Disclaimer : Masashi Kishimoto

(Sedikit terinspirasi dari drama Korea Witch Yoo Hee

Pairings : SasuSakuKarin

Warnings : AU (Versi AU dari Naruto RTN), Typo/s, Sangat OOC

DLDR

.

.

.

Namaku Sasuke, Uchiha Sasuke. Di usiaku yang hampir menginjak angka 27 ini aku tetap setia dengan status lajangku. Tapi jangan berpikiran kalau aku perjaka yang tidak laku. Tidak, tidak, aku sudah mempunyai seorang kekasih dan seorang tunangan.

Bingung, eh?

Aa, aku sendiri bingung dengan posisiku saat ini. Beberapa bulan yang lalu hidupku biasa-biasa saja. Biarpun aku berasal dari keluarga yang sederhana, hidupku tenang dan damai. Keluargaku dari dulu sudah mengabdi menjadi orang kepercayaan dari pemilik GLORIA HOTEL, salah satu hotel ternama di Konoha yang memiliki banyak cabang di seluruh penjuru Negara Hi. Dan sekarang, disanalah aku bekerja menjadi Manager di divisi Pemasaran.

Kembali ke topik awal, aku telah memiliki seorang kekasih yang setia menemani hari-hariku selama hampir tiga tahun belakangan. Sebelum bertemu dangannya, aku terkenal sebagai playboy kelas kakap yang dengan mudahnya menjerat kaum hawa, terutama para gadis kelas atas dengan bermodalkan wajah tampan dan semua pesona yang aku miliki. Namun, kedatangan Uzumaki Karin - kekasihku, dengan segala kesabaran dan kelembutannya berhasil membuat hidupku berubah total. Pelan tapi pasti, ia sanggup membuka hatiku dan dengan seenaknya menempati seluruh ruang di dalamnya.

Hidupku yang teratur berubah menjadi rumit saat orang itu muncul. Dia satu tahun lebih muda dariku. Ingat GLORIA HOTEL yang aku sebut di awal tadi? Dia adalah pewaris tunggal dari seluruh kekayaan dan aset yang dimiliki oleh kedua orang tuanya sebagai pemilik GLORIA HOTEL. Aku memang sangat mengenalnya karena dia dulu adalah teman kecilku. Biarpun status keluarganya yang kaya raya dia tidak sombong, bahkan sifat ceria yang dimilikinya membuat dia bisa akrab denga siapa saja tanpa memandang status atasan bawahan.

Tapi semua berubah semenjak orang tuanya meninggal dalam kecelakaan pesawat saat akan mengunjungi salah satu hotel mereka di Sunagakure. Waktu itu usianya baru 10 tahun. Kejadian yang menggemparkan itu bukan hanya merenggut nyawa kedua orang tuanya, namun juga merenggut tawa dan keceriaan gadis kecil itu. Sejak saat itu aku tidak pernah lagi melihatnya tersenyum. Ia berubah menjadi pribadi yang dingin dan tertutup.

Dua tahun setelah kecelakaan itu, dia memutuskan untuk meninggalkan Konoha dan menetap di Suna. Aku kurang tahu untuk apa dia kesana dan tinggal bersama siapa. Waktu itu aku merasa sangat kesal kepadanya karena pergi begitu saja tanpa mengucapkan selamat tinggal kepadaku. Apa dia sudah tidak menganggapku sebagai temannya lagi? Dan beberapa bulan yang lalu ia kembali setelah 14 tahun meninggalkan Konoha. Aku tidak terkejut sama sekali karena biar bagaimanapun di sini adalah tanah kelahirannya. Lagipula sebagai seorang pewaris tunggal, dia berkewajiban untuk mengurus GLORIA HOTEL yang berpusat di Konoha.

Satu-satunya yang membuatku terkejut saat kedatangannya adalah perkataan orang tuaku. Mereka bilang akhirnya tunanganku pulang. Yang benar saja aku, bahkan sampai sekarang belum memikiki nyali untuk melamar Karin, yang notabene nya adalah kekasihku.

