilih untuk menuju pintu, berusaha membuka pintu gudang yang ternyata terkunci. Dengan gemetar, Hinata memutar kunci yang ada di pintu itu. Namun karena gemetaran di tubuhnya, Hinata gagal berkali-kali untuk membuka kunci pintu gudang itu.
Kumohon terbukalah... terbukalah... terbukalah... ter –
DUAGH!
Hinata terbelalak ketika tubuhnya terpelanting ke belakang. Gadis itu terbatuk-batuk dan merasakan perih di punggungnya. Kini dia sudah terbaring dilantai, meringkuk memeluk tubuhnya yang terasa sakit.
"Beraninya kau..."
Bugh!
Hinata menjerit ketika pemuda yang tadi ditendangnya memukulnya setelah sebelumnya menjambak rambut panjangnya, kemudian menyeretnya dan kembali membantingnya ke tumpukan plastik hitam dan kemudian merobek kaos yang dikenakan Hinata.
"KYAA! Tidak!" Hinata berontak, berusaha mempertahankan kaos yang kini telah menjadi kain rusak agar tetap melekat di tubuhnya, kemudian Hinata mendorong pemuda itu paksa, berlari terpogoh-pogoh menghampiri tas mininya dan dengan gemetar mengambil ponselnya.
Air mata telah mengalir dan itu membuat gemetarannya semakin menjadi. Namun, belum sempat mengetik apapun pada ponselnya, seseorang menendangnya, membuat ponsel itu menjauh darinya dan gadis itu terbaring tak berdaya. Mata lavender Hinata hanya dapat melihat pemuda yang lain menginjak ponselnya hingga remuk, dan seringai yang mengerikan dari laki-laki berambut silver itu.
"Kau sudah tidak bisa memanggil bantuan lagi, sayang," ucap pria itu sambil menyeringai. Pria itu kemudian melangkah sembari melonggarkan ikat pinggangnya, dan Hinata hanya mampu membelalakkan mata.
Tubuhnya sakit dan dia tidak bisa melawan lagi. Sudah tidak bisa melawan lagi.
Menghadapi kenyataan itu, air mata Hinata semakin deras keluar.
Dan beberapa detik setelahnya, diruangan itu, bergema suara teriakan dan tawa yang menjijikan.
Ah...
#WISH (c) Fuyu-yuki-shiro#
Entah sudah yang keberapa kali Hyuuga Neji mondar- mandir di ruang tamu. Sesekali mata lavender pucatnya menatap jam dinding dan semakin gelisahlah pria itu. Pasalnya adik tercintanya belum pulang, padahal jam dirumahnya sudah menunjukkan angka sebelas malam. Neji lantas mengambil ponselnya, mencari nomor kontak Hinata kemudian mendekatkan ponselnya ke telinga.
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, silakan coba lagi nanti... the num –
Hyuuga Neji dengan gelisah membanting ponselnya ke lantai rumah yang dilapisi oleh karpet coklat yang lembut. Pria itu frustasi. Di mana adiknya sekarang? Tidak biasanya Hinata tidak memberi kabar jika akan pulang selarut ini.
"Neji-niisan?" panggilan itu membuat Neji menoleh segera. Hyuuga Hanabi ada di sana. Menatap Neji sembari mengucek-ngucek sebelah matanya. Ah, sepertinya gadis itu baru saja terbangun dari mimpi indahnya. "Hinata-neechan belum pulang?"
Neji menggeleng cepat. Kemudian pria berumur 20-an itu beranjak mengambil kunci mobil yang ada di buffet ruang tamu dan beranjak ke arah pintu rumah. Sudah habis kesabarannya menunggu sang adik pulang,
"Tunggu di rumah, aku akan mencari –"
Belum sempat kalimat itu terselesaikan, sesosok tubuh melesat melewati Neji, kemudian dari arah kamar mandi, terdengar suara air yang keluar dari keran.
Neji dan Hanabi saling berpandangan, kemudian mereka berdua segera melesat ke arah kamar mandi dan terkejut ketika melihat Hinata di sana.
Hinata ada di sana. Sebelah tangannya dengan gemetar mengusap air ke seluruh tubuhnya, sementara yang sebelah lagi mati-matian merapatkan kaosnya yang sudah robek, compang-camping di sana-sini. Pandangan matanya kosong dan sekujur tubuhnya penuh luka. Air mata mengalir deras mengaliri pipinya yang merah, nyaris biru malah. Neji dapat melihat tanda-tanda kemerahan di sekujur tubuh adiknya, selain memar biru akibat pukulan entah dari siapa, dan Neji dapat melihat dengan jelas noda darah di rok biru muda yang dikenakan adiknya itu.
