"Dia hidup di dua sisi yang berbeda."
"Apa dia gila?"
"Tidak sampai ditahap itu. Hanya sebatas trauma berkepanjangan yang membuatnya melarikan diri dengan sisinya yang lain untuk menutupi satu sisinya yang hancur."
"Seperti memaksa membagi diri dan memperlihatkan kepada dunia bahwa ia dua orang yang berbeda tapi nyatanya ia adalah satu?"
"Jika kau mudah memahaminya seperti itu. Maka aku menjawab iya."
"Kau psikolog?"
"Tidak lagi. Aku berhenti."
"Kenapa?"
"Karena aku hyungnya."
.
.
"Kuberikan mawar merah sebagai lambang cinta yang tiada matinya meski nyatanya aku mati terkena durinya" —Kyungsoo
.
.
.
Kaisoo
The story is mine. Only mine. And forever will be mine.
But,
The cast are not belong to me. They are have their own life.
.
.
.
Lady Wu's Present
Red Rose
.
.
.
"My beloved sexy Kai ada di televisi." Baekhyun mengigit kecil roti ditangannya dengan tatapan fokus menatap layar televisi. "Ah, lelaki idaman. Tampannya. Menurutmu siapa yang lebih cantik? Aku atau model music video-nya si tampan?"
Kyungsoo menghentikan kegiatannya di balik meja kasir. Dahinya berlipat melihat reaksi yang ditunjukkan Baekhyun. Mata Kyungsoo beralih melihat televisi yang tengah menampilkan sebuah music video dari seorang artis tampan. Kai— seorang artis tampan yang telah menggerakkan dunia dengan tarian sexy dan wajahnya yang mempesona. Dan karenanya pula setiap hari Kyungsoo selalu terbiasa dengan pekikan-pekikan aneh ataupun pembicaraan tak masuk akal dari Baekhyun. Teman satu kerja dengannya itu memang selalu aktif berbeda dengan Luhan yang pendiam yang sedang membersihkan meja disudut sana.
"Ahh, andai saja nasibku baik seperti wanita itu. Dengan senang hati aku akan berpe— Aaaaa, apa itu? K-kau juga melihatnya 'kan? Kau melihatnya? Wanita itu! Wanita itu memeluknya. Memeluk Kai-ku! Aaaa, Demi Tuhan aku membenci wanita itu!" Baekhyun memekik histeris dengan tiba-tiba. Suaranya menggema di dalam toko yang -untung saja- sepi. Roti yang berada ditangannya terjatuh ketika ia terpekik kaget. Matanya membulat. Raut wajahnya mendadak pias.
Kyungsoo memutar kedua bola mata jengah. Bibirnya berdecak. Reaksi yang ditunjukkan Baekhyun selalu saja berlebihan. Jangan ditanya berapa kali dia menonton music video yang sama, berkali-kali dia menontonnya dan berkali-kali pula dia menunjukkan reaksi aneh yang sama. Dasar penggemar.
Fikiran Kyungsoo beralih ketika lonceng yang berada diatas pintu berbunyi. Pintu kaca terbuka. Menandakan ada pelanggan yang masuk ke dalam toko mereka. Kyungsoo menatapnya dan tersenyum. Segera ia beranjak dari balik meja kasir mendekati pelanggan. Jam tujuh pagi. Tokonya baru saja buka beberapa menit yang lalu. Dan, dia adalah pelanggan pertama hari ini.
Kyungsoo meraih buku kecil serta sebuah pena untuk menulis, ia mendekati pelanggan yang mengambil tempat duduk disudut selatan. Posisi paling belakang dan tertutupi sebuah bunga besar penghias ruangan.
"Selamat pagi, apakah ada yang ingin anda pesan?"
.
.
.
Kyungsoo kembali beberapa saat kemudian pada meja yang sama dengan nampan dikedua tangannya. Ia meletakkan pesanan sang pelanggan dengan apik dan tersenyum sebagai isyarat mohon undur diri.
"Apakah actingnya sudah selesai? Atau kau masih ingin terus melakukannya?"
Kyungsoo berhenti melangkah. Ia membalikkan badan menghadap sang pelanggan. "Maaf?" Tanyanya tak mengerti.