Lalu siapa 'tunangan' yang dimaksud oleh orang tuaku?

Akhirnya ibuku menceritakan semuanya. Entah firasat atau bukan, beberapa hari sebelum terjadi kecelakaan yang menewaskan pemilik GLORIA HOTEL, orang tuaku diberi wasiat oleh mendiang atasan mereka tersebut. Isinya kurang lebih tentang keinginan mereka yang menitipkan anak semata wayangnya kepada orang yang paling mereka percayai, yaitu orang tuaku, apabila suatu saat nanti mereka sudah tiada. Dan menurut orang tuaku, satu-satunya cara agar bisa mewujudkan isi wasiat itu adalah dengan menjodohkan aku dan orang itu.

Orang itu yang sekarang menjadi tunanganku - Haruno Sakura.

Ingin aku menolak mentah-mentah perjodohan konyol ini, apalagi sekarang aku telah memiliki kekasih yang sangat aku cintai. Sangat tidak mungkin jika aku memutuskan Karin begitu saja. Namun kedua orang tuaku bersikeras untuk tetap meneruskan perjodohan ini. Dan di lain sisi, aku merasa keluarga kami telah banyak berhutang budi kepada keluarga Haruno selama ini. Lagipula yang membiayai sekolahku dan kakakku, Uchiha Itachi sampai menjadi sarjana seperti sekarang ini adalah karena kebaikan keluarga Haruno. Seandainya Kak Itachi belum menikah, pasti dia yang akan dijodohkan.

Hah, betapa rumitnya hidupku sekarang. Berdiri diantara dua gadis yang masing-masing berstatus sebagai kekasih dan tunanganku.

.

.

Minggu pagi. Bagi banyak orang, hari minggu mungkin dihabiskan untuk bersantai, berlibur, atau sekedar bermalas-malasan di rumah. Tapi itu tidak berlaku bagiku. Justru pada akhir pekanlah aku dan seluruh pegawai di hotel harus bekerja lebih keras karena tamu yang akan datang pasti lebih banyak. Seperti yang sekarang aku lakukan. Sebelum pukul 8 aku harus sudah stanby di ruanganku.

Untungnya, mendiang Tuan Haruno yang baik hati melimpahkan salah satu kamar hotel menjadi hak milik orang tuaku - yang sekarang menjadi kediaman pribadiku - jadi aku tidak perlu repot-repot. Cukup dengan naik lift, maka aku akan langsung sampai di ruang kerjaku yang berada di lantai dasar.

Satu lagi, semenjak kedatangan 'nona besar' Haruno Sakura, suasana di hotel bagi seluruh pegawai menjadi lebih menegangkan. Setelah 14 tahun meninggalkan Konoha kupikir sifatnya akan kembali menjadi Sakura yang dulu ku kenal, manis dan ceria. Tapi ternyata sifatnya menjadi lebih dingin dan tertutup. Bahkan sekarang menjadi lebih kejam dan menyebalkan. Contohnya seperti . . . .

"Aku tidak butuh pegawai yang tidak berguna. Kuberi kalian waktu lima menit untuk meletakkan seragam kalian di loker, selamanya."

Baru saja aku keluar dari lift sambil memikirkan tentang Sakura, ternyata dia sudah berada di lobi hotel bersama dengan tiga gadis malang yang baru saja dipecat secara tersirat olehnya. Salah satu dari mereka bahkan sudah terisak.

'Hah Sakura. . . kali ini apa lagi yang kau lakukan?' bisikku sambil menghela nafas panjang.