Rahang Neji mengeras, telapak tangannya terkepal erat, sementara Hanabi menutup mulutnya dengan mata terbelalak lebar, sedetik kemudian air mata mengaliri pipinya dengan deras.
Tanpa perlu bertanyapun, Hanabi dan Neji tahu apa yang terjadi pada Hinata.
"Hinata... kau..."
#WISH (c) Fuyu-yuki-shiro#
Pemuda itu gelisah. Ya,sangat gelisah ketika sudah sekian kalinya pemuda itu menghubungi ponsel kekasihnya dan hasilnya nihil. Ponsel kekasihnya tidak aktif, dan Sasuke tidak hapal nomor telepon rumah Hinata. Pemuda bermata onyx itu lantas membanting tubuhnya ke ranjang, gelisah.
Sial! Perasaannya tidak menentu sekarang. Kini Sasuke hanya bisa berdoa, semoga tak terjadi apa-apa pada gadis kesayangannya.
Tuhan kumohon... Lindungilah dia...
#WISH (c) Fuyu-yuki-shiro#
"Kau baik-baik saja?"
"Iya. Ma-maaf aku tidak menghubungimu semalam Sasuke-kun. Semalam kami harus mendadak pergi ke desa Suna."
"Hn. Asal kau baik-baik saja."
"Ya... terima kasih, Sasuke-kun."
"Hn"
Sambungan terputus. Namun gagang telepon itu masih dipegang olehnya. Hinata menatap kosong, kemudian gadis itu meletakkan gagang telepon sembarangan, berdiri kemudian berjalan menuju ke arah kamar mandi, dengan tatapan kosong.
#WISH (c) Fuyu-yuki-shiro#
Hinata menolak untuk makan. Hinata menolak untuk tidur. Hinata menolak melakukan apapun selain berdiam diri di bawah guyuran shower selama berjam-jam lamanya. Gadis berambut indigo panjang itu hanya duduk memeluk lutut dengan pandangan kosong. Menolak untuk menyingkir atau setidaknya mematikan shower yang setia mengguyur tubuh telanjangnya sekalipun tubuhnya sudah kedinginan dan wajahnya sudah terlalu pucat.
Perlahan, gadis itu mengangkat sebelah tangannya. Menatap kosong ke arah memar yang ada di sana. Perlahan lengan itu bergerak, dan mata lavender Hinata dapat menatap dengan jelas pergelangan tangannya yang membiru, karena kejadian kemarin.
Kejadian kemarin malam...
Hinata tersentak, kemudian berdiri dan mengambil botol sabun. Gadis itu kemudian menumpahkan sabun cair itu ke seluruh tubuhnya, sampai tidak ada lagi sabun yang tersisa di botol itu. Gadis itu kemudian menggosok-gosok sabun itu keseluruh tubuhnya dengan kasar. Ke lipatan lehernya, ke tangannya, ke pahanya dan ke selangkangannya. Hinata terus menggosoknya. Seolah di tubuhnya ada kotoran yang sulit sekali dibersihkan.
"Tidak hilang... hiks... masih tidak hilang...," gumam Hinata sambil terus menggosok tubuhnya. Air matanya kembali mengalir ketika otaknya memutar ulang kejadian semalam. Saat keempat pemuda itu secara bergantian memakainya, saat lidah-lidah itu menyentuh tubuhnya, menjilat tubuhnya, saat keempat pria itu tertawa ketika memasukan sperma ke dalam tubuh Hinata, ketika mengotori tubuh Hinata dengan cairan menjijikan itu. Saat mereka...
Hinata menggeleng sembari menggosok daerah kewanitaannya lebih keras.
Kenapa?
Meski tubuhnya sudah dipenuhi sebotol sabun, meski sudah dibersihkan berkali-kali, tapi Hinata masih bisa mencium bau sampah di tubuhnya? Hinata masih mencium bau sperma dan rasa lengket yang menempel di tubuhnya? Hinata merasa kotor. Gadis itu merasa kotor.
"Lihat! Dia masih perawan,Hidan!"
Mata Hinata terbelalak ketika suara itu kembali menghantuinya. Dengan cepat kedua tangannya menutup telinganya dengan kuat. Sampai kupingnya terasa sakit, tapi Hinata tak peduli. Yang penting suara itu segera enyah dari pendengarannya, dari otaknya.
Tapi nyatanya, otaknya malah memperdengarkan lagi suara orang-orang itu.
"Ah, kau beruntung sekali Pain..."
"Kenapa kau cepat sekali keluar? Kau payah!"