Sang pelanggan berdecak kesal. Ia membuka topi serta masker hitam yang menutupi rupa wajah sebelum jemarinya bergerak meraih cangkir. Sejenak disesapnya penuh damai coffee yang telah ia pesan. "Sayang, actingmu jelek. Kembali ke sini. Temani aku duduk bersantai." Katanya kemudian.
Kyungsoo mendesah keras. Kedua pipinya menggembung bersamaan bibir yang menggerucut kedepan. Kesal.
Ia berjalan mendekati meja yang sama dan duduk disalah satu kursi. Kyungsoo meletakkan nampan dengan asal. Pandangannya berubah keruh. Hilang semua tata kesopanan yang ia perlihatkan sebelumnya. "Seharusnya kau menungguku kembali ke meja kasir. Jangan di panggil seperti itu."
"Lalu, meninggalkan aku sendiri disini?"
"Aku hanya mencoba melakukannya dengan baik. Dan kau merusak semuanya." Kyungsoo menggeram kesal.
"Wow. Kau marah padaku?"
"Menurutmu?"
"Menurutku, aku lelaki yang tampan."
"Jongin!"
.
.
.
Kyungsoo melambaikan tangannya kepada Baekhyun dan Luhan dipersimpangan jalan. Pukul sembilan malam tepat dan toko miliknya baru saja tutup.
Kyungsoo merapatkan mantel miliknya. Menyisirkan rambutnya yang terbang terkena terpaan angin. Ia tersenyum mengingat hari yang baru saja terlalui dengan sempurna. Pembukaan yang baik untuk tokonya yang terkesan baru. Pelanggan hari ini tak terlalu banyak. Namun, lebih meningkat dibanding dua bulan sebelumnya. Pekerjaan yang sederhana, tak terlalu mematokkan penghasilan harga, cukup mengisi waktunya yang kosong mampu membuatnya bahagia. Setidaknya ia tak hanya berdiam diri di apartement seperti beberapa tahun terakhir. Ia mempunyai pekerjaan yang ia suka dan tetap pula -tentu saja, ia pemiliknya-
Suara pekikan terdengar dari sela-sela bibir mungilnya ketika ia di kejutkan oleh sesorang yang tiba-tiba saja memeluknya dari belakang. Kyungsoo bergerak cepat menarik diri. Membalikkan badan dan akan memukul sang pelaku jika saja ia tak mengenalnya terlebih dahulu.
"Jongin!" Kyungsoo berteriak kesal.
Dibalik topi gelap dan masker hitamnya, Jongin tertawa geli. "Wajahmu lucu."
"Kau hampir membuatku mati karna serangan jantung!"
Tawa Jongin semakin meledak. Kedua matanya menyipit seiring bahunya bergetar kencang. "Kau lucu, sayang." Balasnya disela-sela tawa yang meledak.
"Aku membencimu." Suara Kyungsoo menajam. Seketika Jongin berhenti tertawa, ia mengusap airmata yang meleleh karna gelak tawanya sendiri. Menatap Kyungsoo aneh, lalu tersenyum senang.
"Aku juga sangat mencintaimu, sayang." Jongin meraih jemari Kyungsoo dan menautkan tangan mereka berdua. Ia menarik Kyungsoo untuk melangkah bersama, mengabaikan tatapan tajam yang ditunjukkan padanya. Berjalan santai seolah tak terjadi apapun.
"Aku ingin jalan-jalan malam. Ayo, kita makan dipinggir jalan. Ahh, sudah lama rasanya tak berdua denganmu."
.
.
.
Dinginnya malam tak menyurutkan antusiasme Kyungsoo ketika melihat lampu-lampu jalanan yang berkelap-kelip menerangi jalan. Matanya bersinar terang memperhatikan indahnya malam disudut kota seperti ini. Tak terlalu bising akan keramaian di pusat kota. Tak ada gedung-gedung pencakar langit yang menjajakan besarnya dunia. Hanya ada penjaja makanan kecil di pinggir jalan, beberapa orang tengah bersantai dengan sepeda dimalam hari, dan berlimpah ruah pejalan kaki. Bibirnya tersenyum bahagia. Pohon-pohon menghiasi ditiap sudut tempat. Pohon yang sangat besar. Bertaburan cahaya ditiap daunnya -terkena cahaya lampu dari sang penjaja makanan-
"Senang rasanya bisa berada ditempat seperti ini." Kyungsoo berucap bahagia. Ia mempererat tautan tangan mereka berdua, kepalanya menoleh, "Ingin berkeliling bersama?"