NORMAL POV

Dengan langkah tergesa-gesa, Sasuke menghampiri Sakura yang berdiri membelakanginya. Sementara ketiga gadis di hadapan Sakura masih memasang wajah memelas sekaligus ketakutan. Tanpa ragu, Sasuke merangkul pundak Sakura dari belakang. Sedangkan Sakura sendiri masih acuh tak acuh dan berdiri kaku walaupun ia menyadari tangan siapa yang telah melingkar di bahunya. Siapa lagi kalau bukan Uchiha Sasuke, satu-satunya manusia di hotel itu yang berani dekat-dekat dengan Sakura dalam radius kurang dari setengah meter.

"Sudahlah, kalian bertiga kembalilah bekerja. Biar aku yang menangani 'nona besar'," ucap Sasuke santai tanpa mempedulikan Sakura yang memandangnya sinis.

"Ta-tapi Tuan Sasuke, ka . . ."

"Jangan membantah sebelum aku berubah pikiran," sela Sasuke sebelum salah satu dari ketiga gadis itu berkomentar lebih lanjut.

"Ba-baik, kami permisi," pamit ketiga gadis tersebut sambil sedikit menoleh takut kearah sang nona besar yang masih berdiri dengan angkuhnya.

"Lepaskan tanganmu dari bahuku sebelum aku meremukkan tanganmu yang tidak berguna ini," ujar Sakura datar tanpa emosi yang berarti.

Sasuke melepaskan rangkulannya di bahu Sakura dan pura-pura bergidik ngeri. "Kau menakutkan sekali Sakura, jangan marah-marah terus. Kau tahu, kau terlihat seperti penyihir berdarah dingin. Cobalah untuk lebih rileks dan perbanyak tersenyum." Kali ini kedua jari telunjuk Sasuke menekan kedua pipi Sakura hingga bibir Sakura yang tadinya datar membentuk satu garis lurus menjadi sedikit melengkung ke atas. Sebuah senyuman buatan, eh?

Sambil menepis kedua tangan Sasuke, Sakura berkata sambil tersenyum sinis," Dengar tu-na-ngan-ku yang tidak berguna, sepertinya kau telah keliru terhadap beberapa hal. Pertama, dengan statusmu sebagai tu-na-ngan tak resmiku bukan berarti kau bebas mencampuri urusanku. Kedua, kuharap kau bisa SEDIKIT lebih sopan kepadaku, kau belum lupa kan kalau aku adalah atasanmu? Ketiga, dan ini adalah yang paling fatal. Siapapun kau, jangan pernah menyentuh wajahku." Sungguh kali ini nyali Uchiha Sasuke menciut akibat kata-kata yang terlontar dari bibir Sakura. Dan jangan lupakan tatapan Sakura yang mengintimidasi setiap lawan bicaranya.

"Bertemu denganmu menyia-nyiakan waktuku yang berharga," ujar Sakura sambil berbalik meninggalkan Sasuke yang masih menciut ditempatnya. Namun sebelum jarak mereka terlalu jauh, Sakura sempat berbalik dan berkata, "Ah, karena kau menyelamatkan tiga gadis yang tidak berguna tadi, gajimu kupotong 30% selama satu semester."

Setelahnya, wanita bersurai merah muda itu kembali berbalik dan melangkah dengan angkuh sambil bergumam kecil,"Dasar sekumpulan orang tidak berguna."

Sementara Sasuke mulai beranjak dari tempatnya berdiri dan berjalan ke ruang kerjanya yang berlawanan arah dengan ruangan Sakura seraya mendengus, " Dasar penyihir kutub menyebalkan."

.

.

Tap tap tap.

Suara langkah kaki yang di timbulkan oleh sepatu seorang wanita paruh baya bergema saat memasuki lobi utama GLORIA HOTEL yang tampak lenggang. Maklum, sekarang waktu telah menunjukkan pukul dua belas tengah hari jadi para staf dan karyawan rata-rata sedang istirahat siang membuat keadaan hotel relatif sepi dibandingkan tadi pagi. Menyisakan beberapa karyawan yang masih bertugas.