Hinata menggeleng kuat-kuat. Air matanya semakin keluar.
"Tidak... hiks... tidak..."
"Kalau kau sudah mencobanya, kau tidak akan meledekku! Dia memuaskan, kau tahu?"
"Hei kau! Buka mulutmu! Cepat!"
Duagh!
Hoek!
Hinata muntah. Memuntahkan cairan yang menyakiti perutnya ketika mengingat rasa aneh di mulutnya akibat semalam. Gadis itu menutup mulutnya, kemudian kembali memuntahkan cairan yang ada di perutnya.
"Hiks... kumohon lupakan... kumohon lupakan kejadian itu... hiks... kumohon..."
#WISH (c) Fuyu-yuki-shiro#
Ketukan itu diabaikan olehnya. Hyuuga Hinata masih terpaku di tempat tidurnya, memeluk lutut dengan tatapan kosong. Badannya masih menggigil karena selama tiga jam berada di bawah guyuran shower, jika bukan karena Hanabi yang menariknya paksa, mungkin Hinata tidak akan pernah menyingkir dari guyuran shower itu, meski kepalanya sudah berkunang-kunang sekalipun.
"Hinata-neechan...," panggil Hanabi di celah pintu. Hinata hanya melirik ke arah pintu dengan pandangan kosong. Kantung matanya tebal dan hitam, matanya bengkak dan wajahnya kuyu sekali. Hanabi yang melihat itu hanya bisa menunduk, berusaha untuk tidak meneteskan air mata dan berusaha tegar. Hanabi melangkah masuk dengan nampan berisi bubur dan segelas air putih. "Dari semalam Hinata-neechan belum makan, ayo makan dulu Hinata-neechan... aku suapi." Hinata hanya mengangguk dan beranjak hingga berada di tepi ranjang tempat tidurnya, menatap Hanabi dan tersenyum dipaksakan.
"Maaf ya, Hanabi-chan... a-aku merepotkanmu."
"Kakak bicara apa sih! Tentu saja tidak merepotkan, dasar canggung!" omel Hanabi sekuat tenaga. Jujur saja, ucapan Hinata memang sering terdengar oleh Hanabi dan biasanya Hanabi akan memarahi kakaknya dengan mengatakan bahwa kakaknya menyebalkan, atau mengatakan bahwa kakaknya tidak perlu mengatakan hal yang seperti itu. Tapi dengan keadaan kakaknya yang seperti ini? Rasanya kalimat itu terdengar menyedihkan.
"Sudah. Kakak makan bubur ini." Hanabi menyodorkan sesendok bubur ke dalam mulut Hinata. Hinata mengunyahnya pelan. "Bagaimana rasanya?"
Bagaimana rasanya? Hahaha.. kau harus berterima kasih karena sudah kuberi kesempatan untuk mencicipi 'milik'ku.
Suara yang kembali terdengar itu membuat Hinata langsung memuntahkan kembali bubur yang baru saja ditelannya ke lantai dan tubuhnya ambruk ke lantai.
"Hinata-neechan!" Hanabi yang panik segera menyimpan mangkuk berisi bubur di atas ranjang Hinata dan segera menghampiri kakak dari belakang, memegang kedua pundaknya dari belakang namun...
"LEPASKAN!"
BRUK!
Hanabi terbelalak ketika merasakan punggungnya membentur ranjang dan Hinata segera pergi menjauh darinya.
"Hinata-neechan... Ini aku... ini aku kak..."
Hanabi menunduk. Apa? Apa yang harus dilakukannya agar kakak kesayangannya tidak setakut ini? Apa?
#WISH (c) Fuyu-yuki-shiro#
Libur musim panas berakhir. Sudah waktunya kembali ke sekolah dan mulai berganti seragam dengan seragam musim gugur. Dan di pagi hari pertama masuk sekolah, Uchiha Sasuke melihat pemandangan yang tak biasa.
Dari jauh, pemuda berambut raven itu melihat kekasihnya turun dari mobil hitam yang diketahui Sasuke sebagai mobil kakaknya. Ada yang berbeda dari kekasihnya, entah apa.
Ah iya, Hinata tidak menghadiri latihan pagi klub sepak bola. Ini pertama kalinya semenjak satu tahun menjadi manager klub sepak bola, Hinata bolos latihan pagi, dan sekarang Sasuke melihat Hinata diantar sekolah oleh kakaknya. Padahal, meski Hinata merupakan anggota keluarga dari kalangan atas, gadis itu tak pernah diantar jemput oleh supir bahkan kakaknya yang sangat sister complex itu. Sasuke mencap Hyuuga Neji – kakak dari Hinata – Sister complex bukan tanpa alasan. Pernah pemuda itu bertemu Neji di saat festival sekolah tepat saat pemuda bermata onyx kelam itu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Hinata untuk menahan tubuh gadis itu agar tak mencium lantai karena Hinata tersandung suatu benda entah apa.