Jongin membalas senyuman Kyungsoo. Ia merapikan rambut Kyungsoo yang terkena sapuan angin malam. "Malam ini aku seutuhnya milikmu tanpa gangguan apapun." Ucapnya yakin.
Bibir Kyungsoo semakin tersenyum bahagia. "Senang bisa mendengar kata-katamu. Aku memegang perkataanmu sekarang." Ia kembali menarik jemari Jongin, mengajak lelaki itu berjalan bersama dan mulai menikmati apa yang ada disekitar mereka.
Tempat ini bukanlah tempat wisata terkenal. Bukan tempat berkualitas bagus untuk dikunjungi. Tapi setidaknya, disini bisa terasa jauh lebih nyaman dibandingkan duduk berdua direstoran mahal yang diiringi musik membosankan. Disana terasa sangat gersang dan mati. Berbeda dengannya, jalanan ini ramai dan hidup. Benar. Ini kehidupan. Terasa ramai. Lengkap. Tidak sendiri. Tidak sepi. Dan yang terpenting tidaklah mati.
"Kau suka?"
Kyungsoo mengangguk yakin.
Jongin mendesah. Ia meletakkan dagunya diatas kepala Kyungsoo, berharum buah-buahan kesukaan Kyungsoo. "Tak ingin membeli sesuatu?" Jongin memeluknya dari belakang. Mereka melangkah pelan, satu-dua langkah kaki mereka bergerak bersamaan.
"Kau.." Suaranya terdengar jernih. "Aku memiliki semuanya yaitu kau."
Jongin tergelak. "Ohh, lihatlah sayangku ini sudah pandai berkata puitis."
"Menurutmu begitu?" Kyungsoo bertanya. Ia mulai menyamankan diri didalam kukungan Jongin. Lelaki bodoh itu tanpa melihat keadaan dengan santainya memperlakukan Kyungsoo seperti ini ditempat umum— memeluknya dari belakang dan mereka melangkah bersama. Pelan, sangat pelan tapi entah mengapa rasanya ini akan berlalu dengan cepat. Kesibukan esok yang menunggu mungkin? Mereka jarang bersama.
"Lain kali aku akan membeli buku kata-kata puitis seperti itu."
"Mengapa?"
"Agar kita terlihat lebih romantis." Katanya cepat. Pelukannya semakin terasa erat.
Kyungsoo tertawa. "Kau lebih dari cukup untukku."
"Kau lebih dari cukup untukku." Jongin mengulang tanpa beban, dan Kyungsoo kembali tertawa. "Heii, kita tak makan malam?"
"Aku tahu kau sudah makan malam." Sejenak Kyungsoo mendesah, pipinya mulai mendingin karena angin malam.
"Aku belum makan malam."
"Iya. Benar. Kau belum makan malam. Dan jika kau belum makan malam seharusnya kau tetap memaksaku pergi ke tempat penjualnya bukan berjalan-jalan seperti ini."
Jongin tertawa. Ia menggoyangkan tubuh mereka berdua kekiri dan kekanan, "Kau pintar." Gumamnya.
Kyungsoo tersenyum. Ia menyentuh perutnya sendiri, mengusapnya pelan lalu menghela.
Tapi kau lebih pintar. Sangat pintar, batinnya.
.
.
Malam ini apakah kita benar-benar tertawa? -Kyungsoo-
26 Januari 2015
.
.
.
.
This is my first time to published a story on this fandom. I never thought that i would do it because i didn't have enough courage. So, i hope you all like my story. And please leave a review that would make me more courage to write the next stories.
Last, mind to review?
And Hi, salam kenal.
Love ya,
A fanfiction by Me,
Lady Wu