Meskipun usia wanita itu sudah lebih dari setengah abad, tak lantas membuatnya tampak seperti nenek-nenek. Pembawaan yang anggun serta wajahnya yang berwibawa membuatnya terlihat lebih muda dari usia yang sebenarnya.

Uchiha Mikoto, sang wanita paruh baya, tersenyum dan mengangguk singkat ketika resepsionis dan karyawan yang lain menyapanya. Biarpun ia sudah memutuskan untuk pensiun dari tugasnya sebagai Kepala Pelayan di hotel tesebut, orang-orang yang mengenalnya masih tetap segan terhadap dirinya. Mengingat jasanya yang telah mengabdi di sana jauh sebelum hotel tersebut terkenal seperti sekarang.

Dan kemungkinan besar kedatangannya ke sini pasti karena dua hal. Karena ingin mengunjungi anak bungsunya atau karena ingin bertemu dengan calon menantu, yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri.

"Apakah nona Haruno ada di ruangannya?" tanya Uchiha Mikoto kepada resepsionis hotel.

"Ada nyonya. Kebetulan hari ini nona Haruno memutuskan untuk makan siang di ruangannya," jawabnya.

"Aa baiklah kalau begitu. Terima kasih nona . . . Yamanaka," ujar Mikoto kalem setelah sebelumnya sempat melihat sekilas nama sang gadis resepsionis yang tersulam rapi di seragamnya.

'Kali ini semoga rencanaku berhasil,' bisik Mikoto dalam hati sambil terus berjalan menuju ruangan nona besar Haruno Sakura.

.

.

"Hah, apa ini?! Banyak sekali laporan yang harus segera kuselesaikan! Pasti ia sengaja mengerjaiku, dasar penyihir kutub!" maki Sasuke kepada setumpuk kertas tak bersalah yang menumpuk setinggi hampir tiga puluh centi di meja kerjanya. Seluruh laporan itu harus segera diselesaikan dan di antar ke ruangan Sakura kurang dari tiga jam lagi. Jika terlambat? Potong gaji 15%.

Jari-jarinya mengetik dengan brutal. Ia benar-benar frustasi dengan sikap Sakura yang semakin hari semakin kejam dan menyeramkan. Bukan hanya kali ini saja, hampir setiap hari Sasuke merasakan kesengsaraan semenjak dirinya berada di bawah bayang-bayang kekejaman era kekuasaan Haruno Sakura.

"Belum apa-apa saja dia sudah menyiksaku, apalagi nanti kalau sudah menikah. Bisa-bisa tubuhku hancur secara perlahan." Sasuke mulai bernarasi absurd.

Sambil tetap mengetik, ia berimajinasi membayangkan rumah tangganya dengan Sakura. Dalam dunia khayalnya, ia membayangkan Sakura mengenakan jubah dan pakaian serba hitam sambil membawa cambuk memasukki sebuah kastil tua menyeramkan. Kemudian di dalamnya, dirinya sudah meringkuk dengan kondisi mengenaskan. Pakaian lusuh, kurus kering, rambut kebanggaannya tak lagi mencuat, dan kedua tangan serta kakinya dililit dengan rantai besi.

Diiringi dengan latar kabut hitam dan suara petir menggelegar, ia membayangkan Sakura menyeringai kejam sambil berkata, "Aku akan menyiksamu ah, maksudku mendidikmu sampai aku yakin kau cukup berguna untuk layak hidup bersamaku, suamiku tersayang."

BLATTS!

Dan ayunan cambuk Sakura pun sukses menghantam bokong seksi milik Uchiha Sasuke.

"Iiihh, amit-amit," gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengenyahkan khayalan laknat yang sempat mengusik pikirannya.

Sementara itu di tempat yang berbeda pada waktu yang sama, sesosok gadis berkaca mata tengah memandangi handphone nya sambil menghela nafas kecil berkali-kali. Mengabaikan pandangan penuh selidik dari teman yang duduk di sampingnya.