Dan reaksi Neji benar-benar membuat Sasuke sedikit ciut, meski wajahnya tetap pasang ekspresi datar nan stoic. Sungguh hanya dari auranya Sasuke langsung tahu bahwa Neji tidak suka melihat laki-laki manapun menyentuh bahkan sehelai rambut indigo adiknya itu, meski alasan laki-laki itu adalah untuk menolong Hinata, seperti Sasuke tadi.
Ya... lupakan kejadian beberapa waktu lalu yang cukup meninggalkan kesan buruk pada pertemuan pertama dengan calon kakak ipar kelak. Sasuke kembali memfokuskan pandangannya kepada Hinata yang memasuki sekolah dengan raut wajah tegang dan pucat.
Deg!
Eh? Ada apa dengan Hinata-nya?
Dengan cepat, Sasuke berjalan menghampiri Hinata yang entah kenapa terlalu sering menoleh ke kiri dan ke kanan, entah kenapa. Dan ketika pemuda itu berada di dekat Hinata, seperti kebiasaannya, Sasuke lalu menyentuh bahu Hinata yang dengan secepat kilat di tepis oleh Hinata dengan gerak tubuh benar-benar ketakutan.
Sasuke syok. Sebelah tangannya mengambang di udara dan kedua mata onyxnya terpaku pada mata lavender kesukaannya memancarkan satu ekspresi yang dengan jelas terlihat.
Ketakutan.
"Hinata."
#WISH (c) Fuyu-yuki-shiro#
"Hinata."
Perlahan Hinata mengerjapkan matanya sekali, berusaha menghilangkan sinar ketakutan dari kedua matanya. Dengan gerak canggung Hinata kembali berbalik menatap kekasihnya.
"Go-gomennasai, Sasuke-kun," ucap Hinata lirih dan gugup. Sasuke hanya ber "Hn" saja dan kembali berjalan pelan bersebelahan dengan Hinata, meski jarak mereka cukup jauh. Merasa tidak enak dengan jarak yang sekarang lebih jauh dari biasanya, Sasuke menarik lengan Hinata yang bersebelahan dengan lengannya.
Langkah Hinata terhenti ketika merasakan lengan kirinya digenggam oleh seseorang, seorang dari empat preman yang kini telah mendekat ke arahnya.
Sekelebat bayangan itu membuat mata Hinata terbelalak dan sepersekian detik kemudian gadis itu memberontak dengan bergerak ke belakang, menarik tangannya agak terlepas dari tangan Sasuke dengan diiringi sebuah teriakan.
"JANGAN SENTUH!"
Suara itu menarik perhatian beberapa pasang mata yang ada di sana. Hinata memegang lengan kiri yang tadi disentuh oleh kekasihnya itu dengan erat. Menyadari bahwa tadi kelakuannya menarik perhatian banyak orang, dan sikapnya yang benar-benar tidak wajar, Hinata mendongak, menatap wajah kekasihnya.
"Sasu –"
Panggilan Hinata terhenti ketika melihat raut terluka di ekspresi datar sang kekasih. Hinata menunduk, merasa bersalah, Hinata menggigit bibir bawahnya sebelum gadis itu berlari meninggalkan Sasuke yang mematung sendirian dengan pertanyaan berkecamuk di otaknya.
Ada apa dengan Hinata-nya?
#WISH (c) Fuyu-yuki-shiro#
Di bilik toilet itu, Hinata terduduk di kloset yang tertutup. Gadis itu merengut ketakutan, wajahnya amat pucat dan seluruh tubuhnya kembali gemetar ketakutan.
Memori itu kembali membayangi otaknya, terefleksi dengan jelas di matanya dan suara orang-orang itu terdengar jelas di gendang telinganya.
Saat dengan kejamnya mereka menarik rok Hinata ke atas, kemudian menarik paksa celana dalamnya terlepas, meski Hinata sudah dengan sekuat tenaga meronta hebat, melawan bahkan menangis memohon agar dia dibebaskan.
Namun orang-orang itu tidak mau mendengar. Mereka malah bekerja sama mengerayangi tubuh sempurna Hinata. Seorang menciumi leher Hinata dengan ganas, seorang lagi memaksa tangan Hinata untuk 'bekerja' agar pemuda itu mencapai kenikmatannya, seorang lagi mengerjai dada Hinata yang terbilang cukup besar itu dan seorang lagi yang menarik paksa celana dalamnya sudah melucuti celananya sendiri, membuat Hinata benar-benar merintih memohon agar pria itu menghentikan niatnya.
Meski hal itu sia-sia karena Hinata dapat merasakannya... rasa sakit yang ...
"Hiks."
Sial! Sial!
Kenapa memori-memori itu tetap bermain di otaknya? Padahal, satu bulan telah berlalu sejak kejadian itu namun memori itu tidak mau meninggalkannya. Otak Hinata menolak melupakan kejadian buruk itu dan itu membuat Hinata lelah.
Sungguh, Hinata lelah. Setiap detik waktunya dihabiskan dengan berusaha melupakan kejadian malam itu. Kejadian di mana dia menjadi sama rendahnya – bahkan lebih rendah – dari tumpukan sampah yang menjadi saksi biksu atas kehilangan sesuatu yang berharga baginya.
Identitasnya sebagai seorang gadis.
Hinata lelah terus dihantui seperti ini. Tubuhnya semakin kurus dan wajahnya benar-benar pucat sekarang. Karena ketakutan seperti ini, Hinata tak bisa mendampingi latihan sepak bola yang dimanagerinya. Karena ketakutan seperti ini, Hinata tidak bisa melihat senyum simpul dari kakak yang amat menyayanginya dan membuat Hanabi, adiknya diam-diam menangis melihat keadaan Hinata.
Karena ketakutannya yang kini berubah menjadi sebuah trauma itulah, Hinata menyakiti kekasih yang amat dicintainya itu.
Hiks...
"Gomen... hiks... gomenne.. Sasuke-kun... gomen..."
#WISH (c) Fuyu-yuki-shiro#
Haruno Sakura menggerutu ketika keluar dari ruang klubnya. Hari ini gilirannya untuk mengelap semua bola yang dimiliki oleh klub yang diikutinya, klub sepak bola. Biasanya pekerjaan mengelap bola dan membersihkan ruang klub dikerjakan oleh anggota klub sepak bola yang digilir dengan dibantu oleh manager klub mereka yang cekatan, Hyuuga Hinata.
Namun pagi ini, sang manager klub bolos latihan. Padahal Hinatalah yang sering datang awal dan menyambut para anggota klub dengan senyumnya. Tapi tidak pagi ini.
Sakura terdiam ketika otaknya penuh dengan bayangan sang manager. Gadis berambut pink yang agak tomboy itu benar-benar tak mengerti dengan sikap Hinata pagi ini. Gadis itu tampak ketakutan dan tadi, dari ruang klub sakura dapat melihat Hinata turun dari mobil kakaknya, padahal selama ini gadis itu sangan enggan di antar jemput oleh mobil.
Apa yang terjadi pada –
Pertanyaan itu tak dilanjutkan oleh sakura ketika melihat sesosok tubuh yang berjalan menuju gerbang sekolah. Sosok yang sedari tadi ada di pikirannya kini tengah menoleh kiri-kanan sambil berjalan pelan menuju gerbang sekolah.
Itukan... Hinata.
.
.
Bersambung
.
.
a.n. : Yups... saya update fict baru lagi... hiks... tapi untuk fict ini, tenang aja, jangan takut untuk update ngaret karena sebenarny fict ini udah lama ada di neti saya, tapi mengikuti para author lain, menamatkan dulu baru deh di posting ke FFn.
Sebagai bocoran, Fict ini tamat di Chapter ke 6, mungkin 7 jika suatu waktu saya pengen bikin spesial storynya.
Oh ya, fict ini merupakan fict panjangnya dari fict "My sweet Hope" yang udah lama di publish dengan pair SasuSaku.
Ok, bagaimana dengan cerita ini? Jika ada kesamaan cerita, dimohon untuk maklum dan jika ada chara kalian yang dibikin jahat ato menderita di sini (terutama buat Hinata-fans) saya sangat memohon maaf, mau bagaimana lagi, mereka kan dituntut untuk memerankan peran sesuai 'skenario' yang saya buat. #ditimpukallChara.
Ok deh... Minta repiuwnya dong... hehehe
.
Next Chapter:
"Hinata!"
"Sa-Saku-chan..."
.
"Kumohon beritahu aku. Kau pasti tahu kan apa yang terjadi pada Hinata?"
.
"JANGAN MENDEKAT! PERGI!"
.
Aku sudah tidak sanggup lagi. Haruskah kuakhiri hidupku sekarang?
.
CRATS!
"KYAA!"
"Hinata.. ini..."
.
Penasaran? Penasaran? Penasaran?
Makanya... REPIUW! .