"Yak, Karin. Wajahmu kenapa kusut begitu? Kau terlihat semakin jelek saja. Pasti karena Sasuke playboy cap pantat ayam itu, kan?"

BLETAK.

Jitakan manis mendarat di kepala Suigetsu. Temannya yang menurut Karin super aneh dan berisik. Setiap kali bertemu selalu bertengkar kemudian berbaikan, lalu bertengkar lagi dan berbaikan lagi dan begitu seterusnya. Namun justru hal itu yang membuat mereka menjadi dekat satu sama lain karena mereka memang telah saling mengenal semenjak di bangku sekolah menengah hingga sekarang, mereka sama-sama bekerja menjadi guru SD di tempat yang sama.

"Kau tahu kan kalau Sasuke telah pensiun menjadi playboy semenjak berpacaran denganku?" balas Karin yang tak terima kekasihnya dibilang playboy.

"Dan kalau akhir-akhir ini dia tidak menghubungiku, aku memakluminya. Dia pasti sibuk sekarang, apalagi dia baru diangkat menjadi manager. Lagipula aku kan kekasih yang pengertian hehe, " lanjutnya sambil tersenyum cerah.

Suigetsu tersenyum seraya mendengus singkat menanggapi kata-kata Karin barusan. 'Kekasih yang pengertian, ya' bisiknya lirih dalam hati.

Karin tak pernah tahu bahwa selama bertahun-tahun Suigetsu telah menyimpan perasaan yang tulus lebih dari sekedar 'teman' terhadapnya. Pertengkaran yang sengaja dipancing Suigetsu selama ini adalah alibi agar bisa tetap bersama Karin. Ya, bersama dalam status teman baik.

.

.

CKLEK

"Apa kabar nona Sakura? Apakah kedatanganku mengganggumu?"

Melihat siapa yang datang keruangannya, Sakura segera berdiri, mengabaikan salad sayuran yang tadi sedang dinikmati olehnya. Tersenyum tipis, ia berjalan menghampiri Uchiha Mikoto yang berdiri di depan sofa tamu miliknya.

"Sakura, bibi cukup memanggil nama kecilku. Jangan panggil nona, bagiku bibi sudah aku anggap seperti mendiang ibuku sendiri. Silahkan duduk, bi," ujarnya.

"Aa . . ."

Setelah keduanya duduk, Sakura tak bisa berhenti tersenyum. Ya, sebuah pemandangan langka yang hanya ditunjukkannya pada orang-orang tertentu. Salah satunya adalah kepada bibi Mikoto.

"Bibi mau minum apa? Dan lagi, kenapa tidak memberitahuku kalau bibi akan kesini? Kalau aku tahu, aku bisa menyuruh orang untuk menjemput bibi kesini,"

"Tidak usah repot-repot Saku, bibi hanya mampir sebentar. Sebenarnya bibi kesini karena ingin mengatakan suatu hal padamu. Tentang kau dan Sasuke," wajah Mikoto berubah terlihat sedikit cemas.

"Bibi tahu semuanya. Selama tiga bulan disini, hubungan kalian tidak terlalu baik. Padahal kalian adalah sepasang tunangan. Bibi tahu kabar tentang perjodohan ini membuat kalian terkejut. Tapi aku dan suamiku hanya menginginkan kebahagiaan untuk kalian berdua. Kami yakin akau akan bahagia bersama Sasuke, dan begitupula sebaliknya," kini kedua tangan Mikoto telah menggenggam erat tangan Sakura yang masih bergeming di tempatnya.

"Maaf bibi, kami tidak bermaksud mengecewakan kalian . . ." akhirnya Sakura membuka suaranya, " . . .hanya saja segalanya butuh proses."

"Maka dari itu, kedatangan bibi kesini karena ingin meminta kau melakukan sesuatu, Saku. Bibi yakin, ini akan membantu hubungan kalian," kata Mikoto berusaha meyakinkan Sakura.

Kali ini ekspresi Sakura berubah. Menautkan alis, ia mulai menimbang-nimbang keputusan yang akan diambilnya, "Baiklah, kalau begitu apa yang harus aku lakukan?"

Uchiha Mikoto menatap Sakura dan tersenyum penuh niat terselubung. 'Fugaku sayang, sepertinya rencana kita berhasil, fufufu,' batin Mikoto berteriak girang.

.

.

.

.

.

KONOHA, 6.00 AM

Terdengar suara cucuran air dari dalam salah satu kamar GLORIA HOTEL, tepatnya kamar nomor 135 yang sekarang menjadi kediaman pribadi Uchiha Sasuke. Di sini, khusus kamar hotel yang didiami Sasuke memiliki struktur seperti apartment. Jadi, terdapat satu kamar, ruang santai, dan juga mini pantry pribadi di dalamnya.

Ia baru saja memulai rutinitas hariannya. Setelah hampir 20 menit, pemuda berambut mencuat itu menyelesaikan acara mandi paginya. Sehabis berpakaian dan sedikit bengong(?) di depan cermin, ia keluar dari kamar menuju pantry untuk sarapan. Sebagai pria lajang yang tinggal sendiri, ia terbiasa untuk menyiapkan segala keperluannya sendiri. Hanya sesekali Sasuke akan sarapan di luar, itupun jika ia sedang malas atau karena ia bangun terlambat.

Baru saja Sasuke menutup pintu kamarnya, ia dibuat terkejut setengah mati saat melihat sesosok wanita yang tengah duduk di atas chaise (sofa santai) miliknya. Hampir saja ia menjatuhkan kedua bola matanya ketika ia menyadari siapa yang duduk di sana.

Pink. Haruno Sakura duduk dengan angkuh sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di atas koper super besar yang tergeletak di sebelahnya.

"Pagi Sasuke," ucapnya tanpa minat.

" Kau . . .?! Bagaimana bisa kau duduk dan masuk ke dalam di sini?" kata Sasuke dengan struktur kalimat yang berantakan seperti orang linglung.

Sakura memutar bola matanya bosan, "Jangan memasang tampang konyol seperti itu. Aku memiliki kunci seluruh kamar yang ada disini."

"Kulihat kamarmu sepertinya telah kau modifikasi," lanjutnya sambil mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan, "Lumayan. Setidaknya kau mampu menggunakan otakmu semaksimal mungkin selayaknya orang-orang normal." Sungguh, kata-kata yang diucapkan oleh Sakura tanpa intonasi sama sekali. Datar.

"Tch, kau pikir aku abnormal? Lalu, untuk apa kau datang pagi-pagi seperti ini. Aku yakin pasti terjadi sesuatu. Jadi langsung saja, katakan tujuanmu kesini," balas Sasuke to the point.

"Bagus. Aku memang tidak suka berbasa-basi. Uchiha Sasuke, mulai hari ini kita akan tinggal bersama disini."

"APA . . . ?!"

Tinggal bersama?

Hidup satu atap tanpa ikatan?

Pria dan wanita?

'Pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ikatan? Itu sama saja dengan ' kumpul kebo'! Pasti ada yang salah disini', batin Sasuke tak yakin.

.

.


To be Continue


a.n : Ngga tahu apa yang ada dipikiran author karena tiba-tiba buat fict baru lagi, padahal fict multi chapter yang lain masih belum kelar *entahlah mau dibawa kemana nasib mereka*pundung dikolong meja*.

Niat awalnya pengen nyoba genre drama/romance gitu tapi, lagi-lagi jari-jari author tetap gatel nyelipin humor nista *walau garing* dimana-mana. Padahal ngga ada niat sama sekali buat bikin humor. Sungguh.

Akhir curcol(?) silahkan Review jika berkenan.

Salam

FM